29
dari sistem ini adalah agar adanya keseimbangan dari pihak eksekutif dan yudikatif dalam melakukan pengangkatan hakim-hakim di Prancis.
42
Selain itu, tujuan dari dibentuk KY juga sebagai sarana agar masyarakat dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja
dan kemungkinan pemberhentian hakim. Sehingga diharapkan kekuasaan kehakiman juga terjaga dari segi akuntabilitas dan independensi di hadapan
masyarakat. Oleh karena itu diharapkan melalui KY, aspirasi masyarakat dapat dilibatkan di dalam proses pengangkatan Hakim Agung.
Meskipun kewenangan pengusulan Calon Hakim Agung diberikan kepada KY, namun tetap saja KY tidak mempunyai kewenangan yang
begitu absolut dalam menentukan Hakim Agung yang terpilih, karena hasil seleksi oleh KY nantinya akan diberikan kepada DPR untuk disetujui.
Sehingga proses seleksi Calon Hakim Agung ini bukanlah sebagai bentuk monopoli dari KY saja, karena pada akhirnya KY tetap membutuhkan
institusi-institusi lainnya termasuk peran masyarakat untuk memberikan masukan terkait calon-calon Hakim Agung yang akan diseleksi.
D. Teori Kewenangan
Sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan dan ilmu hukum. Kekuasaan
sering disamakan begitu saja dengan kewenangan dan kekuasaan sering
42
Rifqi Sjarief Assegaf, Kata Pengantar dari Komisi Yudisial Di Beberapa Negara Uni Eropa, Jakarta: LeIP, 2002, h. vi.
30
dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian juga sebaliknya. Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan
biasanya berbentuk hubungan, dalam arti ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah the rule and the ruled.
43
Berdasarkan pengertian di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum
oleh Henc van Maarseven disebut sebagai blote match,
44
sedangkan kekuasaan yang berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai
wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui
serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh Negara.
45
Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan
een ambten complex di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan
konstruksi subyek-kewajiban.
46
Dengan demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan
43
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 36.
44
Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, cet. XVII, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, h. 30.
45
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, cet. V, Yogyakarta: Kanisius, 2001, h. 52
46
Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia, 2002, h. 39.
31
hanya beraspek hukum semata. Artinya, kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi inkonstitusional,
misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari konstitusi.
47
Terdapat perbedaan antara pengertian kewenangan authority, gezag dan wewenang competence, bevoegheid.
48
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan
yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya suatu onderdeel bagian tertentu saja dari kewenangan. Di mana dalam dalam
kewenangan itu terdapat wewenang-wewenang rechtsbe voegdheden.
49
Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat
keputusan pemerintah bestuur, tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang
utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.
50
47
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik , h. 35.
48
Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung, Universitas Parahyangan, 2000, h. 22.
49
Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, cet. X, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, h. 78.
50
Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, h. 65.
32
Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas, penulis berkesimpulan bahwa kewenangan authority memiliki pengertian
yang berbeda dengan wewenang competence. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang
adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa subyek hukum yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia
berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu.
51
Kewenangan yang dimiliki oleh organ institusi pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata riil, mengadakan pengaturan atau
mengeluarkan keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi
menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi. Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada
organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat
bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama
mandator pemberi mandat.
Berdasarkan uraian tersebut penulis akan membahas tentang kewenangan dua lembaga negara yang di amanatkan oleh UUD NRI 1945
51
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, h. 57.
33
dalam mekanisme pengangkatan hakim agung dalam hal ini adalah KY dalam mengusulkan pengangkatan hakim agung berdasarkan uji kelayakan dan
kepatutan fit and proper test dan DPR dalam menyetujui pengusulan pengangkatan hakim agung yang telah diusulkan oleh oleh KY.
E. Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial dalam Pengangkatan Hakim