Kekonsistenan Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Fungsi Pangkat

(1)

MUKTI RAHAYU

G54104019

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

MUKTI RAHAYU. Consistency of Estimator for the Intensity Function of a Periodic Poisson Process in the Presence of Power Function Trend. Supervised by I WAYAN MANGKU and I GUSTI PUTU PURNABA.

In this manuscript we discuss consistency of estimator for the intensity function of a periodic Poisson process in the presence of power function trend. The cases b = 0 and b = 1 have been studied in Helmers, Mangku and Zitikis (2003) and Helmers and Mangku (2007). So, in this manuscript we only discuss the case for b in interval (0,1). It is assumed that only a single realization of the Poisson process observed in interval [0,n]. Another assumption is the period of the periodic component is known, but the periodic component itself is unknown. Therefore, it is needed an estimator for estimating this component. There are two cases. In the first case, it is assumed that the slope of the power function trend is known and in the second case, it is not assumed that the slope of the power function trend is known. Therefore, it is needed an estimator of this slope.

In this manuscript we discuss convergence in probability and convergency of MSE(Mean Square Error) of an estimator for the periodic component of the intensity of a Poisson process in the presence of power function trend. We also discuss weak consistency, strong consistency and asymptotic normality of an estimator for the slope of the power function trend.


(3)

MUKTI RAHAYU. Kekonsistenan Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Fungsi Pangkat. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan I GUSTI PUTU PURNABA.

Pada karya ilmiah ini dibahas kekonsistenan penduga fungsi intensitas dari proses Poisson periodik dengan tren fungsi pangkat. Pangkat b untuk kasus b=0dan b=1 telah dikaji pada Helmers, Mangku dan Zitikis (2003) dan Helmers dan Mangku (2007). Sehingga dalam karya ilmiah ini hanya dibahas kasus pangkat b pada interval (0,1). Proses Poisson dalam karya ilmiah ini, diasumsikan diamati pada interval [0 . Diasumsikan pula bahwa periode dari komponen periodik adalah diketahui, tetapi komponen periodiknya tidak diketahui sehingga dibutuhkan suatu penduga bagi komponen periodik tersebut. Terdapat dua kasus dalam mengasumsikan kemiringan dari tren fungsi pangkat. Untuk kasus pertama, diasumsikan bahwa kemiringan dari tren fungsi pangkat diketahui dan untuk kasus kedua tidak diasumsikan bahwa kemiringan tren fungsi pangkat adalah diketahui. Oleh karena itu, untuk kasus yang kedua, dibutuhkan suatu penduga bagi kemiringan tren fungsi pangkat tersebut.

, ]n

Dalam tulisan ini, telah dibuktikan kekonvergenan dalam peluang dan kekonvergenan dari MSE(Mean Square Error) penduga komponen periodik dari fungsi intensitas proses Poisson periodik dengan tren fungsi pangkat. Di samping itu, juga telah dibuktikan kekonsistenan lemah dan kuat serta sebaran normal asimtotik dari penduga kemiringan tren fungsi pangkat.


(4)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

MUKTI RAHAYU

G54104019

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(5)

Nama : Mukti Rahayu

NRP :

G54104019

Menyetujui:

Pembimbing

I,

Pembimbing

II,

Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc.

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA

NIP. 131663020

NIP. 131878945

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806


(6)

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1986 di Bogor. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Budiyono dan Marsinah.

Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan sekolah menengah umum di SMU Negeri 39 Jakarta. Pada tahun 2004, penulis lulus dari tingkat SMU dan melanjutkan pendidikan ke tingkat Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur USMI dan mengambill program studi Matematika, Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor untuk tingkat Strata 1 (S1). Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis memperoleh kesempatan untuk mendapatkan beasiswa PPA pada tahun 2005-2007 . Selain itu, penulis juga terlibat dalam beberapa kegiatan, antara lain mengikuti Program Guru Tambahan tingkat Sekolah Dasar (2004/2005), anggota Devisi Keputrian Himpro GUMATIKA (2005/2006), Anggota Tim Khusus Matematika Ria (2006), mengikuti Pelatihan Penyegaran Materi (2007), Asisten Dosen Mata Kuliah Kalkulus III (2007), dan Asisten Dosen Mata Kuliah Pengantar Teori Peluang (2007).


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc. selaku dosen pembimbing I (terimakasih atas segala ilmu, kesabaran, motivasi , koreksi dan bimbingannya selama ini ).

2. Dr.Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku dosen pembimbing II (terimakasih atas ilmu, koreksi dan bimbingannya selama ini).

3. Ir. Retno Budiarti, M.S. selaku dosen penguji (terimakasih atas ilmu, saran dan motivasinya). 4. Semua dosen Departemen Matematika (terimakasih atas segala ilmu, kesabaran dan

motivasinya selama ini).

5. Bu Susi, Bu Ade, Bu Marisi, Mas Bono, Mas Deni, Mas Yono.

6. Keluarga tercinta: Bapak (terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran, kepercayaan dan kasih sayangnya), Ibu (terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran, kepercayaan dan kasih sayangnya), Mas Benu (terimakasih atas doa, motivasi, dan laptopnya), Mba Mul (terimakasih atas doa dan motivasinya), Mas Agus (terimakasih atas motivasinya), Lek Siem, Lek Sisri, Om Tri, dan keponakanku, Kevin (kamu lucu banget sich!).

7. Sahabat-sahabatku: Febrina (terimakasih ya Rin dah mau jadi sahabatku, aku banyak belajar dari kamu. Jangan lupa ya Rin sama aku. Ayo Rin semangat!!), Lia Mulyanah (terimakasih atas bantuan, kesabaran,dan dukungannya selama ini), Eli Gusdiyanti (terimakasih atas saran, bantuan dan dukungannya selama ini), Maryam H.K. (terimakasih atas kesabarannnya mendengarkan cerita-ceritaku, saran dan dukungannya selama ini).

8. Teman-teman satu bimbingan: Ro’fah (terimakasih atas kesabaran, motivasi dan bantuannya selama ini) dan Lia Yuliawati (terimakasih Liay atas bantuan, motivasi dan kesempatan yang diberikan sehingga aku memiliki pengalaman menjadi asisten dosen).

9. Teman-teman se-kost-an: Ramah (terimakasih atas bantuannya selama ini), Puteri, Apry, Deka, Neneh, Ganis , Jeni, Nova dan Sihol.

10. Kakak-kakak kelas Math 40: Mba Mayang (terimakasih atas semua bantuannya selama ini), Teh Vina (terimakasih atas motivasi dan informasinya) dan Teh Walidah (terimakasih atas informasi dan bantuannya).

11. Teman-teman Math 41: Nurjanah (terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini), Ika (terimakasih atas saran, dukungan dan bantuannya selama ini), Sifa (terimakasih atas saran dan bantuannya selama ini), Intan (terimakasih atas dukungannya selama ini), Ahdiani (terimakasih atas motivasi, saran, dan bantuannya), Dee-dee, Mahar, Eva, Eni, Armi, Ayu, Ani, Tities, Tia, Fitri, Darwisah, Endit, Sita, Niken, Rizul, Rita, Fariz, Adji, Fredrik, Rangga M, Mimin, Mahnur, Triyadi, Idris, Yaya, dan semua teman- teman Math 41 yang tidak dapat disebutkan satu per satu (terima kasih, kalian sudah menjadi kenangan yang indah dalam hidupku).

12. Mba Tati , Mahasiswa S2 Departemen Matematika, IPB (terima kasih atas bantuannya selama ini).

13. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi pihak yang memiliki ketertarikan dalam bidang Matematika dan dapat menjadi inspirasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2008


(8)

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

LANDASAN TEORI ... 1

Ruang Contoh dan Kejadian ... 1

Peubah Acak dan Sebarannya ... 2

Kekonvergnan ... 2

Momen dan Nilai Harapan ... 3

Penduga Takbias dan Penduga Konsisten ... 4

Beberapa Definisi dan Lema Teknis ... 4

Proses Stokastik dan Proses Poisson ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Gambaran Umum ... 7

Kasus 1: Pendugaan bagiλc( )s dengan asumsi

a

diketahui ... 7

Kekonsistenan dari λc n b, , ( )s ... 8

Kasus 2: Pendugaan bagi

λ

c

( )

s

dengan asumsi

a

tidak diketahui ... 14

Pendugaan bagi a ... 14

Kekonsistenen penduga λˆc n b, , ( )s ... 18

KESIMPULAN ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 22

LAMPIRAN ... 23


(9)

Bukti Lema 2 ... 24

Bukti Lema 3 ... 24

Bukti Lema 4 ... 25

Bukti Lema 5 ... 25

Bukti Lema 6 ... 26

Bukti Lema 11 ... 27


(10)

Latar Belakang

Proses stokastik merupakan suatu permasalahan yang berhubungan dengan perhitungan peluang, karena perilaku yang akan terjadi tidak dapat diprediksi secara tepat. Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik adalah proses Poisson. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak peristiwa yang dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson. Beberapa contoh peristiwa tersebut, antara lain: banyaknya kendaraan yang melewati jalan raya pada suatu selang waktu tertentu, proses kedatangan tagihan (claim) oleh para nasabah pada suatu perusahaan asuransi, dan lain-lain.

