Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue Di Kota Bogor Tahun 2005

ABSTRAK
YOLI KARTIKA. Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue Di Kota Bogor Tahun 2005.
Dibimbing oleh UTAMI DYAH SYAFITRI dan BAGUS SARTONO.
Kondisi suatu daerah secara umum berkaitan dengan kondisi di daerah lain, terutama daerah
yang berdekatan. Pola seperti ini dikenal dengan hubungan spasial. Untuk mengetahui bagaimana
hubungan kuantitatif ini secara spasial dapat digunakan autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial
mengindikasikan adanya korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang.
Tingkat kesehatan suatu daerah akan berdampak pada kesehatan daerah lainnya. Melalui
pendekatan Indeks Moran, Geary’s Ratio dan Chi-Square Test dapat diketahui bagaimana
hubungan kuantitatif ini secara spasial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pola penyebaran spasial Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Kota Bogor
dengan menggunakan statistik pengukuran Indeks Moran, Geary’s Ratio dan Chi-Square Statistic.
Ketiga metode tersebut menunjukkan adanya pola penyebaran penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kota Bogor secara spasial. Metode Indeks Moran dan Geary’s Ratio
menunjukkan adanya autokorelasi spasial yang positif.

POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KOTA BOGOR TAHUN 2005

YOLI KARTIKA


DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

“SESUATU YANG TERJADI DALAM BEBERAPA HARI,
KADANG-KADANG BAHKAN DALAM SEHARI,
BISA MENGUBAH KESELURUHAN JALAN HIDUP
SESEORANG”

Kupersembahkan karya kecil ini untuk
Keluarga Tercinta, Apak, Amak, Uda-Uda, Uni-uni, Ponakan-Ponakan
Serta orang-orang yang senantiasa memberikan Semangat dan
Kebahagiaan

ABSTRAK
YOLI KARTIKA. Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue Di Kota Bogor Tahun 2005.
Dibimbing oleh UTAMI DYAH SYAFITRI dan BAGUS SARTONO.
Kondisi suatu daerah secara umum berkaitan dengan kondisi di daerah lain, terutama daerah

yang berdekatan. Pola seperti ini dikenal dengan hubungan spasial. Untuk mengetahui bagaimana
hubungan kuantitatif ini secara spasial dapat digunakan autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial
mengindikasikan adanya korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang.
Tingkat kesehatan suatu daerah akan berdampak pada kesehatan daerah lainnya. Melalui
pendekatan Indeks Moran, Geary’s Ratio dan Chi-Square Test dapat diketahui bagaimana
hubungan kuantitatif ini secara spasial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pola penyebaran spasial Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Kota Bogor
dengan menggunakan statistik pengukuran Indeks Moran, Geary’s Ratio dan Chi-Square Statistic.
Ketiga metode tersebut menunjukkan adanya pola penyebaran penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kota Bogor secara spasial. Metode Indeks Moran dan Geary’s Ratio
menunjukkan adanya autokorelasi spasial yang positif.

POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KOTA BOGOR TAHUN 2005

YOLI KARTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Skripsi : POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH
DENGUE DI KOTA BOGOR TAHUN 2005
Nama
: Yoli Kartika
NRP
: G14102023

Menyetujui:
Pembimbing I,

Pembimbing II,


Utami Dyah Syafitri, S.Si, M.Si
NIP. 132311922

Bagus Sartono, S.Si, M.Si
NIP. 132311923

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP. 131473999

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sei Naning, Payakumbuh pada tanggal 11 November 1983 dari ayah
Harmaini dan ibu Rosna. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara.
Tahun 1996 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri 30 Batang Lolo Muara Labuh Solok Selatan
kemudian dilanjutkan di MTs Negeri I Simpang Empat Pasaman Barat sampai tahun 1999. Penulis

menamatkan pendidikan menengah lanjutan atas di SMU Negeri 1 Pasaman Barat tahun 2002, dan
pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis ikut serta dalam kegiatan Himpro Gamma Sigma Beta
(GSB) pada Divisi Kewirausahaan tahun 2003/2004. Penulis juga ikut serta dalam kepanitiaan
Seminar Nasional Statistika tahun 2004, panitia Statistika Ria tahun 2004, panitia Pesta Sains
tahun 2004, koordinator kegiatan periksa gigi dan mata dalam rangka Galang Aksi Sosial FMIPA
tahun 2004, serta panitia Matematika Ria tahun 2005. Pada bulan Februari-April 2006, penulis
melaksanakan praktek lapang di PT. Indosat Tbk.

PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Pola
Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue Di Kota Bogor Tahun 2005. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan
umatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ilmiah ini, antara lain:
1. Ibu Utami Dyah Syafitri, S.Si, M.Si dan Bapak Bagus Sartono, S.Si, M.Si atas segala
bimbingan, arahan, dan perhatiannya kepada penulis.

2. For My Inspiration, my big family Apak, Amak, Uda-Uda, Uni-Uni, dan Ponakan-Ponakan
tersayang, Thanks For Everything.
3. Seluruh Dosen dan staf Departemen Statistika IPB
4. For My Best Friends (Boim, Odonk, dan Nenk) terimakasih atas kritikan, masukan, perhatian,
dan suntikan semangatnya kepada penulis. You Are The Best Friends That Ever I Had.
5. Nadra (Thanks ya...udah nemenin Yoli menyelesaikan skripsi ini dari awal sampai akhir).
Rekan-rekan Statistika 39 : Cimot, Ntong, Rani, Tici, Susi, Mami Karin, Komti Seumur Hidup
(Dede), Bayu, Dwi, rekan sedaerah (Uda Cey, Uda Fahmi, dan Puput Bontot) serta temanteman Statistika lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu (Terimakasih atas
kebersamaannya selama ini).
6. Mas Tatang (Tanah’38) yang sudah membagi ilmu tentang software ArcView. K’ Cus
(Statistika’38) yang mau berbagi tentang spasial (Terimakasih ya kak).
7. Rekan-rekan Statistika Angkatan 38, 40 dan 41.
8. Untuk sobat tersayang di Padang (Miftah, Elvi, Siti, Fitri_Ndut, Asda, Dini, Idep, dan Oki)
Thanks so much atas hiburan dan canda-candanya.
9. Widi, Mba Irma, Diyan, Sinta, Ambar, Chichie semua teman-teman di NF terima kasih atas
kebersamaannya.
10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT, masih banyak kekurangan
dalam karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.


Bogor, Pebruari 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue (DBD) ...........................................................................................
Autokorelasi Spasial ...............................................................................................................
Matriks Contiguity ..................................................................................................................
Matriks Pembobot Spasial .....................................................................................................
Indeks Moran ..........................................................................................................................

Geary’s Ratio ...........................................................................................................................
Chi-Square Test .......................................................................................................................
Moran’s Scatterplot .................................................................................................................
Peta Tematik ............................................................................................................................

