Analisis kerusakan bangunan sekolah dasar negeri oleh faktor biologis di kota Bogor

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI
OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR

RULI HERDIANSYAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

RINGKASAN

Ruli Herdiansyah. E24102024. ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN
SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA
BOGOR. Dibimbing oleh Ir. Trisna Priadi M.Eng.Sc
Bangunan sekolah merupakan salah satu sarana penting bagi terlaksananya
proses pendidikan. Lingkungan sekolah yang kondusif membutuhkan keadaan
bangunan yang bersih dan terpelihara dari serangan perusak kayu. Organisme
perusak yang banyak merusak komponen bangunan, antara lain : rayap,
bubuk/kumbang, jamur dan sebagainya. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak

biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan
sekolah. Sehingga dipandang perlu dilakukan penelitian terhadap kerusakan
bangunan sekolah diakibatkan oleh perusak biologis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan
sekolah dasar negeri di Kota Bogor, faktor biologis yang merusaknya serta faktor
pendukung terjadinya biodeteriorasi. Selain itu, melalui penelitian ini juga
diharapkan dapat diketahui nilai kerugian ekonomis yang disebabkan oleh
biodeteriorasi tersebut.
Bahan yang digunakan antara lain : peta daerah Kota Bogor, tally sheet,
alkohol 70%. Pengambilan bangunan contoh dilakukan dengan menggunakan
metode stratified random sampling. Penelitian dilakukan pada 32 bangunan
sekolah dasar dari 315 sekolah dasar di Kota Bogor. Analisis data serangan
organisme perusak kayu pada berbagai komponen bangunan, kelas umur
bangunan, kerusakan bangunan per wilayah pengamatan dan nilai kerugian
ekonomi dilakukan dengan analisis deskriptif, sedangkan analisis data kadar air
kayu yang diserang dan tidak diserang organisme perusak dilakukan dengan
analisis perbandingan berpasang menggunakan software minitab 14.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bangunan sekolah dasar pada
umumnya merupakan bangunan permanen. bagian-bagian bangunan sekolah
seperti lantai, atap, dan bagian lainnya dapat mendukung terjadinya kerusakan

oleh perusak biologis bila tidak dipelihara dengan baik. Kerusakan bangunan
terjadi pada semua komponen bangunan. Kerusakan berat oleh jamur pelapuk dan
rayap tanah pada bangunan sekolah dasar sudah terjadi pada umur 11-20 tahun
dan 21-30 tahun. Kerusakan berat oleh rayap kayu kering tidak terjadi. Kerusakan
sedang oleh rayap tanah dan rayap kayu kering sudah terjadi pada kelas umur 1-10
tahun.
Serangan rayap tanah terjadi pada seluruh komponen bangunan sekolah.
Adapun serangan rayap tanah yang paling menonjol terjadi pada kusen pintu dan
plafon. Rayap kayu kering menyerang terutama pada komponen daun pintu dan
kusen jendela. Serangan jamur pelapuk yang paling banyak terjadi pada
komponen plafon dan lisplang. Tingkat serangan organisme perusak pada
bangunan sekolah hampir merata antar wilayah di Kota Bogor. Wilayah yang
memiliki tingkat serangan organisme perusak relatif paling tinggi terjadi di
wilayah Bogor Barat. Besarnya kerusakan yang terjadi diduga karena bangunan di
wilayah Bogor Barat rata-rata berumur 21 - 30 tahun dan 31 - 40 tahun. Selain itu,

jenis kayu yang digunakan pada umumnya menggunakan kayu borneo yang
memiliki kelas awet III - IV sehingga mudah diserang perusak biologis. Rayap
tanah yang paling banyak ditemukan menyerang bangunan sekolah dasar adalah
jenis Coptotermes curvignathus. Selain itu ada juga jenis Odontotermes javanicus,

Macrotermes gilvus, Microtermes inspiratus dan Schedorhinotermes javanicus.
Sedangkan untuk rayap kayu kering yang ditemukan adalah jenis Cryptotermes
spp.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kayu yang tidak diserang organisme
perusak memiliki kadar air lebih tinggi 1.0% dari kadar air kayu yang diserang
rayap kayu kering dan lebih rendah 1.9% dan 1.4% dari kayu yang diserang rayap
tanah dan jamur pelapuk.
Organisme yang menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi adalah rayap
tanah. Kerugian ekonomi rata-rata per bangunan sekolah di Kota Bogor akibat
serangan rayap tanah sebesar Rp. 2.606.161, serangan jamur pelapuk dan rayap
kayu kering sebesar Rp. 492.355 dan Rp. 415.029 per sekolah. Wilayah yang
mengalami kerugian ekonomi tertinggi akibat perusak biologis (RT, RKK dan
jamur pelapuk) terjadi di Bogor Barat sebesar Rp. 32.425.003. Dari perhitungan
prediksi kerugian per wilayah, maka prediksi total kerugian akibat serangan
perusak biologis kayu di Kota Bogor mencapai Rp. 1.074.483.390.

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI
OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR

RULI HERDIANSYAH


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Skripsi : ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR
NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR
Nama