Salah satu bentuk khusus dari proses Poisson adalah proses Poisson periodik dengan tren fungsi pangkat. Sebagai contoh, proses kedatangan pelanggan pada suatu antrian di pusat servis (bank, kantor pos, dan lain-lain) dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Namun, jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat mengikuti suatu fungsi pangkat, maka model yang sesuai untuk kasus ini adalah proses Poisson periodik dengan tren fungsi pangkat.

Pada tulisan ini dibahas kekonsistenan penduga kernel dari fungsi intensitas proses Poisson periodik dengan tren fungsi pangkat. Model fungsi intensitas dalam kasus ini, dapat diformulasikan sebagai berikut

( )s c( )s asb

λ =λ +

dengan λc( )s adalah suatu fungsi periodik dengan periode τ dan adalah komponen tren fungsi pangkat dengan menyatakan kemiringan dari tren tersebut. Kasus

b as

a

0 b= , telah dikaji dalam Helmers, Mangku dan Zitikis (2003). Sedangkan kasus , telah dikaji dalam Helmers dan Mangku (2007).Oleh karena itu, pembahasan dalam karya ilmiah ini dibatasi untuk kasus dengan pangkat b pada interval (0,1).

1 b=

Pada kajian ini, diasumsikan periode dari komponenλc( )s diketahui, yaitu τ , dengan

τ > 0 dan fungsi intensitas λ terintegralkan lokal. Karena λc( )s tidak diketahui, maka diperlukan suatu metode untuk menduga fungsi tersebut. Salah satu penduga yang dapat digunakan untuk menduga fungsi intensitas tersebut adalah penduga tipe kernel.

Tujuan

Tujuan dari penulisan ini, antara lain :

i. Mempelajari pembentukan penduga

kernel bagi komponen periodik fungsi intensitas pada proses Poisson periodik dengan tren fungsi pangkat.

ii. Membuktikan kekonsistenan dan

beberapa jenis kekonvergenan dari penduga bagi λc( )s dan .a

LANDASAN TEORI

Ruang Contoh dan Kejadian

Definisi 1 (Percoban Acak, Ruang Contoh dan Kejadian)

Percobaan acak adalah suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama, yang hasilnya tidak dapat diprediksi secara tepat, tetapi semua kemungkinan hasil yang muncul dapat diketahui. Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan acak disebut ruang contoh dan dinotasikan dengan Ω. Suatu kejadian A adalah himpunan bagian dari ruang contoh.

[Ross, 1996]

Definisi 2 (σ-field)

Suatu himpunan yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian dari Ω disebut dengan

σ-field jika memenuhi kondisi berikut :

F

(i) φ ∈F ,

(ii) Jika A1, A2,…

F maka 1 i i

A

∞ = ∪

∈F ,

(iii) Jika A

F maka Ac ∈ F . [Grimmett dan Stirzaker, 1992]

σ-field terkecil yang mengandung semua selang berbentuk

(

−∞

,

r

]

,

r

R, disebut


(11)

medan Borel, dan dinotasikan B (F); dan

anggota dari medan Borel disebut himpunan Borel.

Definisi 3 (Ukuran Peluang)

Ukuran peluang P pada (Ω, ) adalah fungsi

P: [0,1] yang memenuhi :

F

F

(i) P (φ)= 0, P(Ω)= 1,

(ii) Jika A1, A2,…adalah himpunan saling

lepas yang merupakan anggota dari , yaitu

F

AiAj =φ,

untuk setiap i, j dengan ij maka .

1 1

( i) ( i

i i

PAP A

= = = ∑

∪ )

)

Tripel (Ω, , P) disebut dengan ruang peluang.

F

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Definisi 4 (Kejadian Saling Bebas)

Kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika P(AB =P(A)P(B).

Secara umum, himpunan kejadian

{

A ii; ∈I

}

dikatakan saling bebas jika

P( ) i J∈∩ Ai

= ( )i

i J

P A

untuk setiap himpunan bagian J dari I.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Peubah Acak dan Sebarannya Definisi 5 (Peubah Acak)

Peubah acak X adalah fungsi X :Ω →R

dengan

{

ω∈ Ω:X( )ω ≤x

}

∈F untuk setiap xR.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992] Peubah acak dinotasikan dengan huruf kapital seperti X Y, , dan Z. Sedangkan nilai peubah acak dinotasikan dengan huruf kecil seperti

,

x y

, dan . Setiap peubah acak memiliki fungsi sebaran.

z

Definisi 6 (Fungsi Sebaran)

Fungsi sebaran suatu peubah acak X adalah :

X

F R

[0,1], yang didefinisikan oleh ( )

X

F x =P(X ≤ x).

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Definisi 7 (Peubah Acak Diskret)

Peubah acak X dikatakan diskret jika semua himpunan nilai

{

x

1

,

x

2

,...

}

dari X merupakan himpunan tercacah.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992] Fungsi kerapatan peluang untuk peubah acak diskret, didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 8 (Fungsi Kerapatan Peluang)

Fungsi kerapatan peluang dari peubah acak diskretX adalah fungsi px: R , dengan

[0,1]

( ) ( )

px x =P X =x .

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Kekonvergenan

Definisi 9 (Kekonverenan Barisan Bilangan Nyata)

Barisan

{ }

a

n disebut memiliki limit L dan dapat dituliskan

lim n

n→∞a =L atau anL jika n→ ∞

apabila untuk setiap

ε

> 0 terdapat sebuah bilangan Msedemikian rupa sehingga

jika n > M maka |an-L| <

ε

. Jika lim n

n a

→∞ =L ada, dikatakan barisan

tersebut konvergen. Jika limitnya tidak ada , maka dikatakan barisan tersebut divergen.

[Stewart, 1999]

Lema 1 (Deret-p)

Deret

1

1 p

n n

∞ =

(disebut juga deret- p)

konvergen jika p>1, dan divergen jika p≤1.

Bukti : Lihat Stewart (1999).

Definisi 10 (Konvergen dalam Peluang)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah barisan peubah acak dalam ruang peluang (Ω,

F

, P).

X n dikatakan konvergen dalam peluang ke

X

, ditulis Xn

⎯→

P X untuk , jika untuk setiap

n→ ∞

ε > 0, berlaku

lim (| n | ) 0

n

P X X ε

→∞ − ≥ = .


(12)

Definisi 11 (Konvergen dalam Rataan ke –r)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω,

F

, P). Xn dikatakan konvergen dalam rataan ke-r ke peubah acak

X

, dengan r ≥ 1, ditulis

r n

X

⎯→

X, untuk n→ ∞, jika | n|r E X < ∞ untuk semua n dan

(| n | )r 0 E XX → untuk n→ ∞.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Definisi 12 (Konvergen Hampir Pasti)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Suatu barisan peubah acak

F

1, 2, ... n

X X X dikatakan

konvergen hampir pasti ke peubah acak

X

, ditulis Xn

⎯⎯→

a s. X, untuk , jika untuk setiap

n→ ∞ 0

ε > ,

( lim | n | ) 1. n

P X X ε

→∞ − < =

Dengan kata lain konvergen hampir pasti adalah konvergen dengan peluang satu.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Definisi 13 (Konvergen Lengkap)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Suatu barisan peubah acak

F

1, 2, ... n

X X X dikatakan

konvergen lengkap ke peubah acak

X

, jika untuk setiap ε >0 berlaku

1

( | n | )

n

P X X ε

= − > < ∞

.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Definisi 14 (Konvergen dalam Sebaran)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Suatu

barisan peubah acak dikatakan

konvergen dalam sebaran ke peubah acak X, ditulis

F

1, 2, ..

X X . d

n

X

⎯→

X , jika

( n ) (

P XxP Xx)

untuk , untuk semua titik x dengan fungsi sebaran

n→ ∞ ( ) X

F x adalah kontinu.