1
1
2
2
3
4
4
5
5

BAHAN DAN METODE
Bahan ...................................................................................................................................... 6
Metode .................................................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
SIMPULAN .................................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 8
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 9

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil penghitungan Indeks Moran, Geary’s Ratio, dan Chi-Square Test ............................... 6
2. Tabulasi silang banyaknya kesesuaian antara kategori wilayah berdasarkan pembandingan
Ni dan E (Ni) dengan kategori wilayah berdasarkan Moran’s Scatterplot .................................. 7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bentuk autokorelasi spasial
(a) Autokorelasi positif ........................................................................................................... 2
(b) Autokorelasi negatif ........................................................................................................... 2
(c) Tidak ada autokorelasi ....................................................................................................... 2
2. Plot antara Zstd dengan WZstd ............................................................................................... 5
3. Moran’s Scatterplot penderita DBD ...................................................................................... 7
4. Peta tematik Kota Bogor berdasarkan kuadran pada Moran’s Scatterplot ............................. 7
5. Peta tematik Kota Bogor berdasarkan perbandingan nilai Ni dengan nilai E (Ni) .................. 8


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jumlah penderita DBD di setiap desa di Kota Bogor tahun 2005 ............................................ 9
2. Daftar desa berdasarkan posisinya pada Moran’s Scatterplot.................................................. 11
3. Kode, nama desa, jumlah penderita DBD di setiap desa,
populasi di setiap desa, serta nilai harapan di setiap desa di Kota Bogor ............................... 12

PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kondisi suatu daerah secara umum
berkaitan dengan kondisi di daerah lain,
terutama daerah yang berdekatan. Pola
seperti ini dikenal dengan hubungan spasial.
Besaran

autokorelasi
spasial
dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
spasial. Untuk mengukur nilai autokorelasi
spasial dapat digunakan berbagai metode
seperti Indeks Moran, Geary’s Ratio
maupun menggunakan Chi-Square Statistic.
Indeks Moran merupakan salah satu
indikator tertua dari autokorelasi spasial dan
statistik
yang
membandingkan
nilai
pengamatan di suatu daerah dengan nilai
pengamatan di daerah lainnya (Lembo
2006a). Geary’s Ratio adalah pembandingan
antara dua nilai daerah yang berdekatan
secara langsung. Dua nilai daerah yang
berdekatan
( X i dan X j )
dibandingkan

Demam
Berdarah
Dengue
(Dengue
Hemorrhagic Fever) atau lebih dikenal dengan
DBD, merupakan penyakit akut yang
disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh
nyamuk Aides aegipty dan Aides albopictus
betina (Anonim 2005).
Virus dengue penyebab DBD termasuk
family Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali
yaitu 35-45 nm. Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
menular yang dapat menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) / wabah. Penularan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu melalui
gigitan nyamuk Aides aegipty (Judarwanto
2006).
Gejala yang terjadi dari penyakit ini yaitu
berupa demam tinggi (38-40 derajat celcius)
yang berlangsung sampai 2 atau 7 hari, sakit
kepala, rasa sakit pada otot, bintik-bintik merah
pada kulit, pendarahan pada hidung dan gusi,
mudah timbul memar pada kulit, shock yang
ditandai oleh rasa sakit pada perut, muntah, dan
rasa dingin yang tinggi terkadang disertai
pendarahan dalam (Anonim 2005).

dengan yang lainnya secara langsung (Lee dan
Wong 2001).
Menurut Lembo (2006b) Chi-Square
statistik adalah pengukuran kekuatan dari
penggabungan antara dua distribusi.
Sedangkan menurut Fingleton (1983, 1986)
dalam Rogerson (2005) ketika kategorikategori dalam uji Chi-Square (khi kuadrat)
merupakan daerah-daerah yang tersusun
secara geografi, maka frekuensi dalam
pengamatan pada masing-masing daerah
tidak saling bebas. Untuk melihat
ketidakbebasan antara daerah tersebut dapat
digunakan pendekatan Chi-Square Test. ChiSquare Test adalah uji yang fokus pada
masing-masing daerah pengamatan tapi
mengabaikan pola penyebaran datanya.
Dalam penelitian ini penggunaan ketiga
metode tersebut akan diterapkan dalam
kasus penderita DBD (Demam Berdarah
Dengue) di Kota Bogor. Dimana tingkat
keterjangkitan penyakit DBD di suatu
daerah diperkirakan dipengaruhi oleh
keterjangkitan penyakit DBD di daerah
sekitarnya.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pola penyebaran
spasial Demam Berdarah Dengue (DBD) di
wilayah Kota Bogor dengan menggunakan
statistik pengukuran Indeks Moran, Geary’s
Ratio dan Chi-Square Test.

Autokorelasi Spasial
Menurut Lembo (2006a) autokorelasi
spasial adalah korelasi antara variabel dengan
dirinya sendiri berdasarkan ruang. Atau bisa
juga diartikan autokorelasi spasial adalah suatu
ukuran kemiripan dari objek di dalam suatu
ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika terdapat
pola sistematik di dalam penyebaran sebuah
variabel, maka terdapat autokorelasi spasial.
Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan
bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait
oleh nilai atribut tersebut pada daerah lain yang
letaknya berdekatan (bertetangga).
Pola spasial dapat digambarkan menjadi tiga
bagian yaitu clustured (gerombol), dispersed
(seperti papan catur), dan random (acak).
Autokorelasi spasial bernilai positif jika di
dalam suatu daerah yang saling berdekatan
mempunyai nilai yang mirip. Jika digambarkan
akan terbentuk penggerombolan, seperti terlihat
pada Gambar 1(a), yang mana untuk
menentukan
kedekatan
antar
daerah
pengamatannya menggunakan pendekatan
Queen’s Moves. Dan autokorelasi spasial akan
bernilai negatif jika dalam suatu daerah yang
saling berdekatan mempunyai nilai yang
berbeda atau tidak mirip. Jika digambarkan
akan membentuk pola seperti papan catur,

seperti terlihat pada Gambar 1(b), yang
mana untuk menentukan kedekatan antar
daerah
pengamatannya
menggunakan
pendekatan Rook’s Moves. Sedangkan jika
terdapatnya bentuk yang acak seperti
Gambar 1(c) menunjukkan tidak adanya
autokorelasi spasial. Dan untuk menentukan
kedekatan antar daerah pengamatannya
menggunakan pendekatan Queen’s Moves.
1
0
1
0
1
0

1
0
1
0
1
0

1
0
1
0
1
0

1
0
1
0
1
0

1
0
1
0
1
0

1
0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0
1
0

0
1
0

0
1
0

Gambar 1(a)
Autokorelasi positif
negatif
I = 0.61
(Queen’s Moves)

0
1
0
0

1
0
0
1
0
0
1
0

0
1
0
0
1
0
0

1
0
0
1
0
0
1
0

Gambar 1(b)
Autokorelasi
I = -1
(Rook’s Moves)

