Kekonsistenan Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Berbentuk Perkalian Fungsi Periodik dengan Tren Kuadratik pada Proses Poisson Non Homogen

(1)

KEKONSISTENAN PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

FUNGSI INTENSITAS BERBENTUK PERKALIAN

FUNGSI PERIODIK DENGAN TREN KUADRATIK PADA

PROSES POISSON NON HOMOGEN

TASLIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kekonsistenan Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Berbentuk Perkalian Fungsi Periodik dengan Tren Kuadratik pada Proses Poisson Non Homogen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011

Taslim


(3)

ABSTRACT

TASLIM. Consistent Estimation of Periodic Component of Intensity Function Having Form of Periodic Function Multiplied by a Quadratic Trend of a Non-Homogenous Poisson Process. Under supervision of I WAYAN MANGKU and RETNO BUDIARTI.

In this thesis, estimation of periodic component of intensity function having form of periodic function multiplied by a quadratic trend of a non-homogenous Poisson process by using general kernel is discussed. It is considered the worst case where there is only available a single realization of the Poisson process having intensity obtained as a product of a periodic function with a quadratic trend, observed in interval [0,n]. It is assumed that the period of the periodic component is known. In this manuscript, weak consistency of a kernel-type estimator for the periodic component of the considered intensity function is established. The rate of consistency, complete convergence and strong consistency of the estimator are also formulated .


(4)

RINGKASAN

TASLIM. Kekonsistenan Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Berbentuk Perkalian Fungsi Periodik dengan Tren Kuadratik pada Proses Poisson Non Homogen. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI.

Proses stokastik mempunyai peranan penting dalam berbagai bidang pada kehidupan sehari-hari seperti untuk memodelkan proses kedatangan para pelanggan pada suatu pusat layanan seperti supermarket, kedatangan dan antrian nasabah di suatu bank, dan lain sebagainya.Proses stokastik dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu diskret dan proses stokastik dengan waktu kontinu. Salah satu bentuk dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson periodik. Proses Poisson periodik adalah suatu proses Poisson dengan fungsi intensitas berupa fungsi periodik.

Proses kedatangan para pelanggan pada suatu pusat layanan seperti supermarket, kedatangan dan antrian nasabah di suatu bank dan lain-lain dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Pada proses kedatangan pelanggan tersebut, fungsi intensitas λ(s) menyatakan laju kedatangan pelanggan pada waktu s. Namun, jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat mengikuti suatu fungsi tren terhadap waktu, maka model yang sesuai untuk kasus ini adalah proses Poisson periodik dengan suatu tren. Pada penelitian ini dikaji suatu kasus khusus, yaitu jika trennya berupa fungsi kuadrat. Model fungsi intensitas yang dikaji adalah fungsi periodik dikalikan dengan tren kuadratik. Pada penelitian ini dibahas kekonsistenan penduga komponen periodik fungsi intensitas berbentuk fungsi periodik kali tren kuadratik pada proses Poisson non homogen.

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menduga fungsi intensitas proses Poisson periodik dikalikan tren kuadratik adalah metode nonparametrik tipe kernel umum (Helmers et al., 2003). Sebagai alur dari penelitian ini, pertama merumuskan penduga. Kemudian membuktikan penduga adalah penduga konsisten lemah dan Mean Square Error (MSE) konvergen ke nol. untuk membuktikan kekonsistenan lemah diperlukan pembuktian lema ketakbiasan asimtotik dan kekonvergenan ragam. Selanjutnya menentukan laju kekonsistenan penduga, untuk menentukan laju kekonsistenan diperlukan pembuktian aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan dan aproksimasi asimtotik bagi ragam. Terakhir, membuktikan kekonvergenan lengkap penduga yang berimplikasi penduga adalah penduga kekonsistenan kuat.

Misalkan N adalah proses Poisson nonhomogen pada interval [0, ) dengan fungsi intensitas λ yang tidak diketahui. Fungsi ini diasumsikan terintegralkan lokal dan merupakan hasil kali dari dua komponen, yaitu hasil kali suatu komponen periodik (siklik) dengan periode > 0 dengan suatu komponen tren yang berbentuk fungsi kuadratik. Dengan kata lain untuk setiap titik s [0, )kita dapat menuliskan fungsi intensitas sebagai berikut

* 2


(5)

dimana c*( )s adalah suatu fungsi periodik dengan periode dan a adalah koefisien dari tren kuadratik. Karena a( c* ( ))s juga fungsi periodik dengan periode , maka secara umum fungsi intensitas dapat ditulis sebagai berikut

2

( )s ( ( ))c s s (1)

dimana *

( ) ( )

c s a c s . Karena c adalah fungsi periodik maka persamaan

( ) ( )

c s k c s (2)

berlaku untuk setiap s [0, )dan k dengan  adalah himpunan bilangan bulat.