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Momen dan Nilai Harapan

Definisi 15 (Momen)

Jika X adalah peubah acak diskret, maka momen ke-m dari X didefinisikan sebagai

[ m] im X( i i

E X =

x p x),

jika jumlahnya konvergen, di mana

x

i , untuk 1, 2, ...

i= , menyatakan semua kumpulan nilai X , dengan . Jika jumlahnya divergen, maka momen ke-m dari peubah acak X dikatakan tidak ada.

( ) 0 X i p x >

[Taylor dan Karlin, 1984] Momen pertama dari peubah acak X, yaitu untuk m=1 disebut sebagai nilai harapan dari X dan dinotasikan dengan E[X] atau μ.

Definisi 16 (Momen Pusat)

Momen pusat ke-m dari peubah acak X didefinisikan sebagai momen ke-m dari peubah acak (XE X[ ]).

[Taylor dan Karlin, 1984] Momen pusat pertama adalah nol. Ragam dari peubah acak

X

adalah momen pusat kedua dari peubah acak tersebut dan dinotasikan sebagai

2

( ) [( [ ]) ]

Var X =E XE X .

Lema 2

Jika

X

adalah peubah acak diskret dengan ragam yang berhingga, maka untuk sebarang konstanta c dan d, berlaku

2

( ) (

Var cX+d =c Var X).

[Casela dan Berger, 1990]

Bukti: Lihat Lampiran 1.

Definisi 17 (Covarian)

Misalkan Xdan adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula

Y

X

μ dan μY masing-masing menyatakan nilai harapan dari X dan Y. Covarian dari X dan Y didefinisikan sebagai

( , ) (( X)( Y))

Cov X Y =E X −μ Y −μ . [Casela dan Berger, 1990]


(13)

Lema 3

Misalkan

X

dan adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula c dan d adalah dua buah konstanta sebarang, maka

Y

2 2

( ) ( ) ar

Var cX+dY =c Var X +d V ( )Y ) +2cdCov X Y( , .

Jika

X

dan peubah acak saling bebas, maka

Y

2 2

( ) ( ) ar

Var cX+dY =c Var X +d V ( )Y . [Casela dan Berger, 1990]

Bukti: Lihat Lampiran 2.

Penduga Tak Bias dan Penduga Konsisten

Definisi 18 (Statistik)

Statistik merupakan suatu fungsi dari satu atau lebih peubah acak yang tidak tergantung pada parameter (yang tidak diketahui).

[Hogg dan Craig, 1995]

Definisi 19 (Penduga)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah contoh acak. Suatu statistik U =U(X1,X2, ...,Xn)=U(X) yang digunakan untuk menduga fungsi parameter g( )θ , dikatakan sebagai penduga bagi g( )θ . Nilai amatan U(X1,X2, ...,Xn) dari U dengan nilai amatan

1 1, 2 2, ..., n n

X = x X =x X =x , disebut

sebagai dugaan bagi g( )θ .

[Hogg dan Craig, 1995]

Definisi 20 (Penduga Tak-bias)

U(X) disebut penduga tak bias bagi g( )θ , bila E[U(X)]=g( )θ .

Bila E[U(X)]-g( )θ =b( )θ , maka b( )θ disebut bias dari penduga.

Bila lim [ ( )] ( )

n→∞E U X =g θ maka U X( ) disebut sebagai penduga tak bias asimtotik bagi g( )θ .

[Hogg dan Craig, 1995]

Definisi 21 (Penduga Konsisten)

(i) Suatu statistik U( ) yang

konvergen dalam peluang ke parameter , , ...,

1 2

X X X n

( )

g θ , yaitu

1 2

( , , ..., n) p ( ) U X X X

⎯→

g θ ,

untukn , disebut penduga konsisten bagi

→ ∞ ( ) g θ .

(ii) Jika U X( 1,X2, ...,Xn)

⎯⎯

a s.

g( )θ untuk , maka U(

n→ ∞ X1,X2, ...,Xn) disebut penduga konsisten kuat bagi g( )θ . (iii) Jika U X( 1,X2, ...,Xn)

⎯→

r g( )θ untuk

, maka U(

n→ ∞ X1,X2, ...,Xn)

disebut penduga konsisten dalam rataan ke-r bagi g( )θ .

[Grimmett dan Stirzaker, 1992]

Definisi 22 (Mean Square Error)

Mean Square Error (MSE) dari penduga θˆn untuk parameter θ adalah fungsi dari θ yang didefinisikan oleh Eθ(θˆn−θ)2.

[Casela dan Berger, 1990] Dengan kata lain MSE adalah nilai harapan kuadrat dari selisih antara penduga θˆn dan parameter θ. Dari sini diperoleh

2 2

ˆ ˆ ˆ

( n ) ( n) ( ( n )

Eθ θ −θ =Var θ + Eθ θ −θ ) =Var(θˆn)+(Bias(θˆn))2.

Beberapa Definisi dan Lema Teknis Definisi 23 (O(.) dan o(.))

Simbol-simbol ini adalah cara untuk membandingkan besarnya dua fungsi u(x) dan v(x) dengan x menuju suatu limit L.

(i) Notasi u x( )=O u x

(

( ) ,

)

xL

,

menyatakan bahwa

( )

( ) u x

v x terbatas

,

untuk

xL

.

(ii) Notasi

menyatakan bahwa

(

)

( ) ( ) ,

u x =o u x xL ( )

0 ( ) u x

v x → , untuk

xL

.

[ Serfling, 1980]

Definisi 24 (Momen Kedua Terbatas)

Peubah acak X disebut mempunyai momen kedua terbatas jika E X( 2) terbatas.


(14)

Definisi 25 (Fungsi Indikator)

Fungsi Indikator dari suatu himpunan A, sering ditulis IA( )x , didefinisikan sebagai

{

1, ( )

0, A

jika x A I x

jika x A ∈ =

[Casela dan Berger, 1990]

Lema 4 (Ketaksamaan Markov)

Jika X adalah peubah acak dengan E(X) terbatas dan t > 0, maka

[| |]

(| | ) E X

P X t t

≥ ≤ .

[Helms, 1996]

Bukti: Lihat Lampiran 3.

Lema 5 (Ketaksamaan Chebyshev)

Jika X adalah peubah acak dengan nilai harapan μ dan ragam terbatas σ2, maka

2 2

(| | )

P X μ δ σ

δ

− ≥ ≤

untuk setiapδ ≥0.

[Helms, 1996]

Bukti: Lihat Lampiran 4.

Lema 6 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz)

Jika X dan Y adalah peubah acak dengan momen kedua terbatas, maka

2 2

( [E XY]) ≤E X[ ] E Y[ ]2,

dan akan “bernilai sama dengan” jika dan hanya jika P(X = 0) = 1 atau P(Y = aX) = 1 untuk suatu konstanta a.

[Helms, 1996]

Bukti: Lihat Lampiran 5.

Lema 7 (Lema Borel-Contelli)

(i) Misalkan {An} adalah sebarang kejadian. Jika

1

{ n} n

P A

=

< ∞

, maka P(An terjadi

sebanyak tak hingga kali)=0.

(ii) Misalkan {An} adalah sebarang kejadian yang saling bebas. Jika

1

{ n} n

P A

=

= ∞

,

maka P(An terjadi sebanyak tak hingga kali)=1.

Bukti: Lihat Durret (1996).

Lema 8 (Teorema Limit Pusat)

Misalkan X1,X2, ...,Xn adalah suatu barisan peubah acak yang bebas dan sebarannya identik, dengan nilai harapan finite ȝ dan ragam tak nol σ2 < ∞. Jika

1 2 ... n n

n

X X X

Z

n

μ

σ

+ + +

= , maka

Z

n

konvergen ke sebaran normal baku, dan ditulis d

n

Z

⎯→

Normal (0,1) untuk

n

→ ∞

, atau

2 2

1

lim ( )

2

y x n

n P Z x π e dy

→∞ ≤ = −∞∫ .

Bukti: Lihat Ghahramani (2005).

Lema 9 (Teorema Deret Taylor)

Suatu fungsi f disebut memiliki representasi deret Taylor di a (atau di sekitar a atau yang berpusat di a), jika memenuhi persamaan

( ) 0

2

( )

( ) ( )

! '

( )

( ) ( )

1! ''

( )

( ) .... 2!

n

n n

f a

f x x a

n f a

f a x

f a x a

∞ =

= −

a

= + −

+ − +

[Stewart, 1999]

Lema 10 (Teorema Fubini)

Jika f ≥0 atau ∫| f d| μ< ∞ maka

2 1

( , ) ( ) ( )

X Y XxY

f x y μ dy μ dx = fdμ

∫ ∫ ∫

= ( , ) 1( ) 2( ) Y X

f x y μ dx μ dy

∫ ∫ .