: Ruli Herdiansyah

Nrp


: E24102024

Departemen

: Hasil Hutan

Menyetujui,

(Ir. Trisna Priadi M.Eng.Sc)
NIP. 132045535

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

( Prof. Dr. Ir Cecep Kusmana, MS )
NIP. 131430799

Tanggal Lulus : 30 Januari 2007


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya tanggal 14 Juli 1983. Penulis
merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1990 di SDN Tejamaya
Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1
Jamanis Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1999 dan melanjutkan ke SMUN 2
Tasikmalaya sampai tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan kuliah di IPB melalui jalur Ujian
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis mengambil minat studi di Laboratorium Kayu
Solid.
Selama di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti Praktek Umum
Kehutanan (PUK) pada tahun 2005 di KPH Kuningan Jawa Barat, Praktek Kerja
Lapang (PKL) di PT. Bineatama Kayone Lestari (BKL) Tasikmalaya pada tahun
2006.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ Analisis
Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri oleh Faktor Biologis di Kota
Bogor” di bawah bimbingan Ir. Trisna Priadi, M.EngSc.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia dan
Anugerah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil penelitian di bidang Hasil Hutan
dengan judul “Analisis Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri oleh Faktor
Biologis di Kota Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Bapak Ir. Trisna Priadi M.EngSc selaku dosen pembimbing penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masyud MS selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumber Daya Hutan.
3. Bapak Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo M.Agr selaku dosen penguji dari
Departemen Silvikultur.
4. Mama beserta kakak dan adikku yang senantiasa memberikan dorongan
semangat, do’a dan pengorbanan baik moral dan materi kepada penulis.
5. Seluruh staf Depdiknas dan Bappeda atas bantuan dan perijinannya selama di
lapangan
6. Staf laboratorium kayu solid atas bantuan, kerjasama dan jalinan persaudaraan

selama penelitian berlangsung.
7. Keluarga besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan jalinan persaudaraannya.
8. Teman-teman THH ’39, Mas Hari, Pak Entis dan yang lainnya atas dukungan dan
doanya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum.
Bogor, Februari 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
Letak Administrasi dan Fisik Dasar Kota Bogor.................................... 3
Kayu Sebagai Bahan Bangunan ............................................................. 4
Kerusakan Bangunan .............................................................................. 5
Faktor Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan .......................... 6
Rayap ...................................................................................................... 6
Jamur ..................................................................................................... 9
Mekanisme Perusakan Kayu oleh Jamur ..................................... 12
Pengaruh Serangan Jamur terhadap Sifat-sifat Kayu ................... 13
Kumbang ............................................................................................... 14
Tumbuhan .............................................................................................. 15
Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya ......................... 15
Perlindungan Bangunan ......................................................................... 16
METODE PENELITIAN ............................................................................. 19
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 19

Bahan dan Alat ...................................................................................... 19
Batasan Penelitian.................................................................................. 19
Pengumpulan Data ................................................................................. 20
Pengolahan Data .................................................................................... 21
1. Pengelompokan Data ............................................................... 21
2. Analisis Data ............................................................................ 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 23
Kondisi Umum Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ..................... 23
Perbandingan Frekuensi Serangan Organisme Perusak
Biologis pada Berbagai Komponen Bangunan ...................................... 27

Tingkat Serangan Perusak Biologis pada Berbagai Kelas
Umur Bangunan ..................................................................................... 29
Distribusi Frekuensi Serangan Perusak Biologis di Kota Bogor ........... 31
Kondisi Lingkungan dan Bahan Bangunan yang Diserang
Oganisme Perusak ................................................................................. 34
Perbandingan Kerugian Ekonomi Rata-rata pada Berbagai
Kelas Umur Bangunan Akibat Serangan Rayap Tanah, Rayap
Kayu Kering dan Jamur ......................................................................... 37
Rata-rata Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi Pada

Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ............................................... 39
Perkiraan Aktual Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi
Pada Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ...................................... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 42
Kesimpulan ............................................................................................ 42
Saran ...................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44
LAMPIRAN ................................................................................................... 47

v

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang
berada di luar dan di dalam bangunan......................................................... 5
2 Tingkat serangan perusak biologis pada berbagai kelas umur
bangunan ..................................................................................................... 29
3 Kondisi lingkungan dan bahan bangunan yang diserang
organisme perusak kayu .............................................................................. 35

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Persentasi kelas umur bangunan sekolah dasar di Kota Bogor .................. 23
2 Contoh lubang kembara pada lantai berlubang yang dibuat rayap
tanah ............................................................................................................ 25
3 Kerusakan bangunan sekolah akibat jenis atap yang berbeda .................... 26
4 Frekuensi terserangnya komponen bangunan oleh rayap tanah,
rayap kayu kering dan jamur pelapuk ......................................................... 28
5 Contoh kerusakan komponen lisplang akibat jamur pelapuk ..................... 31
6 Sebaran frekuensi serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan
jamur pelapuk per wilayah penelitian ........................................................ 32
7 Sebaran kasus serangan organisme perusak bangunan sekolah
dasar yang ditemukan di Kota Bogor .......................................................... 33
8 Contoh kasta prajurit rayap tanah Macrotermes gilvus dan rayap
kayu kering Cryptotermes spp. (perbesaran 100x) ..................................... 34
9 Histogram kadar air kayu yang terserang dan tidak terserang
perusak biologis kayu pada bangunan sekolah dasar .................................. 36
10 Histogram kerugian ekonomi rata-rata pada berbagai kelas umur
akibat serangan perusak biologis kayu........................................................ 37
11 Histogram kerugian ekonomi rata-rata per wilayah penelitian di
Kota Bogor .................................................................................................. 39
12 Histogram perkiraan kerugian ekonomi per kecamatan di Kota
Bogor ........................................................................................................... 40

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Karakteristik bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor .................... 47
2 Contoh perhitungan tingkat kerusakan dan kerugian ekonomi ................. 48
3 Contoh penentuan bangunan yang diamati ............................................... 51
4 Rangkuman perhitungan kerugian ekonomi per wilayah.......................... 53
5 Rekapitulasi kerugian ekonomi per sekolah ............................................. 54
6 Rekapitulasi kerugian ekonomi per lokal bangunan ................................. 55
7 Nama sekolah dasar berdasarkan kelas umur............................................ 59
8 Tabel klimatis serangan perusak biologis kayu ....................................... 50
9 Perhitungan kadar air kayu dengan statistik perbandingan berpasang...... 61
10 Contoh kunci identifikasi rayap ................................................................ 62
11 Contoh gambar kerusakan komponen bangunan akibat serangan
organisme perusak ..................................................................................... 63

viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bangunan sekolah merupakan salah satu sarana bagi terlaksananya proses
pendidikan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan
peluang yang lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan yang lebih
berkualitas yang kemudian berpotensi melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif
(Setyawan 2005).
Salah satu faktor terciptanya lingkungan sekolah yang kondusif yaitu
keadaan bangunan

yang bersih dan terpelihara dari serangan perusak kayu.