Misalkan bahwa untuk suatu , hanya terdapat realisasi tunggal N( )dari proses Poisson N yang terdefinisi pada ruang peluang ( ,, P) dengan fungsi intensitas seperti pada (1) yang diamati pada interval terbatas [0, n]. Berdasarkan persamaan (1), untuk menduga ( )s pada titik s [0, ), cukup diduga c( )s pada titik s [0, ).

Penduga tipe kernel dari c( )s pada s [0, ) dirumuskan sebagai berikut:

, , 2 0

1 ( )

ˆ ( ) ( ).

( )

n c n K

k

n n

x s k

s K N dx

n h s k h

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, dengan suatu syarat tertentu, diperoleh hasil sebagai berikut :

(i) Penduga ˆc n K, , ( )s adalah penduga tak bias asimtotik bagi c( )s dan ragam dari ˆc n K, , ( )s konvergen menuju nol, sehingga ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten bagi c( )s dan MSEc n K, , ( ))s 0 jika n .

(ii) Aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan ˆc n K, , s =

1

2 2 2

1 ( ) ( )

2

c

c n n

s

s h x K x dx o h .

(iii) Aproksimasi asimtotik bagi ragam

2

1 2

, , 2 1 2

1

ˆ

6 c c n K

n n

s

Var s K x dx

n h n h .

(iv) Untuk setiap min 2 ,1

2 , n ˆc n K, , ( )s c( )s konvergen dalam peluang menuju nol jika n , yaitu ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten bagi c( )s dengan laju

1

n .

(v) Penduga ˆc n K, , ( )s konvergen lengkap ke c( )s untuk n , yang juga berimplikasi ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten kuat bagi c( )s . Kata kunci: proses Poisson periodik, fungsi kernel, tren kuadratik.


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut

Pertanian Bogor.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

KEKONSISTENAN PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

FUNGSI INTENSITAS BERBENTUK PERKALIAN

FUNGSI PERIODIK DENGAN TREN KUADRATIK PADA

PROSES POISSON NON HOMOGEN

TASLIM

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul Tesis : Kekonsistenan Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Berbentuk Perkalian Fungsi Periodik dengan Tren Kuadratik pada Proses Poisson Non Homogen

Nama : Taslim NIM : G551090061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc. Ir. Retno Budiarti, M.S. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Matematika Terapan

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2010 ini adalah Kekonsistenan Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Berbentuk Perkalian Fungsi Periodik dengan Tren Kuadratik pada Proses Poisson Non Homogen

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc. dan Ir. Retno Budiarti, M.S. selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan, serta Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. selaku penguji dan selaku ketua Program Studi Matematika Terapan yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa. Kemudian kepada ibu, istri dan anak serta seluruh keluarga yang memberikan motivasi, semangat, do’a dan kasih sayang, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pulau Panggung pada tanggal 5 Desember 1979 dari ayah (Alm) Abdul Aziz Sa’ban dan ibu Nurhayani. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Bengkulu. Penulis memilih Jurusan Pendidikan Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan selesai pada tahun 2002. Tahun 2002 penulis menjadi staf pengajar di MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau. Pada tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang ... 3

2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran ... 4

2.3 Momen dan Nilai Harapan ... 5

2.4 Kekonvergenan ... 6

2.5 Penduga Tak Bias dan Penduga Konsisten ... 8

2.6 Beberapa Definisi dan Lema Teknis ... 9

2.7 Proses Poisson Periodik ... 12

2.8 Pendugaan Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik ... 15

BAB III PERUMUSAN PENDUGA DAN KEKONSISTENANYA 3.1 Perumusan Penduga bagi c( )s ... 17

3.2 Kekonsistenan dari ˆc n K, , ( )s ... 19

BAB IV LAJU KEKONSISTENAN LEMAH DAN KEKONSISTENAN KUAT PENDUGA 4.1 Laju Kekonsistenan Lemah Penduga ... 27

4.2 Kekonsistenan Kuat Penduga ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terdapat banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijelaskan dengan suatu proses stokastik. Proses stokastik merupakan model yang berkaitan dengan suatu aturan-aturan peluang. Proses stokastik mempunyai peranan penting dalam berbagai bidang pada kehidupan sehari-hari seperti untuk memodelkan proses kedatangan para pelanggan pada suatu pusat layanan seperti supermarket, kedatangan dan antrian nasabah di suatu bank, dan lain sebagainya.