Bukti: Lihat Durret (1996).

Definisi 26 (Terintegralkan Lokal)

Fungsi intensitas λ disebut terintegralkan lokal, jika untuk sebarang himpunan Borel terbatas B kita peroleh

μ(B)=

B

( )s ds λ < ∞

∫ .

[Dudley. 1989]

Definisi 27 (Titik Lebesgue)

Suatu titik s disebut titik Lebesgue dari suatu fungsi λ, jika

0

1

lim | ( ) ( ) | 0

2 h

hhh λ u+s −λ s du = .


(15)

Proses Stokastik dan Proses Poisson Definisi 30 (Proses Poisson)

Suatu proses pencacahan {N(t), t ≥ 0} disebut dengan proses Poisson dengan laju Ȝ, Ȝ > 0, jika dipenuhi tiga syarat:

Definisi 28 (Proses Stokastik)

Proses stokastik {N(t), t

T} adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke ruang state S.

(i) N(0) = 0,

(ii) Proses tersebut memiliki inkremen bebas,

[Ross, 1996]

(iii)Banyaknya kejadian pada sebarang interval waktu dengan panjang t, memiliki sebaran (distribusi) Poisson dengan nilai harapan Ȝt. Jadi untuk semua t, s > 0.

Untuk setiap t pada himpunan indeks T, N(t) adalah suatu peubah acak. Indeks t sering diinterpretasikan sebagai waktu (meskipun dalam berbagai penerapannya t tidak selalu menyatakan waktu), dan N(t) kita sebut sebagai state dari proses pada waktu t. Ruang state S mungkin berupa:

, k=0,1,....

( )

( ( ) ( ) )

!

t k

e t

P N s t N s k

k

λ λ

+ − = =

[Ross,1996] (i) S=Z (himpunan bilangan bulat) atau

himpunan bagiannya.

Dari syarat (iii) dapat diketahui bahwa proses Poisson memiliki inkremen stasioner. Dari syarat ini juga dapat diperoleh bahwa E(N(t))= Ȝt. Proses Poisson dengan laju Ȝ yang merupakan konstanta untuk semua waktu t disebut proses Poisson homogen. Jika laju Ȝ bukan konstanta, tetapi merupakan fungsi dari waktu, Ȝ(t), maka disebut proses Poisson tak-homogen. Untuk kasus ini, Ȝ(t) disebut fungsi intensitas dari proses Poisson tersebut. Fungsi intensitas Ȝ(t) harus memenuhi syarat Ȝ(t) ≥ 0 untuk t ≥ 0.

(ii) S=R (himpunan bilangan nyata) atau himpunan bagiannya.

Suatu proses stokastik N disebut proses stokastik dengan waktu diskret jika himpunan indeks T adalah himpunan tercacah, sedangkan N disebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika T adalah suatu interval.

Definisi 29 (Proses Pencacahan)

Suatu proses stokastik {N(t), t ≥ 0} disebut proses pencacahan jika N(t) menyatakan banyaknya kejadian yang telah terjadi sampai waktu t.

Lema 11

[Ross, 1996]

Misalkan X dan Y adalah peubah acak saling bebas memiliki sebaran Poisson dengan parameter berturut-turut u dan v. Maka X + Y memiliki sebaran Poisson dengan parameter u+v.

Kadangkala proses pencacahan {N(t), t ≥ 0} ditulis N([0,t]), yang menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi pada selang waktu [0,t]. Proses pencacahan N(t) harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut: [Taylor dan Karlin, 1984]

(i) N(t) ≥ 0 untuk semua t

[0,∞),

Bukti: Lihat Lampiran 6. (ii) Nilai N(t) adalah bilangan bulat,

(iii) Jika s < t maka N(s) ≤ N(t) , s, t

[0,∞),

Definisi 31 (Fungsi Periodik)

(iv) Untuk s< t maka N(t)-N(s), sama dengan bayaknya kejadian yang terjadi pada selang (s,t].

Suatu fungsi Ȝ disebut periodik jika Ȝ (s+kτ )= Ȝ(s)

untuk semua s

R dan k Z. Konstanta terkecil

τ

yang memenuhi persamaan di atas disebut periode dari fungsi Ȝ tersebut.

Suatu proses pencacahan disebut memiki inkremen bebas jika banyaknya kejadian yang terjadi pada sebarang dua selang waktu yang tidak tumpang tindih (tidak overlap) adalah bebas. Sedangkan suatu proses pencacahan disebut memiliki inkremen stasioner jika sebaran (distribusi) dari banyaknya kejadian yang terjadi pada sebarang selang waktu, hanya tergantung dari panjang selang tersebut.

[Browder, 1996]

Definisi 32 (Proses Poisson Periodik)

Proses Poisson periodik adalah proses Poisson dengan fungsi intensitas Ȝ adalah siklik (periodik).

Salah satu proses pencacahan yang penting adalah proses Poisson, yang merupakan


(16)

Gambaran Umum

Misalkan N adalah proses Poisson nonhomogen pada interval [0,∞) dengan fungsi intensitas λ(s). Fungsi ini diasumsikan terintegralkan lokal dan terdiri dari 2 komponen, yaitu komponen periodik atau komponen siklik dengan periode yang diketahui,

τ

> 0, dan sebuah tren fungsi pangkat. Dengan kata lain, untuk sembarang

,

kita dapat menuliskan fungsi intensitas

[0, ) s∈ ∞

λ sebagai berikut : ( )s c( )s asb

λ =λ +

(1)

dengan λc( )s adalah sebuah fungsi periodik dengan periode τ dan adalah kemiringan dari tren pangkat. Untuk kasus

a

0

b= , fungsi intensitas λ( )sc( )s +a

,

masih merupakan fungsi periodik. Kasus ini telah dikaji dalam jurnal Helmers, Mangku dan Zitikis (2003). Sedangkan untuk kasus , maka fungsi intensitasnya adalah

1 b=

( )s c( )s as

λ =λ +

,

kasus

ini juga telah dikaji dalam jurnal Helmers dan Mangku (2007). Sehingga dalam karya ilmiah ini akan dibahas untuk kasus pangkat b pada interval (0,1).

Dalam tulisan ini, kita mengasumsikan c

λ adalah fungsi periodik dengan persamaan

( ) (

c s k c s)

λ + τ =λ (2) berlaku untuk semua s∈[0, )∞ dan kZ

dengan Z adalah himpunan bilangan bulat. Karena λc periodik dengan periode τ , maka

untuk menduga λc untuk cukup

diduga nilai

[0, ) s∈ ∞ c

λ pada s∈[0, )τ .

Asumsi lainnya yang digunakan dalam tulisan ini adalah hanya terdapat sebuah realisasi N(

ω

) dari proses Poisson N yang terdefinisi dalam ruang peluang (Ω, , P)

dengan bentuk fungsi intensitas dalam persamaan (1) dan

F

ω∈ Ω. Oleh karena itu, pembentukan penduga konsisten bagi λcpada

[0, )

s∈ τ

,

hanya menggunakan sebuah

realisasi N(ω) dari proses Poisson yang diamati pada interval [0,n]. Selain itu, diasumsikan juga bahwa nilai karena fungsi intensitas

0 a>

λ(s) harus memenuhi (1) dan tak-negatif.

Terdapat 2 kasus dalam mengasumsikan nilai

.

Kasus pertama, diasumsikan nilai diketahui. Sedangkan untuk kasus kedua, nilai

tidak diketahui, sehingga dibutuhkan penduga bagi

a

untuk membentuk penduga bagi

a a

a

λ(s). Untuk kasus kedua diperlukan asumsi bahwa kita mengetahui

0

1 ( ) c s ds

τ

θ λ

τ

= ∫

,

yaitu fungsi intensitas global dari komponen periodik

λ

c

.

Selain itu pada kedua kasus, kita asumsikan bahwa periode τ diketahui tetapi fungsi

λ

c tidak diketahui, sehingga dibutuhkan penduga bagi

λ

c untuk membentuk penduga bagi λ(s).