Bangunan yang tahan terhadap kerusakan bergantung pada komponen bangunan
yang menyusunnya. Pada umumnya bahan bangunan sekolah dasar yang
digunakan adalah jenis kayu yang memiliki keawetan rendah yaitu kelas awet III
dan IV, sehingga mudah di serang oleh organisme perusak kayu, antara lain :
rayap, bubuk/kumbang, jamur dan sebagainya. Sedangkan kayu yang memiliki
keawetan yang tinggi harganya relatif mahal dan ketersediaanya semakin langka.
Keberadaan wilayah Indonesia di zona tropika, menjadi salah satu faktor
pendukung organisme perusak kayu untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat.
Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari
bidang konstruksi dan nilai bangunan. Disamping itu, kerusakan bangunan
tersebut dapat mengancam keselamatan manusia yang tinggal di dalam bangunan
tersebut. Kerusakan pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada
semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung
lignoselulosa.
Bangunan sekolah dasar di Indonesia yang dalam kondisi baik sekitar 54%56% sedangkan bangunan yang mengalami kerusakan berat selama tahun 2003 2004 mencapai 883.750 ruang kelas atau 22,9% (Sudibyo 2006). Oleh karena itu,
dipandang perlu melakukan penelitian mengenai faktor perusak biologis yang
menyerang bangunan sekolah dasar dan perkiraan kerugian ekonomis yang
diakibatkannya.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan yang
terjadi pada bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor, faktor biologis yang
merusak bangunan tersebut, serta faktor pendukung terjadinya biodeteriorasi.
Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui nilai kerugian
ekonomis yang disebabkan oleh biodeteriorasi tersebut.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Informasi karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar dan faktor-faktor
penyebabnya dapat dijadikan pertimbangan untuk perbaikan, pencegahan, dan
pengendalian biodeteriorasi bangunan.
2. Informasi penulisan ini diharapkan jadi bahan acuan untuk meningkatkan
kesadaran berbagai pihak tentang pentingnya pencegahan kerusakan bangunan
dan sarana pendidikan dari faktor-faktor penyebab biodeteriorasi.
3. Informasi sebaran jenis rayap dan jamur yang terdapat di Kota Bogor
diharapkan jadi bahan pertimbangan perlunya pengawetan pada bahan
bangunan untuk meminimalisir kerusakan akibat biodeteriorasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Letak Administrasi dan Fisik Dasar Kota Bogor
Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah
administratif Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor sering disebut kota hujan. Hal ini
ditandai dengan jumlah curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar
antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 –
335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar
128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346
mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 26 °C,
temperatur tertinggi sekitar 34,4 °C dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari
70 % (Bappeda 2006).
Secara geografis Kota Bogor dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai
dari Gunung Pancar, Gunung Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango,
Gunung Salak dan Gunung Halimun, bentang pegunungan tersebut menyerupai
huruf U. Sedangkan menurut letak geografis, Kota Bogor terletak pada koordinat
106°48’ BT dan 6°36’ LS (Bappeda 2006).
Wilayah administrasi Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan
dengan luas wilayah 11.850 Ha. Adapun batas-batas Kota Bogor antara lain :
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan
Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Barat
berbatasan wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten
Bogor. Sebelah Timur berbatasan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah penduduk
Kota Bogor menurut hasil sensus yaitu 750.250 jiwa (Bappeda 2006).
Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan perbedaan
ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190 s/d 350 m di atas permukaan
laut dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 – 15
% (landai) seluas 8.91,27 Ha, 15 – 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 – 40
% (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha
(Bappeda 2006).

4

Kayu Sebagai Bahan Bangunan
Panshin dan de Zeuw (1970) menyatakan bahwa dengan kemajuan
teknologi, penggunaan kayu menjadi sangat luas, terutama penggunaan bentuk
kayu solid dalam kontruksi. Beberapa pertimbangan dalam memilih sebagai bahan
kontruksi adalah sebagai berikut :
1. Kayu mudah dipotong menjadi bentuk yang beraneka ragam dengan bantuan
alat sederhana atau dengan bantuan mesin.
2. Kayu dapat disambung secara mudah dan kuat menggunakan paku, skrup,
baut atau alat sambung lainnya, juga dapat direkat dengan bahan perekat.
3. Kayu dapat berubah dimensi dalam kadar air yang berbeda terutama pada arah
tegak lurus serat.
4. Perubahan dimensi kayu oleh peningkatan suhu relatif kecil dibanding pada
bahan logam.
5. Kayu merupakan bahan yang mudah terbakar tetapi penurunan kekuatannya
dibawah pengaruh api terjadi bertahap sehingga lebih aman bila dibanding
dengan bahan konstruksi lain.
6. Kayu dapat bertahan lama jika digunakan dalam kondisi yang tidak disenangi
oleh organisme perusak kayu.
7. Kayu tidak bersifat korosif. Komponen penyusun kayu cukup tahan terhadap
reaksi berbagai bahan kimia.
8. Kayu merupakan bahan yang mempunyai sifat isolasi yang baik, disebabkan
oleh struktur serat dan rongga udara didalamnya.
9. Kayu memiliki sifat kekakuan dan kekuatan yang sangat baik karena sifat dari
dinding sel dan sistem distribusi selnya.
10. Kayu memiliki permukaan yang sangat indah yang disebabkan oleh variasi
serat, tekstur dan warna kayu.
Bila dilindungi dari air dan kelembaban serta dipelihara dengan baik maka
kayu akan bertahan selama-lamanya atau tak terbatas waktunya, baik kelas awet I,
II dan III. Sedangkan untuk kelas awet IV dan V akan bertahan sekitar 20 tahun
(Duljapar 2001).

