BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum RW 09 Kelurahan Pondok Petir
RW 09 Kelurahan Pondok Petir terletak di Kecamatan Bojongsari Kota Depok
Propinsi Jawa Barat. Sebelum tahun 2011, RW 09 Kelurahan Pondok Petir secara
administratif adalah bagian dari wilayah Kecamatan Sawangan, tetapi seiring
dengan pemekaran wilayah Kota Depok pada tahun 2011 maka RW 09 Kelurahan
Pondok Petir tercatat sebagai bagian dari wilayah administrasi Kecamatan
Bojongsari Kota Depok.
RW 09 Kelurahan Pondok Petir merupakan ibukota Kelurahan Pondok Petir.
RW 09 Kelurahan Pondok Petir terdiri dari 4 RT dengan jumlah penduduk pada
tahun 2010 adalah 938 jiwa. Penduduk RW 09 Kelurahan Pondok Petir
merupakan perpaduan antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Mayoritas
penduduk beragama Islam, sedangkan agama lain yaitu Katolik, Protestan, Hindu,
dan Budha. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai pegawai,
sedangkan sisanya bervariasi meliputi wiraswasta, buruh, dan pemberi layanan
jasa.
Dalam aspek pemberdayaan kesehatan masyarakat di RW 09 Kelurahan
Pondok Petir terdapat peran yang besar dari petugas dan kader kesehatan serta
intervensi yang kuat oleh tokoh masyarakat
IV.2. Hasil Penelitian
IV.2.1. Hasil Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia
Frekuensi
Persentase
Remaja (15-21 tahun)
12
13,3
Dewasa (22-59 tahun)
72
80,0
Lansia (60-65 tahun)
6
6,7
90
100,0
Jumlah
Distribusi usia responden penelitian terdiri dari kelompok usia remaja atau
usia 15-21 tahun sebanyak 12 responden (13,3 %), kelompok usia dewasa atau
38
39
usia 22-59 tahun sebanyak 72 responden (80,0 %), dan kelompok usia lansia atau
usia 60-65 tahun sebanyak 6 responden (6,7 %).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
29
32,2
Perempuan
61
67,8
Jumlah
90
100,0
Distribusi jenis kelamin responden penelitian terdiri dari laki-laki sebanyak 29
responden (32,2 %) dan perempuan sebanyak 61 responden (67,8 %).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
Frekuensi
Persentase
2
2,2
SD
26
28,9
SMP
22
24,4
SMA
32
35,6
8
8,9
90
100,0
Tidak sekolah
Perguruan Tinggi
Jumlah
Distribusi pendidikan responden penelitian terdiri dari tidak sekolah sebanyak
2 responden (2,2 %), lulus SD sebanyak 26 responden (28,9 %), lulus SMP
sebanyak 22 responden (24,4 %), lulus SMA sebanyak 32 responden (35,6 %),
dan lulus perguruan tinggi sebanyak 8 responden (8,9 %).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase
Bekerja
37
41,1
Tidak bekerja
53
58,9
Jumlah
90
100,0
Distribusi pekerjaan responden penelitian terdiri dari kelompok yang bekerja
sebanyak 37 responden (41,1 %) dan kelompok yang tidak bekerja sebanyak 53
responden (58,9 %).
40
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tabel 10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
Buruk
15
16,7
Sedang
33
36,6
Baik
42
46,7
Jumlah
90
100,0
Distribusi tingkat pengetahuan responden penelitian terdiri dari kelompok
pengetahuan buruk sebanyak 15 responden (16,7 %), kelompok pengetahuan
sedang sebanyak 33 responden (36,6 %), dan kelompok pengetahuan baik
sebanyak 42 responden (46,7 %).