Kasus 1: Pendugaan bagi

λ

c

( )

s

dengan asumsi a diketahui

Untuk kasus pertama, yaitu penduga bagi

c

λ

di titik s∈[0, )τ dengan asumsi a, b dan periode τ diketahui, dapat diformulasikan sebagai berikut :

, ,

1 ,

([ ,

1

2

]) 1

n

n n

c n b b k

n b n

N s k h s k

L h

h k

τ τ τ

λ

=

+ − + +

=

1 ,

( 1

n

b b k n b a

)

s k

L k

τ

τ

=

+

(3)

dengan nτ n

τ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦

=

,

,

1 1 n n b b

k

L

k τ

=

=

,

dan

adalah barisan bilangan real positif yang konvergen menuju 0,

hn

0 n

h

(4)

untuk n→ ∞.

Berikut akan diuraikan proses pembentukan penduga bagi λc, yaitu λc n b, , .

Perlu diingat bahwa hanya ada sebuah realisasi dari proses Poisson N yang diamati pada interval [0,n]. Dari (1) dan (2), untuk sembarang titik s dan k

Z, maka

( ) ( )

c s c s k

λ =λ + τ . (5) Berdasarkan (5), kita dapat menuliskan

1 ,

1 1

( ) ( )

n

c b c

k n b

s s k

L k

τ

λ λ τ

=

=

+

(

)

1 ,

1 1

( ) ( )

n

b b

k n b

s k a s k

L k

τ

λ τ τ

=


(17)

(

)

1 1

, ,

.

1 1 1

( )

n n

b

b b

k k

n b n b

a

s k s k

L k L k

τ τ

λ τ τ

= =

=

+ −

+

Untuk memperoleh pendekatan suku pertama persamaan di atas, dibutuhkan asumsi bahwa s adalah titik Lebasgue dari λcdan asumsi (4) dipenuhi, sehingga diperoleh

1

, 2 [ , ]

1 1

( ) n

b k

n b n s k h s k h n n

h u du

L k τ τ τ λ = + − + + ≈

1 , 1 ( n b b k n b a ) s k L k τ τ = −

+ n

. (6)

Karena adalah nilai

harapan dari

[ , ]

( ) s k hns k hn

u du

τ τ

λ

+ −

+ +

([ n, ])

N s+kτ−h s+kτ+h , maka persamaan (6) dapat dituliskan

1 , ([ , ]) 1 1 2 n n b k

n b n

EN s k h s k h

L k h

τ τ τ

=

+ − + +

=

n

1 , 1 ( n b b k n b a ) s k L k τ τ = −

+ n

. (7)

Perilaku

, yang merupakan padanan stokastiknya, sehingga persamaan (7) dapat ditulis

([ n, n])

EN s+kτ−h s+kτ+hN s([ +kτ−h sn, +kτ+h ])

1 , ([ , ]) 1 1 2 n n n b k

n b n

N s k h s k h

L k h

τ τ τ

= ≈

+ − + + 1 , 1 ( n b b k n b a ) s k L k τ τ =

+ (8)

yang merupakan penduga bagi λc( )s , dengan periode τ , kemiringan dari tren pangkat yang diasumsikan diketahui, dan tren pangkat

dengan pangkat . Jika

diasumsikan tidak diketahui, maka kita ganti pada persamaan (8) dengan penduga bagi , yaitu , yang akan dibahas pada kasus 2.

a

(0,1)

ba

a

a aˆn b,

Kekonsistenan dari λc n b, ,

Lema 12 (Ketakbiasan Asimtotik)

Misalkan fungsi intensitas λ seperti pada persamaan (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi(4) berlaku, maka

, , ( ) ( )

c n b s c s

Eλ →λ (9)

untuk , asalkan s adalah titik Lebesgue dari

n→ ∞ c

λ . Dengan kata lain, λc n b, , adalah penduga tak bias asimtotik bagi λc( )s .

Bukti :

Untuk membuktikan persamaan (9), berarti akan ditunjukkan bahwa

, , ( ) ( )

c n b c

n

LimEλ s λ s

→∞ = . (10)

Perhatikan dahulu ruas kiri dari persamaan (10), yaitu nilai harapan dari λc n b, , . Misalkan suku pertama dari ruas kanan persamaan (3) adalah

X

1 dan suku keduanya adalah

X

2, maka

E

λc n b, ,

( )

s

=

E X

(

1

)

X

2 (11)

Suku pertama ruas kanan persamaan (11) dapat diuraikan sebagai berikut :

1 , 1 1 1 ( ) ([ , ]) 2 n b n b k

n n

n k

E E

L

N s k h s k h h

X

τ τ τ = ⎛ ⎜ ⎜ ⎝ = + − + +

1 , ([ , ]). 1 1 2 n n n b k n b n

s k h s k h EN

L h k

τ τ τ = + − + + =

(12) Nilai harapan dari kejadian proses Poisson dengan parameter λ yang terjadi pada interval

[s+kτ−h sn, +kτ+hn] adalah

. Oleh karena itu ruas kanan persamaan (12) menjadi

( )

n

n

s k h s k h

u du τ τ λ + + + −

1 , 1 1 ( ) 2 n t n

s k h n

b k

n b n k s k h

u du L h τ τ λ + + = + − =

.

Dengan menggunakan penggantian variabel x= − −u s kτ , sehingga u= + +x s kτ dan du=dx, maka persamaan di atas dapat dituliskan 1 , 1 1 ( ) 2

n hn

b h k

n b n k n

x s k dx

L h τ λ τ − = =

∫ + + .

Dari persamaan (1) diperoleh bahwa (x s k ) c(x s k ) a x( s k )b

λ + + τ =λ + + τ + + + τ ,

sehingga persamaan di atas dapat dituliskan

1 , 1 1 [ ( ) 2

n hn

c b

h k

n b n k n

x s k

L h τ λ τ − = =

∫ + + ]

( )b

a x s kτ dx


(18)

Karenaλc( )s merupakan fungsi periodik

dengan periode τ, maka

( ) (

c x s k c x s)

λ + + τ =λ + , sehingga

persamaan (13) dapat ditulis:

1 , 1 1 ( ) 2

n hn

c b

h k

n b n k n

x s dx

L h τ λ − = + =

∫ + 1 , 1 1 ( ) 2

n hn

b b

h k

n b n k n

a x s k dx

L h τ τ − = + + ∫

. (14)

Suku pertama dari persamaan (14) dapat diuraikan sebagai berikut :

1 , 1 1 1 ( ) 2

n hn

c b

h k

n b k n n

x s dx

L h τ λ − = + ∫

1 , 1 1 ( ) 2

1 n hn

c b

n h k

n b n

s h k L τ λ − = ⎡ ⎢ + ⎢ ⎣ =

c(x s+ −) λc( )]s dx

, ,

, ,

1 1 1

( ) 2

hn

n b c n b

h

n b n n n b

L s dx

L h − λ L

= ∫ + L

1 [ ( ) ( )] 2 hn c c h n n

x s s d

h −∫ λ + −λ

x

1 ( ) 2 hn c h n n s dx h − λ

= ∫ + 1 [ ( ) ( )] 2 hn c c h n n

x s s d

h −∫ λ + −λ

x

. (15)

Karena s adalah titik Lebesgue dari λc, maka 1 [ ( ) ( )] 2 hn c c h n n

x s s dx =o(1)

h −∫ λ + −λ .

Sehingga persamaan (15) menjadi 1 ( ) 2 hn c h n n s dx h − λ

= ∫ + o(1)

1

( ) (1)

2 hn c

h

n n

s dx o

h

λ

= ∫ +

( ) (1)

c s o

λ

= + (16)

untuk n→ ∞.

Suku kedua dari persaman (14), dapat diuraikan sebagai berikut :

1 ,

1

.

2 ( )

n hn

b b

h n k

n b k h n

a

x s k dx L τ τ − = + + ∫

(17)

Berdasarkan Teorema Deret Taylor, maka

1

( ) ( ) ( )

1!

b b b x

x+ +s kτ = s+kτ +b s+kτ −

2 2

( 1)( ) ...

2!

b x

b b s kτ −

+ − + +

=(s+kτ)b+O h( n) . (18) Sehingga persamaan (17) dapat ditulis:

1 ,

1

2 [( ) ( )]

n hn

b n b h n k

n b k h n

a

s k O h d

L τ τ − = + + ∫

x 1 , 1

2 ( )

n hn

b b

h n k

n b k h n

a

s k dx L τ τ − = =

∫ + + 1 , 1

2 ( )

n hn

n b

h n k

n b k h n

a

O h dx L τ − = ∫

1 , ( ) 2

n b hn

b h k

n b n n

a s k

dx

L k h

τ τ − = =

+ ∫ + 1 , ( ) 2

n hn

n b

h k

n b n n

O h a

dx

L k h

τ − = ∫

1 , ( ) ( ) n b n b k n b

a s k

O h

L k

τ τ

=

=

+ + (19)

untuk n→ ∞, dan O h( n)↓0.