5

Kerusakan Bangunan
Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang ada di luar dan di
dalam bangunan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar
dan di dalam bangunan
Bekerja di luar bangunan
Penyebab

Atmosfer

Tanah

Penghuni

Akibat desain

Tekanan
tanah dan air
Amblas,
bergeser

Beban hidup

Beban mati

Pelekukan

Pergeseran,
penyusutan

Gempa bumi
Getaran
lalulintas

Akibat internal,
pemakaian
Bunyi
dan
getaran musik,
hiburan,
alat
rumah

Penurunan
kadar air
Bunyi&getara
n

Radiasi
radioaktif
Arus listrik

Lampu, radiasi
radioaktif
-

Panas,
embun,
perubahan suhu

Panas tanah,
embun

Medan magnet
Panas
tubuh,
rokok

Radiasi
permukaan
Listrik statis &
suplai listrik
Medan magnet
Pemanasan
kebakaran

Kelembaban
udara,
kondensasi, presipitasi

Air tanah dan
air
permukaan
Potensial
elektrokimia
positif

Penyemprotan
air, kondensasi,
deterjen, alkohol
Desenfektan,
pemutih

Pemanasan,
kebakaran

Asam
karbonat,
asam humat
Kapur

Cuka,
asam
sitrat,
asam
karbonat
Sodium,
potasium
Sodium klorida

Asam sulfat,
asam karbonat

Gips, sulfat

Lemak, minyak,
tinta, debu

Lemak,
minyak, debu

Penyebab mekanik
Gravitasi
Beban salju dan hujan
Penurunan
kekuatan dan
pembebanan
Energi kinetik
Getaran
bunyi

&

Tekanan salju, suhu
dan kelembaban
Angin, hujan es, badai
pasir
Bunyi guruh pesawat,
ledakan,
lalulintas,
mesin

Penyebab elektromagnet
Radiasi
Radiasi
matahari,
radiasi radioaktif
Listrik
Cahaya
Magnetisme
Penyebab suhu
Penyebab kimia
Air dan larutan

Penyebab
oksidasi

Oksigen,
nitrooksida

ozon,

Penyebab reduksi
Asam
Asam karbonat, asam
sulfurat,
kotoran
burung
Basa
Garam

Kabut garam

Bahan
kimia Debu
netral
Penyebab biologi
Tumbuhan dan Bakteri,
mikroba
tumbuhan
Hewan

Bekerja di dalam bangunan

Serangga, burung

Sumber : Watt (1999).

Nitrat, fosfat,
klorida,
sulfat
Batu kapur,
sillica
benih

Bakteri,
lumut, jamur,
akar pohon
Rayap, tikus,
ulat

Potensial
elektrokimia
positif

Semen

Bakteri,
tanaman hias

-

Hewan piaraan

-

6

Faktor Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan
Kerusakan bangunan oleh faktor biologis adalah interaksi antara bangunan
dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab
biologis yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan antara lain : rayap,
jamur/cendawan, kumbang/bubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu
serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya (Watt 1999).

Rayap
Rayap merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Serangga ini
bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang baik. Ciri-ciri kelompok ini
adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang
menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas 1987).
Menurut Lee dan Wood (1971) rayap dibagi menjadi dua kasta, yaitu kasta
reproduktif dan kasta steril. Kasta steril masih dibagi menjadi dua, yaitu kasta
prajurit dan kasta pekerja. Kasta reproduktif terdiri dari reproduktif primer dan
sekunder. Sedangkan menurut Nandika et al. (1996), koloni rayap terdiri dari tiga
kasta yaitu: kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif. Kasta pekerja
mempunyai jumlah anggota terbesar dalam koloni, bentuknya seperti nimfa,
warna pucat, mandible relatif kecil dibanding kasta prajurit. Fungsi dari kasta
pekerja adalah sebagai pencari makanan. Sedangkan kasta prajurit mempunyai
bentuk kepala besar dan mempunyai rahang (mandible/rostum) yang besar dan
kuat serta berfungsi melindungi koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta
reproduktif terdiri dari kasta primer dan reproduktif suplementer. Kasta
reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa bersayap dan menjadi
pendiri koloni (raja dan ratu).
Nandika et al. (2003) mengatakan bahwa rayap perusak kayu dapat
digolongkan berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, antara lain :
a. Rayap pohon, yaitu jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup,
bersarang dalam pohon dan tidak berhubungan dengan tanah. contoh yang
khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), sebagai
hama pohon jati.

7

b. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu,
tidak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus
Glyptotermes (famili Kalotermitidae).
c. Rayap kayu kering adalah golongan rayap yang biasa menyerang kayu-kayu
kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan,
perlengkapan rumah tangga dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb.
Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan
tanah. Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang memiliki kadar air
10 - 12 % atau lebih rendah. Rayap kayu kering seperti Cryptotermes spp.
(famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Tanda
serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna
kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang.
Rayap ini tidak berhubungan dengan tanah karena habitatnya kering.
d. Rayap tanah adalah rayap yang umumnya hidup dalam tanah yang
mengandung banyak kayu yang telah membusuk, tunggak pohon baik yang
telah mati ataupun masih hidup. Rayap tanah dapat pula menyerang bahanbahan di atas tanah karena selalu mempunyai terowongan pipih terbuat dari
tanah yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Di
Indonesia rayap tanah yang paling banyak merusak kayu adalah jenis-jenis
dari famili Rhinotermitidae dan famili Termitidae. Contoh jenis dari famili
Rhinotermitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah dari genus
Coptotermes (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini
memiliki

kemampuan untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya,

walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekalikali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang
bocor. Sedangkan contoh jenis dari famili Termitidae adalah Macrotermes
spp. (terutama M. gilvus), Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis
rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200
meter dari sarangnya. Untuk menyerang kayu sasarannya mereka bahkan
dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim
yang dikeluarkan dari mulutnya.