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 11. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum
Obat Anti Filariasis
Kepatuhan
Frekuensi
Persentase
Patuh
73
81,1
Tidak patuh
17
18,9
Jumlah
90
100,0
Distribusi kepatuhan minum obat responden penelitian terdiri dari kelompok
patuh minum obat sebanyak 73 responden (81,1 %) dan kelompok tidak patuh
minum obat sebanyak 17 responden (18,9 %)
IV.2.2. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Tabel 12. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Usia
Patuh
Jumlah
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
%
Remaja
11
91,7
1
8,3
12
100,0
Dewasa-Lansia
62
79,5
16
20,5
78
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,450
41
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 12 responden kelompok usia remaja, 11
responden (91,7 %) patuh minum obat. dan dari 78 responden kelompok usia
dewasa-lansia, 62 responden (79,5 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,450 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 13. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Jenis
Kepatuhan Minum Obat
Patuh
Kelamin
Jumlah
Tidak Patuh
p value
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
23
79,3
6
20,7
29
100,0
Perempuan
50
82,0
11
18,0
61
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
0,990
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 29 responden laki-laki, 23 responden
(79,3%) patuh minum obat dan dari 61 responden perempuan, 50 responden
(82,0%) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,990 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 14. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Pendidikan
Patuh
Tidak Patuh
Jumlah
n
%
n
%
n
%
Rendah
40
80,0
10
20,0
50
100,0
Menengah-Tinggi
33
82,5
7
17,5
40
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,976
42
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 50 responden kelompok pendidikan rendah
40 responden (80,0 %) patuh minum obat dan dari 40 responden kelompok
pendidikan menengah-tinggi, 33 responden (82,5 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,976 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
4. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 15. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Pekerjaan
Patuh
Jumlah
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
%
Bekerja
29
78,4
8
21,6
37
100,0
Tidak Bekerja
44
83,0
9
17,0
53
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,780
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang bekerja, 29 responden
(78,4 %) patuh minum obat dan dari 53 responden yang tidak bekerja, 44
responden (83,0 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,780 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
5. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 16. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Pengetahuan
Patuh
Jumlah
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
%
Buruk
9
60,0
6
40,0
15
100,0
Sedang-Baik
64
85,3
11
14,7
75
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,033
43
Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang memiliki pengetahuan
buruk, 9 responden (60 %) patuh minum obat dan dari 75 responden yang
memiliki pengetahuan sedang-baik, 64 responden (85,3 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,033 pada α=0,05 yang artinya ada hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
IV.3. Pembahasan
IV.3.1 Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk usia remaja yang patuh
minum obat sebesar 91,7 % dan penduduk usia dewasa-lansia yang patuh minum
obat sebesar 79,5 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara usia dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,450) > (0,05) sama
dengan penelitian Santoso et al (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia remaja, dewasa, dan lansia dalam kepatuhan
minum obat anti filariasis.
Hal ini sama dengan Hutabarat (2008) bahwa menurut Dunbar dan Waszak
dalam Smeat (1994) kepatuhan dalam aturan pengobatan pada anak-anak, remaja,
dan dewasa adalah sama.
IV.3.2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk laki-laki yang patuh minum
obat sebesar 79,3 % dan penduduk perempuan yang patuh minum obat sebesar
82,0 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,990) > α (0,05) berbeda
dengan penelitian Santoso et al (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
Hal ini berbeda dengan pendapat Smeat dalam Hutabarat (2008) bahwa kaum
wanita cenderung mengikuti anjuran dokter termasuk anjuran untuk teratur minum
obat karena kodrat wanita yang ingin tampak terlihat cantik dan tidak ingin ada
cacat pada tubuhnya.
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat
anti filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan
dan intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir
Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang
44
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat
pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang
diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang
menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan
salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.3. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk berpendidikan rendah yang
patuh minum obat 80,0 % dan penduduk berpendidikan menengah-tinggi yang
patuh minum 82,5 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,976) > α
(0,05) sama dengan penelitian Santoso et al (2008) bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti filarisis.
Hal ini berbeda dengan teori Skiner dalam Notoatmodjo (2005) bahwa
kepatuhan minum obat adalah tindakan nyata yang dapat dipengaruhi oleh faktor
dari dalam diri antara lain pendidikan penderita serta Smeat dalam Hutabarat
(2008) yang mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan menyebabkan
penderita tidak patuh minum obat.
Tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan dan
intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir
Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat
pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang
diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang
menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan
salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.4. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk bekerja yang patuh minum
obat 78,4 % dan penduduk tidak bekerja yang patuh minum obat 83,0 %.
Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,780) > α (0,05) sama dengan
45
penelitian Santoso et al (2008) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan dan
intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir
Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat
pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang
diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang
menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan
salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.5. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk berpengetahuan buruk yang
patuh minum obat 60 % dan peduduk berpengetahuan sedang-baik yang patuh
minum obat 85,3 %. Berdasarkan uji statistik ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti filarisis karena p value (0,033) <
α (0,05) berbeda dengan penelitian Santoso et al (2008).
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan
adalah dominan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Hal ini
juga mengindikasikan bahwa peran aktif kader dalam promosi kesehatan
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang filariasis dan mendorong
responden untuk patuh minum obat
IV.4. Keterbatasan Penelitian
Pada saat wawancara kemungkinan adanya bias yang bersumber dari
pewancara maupun responden dapat terjadi. Hal ini disebabkan pemahaman yang
berbeda antara seorang pewancara dengan pewancara lain sehingga pemahaman
tentang pertanyaan di kuisioner mungkin saja berbeda. Untuk hal ini peneliti
sudah melakukan penjelasan dengan pewancara dengan maksud ada persamaan
pemahaman terhadap pertanyaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum RW 09 Kelurahan Pondok Petir
RW 09 Kelurahan Pondok Petir terletak di Kecamatan Bojongsari Kota Depok
Propinsi Jawa Barat. Sebelum tahun 2011, RW 09 Kelurahan Pondok Petir secara
administratif adalah bagian dari wilayah Kecamatan Sawangan, tetapi seiring
dengan pemekaran wilayah Kota Depok pada tahun 2011 maka RW 09 Kelurahan
Pondok Petir tercatat sebagai bagian dari wilayah administrasi Kecamatan
Bojongsari Kota Depok.
RW 09 Kelurahan Pondok Petir merupakan ibukota Kelurahan Pondok Petir.
RW 09 Kelurahan Pondok Petir terdiri dari 4 RT dengan jumlah penduduk pada
tahun 2010 adalah 938 jiwa. Penduduk RW 09 Kelurahan Pondok Petir
merupakan perpaduan antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Mayoritas
penduduk beragama Islam, sedangkan agama lain yaitu Katolik, Protestan, Hindu,
dan Budha. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah sebagai pegawai,
sedangkan sisanya bervariasi meliputi wiraswasta, buruh, dan pemberi layanan
jasa.
Dalam aspek pemberdayaan kesehatan masyarakat di RW 09 Kelurahan
Pondok Petir terdapat peran yang besar dari petugas dan kader kesehatan serta
intervensi yang kuat oleh tokoh masyarakat
IV.2. Hasil Penelitian
IV.2.1. Hasil Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia
Frekuensi
Persentase
Remaja (15-21 tahun)
12
13,3
Dewasa (22-59 tahun)
72
80,0
Lansia (60-65 tahun)
6
6,7
90
100,0
Jumlah
Distribusi usia responden penelitian terdiri dari kelompok usia remaja atau
usia 15-21 tahun sebanyak 12 responden (13,3 %), kelompok usia dewasa atau
38
39
usia 22-59 tahun sebanyak 72 responden (80,0 %), dan kelompok usia lansia atau
usia 60-65 tahun sebanyak 6 responden (6,7 %).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
29
32,2
Perempuan
61
67,8
Jumlah
90
100,0
Distribusi jenis kelamin responden penelitian terdiri dari laki-laki sebanyak 29
responden (32,2 %) dan perempuan sebanyak 61 responden (67,8 %).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
Frekuensi
Persentase
2
2,2
SD
26
28,9
SMP
22
24,4
SMA
32
35,6
8
8,9
90
100,0
Tidak sekolah
Perguruan Tinggi
Jumlah
Distribusi pendidikan responden penelitian terdiri dari tidak sekolah sebanyak
2 responden (2,2 %), lulus SD sebanyak 26 responden (28,9 %), lulus SMP
sebanyak 22 responden (24,4 %), lulus SMA sebanyak 32 responden (35,6 %),
dan lulus perguruan tinggi sebanyak 8 responden (8,9 %).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase
Bekerja
37
41,1
Tidak bekerja
53
58,9
Jumlah
90
100,0
Distribusi pekerjaan responden penelitian terdiri dari kelompok yang bekerja
sebanyak 37 responden (41,1 %) dan kelompok yang tidak bekerja sebanyak 53
responden (58,9 %).