10

10

10

10

10

10

0

0

10

0

0

10

10

0

0

0

0

0

0

10

10

0

0

0

0

Gambar 1(c) Tidak ada autokorelasi
I = 0.02
(Queen’s Moves)
Menurut Silk (1979) untuk menentukan
bagaimana hubungan spasial (kedekatan)
antara
daerah
pengamatan,
dapat
menggunakan berbagai metode dasar seperti:
1. Queen’s Moves
Definisi kedekatannya didasarkan pada
langkah ratu pada pion catur. Daerah yang
berhimpit kearah kanan, kiri, atas, bawah
dan diagonal didefinisikan sebagai daerah
yang saling berdekatan. Jadi suatu daerah
dikatakan dekat satu sama lain jika ada
daerah yang saling berbatasan langsung.
2. Rook’s Moves
Hubungan
spasial
antar
daerah
pengamatan dapat ditentukan kearah
kanan, kiri, atas dan bawah. Sedangkan
arah diagonal tidak dapat ditentukan.
3. Bishop’s Moves
Hubungan
spasial
antar
daerah
pengamatan hanya dapat ditentukan dalam
arah diagonal saja.

Matriks Contiguity
Lee dan Wong (2001) mendefinisikan
matriks contiguity adalah matriks yang
menggambarkan hubungan antara daerah atau
matriks yang menggambarkan hubungan
kedekatan antar daerah. Jika daerah i saling
berdekatan atau berbatasan langsung dengan
daerah j, maka unsur (i,j) diberi nilai 1. Tapi
jika daerah i tidak saling berdekatan dengan
daerah j, maka unsur (i,j) diberi nilai 0.
Sehingga matriks ini disebut juga dengan
binary matrix.
Lee dan Wong (2001) juga menyebut binary
matrix atau matriks contiguity ini sebagai
connectivity matrix, yang dinotasikan dengan C,
dan cij merupakan nilai dalam matriks baris ke-i
dan kolom ke-j.
Matriks
C
mempunyai
beberapa
karakteristik yang menarik. Pertama, semua
elemen diagonalnya cij adalah 0, karena
diasumsikan bahwa suatu unit daerah tidak
berdekatan dengan dirinya sendiri. Kedua,
matriks C adalah matriks simetriks dimana cij =
cji. Kesimetrikan yang dimiliki oleh matriks C
pada dasarnya menggambarkan hubungan
timbal balik dari hubungan spasial. Ketiga,
baris dalam matriks C menunjukkan bagaimana
suatu daerah berhubungan spasial dengan
daerah lain. Oleh karena itu jumlah nilai pada
suatu baris ke-i merupakan jumlah tetangga
yang dimiliki oleh daerah ke-i.
Notasi penjumlahan baris adalah:
n

c i. =

∑ c ij
j =1

dengan:
ci.
= Total nilai baris ke-i
cij
= Nilai pada baris ke-i kolom ke-j
Matriks Pembobot Spasial
Jika ada n unit daerah dalam pengamatan,
maka dapat digunakan matriks pembobot
spasial yang berukuran n x n untuk menentukan
hubungan kedekatan antar unit daerah. Setiap
unit daerah digambarkan sebagai baris dan
kolom. Setiap nilai dalam matriks menjelaskan
hubungan spasial antara ciri-ciri geografi
dengan baris dan kolom. Nilai 1 dan 0
digunakan
sebagai
matriks
untuk
menggambarkan kedekatan antara daerah (Lee
dan Wong 2001).
Matriks pembobot spasial disebut juga
dengan Row Standardized Matrix yang
dinotasikan dengan W, wij merupakan nilai
dalam matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j.
Nilai wij menggambarkan pengaruh alami yang

diberikan daerah ke-j untuk daerah ke-i.
Sehingga matriks pembobot spasial dapat
dikatakan
sebagai
matriks
yang
menggambarkan kekuatan interaksi antar
lokasi.
Untuk dapat melihat seberapa besar
pengaruh masing-masing tetangga terhadap
suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara
nilai pada daerah tertentu dengan total nilai
daerah tetangganya. Dan akan menghasilkan
nilai pembobot (wij) untuk setiap lokasi yang
bertetangga:
cij
wij =
c i.
Indeks Moran
Indeks Moran adalah salah satu statistik
umum yang digunakan untuk menghitung
autokorelasi spasial dan merupakan ukuran
dari korelasi atau hubungan antara
pengamatan yang saling berdekatan. Indeks
Moran merupakan salah satu indikator tertua
dari autokorelasi spasial dan statistik yang
membandingkan nilai pengamatan di suatu
daerah dengan nilai pengamatan di daerah
lainnya (Lembo 2006a).
Menurut Lee dan Wong (2001) Indeks
Moran dapat diukur dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
n

n

n ∑ ∑ cij ( X i − X )( X j − X )
I=

i =1 j =1

n

C∑ ( X i − X )2
i =1

dengan:
n = Banyaknya pengamatan (daerah)
X i = Nilai pengamatan pada lokasi ke-i

X j = Nilai pengamatan pada lokasi ke-j
X = Nilai rata-rata dari {Xi} dari n lokasi
cij = Elemen matriks contiguity antara

lokasi ke-i dan lokasi ke-j
n

n

C = ∑ ∑ cij
i =1 j =1

nilai Indeks Moran 0, maka mengindikasikan
tidak adanya autokorelasi spasial.
Untuk dapat mengatakan ada atau tidak
adanya autokorelasi, perlu dibandingkan nilai
statistik Indeks Moran dengan nilai harapannya.
Nilai harapan dari statistik Indeks Moran
dirumuskan sebagai berikut:
−1
E(I ) =
(n − 1)
Hipotesis uji satu arah dari autokorelasi
spasial adalah:
H0 : I = 0 (Tidak ada autokorelasi spasial).
Sedangkan bentuk hipotesis alternatifnya
(H1) ada dua macam yaitu:
1. H1 : I > 0 (Terdapat autokorelasi spasial
positif).
2. H1 : I < 0 (Terdapat autokorelasi spasial
negatif).
Menurut Lee dan Wong (2001) statistik uji
dari Indeks Moran diturunkan dalam bentuk
statistik peubah acak normal baku. Hal ini
didasarkan pada teori Dalil Limit Pusat dimana
untuk n yang besar dan ragam diketahui maka
Z ( I ) akan menyebar normal baku, dengan
Z ( I ) adalah:
I − E(I )
Z (I ) =
VAR ( I )
dengan:
I
= Indeks Moran
Z (I )
= Nilai statistik uji Indeks Moran
E(I )
= Nilai harapan dari Indeks Moran
VAR( I ) = Ragam dari Indeks Moran
Dengan kriteria pengambilan keputusan tolak
H0 jika nilai Z ( I ) > Z (α) . Sehingga dapat
disimpulkan terdapat autokorelasi spasial.
Ragam dari I didefinisikan sebagai berikut:
n 2 S1 − nS 2 + 3(C ) 2
VAR ( I ) =
(C ) 2 (n 2 − 1)
dengan:
n