8

Nicholas (1987) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang
kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis
maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Rayap merobek-robek partikel kayu
dengan mandibulanya, kemudian dicerna menjadi bagian yang lebih halus di
dalam badan rayap. Rayap tanah menyerang kayu dengan membuat liang gerek
pada kayu. Kerusakan kayu seperti “honey comb” dengan ciri khas adanya
partikel-partikel tanah pada liang gerek tersebut (Anderson 1960 dalam
Tambunan dan Nandika 1989).
Rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling
mengganggu. Rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga
menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik
serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat
menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik,
kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta
penghalang fisik lainnya (Nandika et al. 2003).
Rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga
mencapai kuda-kuda dan di seluruh permukaan tembok. Adapun mekanisme
rayap menyerang bangunan antara lain :
- Menyerang melalui kayu yang berhubungan langsung dengan tanah.
- Masuk melalui retakan-retakan atau rongga pada dinding dan pondasi.
- Membuat liang-liang kembara di atas permukaan kayu, beton, pipa dan lain-lain
(sheltertubes).
- Menembus objek-objek penghalang seperti plastik, logam tipis, dan lain-lain
walaupun objek tersebut bukan makanannya.
Apabila rayap mampu mencapai sasarannya, serta faktor biotik dan abiotik
mendukung perkembangannya maka rayap akan dengan mudah memperluas
serangannnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan
membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan
sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini
berlaku pada rayap tanah Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak
tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan
rayap (Nandika et al. 2003).

9

Rayap kayu kering mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering
dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarangsarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk
diketahui. Pada kayu yang diserang terjadi lubang dan lorong-lorong yang saling
berhubungan. Kayu yang diserang menjadi keropos dan menyebabkan ronggarongga tak teratur dalam kayu, dengan meninggalkan lapisan yang tipis pada
permukaan kayu sehingga dari luar tidak nampak serangannya, tetapi dengan
tekanan sedikit saja kayu akan rusak. Tanda serangan yang kelihatan adalah
keluarnya ekskremen berupa butir-butir kecil berdiameter 0,6 - 0,8 mm, berwarna
kecoklatan yang dikeluarkan dari lubang serangan dalam jumlah yang besar
(Nandika et al. 2003).
Rayap kayu kering mampu menyerang bangunan melalui laron (kasta
reproduktif) yang terbang keluar dari sarangnya dan hinggap di kayu yang tidak
terlindungi. Di kayu tersebut, laron akan menetap dan berkembang biak untuk
membangun koloni baru. Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas
pada kayu struktur bangunan (kuda-kuda, kaso, gording, reng dan lain-lain) tetapi
juga seringkali menyerang barang-barang mebeler (meja, kursi, dipan, kitchen set,
dan lain-lain), kusen, jendela dan pintu, tetapi tidak menyerang barang
berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain karpet, dan lain-lain
(Nandika et al. 2003).

Jamur
Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau
daun (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka harus memperoleh makanan dari
bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui fotosintesa.
Dengan demikian kayu sebagai produk tumbuhan hijau menjadi sumber makanan
bagi jamur. Pelapukan kayu oleh jamur merupakan proses kimia antara enzimenzim yang dikeluarkan oleh jamur dengan senyawa-senyawa pada kayu
(holoselulosa dan lignin) sehingga terbentuk senyawa-senyawa lain yang lebih
sederhana. Dengan demikian senyawa-senyawa tersebut dapat diabsorbsi dan
digunakan dalam proses metabolisme untuk perkembangan jamur. Akibat dari

10

proses tersebut maka sifat-sifat kayu (fisik, kimia, mekanik) mengalami
perubahan yang cenderung merugikan (Tambunan dan Nandika 1989).
Hunt dan Garrat (1986) menyatakan pembusukan disebabkan oleh
cendawan terdapat dalam kayu lapuk dan mengambil bagian dalam perusakan
kayu. Serangan jamur pada bangunan dimulai ketika spora jamur menempel pada
permukaan kayu karena terbawa oleh udara, air, serangga atau bahan-bahan yang
sudah terkena infeksi. Apabila keadaan lingkungan sesuai, spora tersebut akan
berkembang dan terbentuk struktur mikroskopis seperti benang, yang secara
individual disebut hifa (hyphae) atau secara kolektif disebut miselium.
Pada deteriorasi tingkat permulaan (incipient stage), hifa menyebar
keseluruh kayu biasanya melalui sel ke sel atau “lubang pengeboran”, biasa juga
melewati lubang-lubang alami (noktah-noktah). Dalam tingkat serangan ini
biasanya tidak ada perubahan penampakan pada kayu itu, selain perubahan sedikit
dari warna potongan kayu yang terkena infeksi. Scheffer (1973) dalam Tambunan
dan Nandika (1989) mengatakan bahwa ada jenis-jenis kayu yang peka terhadap
deteriorasi, tetapi ada juga yang lebih tahan. Ketahanan tersebut disebabkan
karena adanya zat-zat ekstraktif yang berfungsi sebagai bahan pengawet alami.
Jamur perusak kayu menurut Panshin dan de Zeuw (1970) dapat dipisahkan
menjadi dua kelompok yaitu : jamur perusak kayu (wood destroying fungi) dan
jamur pewarna kayu (wood staining fungi). Jenis-jenis cendawan/jamur perusak
kayu :
a. Pembusuk coklat (brown rot)
Brown rot disebabkan oleh jamur (Basidiomycetes) yang dapat masuk ke dalam
kayu menghasilkan pembusukan. Brown rot membutuhkan kadar air yang
rendah untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut Kollman (1968), beberapa kerugian yang disebabkan oleh serangan
brown rot adalah :
- Warna menjadi coklat atau coklat kemerahan karena brown rot hanya
menyerang atau merombak selulosa sedang lignin tidak ikut dirombak.
- Terjadi penyusutan kayu (shrinkage) yang sangat nyata jika dikeringkan,
terutama pada arah longitudinal. Hal ini akibat adanya proses hidrolisa pada