Dengan mensubstitusikan persamaan (16), dan (19) ke dalam persamaan (11), maka diperoleh :

, , ( ) ( ) (1)

c n b c

Eλ ss +o +

1 1

, ,

( ) ( )

n b n b

b b

k k

n b n b

a s k a s k

L k L k

τ τ τ τ

= =

+ +

( ) (1)

c s o

λ

= +

untuk , maka persamaan (10) terbukti, sehingga persamaan (9) juga terbukti.

n→ ∞

Lema 13 (Kekonvergenan Ragam)

Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (4) berlaku dan

1 b n

nh → ∞ (20) untuk n→ ∞ dipenuhi, maka

(

c n b, , ( )

)

0

Var λ s → (21)

untuk n→ ∞ , asalkan λc terbatas di sekitar s.

Bukti:

Misalkan suku pertama dari persamaan (3) adalah

X

1 dan suku keduanya adalah

X

2. Karena suku kedua pada persamaan (3) adalah deterministik, maka suku kedua persamaan (3) merupakan suatu konstanta. Oleh karena itu, untuk menentukan Var

(

λc n b, , ( )s

)

pada


(19)

kasus 1, kita cukup menentukan Var

( )

X1 . Berikut merupakan proses menentukan

(

c n b, , ( )

)

Var λ s :

(

c n b, , ( )

)

Var λ s =Var X

( )

1

, 1

1

1 ([ ,

. 2

n

n n

b

n bk n

N s k h s k h

L k h

Var

τ τ τ

= ⎛ ]⎞ + − + + ⎜

=

(22)

Untuk n yang besar, maka selang

[s+kτ−h sn, +kτ+hn] dan

[s+ jτ−h sn, + jτ+hn] untuk tidak saling tumpang tindih (tidak

overlap). Sehingga

N([ ,

k

j

] n n

s+kτ−h s+kτ+h ) dan

N([s+ jτ−h sn, + jτ+hn]) saling

bebas untuk . Maka ruas kanan

persamaan (22) dapat dituliskan: kj

( )

2 2 2

1 , 1 1 ( ([ , (2 ) n n b k

n b n

Var N s k h k L h τ τ = + −

])) n

s+kτ+h . (23)

Perhatikan bahwa

( )

1

, (1)

1 b

n b O

n L b τ − = + − (24)

untuk . Sebelum menguraikan

persamaan (23), kita uraikan dahulu n→ ∞

2 , 1 n b L

. Berdasarkan persamaan (24), maka

( )

2 2 1 , 1 (1) 1 1 b

n b n

O b

L τ

⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ ⎜ + ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

( )

2 1 1 1 1 1 1 b b n O b n τ − − ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ + ⎛ ⎞⎞⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ 2 2 (2 2 )

(2 2 )

1

1 1 1

(1 ) b

b b O n b n τ − − − ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎛ ⎞ ⎜ = ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎝ ⎠ + ⎟ ⎝ ⎠ − .

Dengan menggunakan deret geometri untuk

suku 1 1 1 1 O b n ⎛ ⎛ ⎞ + ⎜ ⎜ ⎟⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

⎞, maka persamaan di atas

dapat dituliskan

2 2 (2 2 )

(2 2 ) 1

1 1

(1 ) b

b O b

n b n τ − − − ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ =⎜ ⎟ ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ −

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

1

(1 ) b

b b b O n n τ − − − ⎛ ⎞ + ⎜ − ⎟

=

⎝ ⎠ . (25)

Berdasarkan persamaan (25) dan karena N adalah Proses Poisson maka berlaku Var(N) = E(N), sehingga untuk sembarang nilai k, persamaan (23) dapat dituliskan :

2 (2 2 )

3 3 2 2

(2 2 )

1 1 1 (1 ) 4 n b b b b k n b O

n n h

τ τ − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

1 k

(

([ n, n])

)

E N s k+ −τ h s k+ +τ h .

Nilai harapan dari kejadian proses Poisson dengan parameter λ yang terjadi pada interval

[s+kτ−h sn, +kτ+hn] adalah

. Oleh karena itu persamaan di atas menjadi

( )

n

n

s k h s k h

u du τ τ λ + + + −

2 (2 2 )

3 3 2 2

(2 2 )

1 1 1 (1 ) 4 ( )

.

n n n b b b b k n s k h

s k h b

O

n n h

u du τ τ τ τ λ − − − = + + + − ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

1 k

Dengan menggunakan penggantian variabel x= − −u s kτ , sehingga u= + +x s kτ dan

du=dx, maka persamaan tersebut

menjadi

2 (2 2 )

3 3 2 2

(2 2 )

1 ( ) . 1 1 (1 ) 4 n b b b b k n hn hn x dx b O

n n h

s k τ λ τ τ − − − = − ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟+ ⎝ ⎠ + ∫ − +

1 k

Dari persamaan (1) diperoleh bahwa (x s k ) c(x s k ) a x( s k )b

λ + + τ =λ + + τ + + + τ ,

sehingga persamaan di atas dapat dituliskan

2 (2 2 )

3 3 2 2

(2 2 )

1 1 1 (1 ) 4 n b b b b k n b O

n n h

τ τ − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

1 k


(20)

[ ( ) ( ) ] hn

b c

hn

x s k a x s k dx

λ τ τ

−∫ + + + + +

2 (2 2 )

3 3 2 2

(2 2 )

1 1 1 (1 ) 4 n b b b b k n b O

n n h

τ τ − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

1 k

2 (2 2 ) (2 2 )

(1 )

( )

hn b

c b

hn

b x s k dx

n

τ

λ τ

− ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − + + + ∫

3 3 2 2

1

( .

1 1 1

) 4

n hn

b

b b

h

k n

n

a x dx

O s k

n h k

τ τ − = + ∫ +

⎟⎟

⎠⎠

(26) Perhatikan suku pertama persamaan (26). Karena λc merupakan fungsi periodik dengan

periode τ , maka berlaku

(

( )

c x s k c x s)

λ + + τ =λ + . Sehingga suku

pertama persamaan (26) dapat dituliskan:

2 (2 2 )

3 3 2 2

(2 2 )

1 1 1 (1 ) 4 n b b 1 b k n b O

n n h k

τ τ − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ −

b

( )

hn c hn

x s dx

λ

−∫ +

2 (2 2 )

3 3

(2 2 ) 2

1 1 1 (1 ) 2

1

n b b b b k n b O

n n h

k

τ τ − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

1 ( ) 2 hn c hn n

x s dx h

λ

−∫ +

. (27)

Dengan mengasumsikan λc terbatas di sekitar s, maka λc(x+s)≤λ0, dengan λ0 merupakan konstanta sembarang. Dengan demikian 1

2 ( ) (1

hn c n hn

h ∫ λ x+s dx=O ) . Sehingga persamaan (27) menjadi

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

2 1 1 1 (1 )

1

.

b b b n n b k b O

n n

O

h

k

τ τ − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

⎛ ⎞

⎜ ⎟

⎠ ⎝ ⎠

(28)

Sedangkan nilai dari 2

1

1

n b k

k

τ =

dapat

dibedakan ke dalam tiga kasus, yaitu: (i) Kasus pertama, untuk 0< <b 1 / , maka

( )

1 2 2 1 (1) 1 1 2 b n b k O n b

k

τ τ

=

+ −

=

, untuk n ,

sehingga persamaan (28) menjadi

→ ∞

( )

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

1 2

2 2 2

3 3

(1)

1 1 1

1 1 1 (1 ) 1 2 b b b n b b b

n n n

b n

O

nh n h n h

n h

b

O

n n h

n b

O O O

O

O

τ τ − − − − − − − ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ + + + ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − = − =

⎛ ⎞

⎜ ⎟

⎠ ⎝ ⎠

1 n nh

O

=

(29) untuk n→ ∞.

(ii) Kasus kedua, untuk b=1 / 2, maka

1 1 ln (1) n k n O k τ = +

=

, untuk , sehingga

persamaan (28) menjadi

n→ ∞

2 3/ 2 1 1 (1/ 2) (ln (1)). n O n

n n h

O

O

τ ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ =

⎛ ⎞

⎜ ⎟

+

⎠ ⎝ ⎠

Dengan mengalikan masing-masing suku kemudian dijumlahkan, maka diperoleh

ln n n nh

O

=

1 ln )

( /

n n hn

O

=

(30) untuk n→ ∞.

