Proses Saponifikasi Metil Ester Asam Lemak

c. Proses Saponifikasi Metil Ester Asam Lemak

Metil ester asam lemak dihasilkan dari reaksi inter-esterifikasi trigliserida dengan metanol dengan bantuan katalis tertentu. Reaksinya adalah sebagai berikut: Reaksi saponifikasi metil ester asam lemak dengan basa NaOH menghasilkan sabun dan metanol.Reaksi ini dilangsungkan dalam reaktor air tubular pada suhu 120 O C tekanan 1 atm dengan konversi reaksi yang cukup tinggi.Metanol yang terdapat dalam campuran reaksi dipisahkan dengan menggunakan flash drum, dan kemudian campuran sabun ini dimasukkan kembali ke reaktor alir tubular kedua untuk menyempurnakan reaksi penyabunan.Sabun yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam pengeringan vakum seperti telah disebutkan di atas. Proses ini hampir sama dengan proses saponifikasi asam lemak, perbedaannya terletak pada produk samping yang dihasilkan, yaitu air pada proses netralisasi asam lemak dan metanol pada proses metil ester asam lemak. Reaksi penyabunan metil ester adalah sebagai berikut : RCOOCH 3 + NaOH  RCOONa + CH 3 OH Metil ester Sabun Metanol 11 II.2.Kondisi Operasi Dalam semua proses pembuatan sabun, umumnya variabel – veriabel proses utama yang cukup menentukan tingkat keberhasilan proses saponifikasi dalam reaktor adalah sebagai berikut : 1. Suhu Operasi Proses Safonifikasi Trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan prosesnya sangat cepat sehingga sesuai untuk produksi skala besar. Pada proses industri, suhu reaksi saponifikasi dipilih berada diatas titik cair bahan baku dan biasanya berada dibawah titik didih air tekanan operasi 1atm. Hal ini bertujuan: a. Memudahkan pencampuran antar reaktan. b. Daya pengadukan dapat direduksi menjadi lebih kecil. c. Transportasi cairan melalui pompa – pompa dan pipa – pipa lebih mudah karena viskositas berkurang. d. jika suhu berada diatas titik didih air maka tekanan dalam reaktor lebih besar dari 1 atm untuk menghindari penguapan air. Suhu operasi reaksi penyabunan yang umum diterapkan adalah berkisar antara 80 – 95 C Riegel, 1985, walaupun ada sampai 120 C pada tekanan ketel 2 atm. 2. Pengadukan Trigliserida, asam lemak dan metil ester asam lemak sukar larut dalam air, sedangkan basa seperti NaOH sangat larut dalam air. Sehingga jika didiamkan akan terbentuk dua lapisan terpisah dan reaksi hanya akan berlangsung pada daerah batas dua permukaan tersebut, akibatnya reaksi menjadi lambat. Untuk menghindari hal ini maka pengadukan yang cukup kuat diperlukan agar seluruh partikel reaktan dapat terdispersi satu sama lain dan dengan demikian laju reaksi dapat ditingkatkan. 12 Pada proses saponifikasi modern, reaktor sudah dilengkapi dengan turbodisper yang mampu berputar pada kecepatan 3000 rpm 50 rps untuk menjamin dispersi molekul – molekul reaktan sesempurna mungkin Spitz, 1995. 3. Konsentrasi reaktan Dalam reaksi kimia Reaksi yang berlangsung paling cepat adalah pada saat awal reaksi, dimana masih terdapat banyak reaktan dan sedikit produk. Karena air merupakan produk reaksi, maka menurut prinsip kesetimbangan akan menghambat pembentukan sabun dan membuat laju reaksi semakin kecil. Untuk menghindari hal ini maka seharusnya tidak digunakan air yang berlebihan dalam umpan larutan NaOH dan NaCl dengan cara membuat konsentrasi larutan ini sepekat mungkin. Dalam praktek umumnya digunakan NaOH 50 dan larutan NaCl jenuh Spitz, 1995 untuk mempercepat laju reaksi penyabunan. Proses yang dipilih dari Pra Rancangan pabrik pembuatan sabun padat dari RBDPS oleh Ade Friadi Lubis ini adalah proses Saponifikasi Trigliserida dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Suhu operasi dan tekanan relatif lebih rendah dari dua proses yang lain sehingga lebih hemat dalam pemakaian energi dan desain peralatan lebih sederhana. 2. Proses lebih sederhana dibandingkan dua proses yang lain. 3. Bahan baku tersedia dari proses pengolahan sawit menjadi minyak sawit. 4. Diharapkan konversi reaksi dapat mencapai 99,5 sehingga secara ekonomis proses ini sangat layak didirikan dalam skala pabrik. 5. Sabun yang dihasilkan mudah dimurnikan dan memiliki kemurnian tinggi. 13

II.3. Uraian Proses