n

C = ∑ ∑ cij
i =1 j =1

Nilai Indeks Moran sama dengan
koefisien korelasi berkisar diantara -1 dan
+1. Ketika nilai Indeks Moran mendekati +1
maupun -1, maka autokorelasinya tinggi.
Jika nilai Indeks Moran 0 < I ≤ 1,
mengindikasikan autokorelasi spasial positif.
Dan jika didapatkan nilai Indeks Moran -1 ≤ I
Z (α) . Sehingga
dapat disimpulkan terdapat autokorelasi spasial.
Sedangkan pendugaan ragam untuk Geary’s
Ratio dengan asumsi normal adalah:
(2 S1 + S 2 )(n − 1) − 4C 2
VAR (G ) =
2(n + 1)C 2
dengan :
n

n

C = ∑ ∑ cij
i =1 j =1
n

n

∑ ∑ (cij + c ji ) 2

S1 =

i =1 j =1

2
n

S 2 = ∑ (ci. + c.i ) 2
i =1

Geary’s Ratio mempunyai nilai antara 0,
1 dan 2. Jika nilai Geary’s Ratio 0 < G < 1,
mengindikasikan autokorelasi spasial positif.
Dan jika nilai Geary’s Ratio 1 < G < 2, maka
mengindikasikan
autokorelasi
spasial
negatif. Sedangkan jika didapatkan nilai
Geary’s Ratio 1, maka mengindikasikan
tidak adanya autokorelasi spasial.
Nilai harapan dari Geary’s Ratio tidak
dipengaruhi oleh n ukuran contoh tapi nilai
harapannya selalu 1.
Hipotesis uji satu arah dari autokorelasi
spasial adalah:
H0 : G = 1 (Tidak ada autokorelasi
spasial).
Sedangkan bentuk hipotesis alternatifnya
(H1) ada dua macam yaitu:
1. H1 : G < 1 (Terdapat autokorelasi
spasial
positif).
2. H1 : G >1 (Terdapat autokorelasi spasial
negatif).
Menurut Lee dan Wong (2001) statistik
uji dari Geary’s Ratio diturunkan dalam
bentuk statistik peubah acak normal baku.
Hal ini didasarkan pada teori Dalil Limit
Pusat dimana untuk n yang besar dan ragam
diketahui maka Z (G ) akan menyebar
normal baku, dengan Z (G ) adalah:

keterangan:
cij = Elemen matriks contiguity
ci. = Total nilai baris ke-i matriks contiguity
c.i = Total nilai kolom ke-i matriks contiguity
Chi-Square Statistic
Menurut Lembo (2006b) Chi-Square
statistik adalah pengukuran kekuatan dari
penggabungan antara dua distribusi. Sedangkan
menurut Fingleton (1983, 1986) dalam
Rogerson (2005) ketika kategori-kategori dalam
uji Chi-Square (khi kuadrat) merupakan daerahdaerah yang tersusun secara geografi, maka
frekuensi dalam pengamatan pada masingmasing daerah tidak saling bebas. Untuk
melihat ketidakbebasan antara daerah tersebut
dapat digunakan pendekatan Chi-Square Test.
Chi-Square Test adalah uji yang fokus pada
masing-masing daerah pengamatan tapi
mengabaikan pola penyebaran datanya.
Rogerson (1998, 1999) dalam Rogerson
(2005) memperkenalkan statistik khi-kuadrat
spasial (R) yang digunakan untuk menguji
hipotesis nol dari m frekuensi pengamatan
daerah, Ni, i = 1, 2, ..., m, yang dapat terjadi
seperti kondisi hipotesis nol berikut:
H0 : E[Ni] = λξi, i = 1, 2, ..., m
dengan:

E[Ni] = Nilai harapan dari masingmasing daerah
λ
= Tingkat suatu permasalahan dari
N
populasi. λ =
ξ
ξi
= Jumlah populasi pada masingmasing daerah
Statistik uji yang digunakan adalah:
R1 = (r-p)’ W (r-p)
dengan:
r = Vektor
proporsi
dari
nilai
pengamatan terhadap total (Ni/N)
yang berukuran m x l
p = Vektor proporsi dari populasi
masing-masing daerah terhadap
populasi total (ξi/ξ) yang berukuran
m
x
l.
Dimana
ξ = ξ1 + ξ 2 + ξ 3 + L + ξ m
W = Matriks berukuran m x m yang
terdiri dari element wij
wij didefinisikan sebagai:
cij
wij =
pi p j
dengan:
cij adalah elemen matriks contiguity, yaitu
besaran untuk mengukur hubungan antara
daerah ke-i dan daerah ke-j.
Nilai
statistik
R1
yang
besar
mengindikasikan bahwa daerah-daerah tersebut
mempunyai autokorelasi yang besar.
Moran’s Scatterplot
Lee dan Wong (2001) menyebutkan
bahwa Moran’s Scatterplot adalah salah satu
cara untuk menginterpretasikan statistik
Indeks
Moran.
Moran’s
Scatterplot
merupakan alat untuk melihat hubungan
antara Z std (nilai pengamatan yang sudah
distandarisasi) dengan WZ std (nilai rata-rata
lokal yang dihitung dari matriks pembobot
spasial). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 2.
0

HH

WZst d

LH

0

HL

LL
Zst d

Gambar 2 Plot antara Zstd dengan WZstd.

Perobelli dan Haddad (2003) menyebutkan
bahwa Moran’s Scatterplot terbagi atas 4
kuadran. Kuadran I (terletak di kanan atas)
disebut High-High (HH), menunjukkan daerah
yang mempunyai nilai pengamatan tinggi
dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai
pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri
atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan
daerah dengan pengamatan rendah tapi
dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan
tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah)
disebut Low-Low (LL), menunjukkan daerah
dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi
daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan
rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah)
disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah
dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi
oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah.
Moran’s
Scatterplot
yang
banyak
menempatkan pengamatan di kuadran HH dan
kuadran LL akan cenderung mempunyai nilai
autokorelasi spasial yang positif. Sedangkan
Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan
pengamatan di kuadran HL dan LH akan
cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial
yang negatif.
Untuk memperjelas hasil analisis, maka
posisi
masing-masing pengamatan pada
Moran’s Scatterplot dapat dipetakan pada
masing-masing letak geografis daerah dalam
suatu peta tematik.
Peta Tematik
Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan
bahwa peta tematik adalah gambaran dari
sebagian permukaan bumi yang dilengkapi
dengan informasi tertentu, baik di atas maupun
di bawah permukaan bumi yang mengandung
tema tertentu. Peta tematik ini biasanya
mencerminkan hal-hal yang khusus.
Selain itu peta tematik merupakan peta yang
memberikan suatu informasi mengenai tema
tertentu, baik data kualitatif maupun data
kuantitatif. Peta tematik sangat erat kaitannya
dengan SIG (Sistem Informasi Geografis)
karena pada umumnya output dari proyek SIG
adalah berupa peta tematik. Baik yang
berbentuk digital maupun masih berbentuk peta
kertas.
Ada banyak cara dalam menampilkan tema
yang digambarkan melalui peta tematik, antara
lain dengan warna, tekstur, pie chart ataupun
bar chart. Salah satu contoh dari peta tematik
adalah peta jenis tanah dan peta kesesuaian
lahan.

BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan adalah:
1. Data penderita penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) tahun 2005 di setiap
desa di daerah Kota Bogor dari Dinas
Kesehatan Kota Bogor. Jumlah desa di
Kota Bogor, yaitu sebanyak 68 desa. Data
dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Data Podes (Potensi Desa) tahun 2006.
3. Peta digital Kota Bogor tahun 2002
yang diperoleh dari Badan Koordinasi
Survei
dan
Pemetaan
Nasional
(Bakorsurtanal).

Kecamatan Bogor Selatan yaitu dengan 2
tetangga.
Hasil penghitungan autokorelasi spasial
dengan menggunakan metode Indeks Moran,
Geary’s Ratio dan Chi-Square Test dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil penghitungan Indeks Moran,
Geary’s Ratio dan Chi-Square Test
I
G
R1
R2
Statistik 0.43
0.59
1.17
1009.38
Statistik
X 2α =84.8
Z=6.14 Z=4.29
Uji
db = 67
p=0.00 p=0.00
Nilai p
p=0.000
0
1
Keterangan: I= Indeks Moran, G= Geary’s Ratio,
R= Chi-Square Test

Metode
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Menentukan kedekatan antar desa di
setiap daerah di Kota Bogor dengan
membuat matriks contiguity. Untuk
penentuan kedekatan antar desa ini alat
yang digunakan adalah peta Kota
Bogor. Karena di Kota Bogor ada 68
desa, maka matriks contiguitynya
berukuran 68 x 68.
2. Menghitung matriks pembobot spasial
yang diperoleh dari matriks contiguity.
3. Mencari nilai statistik Indeks Moran,
Geary’s Ratio dan Chi-Square Test dan
melakukan pengujian hipotesis.
4. Membuat Moran’s Scatterplot.
5. Membuat peta tematik hasil Moran’s
Scatterplot dan hasil Chi-Square Test
dengan menggunakan ArcView GIS
3.3.
6. Software yang digunakan adalah
Minitab 14, Microsoft Excel dan
ArcView GIS 3.3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari matriks contiguity dapat diketahui
total dari banyaknya neighborhood yang
terbentuk di Kota Bogor. Total dari
(∑ ∑ cij ) yang terbentuk
neighborhood
adalah sebanyak 358. Dari matriks ini juga
bisa diketahui berapa jumlah tetangga yang
dimiliki setiap desa di Kota Bogor.
Jumlah tetangga yang terbanyak dimiliki
oleh Desa Paledang yang terletak di
Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebanyak 12
tetangga. Tetangga paling sedikit dimiliki
oleh Desa Rancamaya yang terletak di

Pada Tabel 1 terlihat bahwa statistik Indeks
Moran dan Geary’s Ratio nyata pada α sebesar
5%. Kedua statistik tersebut menunjukkan indikasi
yang sama yaitu mempunyai autokorelasi spasial
positif. Walaupun keduanya mempunyai selang
nilai yang berbeda.
Karena metode Indeks Moran dan Geary’s
Ratio berdasarkan pada jumlah penderita DBD
di setiap desa, sedangkan metode Chi-Square
Test berdasarkan pada persentase penderita
DBD di setiap desa. Sehingga untuk melakukan
pembandingan antara metode Indeks Moran dan
Geary’s Ratio dengan Chi-Square Test tidak
wajar. Jika menggunakan rumus R1 banyak sel
yang bernilai kecil, sedangkan Chi-Square Test
baik digunakan jika sel bernilai besar. Oleh
karena itu dilakukan modifikasi rumus R1
menjadi R2. Dimana R2 adalah menggunakan
pendekatan jumlah penderita DBD pada setiap
desa di Kota Bogor.
Penghitungan nilai R1 dengan menggunakan
pendekatan persentase kejadian pada masingmasing daerah diperoleh nilai sebesar 1.17.
Modifikasi rumus R2 adalah:
R2 = (Ni– E(Ni))` W (Ni – E(Ni))
dengan:
Ni
= Vektor nilai pengamatan pada daerah
ke-i yang berukuran n x 1
E(Ni) = Vektor nilai harapan dari masingmasing daerah pengamatan yang
berukuran n x 1
W
= Matriks berukuran n x n yang terdiri
dari element wij
dengan:
cij
wij =
E(N i )E(N j )

Dari hasil tersebut diperoleh nilai R2
sebesar 1009.38, selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis untuk melihat apakah
terdapat autokorelasi spasial. Dari hasil
pengujian, diperoleh hasil bahwa terdapat
autokorelasi spasial (nilai p untuk statistik
R2 < α = 5%). Chi-Square Test tidak
memberikan informasi mengenai autokorelasi
spasial positif atau autokorelasi spasial
negatif.
Berdasarkan nilai banyaknya penderita
DBD di suatu desa dan di desa tetangganya
yang telah dibakukan, dapat diperoleh
Moran’s Scatterplot yang disajikan pada
Gambar 3.
0
2,0
34

dari pada nilai E(Ni). Keterangan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 3.

2

4
3

5

6

15

7

8

9

10

11

17
16
19
13
20
21
25 14
23 29
26 27
31
34
28
36 32
24
37
30
40
43 42
41 38
47 45
48
49
51
54 5346
52
56
57
12

18 22

58

59

60

61

64
65

3271000000poly_region.shp
HH
HL
LH
LL

67
69

N
W

62

63
66
68

E
S

16
25

1,5

6

Gambar

37

27
14

28

10

1,0

19
26

WZst d

7

0,5

0,0

-0,5

32
24
54

20

29
40 39
53
45 8
50
47
49
56
44
22
55 46 52
358
5
17
21 60 1223
594 11
9
57 30
15 2
61
64
65
6662 63 18
67
68
69

33
41
35

43
38

0

Peta Tematik Kota Bogor
berdasarkan kuadran pada
Moran’s Scatterplot.