(iii) Kasus ketiga, untuk 1 /2< <b 1, maka

2 1 (1)

1

n b k O

k

τ = =

, untuk n , sehingga

persamaan (28) dapat dituliskan: → ∞

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

1 1 (1 ) (1) b b b n b O O

n n

O

h

τ − − − ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ −

⎛ ⎞

⎜ ⎟

⎠ ⎝ ⎠

(2 2 )

1 b

n O

nh

⎛ ⎞

⎜ ⎜

⎝ ⎠

= ⎟ (31) untuk n→ ∞.

Untuk memperoleh suku pertama dari persamaan (26), maka kita pilih nilai yang 2


(21)

terbesar dari persamaan (29), (30), dan (31), yaitu

(2 2 )1b n O

nh

⎛ ⎞

⎜ ⎜

⎝ ⎠

⎟ (32)

untuk n→ ∞.

Suku kedua persamaan (26) dapat diuraikan dengan menggunakan Teorema Deret Taylor. Berdasarkan Teorema Deret Taylor dan (18), maka diperoleh(x+ +s kτ)b =(s+kτ)b+O h( n).

Sehingga suku kedua persamaan (26) dapat dinyatakan sebagai berikut :

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

2

1

(1 ) b

b b n a h b O n n τ − − − ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

2 1 1 [( ) ( )] 2

n hn

b n b

h

k n n

s k O h dx

k h τ τ − = + + ∫

(33)

Sebelumnya, kita uraikan dahulu suku

2 1

1

[( ) ( )]

2

n hn

b n b

h

k n n

s k O h dx

k h τ τ − = + + ∫

dari

persamaan (33), yaitu

2 1 1 ( ) ( ) n b n b k

s k O h

k τ τ = + =

+

2

1 1 n b k k τ =

2 (2 2 )

1 1 1 ( ) n b b b k

s k O

n k τ τ = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ =

+

sehingga, persamaan (33) menjadi

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

2 (2 2 )

1 2 1 (1 ) 1 1 ( )

.

b b b n n b b b k a h b O n n

s k O

n k τ τ τ − − − − = ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − = +

(34) Perhatikan bahwa 2 2 1 1 1 ( )

.

b n n b b k k s s k k k k

τ τ τ

τ

= =

= +

+

(35)

Dengan menggunakan deret Taylor maka diperoleh

1 2 1 2

4

( 1) ..

2

b b b

b

b s b

k k k

s b b k k s k k τ τ τ τ − − ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ =⎜ ⎟⎝ ⎠ + ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎛ ⎞ + − ⎜ ⎟ + ⎝ ⎠ +

. 1 1 b b O k k τ + ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ =⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

.

Sehingga persamaan (35) menjadi

2

1 1

1 1 b

n n b

k k O b k k s k k

τ τ τ τ

= = ⎛⎛ ⎞ ⎞ ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟⎝ ⎠ + ⎜ + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎞ =

( )

( )

1 1 1 1 1 1 (1) / (1) 1 b n n b k k b b b O k k n O b τ τ τ τ τ + = = − + = + =

1

1 2 (1 ) (1)

b b n O b τ − − + =

.

(36)

Dengan mensubstitusikan persamaan (36) ke persamaan (34), maka persamaan (34) menjadi

2 (2 2 )

3 3 (2 2 )

(2 2 )

2

1

(1) 1 2 (1 )

1 (1 ) 1 b b b n b a h b n O b b b O n n O n τ τ − − − − ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − + + ⎜ ⎟ − − =

Dengan mengalikan masing-masing suku pada persamaan di atas, maka diperoleh

2 2 (1 ) 2 1 (1 ) b b n n a h b O

n n h

τ − − ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − =

(37) Dengan menggabungkan persamaan (32) dan persamaan (37), maka diperoleh

(

, ,

)

2 (1 ) 2 2 .

1 (1 )

( )

c n b b b

n

n a

h b

Var s O

n n h

τ

λ ⎛⎜ ⎞⎟+

⎝ ⎠

=

Dengan mengeluarkan faktor 11b

n− dari suku kedua persamaan di atas, maka diperoleh

1

(1 ) 1

1 . 2 1 (1 ) b b b n n a h n b O

n n h

τ − − − ⎛ ⎞+ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ − =

Karena 11b o(1) n

= , untuk n , maka

diperoleh

→ ∞

(

, ,

)

2 (1 ) 1

1 (1 )

( )

c n b b b

n n a o h b Var s

n n h

τ

λ ⎛⎜ ⎞⎟+

⎝ ⎠

=

untuk n→ ∞.

Karena , untuk , maka

diperoleh bahwa

1 b n

nh → ∞ n→ ∞

(

c n b, , ( )

)

Var λ s konvergen

menuju nol. Lema 13 terbukti.

Teorema 1 (Kekonvergenan dalam Peluang)

Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (4) dan (20) dipenuhi, maka


(22)

, , ( ) ( )

P

c n b s c s

λ

⎯→λ

(38)

untuk , asalkan s adalah titik Lebesgue dari

n→ ∞ c

λ . Dengan kata lain λc n b, , ( )s adalah penduga konsisten bagi λc( )s .

Bukti:

Untuk membuktikan persamaan (38), berdasarkan Definisi 10, berarti akan ditunjukkan bahwa, untuk setiap ε >0

,

(

, ,

)

lim | c n b( ) c( ) | 0. n→∞P λ s −λ s >ε = (39) Sebelumnya, kita uraikan dahulu

(

c n b, , ( ) c( )

P λ s −λ s

)

dari persamaan (39), yaitu

(

c n b, , ( ) c( )

P λ s −λ s

)

(40)

(

)

(

c n b, , ( )s E c n b, , ( )s

P λ − λ +

=

(

Eλc n b, , ( )s −λc( )s

)

)

. (41) Berdasarkan ketaksamaan segitiga, kita peroleh

, , , , , ,

c n b( )s −λc( ) | |s ≤ λc n b( )sEλc n b( ) |s

, ,

|Eλc n b( )s λc(s

+ − ) | sehingga persamaan (41) menjadi

(

c n b, , ( )s E c n b, , ( )s

P λ − λ +

)

, , ( ) ( )

c n b c

Eλ s −λ s

(

c n b, , ( )s c n b, , ( )s

P λ Eλ

= − >

)

, , ( ) ( )

c n b c

E s s

ε− λ −λ . (42) Berdasarkan Lema 12, diperoleh

, ,

lim c n b( ) c( ) 0

n→∞ Eλ s −λ s = (43) sehingga untuk ∀ >ε 0, ada N agar

, , ( ) ( )

2

c n b c

Eλ s −λ s < ε (44) untuk ∀ ≥n N.

Berdasarkan persamaan (43) dan (44), diperoleh bahwa persamaan (42) menjadi

, , ( ) , , ( )

2 c n b c n b

P⎛λ s Eλ s ε ε

≤ ⎜ − > − ⎟⎞

, , ( ) , , ( )

2 c n b c n b P⎛λ s Eλ s ε⎞

= ⎜ − > ⎟. (45) Sehingga dari (40) dan (45) diperoleh bahwa

(

c n b, , ( ) c( )

)

P λ s −λ s >ε ≤

, , ( ) , , ( ) 2 c n b c n b P⎛λ s Eλ s ε⎞

− >

⎝ .

Jadi untuk membuktikan persamaan (39), cukup ditunjukkan

, , , ,

lim ( ) ( ) 0

2

c n b c n b

n P s E s

ε

λ λ

→∞ − > =

.

Dengan Ketaksamaan Chebyshev, dapat diperoleh

, , ( ) , , ( )

2

c n b c n b

P

λ sEλ s

4Var

(

λc n b2, , (s

)

ε

) . Jadi kita tinggal membuktikan bahwa

(

, ,

)

2

4 ( )

lim c n b 0

n

Var λ s

ε

→∞ → . (46)

Berdasarkan Lema 13, maka persamaan (46) terbukti. Jadi Teorema 1 terbukti.

Teorema 2 (Kekonvergenan MSE)

Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (4) dan (20) dipenuhi, maka

MSEc n b, , ( ))s →0 (47) untuk ,asalkan s adalah titik Lebesgue dari

n→ ∞ c

λ . Dengan kata lain λc n b, , konvergen dalam rataan kuadrat bagi λc( )s , yaitu

2 , , ( ) ( )

r

c n b s c s

λ

⎯⎯→

= λ untuk n→ ∞.

Bukti:

Untuk membuktikan persamaan (47), berdasarkan Definisi 22, berarti akan dibuktikan bahwa

2

, , , ,

[Biasc n b)] +Varc n b)→0 (48) untuk n→ ∞.