40
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tabel 10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
Buruk
15
16,7
Sedang
33
36,6
Baik
42
46,7
Jumlah
90
100,0
Distribusi tingkat pengetahuan responden penelitian terdiri dari kelompok
pengetahuan buruk sebanyak 15 responden (16,7 %), kelompok pengetahuan
sedang sebanyak 33 responden (36,6 %), dan kelompok pengetahuan baik
sebanyak 42 responden (46,7 %).
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 11. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum
Obat Anti Filariasis
Kepatuhan
Frekuensi
Persentase
Patuh
73
81,1
Tidak patuh
17
18,9
Jumlah
90
100,0
Distribusi kepatuhan minum obat responden penelitian terdiri dari kelompok
patuh minum obat sebanyak 73 responden (81,1 %) dan kelompok tidak patuh
minum obat sebanyak 17 responden (18,9 %)
IV.2.2. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Tabel 12. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Usia
Patuh
Jumlah
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
%
Remaja
11
91,7
1
8,3
12
100,0
Dewasa-Lansia
62
79,5
16
20,5
78
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,450
41
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 12 responden kelompok usia remaja, 11
responden (91,7 %) patuh minum obat. dan dari 78 responden kelompok usia
dewasa-lansia, 62 responden (79,5 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,450 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 13. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Jenis
Kepatuhan Minum Obat
Patuh
Kelamin
Jumlah
Tidak Patuh
p value
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
23
79,3
6
20,7
29
100,0
Perempuan
50
82,0
11
18,0
61
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
0,990
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 29 responden laki-laki, 23 responden
(79,3%) patuh minum obat dan dari 61 responden perempuan, 50 responden
(82,0%) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,990 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 14. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Pendidikan
Patuh
Tidak Patuh
Jumlah
n
%
n
%
n
%
Rendah
40
80,0
10
20,0
50
100,0
Menengah-Tinggi
33
82,5
7
17,5
40
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,976
42
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 50 responden kelompok pendidikan rendah
40 responden (80,0 %) patuh minum obat dan dari 40 responden kelompok
pendidikan menengah-tinggi, 33 responden (82,5 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,976 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
4. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 15. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Pekerjaan
Patuh
Jumlah
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
%
Bekerja
29
78,4
8
21,6
37
100,0
Tidak Bekerja
44
83,0
9
17,0
53
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,780
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang bekerja, 29 responden
(78,4 %) patuh minum obat dan dari 53 responden yang tidak bekerja, 44
responden (83,0 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,780 pada α=0,05 yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis.
5. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Tabel 16. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis
Kepatuhan Minum Obat
Pengetahuan
Patuh
Jumlah
Tidak Patuh
n
%
n
%
n
%
Buruk
9
60,0
6
40,0
15
100,0
Sedang-Baik
64
85,3
11
14,7
75
100,0
Jumlah
73
81,1
17
18,9
90
100,0
p value
0,033
43
Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang memiliki pengetahuan
buruk, 9 responden (60 %) patuh minum obat dan dari 75 responden yang
memiliki pengetahuan sedang-baik, 64 responden (85,3 %) patuh minum obat.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,033 pada α=0,05 yang artinya ada hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
IV.3. Pembahasan
IV.3.1 Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk usia remaja yang patuh
minum obat sebesar 91,7 % dan penduduk usia dewasa-lansia yang patuh minum
obat sebesar 79,5 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara usia dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,450) > (0,05) sama
dengan penelitian Santoso et al (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia remaja, dewasa, dan lansia dalam kepatuhan
minum obat anti filariasis.