36
4842

13

0

51
31

-1,0
-1

4

1

2
Zst d

3

4

5

Gambar 3 Moran’s Scatterplot penderita
DBD.
Pencaran titik-titik amatan menyebar
disekitar kuadran HH dan kuadran LL.
Pencaran titik-titik ini merupakan daerah
amatan atau desa (keterangan dapat dilihat
pada Lampiran 2). Dimana pencaran ini
adalah dalam satu konteks amatan terhadap
penyebaran penyakit DBD diberbagai desa
di Kota Bogor.
Kuadran 1 (HH) menunjukkan daerah
terjangkit penyakit DBD tinggi dikelilingi
daerah terjangkit penyakit DBD tinggi.
Kuadran 2 (LH)
menunjukkan daerah
terjangkit penyakit DBD rendah dikelilingi
daerah terjangkit penyakit DBD tinggi.
Kuadran 3 (LL) menunjukkan daerah
terjangkit DBD rendah dikelilingi daerah
terjangkit penyakit DBD rendah. Dan
kuadran 4 (HL) menunjukkan daerah
terjangkit penyakit DBD tinggi dikelilingi
daerah yang terjangkit penyakit DBD
rendah. Posisi masing-masing pengamatan
pada Moran’s Scatterplot dapat dipetakan
seperti yang tersaji pada Gambar 4.
Wilayah HH dan HL adalah wilayah
yang penderita DBD-nya lebih banyak dari
pada daerah lain, sehingga nilai Ni lebih
tinggi dari pada nilai E(Ni). Sebaliknya
wilayah LL dan LH adalah wilayah yang
penderita DBD-nya lebih sedikit dari pada
daerah lain, sehingga nilai Ni lebih rendah

Jika dibandingkan nilai aktual penderita
penyakit DBD (Ni) di Kota Bogor dengan nilai
harapannya (E(Ni)), maka dapat terlihat bahwa
penderita penyakit DBD di Kota Bogor lebih
besar dari nilai harapannya akan membentuk
suatu gerombol tersendiri yaitu secara umum
akan membentuk gerombol kuadran HH dan HL
pada Moran’s Scatterplot. Begitu juga penderita
penyakit DBD di Kota Bogor lebih kecil dari nilai
harapannya. Secara umum juga akan membentuk
gerombol tersendiri yaitu gerombol kuadran LH
dan LL pada Moran’s Scatterplot. Dapat dilihat
pada Gambar 5. Kesesuaian antara penderita DBD
dengan kategori wilayah berdasarkan Moran’s
Scatterplot dan penderita DBD dengan kategori
wilayah berdasarkan Chi-Square Test, dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tabulasi silang banyaknya kesesuaian
antara kategori wilayah berdasarkan
pembandingan Ni dan E(Ni) dengan
kategori wilayah berdasarkan Moran’s
Scatterplot
Kategori wilayah
berdasarkan
pembandingan Ni
dengan E (Ni)

Kategori wilayah
berdasarkan Moran’s
Scatterplot
HH dan
HL

LH dan LL

Ni > E (Ni)
22
3
Ni < E (Ni)
3
40
Keterangan: Ni=Nilai pengamatan ke-i, E(Ni)=Nilai
harapan pengamatan ke-i

Tingkat kesesuaian antara kategori wilayah
berdasarkan pembandingan Ni dan E(Ni) dengan
kategori
wilayah
berdasarkan
Moran’s

Scatterplot diperoleh kesesuaian sebesar
91.18%. Artinya, wilayah HH dan HL
dengan nilai Ni lebih tinggi dari pada nilai
E(Ni) dan wilayah LL dan LH dengan nilai
Ni lebih rendah dari pada nilai E (Ni)
mempunyai tingkat kesesuaian sebesar
91.18%.

2

4
3

5

6
10

11

15

7

8

9

17
16
19
13
21 20
25 14
23 29
26 27
31
28
36 32 34
24
37
30
40
43 42
41 38
47 45
48
49
51
54 53 46
52
56
57
12

Lembo A J. 2006a. Spatial Autocorrelation.
Cornell University.
http://www.css.cornell.edu/courses/620/lect
ure9.ppt
[9 Juni 2006]

18 22

58

59

60

61

64
65

3271000000poly_region.shp
Ni < E(Ni)
W
Ni > E(Ni)

67
N

69

62

63
66
68

E
S

Gambar 5

Barus B, Wiradisastra U.S. 2000. Sistem
Informasi Geografi. Bogor: Laboratorium
Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan
Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Judarwanto W. 2006. Deteksi Dini Diagnosis
DBD.
http://www.news.indosiar.com/news_read.ht
m?id=43773
[18 Juni 2006]

Peta tematik Kota Bogor
berdasarkan perbandingan nilai
Ni dengan E (Ni).

Sedangkan ketidaksesuaian antara kategori
wilayah berdasarkan pembandingan Ni dan
E(Ni) dengan kategori wilayah berdasarkan
Moran’s Scatterplot adalah sebesar 8.82%.
Daerah yang menunjukkan ketidaksesuaian
adalah Desa Ciparigi, Desa Tanah Baru, Desa
Cilendek Barat, Desa Sukaresmi, Desa
Semplak, dan Desa Ciwaringin.

SIMPULAN
Metode Indeks Moran, Geary’s Ratio
dan Chi-Square Statistic menunjukkan
adanya pola penyebaran penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bogor
secara spasial. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis, Indeks Moran dan Geary’s Ratio
menunjukkan autokorelasi yang positif pada
α = 5%. Sedangkan Chi-Square Test pada α
= 5% menunjukkan adanya pola penyebaran
spasial.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Penyakit Demam Berdarah.
http://www.suarapembaruan.com/News/
2005/01/18/Kesra/kes01.htm
[18 Juni 2006]

Lembo A J. 2006b. Spatial Analysis
Techniques. Cornell University.
http://www.css.cornell.edu/courses/411/lect
ure14.ppt
[9 Juni 2006]
Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis
With ArcView GIS. New York: John Wiley
& Sons. Inc.
Perobelli, F S, Haddad, P A. 2003. An
Exploratory Spatial Data Analysis of
Brazilian Interregional Trade (1985-1996).
http://www.uiuc.edu/unit/real.pdf
[12 Juni 2005]
Rogerson P. 2005. The Application of New
Spatial Statistical Methods to the Detection
of Geographical Patterns of Crime. School
of Geography, University of Leeds.
Silk J. 1979. Statistical Concepts in Geography.
London: George Allen & Unwin Ltd.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah penderita DBD di setiap desa di Kota Bogor tahun 2005

Kode

Desa

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Kayumanis
Kencana
Mekarwangi
Curug
Kedunghalang
Ciparigi
Sukadamai
Cibadak
Sukaresmi
Curugmekar
Semplak
Ciluar
Tanahbaru
Situgede
Cibuluh
Cilendek Timur
Balumbangjaya
Kedung Badak
Kedungjaya
Kedungwaringin
Bubulak
Cilendek barat
Cimahpar
Bantarjati
Kebon Pedes
TanahSereal
Tegal Gundil
Ciwaringin
Margajaya
Sindangbarang
Pabaten
Sempur
Babakan
Cibogor