Pertama, akan dihitung [Biasc n b, , )]2, yaitu

(

)

2

2

, , ( ) , , ( )

[Biasc n b s )] = Eλc n b s −λc( )s . Berdasarkan Lema 12, diperoleh bahwa

, , ( )

( c n b s )

Bias λ konvergen menuju nol,

sehingga [Biasc n b, , ( )s)]2 juga konvergen menuju nol. Sedangkan untuk menghitung suku kedua ruas kiri persamaan (48), maka digunakan Lema 13. Berdasarkan Lema 13, diperoleh bahwa Varc n b, , )konvergen menuju nol.

Karena [Biasc n b, , ( )s )]2 dan

, ,

( c n b)

Var λ konvergen menuju nol, maka


(1)

Browder, A. 1996. Mathematical Analysis: an Introduction. Spinger, New York. Casella, G dan R.L. Berger. 1990. Statistical

Inference. Ed. Ke-1. Wadsworth & Brooks/Cole, Pasific Grove, California. Damiri, S.D.2003. Metode Untuk Menduga

Fungsi Intensitas Global pada Proses Poisson Periodik. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Dudley, R.M. 1989. Real Analysis and Probability. Wadsworth & Brooks. California.

Durret, R.1996. Probability: Theory and Examples. Ed. ke-2. Duxbury Press. New York.

Gahramani, S. 2005. Fundamental of Probability. Ed. ke-2. Prentice Hall. New Jersey.

Grimmet, G. R. dan D. R Stirzaker.1992. Probabiliy and random Processes. Ed. Ke-2. clarendon Press. Oxford.

Helmers, R dan I W. Mangku. 2007. Estimating the Intensity of a Cyclic Poisson Process in the Presence of Linear Trend. Accepted by Annals Institute of Statistical Mathematics. Helmers, R., I W. Mangku dan R. Zitikis.

2003. Consistent Estimation of the

Intensity Function of a Cyclic Poisson Process. Journal of Multivariate Analysis, 84, 19-39.

Helms, L. L. 1996. Introduction to Probability Theory: With Contemporary Application. W. H. Freeman & Company. New York. Hogg, R. V. dan A. T. Craig. 1995.

Introuction to Mathematical Statistics. Ed. Ke-5. Prentice Hall, Englewood Clifs. New Jersey.

Purcell, E. J. dan D. Varberg.1998. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid 2. Ed. Ke-5. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ross, R. M. 1996. Stochastic Processes. Ed.

ke-2. John Wiley & Sons. New York. Serfling, R. J. 1980. Aproximation theorems

of Mathematical Statistics. John Wiley & Sons. New York.

Stewart, J. 1999. Kalkulus. Jilid 1. Ed. Ke-4. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Taylor, H. M. dan S. Karlin. 1984. An Introduction to Stochastics Modelling. Academic Press Inc. Orlando, Florida. Wheeden, R. L. dan A. Zygmund. 1977.

Measure and Integral: An Introduction to Real Analysis. Marcel Dekker. New York.


(2)

(3)

Lampiran 1 (Pembuktian Lema 2) Lema 2

Jika Xadalah peubah acak diskret dengan ragam yang berhingga, maka untuk sebarang konstanta c dan d,

2

( ) (

Var cX+d =c Var X). Bukti:

Dari definisi ragam bahwa

2

( ) (( ) ( ))

Var cX+d =E cX +dE cX +d =E cX( −cEX)2

2 2

2

( )

( ). c E X EX c Var X

= −

= Jadi Lema 2 terbukti.

Lampiran 2 (Pembuktian Lema 3) Lema 3

Misalkan

X

dan Y adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula c dan d adalah dua buah konstanta sebarang, maka

2 2

( ) ( ) ar

Var cX+dY =c Var X +d V ( )Y

)

+2cdCov X Y( , . Jika

X

dan

Y

peubah acak saling bebas, maka

2 2

( ) ( ) ar

Var cX+dY =c Var X +d V ( )Y . Bukti:

Nilai harapan cX+dY =E cX( +dY) =cEX+dEY =cμX +dμY, dengan dan , sehingga

X EX

μ = μY =EY

2 2 )

2 )

2 2 2 2

2 2

(( ))

( ( ))

( ( ( ) 2 ( ( )

( ) ( ) 2 ( , ).

( ) (( ) ( ))

( (

) )

X Y

X Y

X Y X

E cX d

E c X

E c X Y cd X Y

c Var X d Var Y cdCov X Y Var cX dY E cX dY E cX dY

dY c d Y

d μ μ

μ μ

Y

μ μ μ

= + +

= −

= − − + − −

= + +

+ = + − +

+ −

+ μ


(4)

Lema 4 (Ketaksamaan Markov)

Jika X adalah peubah acak dengan E(X) terbatas dan t > 0, maka

[| |]

(| | ) E X

P X t t

≥ ≤ .

Bukti:

Misalkan A=

{

[X]≥t

}

, maka [X]≥tIA, dengan IA adalah fungsi indikator dari A, yaitu:

1, | |

0, | | .

A

jika X t I

jika X t

⎧ ⎪ ⎨ ⎪⎩

≥ =

< Jika ditentukan nilai harapannya, maka diperoleh

(

)

(

)

.

[ ] ( )

| |

| | | |

A

A

E X E tI tEI tP X t

E X P X t

t

=

= ≥

⇔ ≥ ≤

Jadi Lema 4 terbukti.

Lampiran 4 (Pembuktian Lema 5) Lema 5 (Ketaksamaan Chebyshev)

Jika X adalah peubah acak dengan nilai harapan

μ

dan ragam terbatas σ2, maka 2

2

(| | )

P X μ δ σ

δ − ≥ ≤ untuk setiapδ ≥0.

Bukti:

Berdasarkan Ketaksamaan Markov,

(

)

(

2 2

)

2 2 2 2 .

| | ( )

|( ) |

P X P X

E X

μ δ μ δ

μ δ σ δ

− ≥ = − ≥

− ≤

= Jadi Lema 5 terbukti.


(5)

Lampiran 5 (Pembuktian Lema 6) Lema 6 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz)

Jika X dan Y adalah peubah acak dengan momen kedua terbatas, maka

2 2

( [E XY]) ≤E X[ ] E Y[ ]2

0

dan akan “bernilai sama dengan” jika dan hanya jika P(X = 0) = 1 atau P(Y = aX) = 1 untuk semua konstanta a.

Bukti:

Untuk semua bilangan real , a (XaY)2 ≥

Sehingga

2 2

2 0

XXYa+a Y2 ≥ .

Karena peubah acak nonnegatif, maka nilai harapannya juga nonnegatif, yaitu

2 2 2

( 2 )

E XXYa+a Y ≥0

E X( 2)−2 (E XY a) +a E Y2 ( 2)≥0. Dengan menuliskan dalam persamaan polynomial derajat 2, maka

E Y( 2)a2−2 (E XY a) +E X( 2)≥0.

Misalakan A= Ε(Y2) ,B= − Ε2 (XY) , dan C= Ε(X2). Perhatikan bahwa polinomial berderajat 2 yang memiliki paling banyak sebuah akar real, maka diskriminannya tak positif. Sehingga

[

]

[

]

2

2 2 2

2 2 2

4 0

4 ( ) 4 ( ) ( ) 0

( ) ( ) ( )

B AC

XY X Y

XY X Y

− ≤

Ε − Ε Ε ≤

Ε ≤ Ε Ε .


(6)

Lema 11

Misalkan X dan Y adalah peubah acak saling bebas memiliki sebaran Poisson dengan parameter berturut-turut u dan v. Maka X + Y memiliki sebaran Poisson dengan parameter u+v.

Bukti:

Berdasarkan Hukum Penjumlahan Peluang,

0 0 0 ( ) 0 . { } { , { } { } ! ( )! ! ! !( )! n k n k

k u n k v n

k

u v n

k n k k

P X Y n P X k Y n k

P X k P Y n k

u e v e

k n k

e n

u v

n k n k

= = − − − = − + } − = + = = = = − = = = − = − = −

⎫⎧

⎬⎨

⎭⎩

Perluasan binomial dari (u+v)n adalah

0 ( ) ! !( )! n n k k

u v n u v

k n k

n k

= + = −

.

Sehingga diperoleh ( ) ( )

, 0,1, ..

{ }

!

u v n

u v n e

P X Y n

n

− + +

=

+ = = ..

Merupakan bentuk sebaran Poisson. Jadi Lema 11 terbukti.