11

kayu. Pada tingkat lanjut penyusutan ini akan menyebabkan kayu menjadi
lunak dan lapuk.
- Kekuatan statis akan berubah dengan cepat.
- Keuletan (toughness) akan cepat sekali berkurang walaupun pada awal
serangan.
- Jika kayu dipakai untuk bahan pulp, maka akan memberikan hasil yang
berkualitas rendah.
b. Pembusuk putih (white rot)
White rot adalah golongan jamur yang termasuk ke dalam klas Basidiomycetes.
Menurut Ridout (1991), white rot merombak lignin dan selulosa. Pembusukan
dimulai dengan proses depolimerisasi selulosa. Akibat dari pembusukan white
rot, menyebabkan munculnya serat putih dan bisa terjadi kehilangan berat
hingga mencapai 95 %. White rot dalam bangunan cenderung tumbuh subur
dalam keadaan lebih basah dibandingkan dengan jamur brown rot. Jamur ini
sering terdapat dibagian luar jendela dan di bawah atap yang bocor.
c. Busuk lunak (soft rot)
Soft rot adalah jamur perusak kayu dari klas Ascomycetes dan klas
Deuteromicetes atau “Fungi imperfecti”. Cara penyerangan hanya bagian
tertentu saja dari dinding sel yang dirombak yaitu bagian tengah dinding
sekunder. Penyerangan jamur dimulai melalui noktah sel. Struktur kayu yang
diserang tidak banyak berubah tetapi kekuatan akan berkurang serta menjadi
lunak dan berwarna kotor pada permukaannya. Soft rot sering dijumpai pada
kayu yang berhubungan dengan tanah (Panshin dan de Zeuw 1970).
d. Jamur pewarna kayu (staining fungi)
Jamur Pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu tetapi tidak
merombak komponen-komponen kayu sehingga tidak banyak mempengaruhi
kekuatannya. Jenis jamur perusak warna kayu antara lain :
- Mold
Mold adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana miseliumnya
tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya menyebabkan pewarnaan pada
kayu yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Mold nampak seperti benangbenang halus, berwarna putih sampai keabu-abuan atau hijau biru, hijau

12

kekuning-kuningan atau seperti tepung kemerah-merahan pada permukaan
kayu, sehingga warna kayu menjadi rusak pada bagian permukaanya. Mold
pada umumnya menyerang permukaan kayu gubal, akan tetapi dapat juga
menyerang kayu teras. Selain itu, mold sering dijumpai apabila temperatur
udara yang rendah pada periode yang panjang (Panshin and de Zeuw 1970).
- Jamur blue stain
Blue stain adalah jenis jamur yang menyerang kayu segar (baru ditebang)
dimana kadar airnya lebih besar dari 25 %. Tidak hanya itu, blue stain juga
menyerang kayu teras. Serangannya sering terjadi bersamaan dengan
serangan kumbang ambrosia. Hal ini karena jenis jamur tersebut merupakan
makanan dari kumbang ambrosia. Jenis jamur blue stain yang paling sering
menyerang kayu adalah jenis Ceratocystis. Kayu yang terserang jamur ini
akan kehilangan warna aslinya (Panshin and de Zeuw 1970).

Mekanisme Perusakan Kayu oleh Jamur
Pelapukan kayu oleh jamur dapat dibagi kedalam dua tahap yaitu tahap awal
dan tahap lanjut. Pada pelapukan tahap awal terjadi perubahan warna pada
permukaan kayu. Pada tahap ini benang-benang hifa akan menyebar kesegala arah
terutama ke arah longitudinal. Hifa dapat berkembang juga pada permukaan kayu
atau pada bagian-bagian kayu yang retak, miselium bekerja seperti akar tanaman,
yaitu mengisap zat makanan. Kadang-kadang perubahan warna kayu tidak mudah
dilihat. Pada tingkat lanjutan, kayu nampak semakin berubah baik warna maupun
sifat-sifat fisiknya, bahkan akhirnya struktur dan penampilan kayu berubah secara
total serta kekuatan kayu berkurang sedemikian rupa sehingga mudah sekali
dihancurkan oleh jari-jari tangan (Tambunan dan Nandika 1989).
Kerusakan kayu oleh faktor fisis dapat mempermudah jamur untuk
menyerang kayu tersebut. Menurut Hunt dan Garrat (1986), pelapukan disebabkan
oleh perubahan kadar air yang berulang-ulang. Karena kayu bersifat higroskopis
kayu mudah dipengaruhi oleh perubahan kelembaban atmosfir akibatnya
permukaan kayu yang tidak terlindung akan mengabsorbsi lembab dan
mengembang dalam kondisi basah dan mengering dalam kering. Tetapi karena
lambatnya transfusi kadar air timbulnya gaya tarik dan gaya tekan secara

13

bergantian yang akhirnya menimbulkan kerusakan pada permukan kayu. Selain
itu faktor cendawan, cahaya, air, angin, suhu dan partikel debu ambil peran dalam
proses pelapukan kayu.

