22
Syarat yang harus dipenuhi agar MA dan badan-badan peradilan di bawahnya dapat berhasil dengan dua desain organisasi ini, adalah
perlunya pemanfaatan TI secara maksimal. Pemanfaatan TI ini penting untuk memastikan adanya komunikasi terpadu dan pengelolaan
pengetahuan knowledge management yang kuat. Dengan demikian, diperkirakan struktur organisasi MA dan badan-badan peradilan di
bawahnya akan sungguh-sungguh menjadi organisasi yang modern, tepat fungsi, tepat ukuran dengan kinerja maksimal.
Pembaruan organisasi Badan Peradilan ke depan diharapkan menuju:
1. Organisasi Berbasis Kinerja Performance Based Organization
Organisasi berbasis kinerja adalah sebuah inisiatif untuk mendorong organisasi MA dan badan-badan peradilan di bawahnya menjadi lebih
efektif dan efisien. Agar MA menjadi organisasi berbasis kinerja sebagaimana karakteristik desain organisasi ini, maka:
a.
Perlu pemisahan yang jelas antara urusan teknis dan non- teknis. b.
Perlu memastikan kejelasan pembagian tugas, tanggungjawab dan kewenangan, serta garis komandopelaporan.
c. Pengembangan desain dan implementasi penilaian kinerja organisasi
dan penilaian kinerja individu haruslah menjadi prioritas utama. d.
Perlu dipastikan semua aparatur peradilan memiliki keterampilan untuk melakukan penilaian kinerja.
2. Organisasi Berbasis Pengetahuan Knowledge Based
Organization
Perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, di satu sisi sangat membantu manusia, namun di sisi lain juga memunculkan jenis-jenis atau
modus-modus pelanggaran atau kejahatan baru yang kemudian menjadi perkara-perkara jenis baru bagi pengadilan. Sebagai konsekuensinya
harus ditemukan cara-cara kerja baru untuk menyikapi perkembangan tersebut. Hal ini merupakan tantangan sendiri baik bagi para hakim
sebagai pemutus perkara maupun bagi aparatur peradilan. Hakim dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup
23
untuk memahami perkara-perkara tersebut, untuk bisa memutus dengan seadil-adilnya. Aparatur peradilan dituntut untuk melahirkan cara-cara
kerja baru yang lebih efektif dan efisien.
Pada prakteknya, sebagian hakim telah memiliki pengetahuan atau keterampilan untuk memutus perkara-perkara yang merupakan varian
baru akibat perkembangan teknologi atau pengetahuan baru dan aparatur peradilan telah mengembangkan cara-cara kerja baru. Namun demikian,
kesemuanya itu masih berupa tacit knowledge, sesuatu yang diketahui dan dialami, namun belum diungkapkan secara jelas dan lengkap. Tacit
Knowledge sangat sulit dipindahkan kepada orang lain karena pengetahuan tersebut tersimpan pada pikiran masing-masing individu. Hal ini
membuat pengetahuan dan keterampilan belum secara merata dimiliki oleh seluruh hakim dan aparatur peradilan di Indonesia. Oleh karena itu,
tacit knowledge ini penting untuk diubah menjadi explicit knowledge, yaitu pengetahuan yang dapat diungkapkan dengan kata-kata, formula atau
rumus yang bisa dilihat, didengar, dirasa, dan disentuh. Explicit knowledge dapat langsung dipindahkan kepada orang lain secara lengkap melalui
media buku, laporan, koran, lukisan, atau bentuk media lainnya. Bila seluruh tacit knowledge bisa diubah menjadi explicit knowledge, maka MA dan
badan-badan peradilan di bawahnya akan lebih mudah menjalankan tugas pokok dan fungsi tupoksi utamanya.
3. Sistem Pengelolaan Organisasi