Kecamatan
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Bogor Barat
Bogor Utara
Bogor Utara
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Bogor Barat
Bogor Barat
Bogor Utara
Bogor Utara
Bogor Barat
Bogor Utara
Bogor Barat
Bogor Barat
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Bogor Barat
Bogor Barat
Bogor Utara
Bogor Utara
Tanah Sereal
Tanah Sereal
Bogor Utara
Bogor Tengah
Bogor Barat
Bogor Barat
Bogor Tengah
Bogor Tengah
Bogor Tengah
Bogor Tengah

Jumlah Penderita DBD
(Ni)
5
2
3
2
24
17
14
8
11
5
12
21
19
1
23
5
6
52
9
5
1
13
3
48
38
22
74
11
3
19
2
19
16
19

Lampiran 1 (lanjutan)

Kode

Desa

36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69

Kebon Kelapa
Tegallega
Menteng
Panaragan
Paledang
Loji
Baranangsiang
babakan Pasar
Gudang
Sukasari
Cikaret
Empang
Gunungbatu
Katulampa
Bondongan
Batutulis
Lawanggintung
Pasirjaya
Pasirmulya
Pasirkuda
Tajur
Pakuan
Ranggamekar
Mulyaharja
Cipaku
Sindangrasa
Sindangsari
Muarasari
Genteng
Pamoyanan
Harjasari
Kertamaya
Bojongkerta
Rancamaya

Kecamatan
Bogor Tengah
Bogor Tengah
Bogor Barat
Bogor Tengah
Bogor Tengah
Bogor Barat
Bogor Timur
Bogor Tengah
Bogor Tengah
Bogor Timur
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Barat
Bogor Timur
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Barat
Bogor Barat
Bogor Barat
Bogor Timur
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Timur
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Bogor Selatan
Total

Jumlah Penderita DBD
(Ni)
23
28
6
14
12
18
32
7
15
10
12
10
31
12
10
20
14
11
3
8
5
0
3
2
8
0
2
4
0
6
1
0
0
1
860

Lampiran 2 Daftar desa berdasarkan posisinya pada Moran’s Scatterplot
Kuadran 1 (HH)
Kode
Nama Desa
6
Kedunghalang
7
Ciparigi
8
Sukadamai
13
Ciluar
14
Tanahbaru
16
Cibuluh
19
KedungBadak
25
Bantarjati
26
Kebon Pedes
27
Tanah Sereal
28
Tegal Gundil
33
Sempur
34
Babakan
35
Cibogor
36
Kebon Kelapa
37
Tegallega
39
Panaragan
41
Loji
42
Baranangsiang

Kuadran
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH
HH

Kuadran 2 (LH)
Kode
Nama Desa
10
Sukaresmi
20
Kedungjaya
24
Cimahpar
29
Ciwaringin
32
Pabaten
38
Menteng
40
Paledang
43
babakan Pasar
45
Sukasari
53
Pasirjaya
54
Pasirmulya

Kuadran
LH
LH
LH
LH
LH
LH
LH
LH
LH
LH
LH

Kuadran 4 (HL)
Kode
Nama Desa
23
Cilendek barat
31
Sindangbarang
44
Gudang
48
Gunungbatu
51
Batutulis
52
Lawanggintung
KETERANGAN:

HH
LH
LL
HL

HIGH-HIGH
LOW-HIGH
LOW-LOW
HIGH-LOW

Kuadran 3 (LL)
Kode
Nama Desa
2
Kayumanis
3
Kencana
4
Mekarwangi
5
Curug
9
Cibadak
11
Curugmekar
12
Semplak
15
Situgede
17
Cilendek Timur
18
Balumbangjaya
21
Kedungwaringin
22
Bubulak
30
Margajaya
46
Cikaret
47
Empang
49
Katulampa
50
Bondongan
55
Pasirkuda
56
Tajur
57
Pakuan
58
Ranggamekar
59
Mulyaharja
60
Cipaku
61
Sindangrasa
62
Sindangsari
63
Muarasari
64
Genteng
65
Pamoyanan
66
Harjasari
67
Kertamaya
68
Bojongkerta
69
Rancamaya

Kuadran
HL
HL
HL
HL
HL
HL

Kuadran
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL
LL

Lampiran 3 Kode, nama desa, jumlah penderita DBD di setiap desa, populasi di setiap desa, serta
nilai harapan di setiap desa di Kota Bogor
Ni < E ( Ni )

Kode
2
3
4
5
7
9
11
14
15
17
18
20
21
22
23
24
30
32
38
40
43
45
46
47
49
50
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69

Desa
Kayumanis
Kencana
Mekarwangi
Curug
Ciparigi
Cibadak
Curug Mekar
Tanah Baru
Situ Gede
Cilendek Timur
Balungbangjaya
Kedungjaya
Kedungwaringin
Bubulak
Cilendek Barat
Cimahpar
Margajaya
Pabaton
Menteng
Paledang
Babakan Pasar
Sukasari
Cikaret
Empang
Katulampa
Bondongan
Pasir Jaya
Pasir Mulya
Pasir Kuda
Tajur
Pakuan
Rangga Mekar
Mulyaharja
Cipaku
Sindangrasa
Sindangsari
Muarasari
Genteng
Pamoyanan
Harjasari
Kertamaya
Bojongkerta
Rancamaya

Ni
5
2
3
2
17
8
5
19
1
5
6
9
5
1
13
3
3
2
6
12
7
10
12
10
12
10
11
3
8
5
0
3
2
8
0
2
4
0
6
1
0
0
1

ξi
9185
9446
10797
8842
20131
16123
9919
18932
7102
11861
9806
11175
18704
9762
14378
13328
5120
3608
14876
11552
10124
12011
16413
18100
20917
14271
17971
4446
13062
6698
3908
10509
12420
11250
8938
8285
8729
5948
10467
11456
4200
7890
4881

E ( Ni )
9,594635
9,867275
11,278527
9,236337
21,028807
16,842057
10,361370
19,776334
7,418736
12,389980
10,243330
11,673385
19,538166
10,197368
15,019233
13,922405
5,348343
3,768910
15,539443
12,067199
10,575512
12,546669
17,144991
18,907228
21,849862
14,907461
18,772475
4,644283
13,644542
6,996719
4,082290
10,977683
12,973910
11,751730
9,336619
8,654496
9,118298
6,213270
10,933810
11,966917
4,387312
8,241880
5,098684

Lampiran 3 (lanjutan)

Ni > E ( Ni )

Kode
6
8
10
12
13
16
19
25
26
27
28
29
31
33
34
35
36
37
39
41
42
44
48
51
52

Desa
Kedunghalang
Sukadamai
Sukaresmi
Semplak
Ciluar
Cibuluh
Kedungbadak
Bantarjati
Kebon Pedes
Tanah Sereal
Tegal Gundil
Ciwaringin
Sindangbarang
Sempur
Babakan
Cibogor
Kebon Kelapa
Tegallega
Panaragan
Loji
Baranangsiang
Gudang
Gunung Batu
Batutulis
Lawanggintung