Hal ini sama dengan Hutabarat (2008) bahwa menurut Dunbar dan Waszak
dalam Smeat (1994) kepatuhan dalam aturan pengobatan pada anak-anak, remaja,
dan dewasa adalah sama.
IV.3.2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk laki-laki yang patuh minum
obat sebesar 79,3 % dan penduduk perempuan yang patuh minum obat sebesar
82,0 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,990) > α (0,05) berbeda
dengan penelitian Santoso et al (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
Hal ini berbeda dengan pendapat Smeat dalam Hutabarat (2008) bahwa kaum
wanita cenderung mengikuti anjuran dokter termasuk anjuran untuk teratur minum
obat karena kodrat wanita yang ingin tampak terlihat cantik dan tidak ingin ada
cacat pada tubuhnya.
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat
anti filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan
dan intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir
Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang
44
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat
pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang
diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang
menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan
salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.3. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk berpendidikan rendah yang
patuh minum obat 80,0 % dan penduduk berpendidikan menengah-tinggi yang
patuh minum 82,5 %. Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,976) > α
(0,05) sama dengan penelitian Santoso et al (2008) bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti filarisis.
Hal ini berbeda dengan teori Skiner dalam Notoatmodjo (2005) bahwa
kepatuhan minum obat adalah tindakan nyata yang dapat dipengaruhi oleh faktor
dari dalam diri antara lain pendidikan penderita serta Smeat dalam Hutabarat
(2008) yang mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan menyebabkan
penderita tidak patuh minum obat.
Tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan dan
intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir
Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat
pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang
diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang
menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan
salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.4. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk bekerja yang patuh minum
obat 78,4 % dan penduduk tidak bekerja yang patuh minum obat 83,0 %.
Berdasarkan uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan kepatuhan minum obat karena p value (0,780) > α (0,05) sama dengan
45
penelitian Santoso et al (2008) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti filariasis.
Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat anti
filariasis disebabkan peran aktif kader kesehatan dalam promosi kesehatan dan
intervensi yang kuat dari tokoh masyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Petir
Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Hal ini sesuai dengan Hutabarat (2008) yang
menyatakan bahwa tidak adanya petugas dan kader kesehatan pada saat
pemberian atau pengambilan obat serta tidak adanya kegiatan penyuluhan yang
diberikan oleh petugas dan kader kesehatan mempengaruhi sikap seseorang
menjadi negatif sehingga peran aktif petugas dan kader kesehatan merupakan
salah satu faktor pendorong untuk patuh minum obat.
IV.3.5. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk berpengetahuan buruk yang
patuh minum obat 60 % dan peduduk berpengetahuan sedang-baik yang patuh
minum obat 85,3 %. Berdasarkan uji statistik ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti filarisis karena p value (0,033) <
α (0,05) berbeda dengan penelitian Santoso et al (2008).
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan
adalah dominan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Hal ini
juga mengindikasikan bahwa peran aktif kader dalam promosi kesehatan
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang filariasis dan mendorong
responden untuk patuh minum obat
IV.4. Keterbatasan Penelitian
Pada saat wawancara kemungkinan adanya bias yang bersumber dari
pewancara maupun responden dapat terjadi. Hal ini disebabkan pemahaman yang
berbeda antara seorang pewancara dengan pewancara lain sehingga pemahaman
tentang pertanyaan di kuisioner mungkin saja berbeda. Untuk hal ini peneliti
sudah melakukan penjelasan dengan pewancara dengan maksud ada persamaan
pemahaman terhadap pertanyaan.