Pengaruh Serangan Jamur terhadap Sifat-sifat Kayu
Jamur pewarna umumnya tidak begitu mempengaruhi keteguhan kayu.
Akan tetapi jamur pewarna berpengaruh terhadap sifat pengeringan, perekatan dan
pengecatan kayu. Kayu yang terserang jamur pewarna akan lebih mudah diserang
oleh jamur pelapuk (Darma 1986). Serta akan terjadi penurunan nilai kalori dan
penyusutan berat. Sedangkan jamur pelapuk berpengaruh sekali terhadap sifatsifat keteguhan mekanik kayu, terutama keteguhan pukul (impact bending). Jika
jamur pelapuk berkembang, akan terjadi perubahan sifat-sifat fisik dan kimia kayu
yang terserang. Intensitas perubahan tersebut terutama tergantung pada luasnya
pelapukan dan pengaruh khas dari organisme yang menghasilkannya. Warna
normal kayu berubah secara nyata. Selain itu sering timbul bau yang menusuk
hidung. Kekuatan dan kerapatan kayu dapat menurun secara drastis (Darma
1986).
Allsopp et al. (2003) mengatakan jamur tidak hanya berpengaruh pada sifatsifat kayu saja, akan tetapi berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Salah
satu contoh kasusnya di USA yaitu terdapat kasus penyakit paru-paru (khususnya
pada bayi) dan kondisi lain, yang dicurigai disebabkan oleh adanya pertumbuhan
jamur Stachybotrys chartarum (S. Atra) yang besar. Jamur ini tumbuh dengan
baik terutama pada bagian yang berselulosa (kayu) yang biasanya digunakan pada
tempat-tempat tertentu. Saat materi menjadi gas, biasanya disebabkan kondensasi
dan isolasi dan ventilasi yang buruk, pertumbuhan terjadi dan spora tersebar
dibantu dengan AC dan angin. Spora jamur dalam jumlah yang besar dapat
memicu alergi, seperti alergi rhinitis (radang selaput lendir hidung) atau
menyebabkan asma.

Kumbang
Kumbang (ordo Coleoptera) merupakan bagian kelas insecta dengan jumlah
spesies kira-kira 350.000 atau 40 % dari seluruh spesies serangga. Anggota dari

14

ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu
bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah.
a. Bubuk kayu kering
Jenis kumbang ini disebut bubuk kayu kering (Powder post beetles) karena
larva dari jenis ini menggerek kayu dan ekskremen-ekskreman yang dihasilkan
bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat
pada kayu kering. Pola serangan bubuk kayu kering sejajar dengan arah serat.
Beberapa famili yang terpenting dari ordo ini adalah : Lyctidae, Anobidae,
Cerambycidae, dan Bostrichidae (Kollman 1968).
b. Bubuk kayu basah
Serangan bubuk kayu basah dilakukan oleh jenis Ambrosia beetles atau “Pinhole borer”. Bubuk ini hidup dari fungi (mold) yang hidup pada dinding
lubang-lubang gereknya. Bubuk ini banyak menyerang kayu yang baru
ditebang. Umumnya untuk hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40 %
sedang pada kadar air di bawah 25 % kumbang ini akan mati (Tambunan dan
Nandika 1989).
Serangga bubuk kayu (kumbang) yang sangat penting dari segi pengaruh
dan besarnya kerusakan adalah kumbang Lyctus. Serangan ini hanya menyerang
kayu daun lebar dengan diameter pembuluh yang sangat besar untuk menerima
telurnya. Kepekaan kayu terhadap serangan ini ditunjukan oleh kadar patinya,
karena pati adalah zat makanan pokok bagi larva Lyctus.
Larva yang berkembang dari telur yang dihasilkan oleh kumbang Lyctus
dalam pembuluh, melubangi bagian dalam kayu gubal dan meninggalkan saluransaluran tidak beraturan yang penuh dengan sisa-sisa kayu yang tidak dicernakan
berupa bubuk. Kayu yang terserang dari Lyctus tidak tampak dari luar, sisa-sisa
kayu hasil gerekan kumbang berupa bubuk yang terdapat di dasar atau di bawah
kayu yang terserang. Hal ini merupakan petunjuk dari kerusakan oleh bubuk
tersebut (Hunt dan Garrat 1986).

Tumbuhan
Tumbuhan tingkat tinggi dapat tumbuh pada struktur bangunan. Keberadaan
pohon dan vegetasi lainnya yang tumbuh dekat bangunan dapat berpengaruh

15

kepada bangunan secara langsung dalam hal pemanjangan akar-akarnya ke dalam
pondasi dan bagian bawah tanah atau melalui kontak langsung cabang dan akar
merambat pada dinding dan menutupi atap. Tumbuhan merambat dan menjalar
menyebabkan kerusakan melalui akar gantung, akar lekat dan sulur, serta
mensekresikan bahan-bahan asam. Kondisi tanah di bawah bangunan juga
mempengaruhi jumlah air yang diserap oleh tumbuhan. Semak dan tumbuhan
memanjat mampu menyumbat selokan atau pipa-pipa, merusak keramik dan
meningkatkan kelembaban pada permukaan dinding. Akan tetapi tumbuhan dan
tanaman bermanfaat dan membantu menciptakan lingkungan kecil yang cocok
untuk pertumbuhan tanaman jika tidak ada gangguan (Allsopp et al. 2003).

Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya
Lumut dan tumbuhan tingkat rendah lainnya dapat tumbuh membentuk
koloni dipermukaan luar dimana organisme ini mendapatkan makanan (garam
mineral) dan mengeluarkan bahan-bahan yang dapat menutupi atap dan dinding
bangunan. Kerugian akibat tumbuhnya lumut, alga, dan tumbuhan tingkat rendah
lainnya yaitu dapat menyebabkan masalah-masalah struktur, serta menyebabkan
masalah-masalah estetika tentang keindahan suatu bangunan (Allsopp et al. 2003).

Perlindungan Bangunan
Kerusakan akibat serangan perusak biologis cukup besar pada komponen
bangunan. Serangan perusak biologis ini bila dibiarkan teralu lama akan
menyebabkan kerugian yang sangat besar pada bangunan yang diserangnya.
Banyak cara yang dilakukan untuk menanggulangi kerusakan akibat biodeteriorasi
tersebut antara lain dengan perlindungan secara kimiawi dan non kimiawi.
1. Perlindungan secara kimiawi
Hadioetomo (1983), mengemukakan beberapa cara pengendalian rayap
secara kimiawi yaitu :
a. Peracunan kayu (wood treatment)
Peracunan kayu didefinisikan sebagai salah satu usaha pemberian racun
pada kayu dengan tujuan membuatnya tahan terhadap serangan rayap
atau memberantas rayap yang telah ada pada kayu tersebut.