Ni
24
14
11
12
21
23
52
48
38
22
74
11
19
19
16
19
23
28
14
18
32
15
31
20
14

KETERANGAN:
Ni
= JUMLAH PENGAMATAN DISETIAP DESA
ξi
= JUMLAH POPULASI DISETIAP DESA
E ( Ni ) = NILAI HARAPAN DISETIAP DESA

ξi
18466
10581
9437
9874
12040
17074
24606
22300
21749
8833
25836
7524
14081
8352
8338
7365
10971
17674
7064
13084
25683
7888
18533
10276
8113

E ( Ni )
19,289551
11,052894
9,857873
10,314363
12,576963
17,835470
25,703385
23,294541
22,718967
9,226936
26,988240
7,859557
14,708988
8,724484
8,709860
7,693466
11,460287
18,462229
7,379042
13,667523
26,828417
8,239791
19,359539
10,734291
8,474825

POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KOTA BOGOR TAHUN 2005

YOLI KARTIKA

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kondisi suatu daerah secara umum
berkaitan dengan kondisi di daerah lain,
terutama daerah yang berdekatan. Pola
seperti ini dikenal dengan hubungan spasial.
Besaran
autokorelasi
spasial
dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
spasial. Untuk mengukur nilai autokorelasi
spasial dapat digunakan berbagai metode
seperti Indeks Moran, Geary’s Ratio
maupun menggunakan Chi-Square Statistic.
Indeks Moran merupakan salah satu
indikator tertua dari autokorelasi spasial dan
statistik
yang
membandingkan
nilai
pengamatan di suatu daerah dengan nilai
pengamatan di daerah lainnya (Lembo
2006a). Geary’s Ratio adalah pembandingan
antara dua nilai daerah yang berdekatan
secara langsung. Dua nilai daerah yang
berdekatan
( X i dan X j )
dibandingkan

Demam
Berdarah
Dengue
(Dengue
Hemorrhagic Fever) atau lebih dikenal dengan
DBD, merupakan penyakit akut yang
disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh
nyamuk Aides aegipty dan Aides albopictus
betina (Anonim 2005).
Virus dengue penyebab DBD termasuk
family Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali
yaitu 35-45 nm. Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
menular yang dapat menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) / wabah. Penularan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu melalui
gigitan nyamuk Aides aegipty (Judarwanto
2006).
Gejala yang terjadi dari penyakit ini yaitu
berupa demam tinggi (38-40 derajat celcius)
yang berlangsung sampai 2 atau 7 hari, sakit
kepala, rasa sakit pada otot, bintik-bintik merah
pada kulit, pendarahan pada hidung dan gusi,
mudah timbul memar pada kulit, shock yang
ditandai oleh rasa sakit pada perut, muntah, dan
rasa dingin yang tinggi terkadang disertai
pendarahan dalam (Anonim 2005).

dengan yang lainnya secara langsung (Lee dan
Wong 2001).
Menurut Lembo (2006b) Chi-Square
statistik adalah pengukuran kekuatan dari
penggabungan antara dua distribusi.
Sedangkan menurut Fingleton (1983, 1986)
dalam Rogerson (2005) ketika kategorikategori dalam uji Chi-Square (khi kuadrat)
merupakan daerah-daerah yang tersusun
secara geografi, maka frekuensi dalam
pengamatan pada masing-masing daerah
tidak saling bebas. Untuk melihat
ketidakbebasan antara daerah tersebut dapat
digunakan pendekatan Chi-Square Test. ChiSquare Test adalah uji yang fokus pada
masing-masing daerah pengamatan tapi
mengabaikan pola penyebaran datanya.
Dalam penelitian ini penggunaan ketiga
metode tersebut akan diterapkan dalam
kasus penderita DBD (Demam Berdarah
Dengue) di Kota Bogor. Dimana tingkat
keterjangkitan penyakit DBD di suatu
daerah diperkirakan dipengaruhi oleh
keterjangkitan penyakit DBD di daerah
sekitarnya.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pola penyebaran
spasial Demam Berdarah Dengue (DBD) di
wilayah Kota Bogor dengan menggunakan
statistik pengukuran Indeks Moran, Geary’s
Ratio dan Chi-Square Test.

Autokorelasi Spasial
Menurut Lembo (2006a) autokorelasi
spasial adalah korelasi antara variabel dengan
dirinya sendiri berdasarkan ruang. Atau bisa
juga diartikan autokorelasi spasial adalah suatu
ukuran kemiripan dari objek di dalam suatu
ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika terdapat
pola sistematik di dalam penyebaran sebuah
variabel, maka terdapat autokorelasi spasial.
Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan
bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait
oleh nilai atribut tersebut pada daerah lain yang
letaknya berdekatan (bertetangga).
Pola spasial dapat digambarkan menjadi tiga
bagian yaitu clustured (gerombol), dispersed
(seperti papan catur), dan random (acak).
Autokorelasi spasial bernilai positif jika di
dalam suatu daerah yang saling berdekatan
mempunyai nilai yang mirip. Jika digambarkan
akan terbentuk penggerombolan, seperti terlihat
pada Gambar 1(a), yang mana untuk
menentukan
kedekatan
antar
daerah
pengamatannya menggunakan pendekatan
Queen’s Moves. Dan autokorelasi spasial akan
bernilai negatif jika dalam suatu daerah yang
saling berdekatan mempunyai nilai yang
berbeda atau tidak mirip. Jika digambarkan
akan membentuk pola seperti papan catur,

PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kondisi suatu daerah secara umum
berkaitan dengan kondisi di daerah lain,
terutama daerah yang berdekatan. Pola
seperti ini dikenal dengan hubungan spasial.
Besaran
autokorelasi
spasial
dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
spasial. Untuk mengukur nilai autokorelasi
spasial dapat digunakan berbagai metode
seperti Indeks Moran, Geary’s Ratio
maupun menggunakan Chi-Square Statistic.
Indeks Moran merupakan salah satu
indikator tertua dari autokorelasi spasial dan
statistik
yang
membandingkan
nilai
pengamatan di suatu daerah dengan nilai
pengamatan di daerah lainnya (Lembo
2006a). Geary’s Ratio adalah pembandingan
antara dua nilai daerah yang berdekatan
secara langsung. Dua nilai daerah yang
berdekatan
( X i dan X j )
dibandingkan

Demam
Berdarah
Dengue
(Dengue
Hemorrhagic Fever) atau lebih dikenal dengan
DBD, merupakan penyakit akut yang
disebabkan oleh infeksi virus yang dibawa oleh
nyamuk Aides aegipty dan Aides albopictus
betina (Anonim 2005).
Virus dengue penyebab DBD termasuk
family Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali
ya