16

b. Peracunan tanah (soil treatment)
Merupakan penyebaran racun (insektisida) pada tanah di bawah
bangunan untuk mencegah terjadinya serangan pada kayu bangunan oleh
rayap tanah atau untuk tujuan mengendalikan rayap tanah yang telah
menyerang bangunan.
c. Peracunan pondasi (foundation treatment)
Peracunan pondasi adalah penyebaran racun pada pondasi bangunan
secara merata. Dalam prakteknya usaha ini meliputi pemberian racun ke
rongga-rongga pada pondasi dan juga permukaan pondasi.
2. Perlindungan non kimiawi
Surjokusumo (1983) mengemukakan beberapa desain konstruksi tahan
rayap yaitu :
a. Jenis bahan atap menentukan bentuk rangka atap dan tipe kuda-kuda
yang akan dipilih. Atap yang tiris seperti genteng, terutama daerah
bercurah hujan tinggi akan membuat loteng lembab, sehingga harus
dijaga agar ventilasi dapat berjalan dengan sempurna agar kekeringan
udara minimal dan suhu terendah dapat tercapai.
b. Sistem kuda-kuda papan paku atau metal-plate (gang nail) lebih daripada
sistem konvensional karena selain hemat bahan, murah, hasil pekerjaan
lebih tinggi mutunya, mudah pembuatannya dan perakitannya lebih
aman, lebih kuat, dan kaku, juga mudah diperbaiki dan diganti bagianbagiannya.
c. Disain tonjolan (overstek) harus cukup melindungi bagian dinding dari
percikan air hujan apalagi kalau menggunakan talang tirisan.
d. Papan lis atau amping sebaiknya menggunakan kayu awet terhadap
jamur. Ujung kayu (gording, kaso dan sebagainya) sebaiknya dicat tolak
air (water repellent) dan tidak menggunakan kayu yang tidak awet.
Penutupan tepi papan talang menggunakan seng harus teliti sehingga
betul-betul menghindarkan tirisan air ke kayu atap.
e. Pola drainase bangunan harus direncanakan dengan pertimbangan
kapasitas pembuangan air memadai, kelancaran pembuangan air
mengarah keluar lahan bangunan. Disain harus sederhana dan mudah

17

dipelihara baik sistem talang maupun saluran-saluran pembuangan di
permukaan tanah.
f. Bagian dinding dari kayu harus dicat tolak air terutama ujung-ujung kayu
lapis (end grain). Sementara itu bagian kayu bangunan yang terbawah
harus terletak 25 - 30 cm di atas permukaan tanah untuk menghindarkan
dari cipratan air dan pengaruh lengas tanah.
g. Bila menggunakan lantai kayu, maka harus dibuat berpanggung agar
lantai berjarak dari tanah. Kolong panggung harus cukup untuk orang
merangkak agar bila diperlukan pengamatan dan pemeliharaan dapat
dilakukan dengan mudah. Bagi lantai beton atau ubin penimbunan harus
dilaksanakan dengan sempurna padat, untuk menjaga timbulnya
penurunan yang tidak rata yang dapat membuat retak-retak pada lantai.
Retakan tersebut dapat ditembus rayap (sampai sekecil 0,4 mm masih
dapat lewat). Pemberian tulang pada lantai beton akan sangat membantu
mengurangi kemungkinan timbulnya retakan.
h. Plesteran pondasi dimana bagian kayu dengan pondasi silang
bersinggungan harus rapat dan kedap air sehingga tidak tembus rayap.
Bagian pondasi yang menonjol di atas permukaan tanah sebaiknya dicat
dengan warna ringan (putih) agar mudah terdeteksi adanya saluran rayap
tanah.
i. Pembersihan lahan bangunan dari puing, potongan kayu, tunggak,
serasah dan lain-lain yang dapat merangsang atau mengundang
berkumpulnya rayap mutlak dilaksanakan.
j. Hal-hal dalam konstruksi yang dapat menyebabkan timbulnya kantong,
genangan atau jebakan air harus dihindarkan.

Hunt dan Garrat (1986) menyatakan kayu dapat dilindungi terhadap
pelapukan dengan memberikan cat atau pernis pada permukaan-permukaan yang
akan terkena kerusakan. Jika tidak tembus air dan jika diberikan dengan baik dan
dipelihara dengan cukup, maka cat atau pernis itu akan cukup efektif untuk
mencegah kerusakan akibat jamur.

18

Allsopp et al. (2003) mengatakan bahwa pengendalian pencemaran oleh
jamur dan mikroorganisme fototropis yang tidak dipengaruhi oleh perubahan
kondisi lingkungan seperti penurunan kelembaban, penurunan cahaya umumnya
dicoba dengan memanfaatkan manfaat biosida. Algasida dan fungisida dapat
dimasukan kedalam lapisan cairan untuk mencegah kolonisasi pada lapisan
permukaan kayu.
Pemberian cat dan pernis tidak selamanya dapat dilakukan pada bangunan
(sebagai contoh beberapa bangunan adat dan bangunan bersejarah yang
mementingkan nilai historis). Oleh sebab itu pencegahan mikroba dengan cara
pembersihan sederhana menggunakan biosida sangat diperlukan. Perawatan kayu
harus dilakukan secara teratur untuk mencegah hilangnya lapisan permukaan
kayu. Penggunaan hipoklorit yang merupakan biosida yang lembut sering
digunakan dalam proses perawatan kayu dari serangan mikroba. Penggunaan
hipoklorit berfungsi untuk mengurangi sisa populasi mikroba dan membantu
untuk mencegah pertumbuhan kembali ketika permukaan kayu mengering.
Pembersihan secara seksama sangat dianjurkan sebelum pengecatan, seperti
pengecatan pada subtra