Proses stokastik dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu diskret dan proses stokastik dengan waktu kontinu. Salah satu bentuk dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson periodik. Proses Poisson periodik adalah suatu proses Poisson dengan fungsi intensitas berupa fungsi periodik.

Proses kedatangan para pelanggan pada suatu pusat layanan seperti supermarket, kedatangan dan antrian nasabah di suatu bank dan lain-lain dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Pada proses kedatangan pelanggan tersebut, fungsi intensitas λ(s) menyatakan laju kedatangan pelanggan pada waktu s. Namun, jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat mengikuti suatu fungsi tren terhadap waktu, maka model yang sesuai untuk kasus ini adalah proses Poisson periodik dengan suatu tren. Pada penelitian ini dikaji suatu kasus khusus, yaitu jika trennya berupa fungsi kuadrat. Model fungsi intensitas yang dikaji adalah fungsi periodik dikalikan dengan tren kuadratik.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya telah dikaji pendugaan fungsi intensitas proses Poisson periodik tanpa tren dan fungsi intensitas yang berupa fungsi periodik ditambah dengan tren linear atau tren berupa fungsi pangkat. Kajian yang belum dilakukan adalah pendugaan fungsi intensitas berbentuk perkalian fungsi periodik dengan suatu tren kuadratik. Pada penelitian ini dibahas


(14)

kekonsistenan lemah dan kuat penduga komponen periodik fungsi intensitas berbentuk perkalian fungsi periodik dengan tren kuadratik pada proses Poisson non homogen.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

i. Mengkaji pembentukan penduga kernel bagi komponen periodik fungsi intensitas berbentuk perkalian fungsi periodik dengan tren kuadratik pada proses Poisson non homogen.

ii. Membuktikan kekonsistenan lemah bagi penduga yang dikaji. iii. Menentukan laju kekonsistenan lemah bagi penduga yang dikaji.

iv. Membuktikan kekonvergenan lengkap dan kekonsistenan kuat bagi penduga yang dikaji.


(15)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Definisi 2.1 (Ruang contoh dan kejadian)

Suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama, yang hasilnya tidak bisa diprediksi secara tepat tetapi kita bisa mengetahui semua kemungkinan hasil yang muncul disebut percobaan acak. Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan acak disebut ruang contoh dan dinotasikan dengan Suatu kejadian A adalah himpunan bagian dari ruang contoh.

(Ross, 2007) Definisi 2.2 (Medan- )

Medan -  adalah suatu himpunan yang anggotanya adalah himpunan bagian ruang contoh yang memenuhi syarat – syarat berikut : 1. Ø.

2. Jika A maka Ac.

3. Jika A1, A2, maka i1Ai

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) Jadi, suatu himpunan  disebut Medan -  ( field ) jika ∅ adalah anggota , tertutup terhadap operasi union tak hingga, dan tertutup terhadap operasi komplemen.

Definisi 2.3 (Ukuran peluang)

Suatu ukuran peluang  pada (Ω,) adalah suatu fungsi : → [0,1] yang memenuhi syarat – syarat berikut:

1. (∅) = 0 dan (Ω) = 1


(16)

2. Jika A1, A2…..∈ adalah himpunan – himpunan yang saling lepas, yaitu

Ai Aj = ∅ untuk setiap pasangan i, j dengan i≠ j, maka :

1 1

( )

i i

i i

A A

 

 

 

   .

(Grimmett dan Stirzaker, 1992)

Definisi 2.4 (Kejadian saling bebas)

Kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika: ( A B) ( ) ( ).AB Secara umum himpunan kejadian

A ii; I

dikatakan saling bebas jika :

( )

i i

i j i j

A A

 

 

 

  untuk setiap himpunan bagian J dari I.

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran

Definisi 2.5 (Peubah acak)

Peubah acak X adalah fungsi X:  dengan

:X( ) x

untuk setiap x.

(Grimmett dan Stirzaker,1992) Definisi 2.6 (Fungsi sebaran)

Fungsi sebaran dari suatu Peubah acak X adalah fungsi FX :

 

0,1 , yang didefinisikan oleh FX( )x  (Xx).

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) Definisi 2.7 (Peubah acak diskret)

Peubah acak X dikatakan diskret jika semua himpunan nilai { ,x x1 2,...} dari peubah acak tersebut merupakan himpunan tercacah.

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) Definisi 2.8 (Fungsi kerapatan peluang)

Fungsi kerapatan peluang dari suatu peubah acak diskret X adalah fungsi

: [0,1]

X

p  dengan pX( )x  (Xx).


(17)

5

2.3 Momen dan Nilai Harapan Definisi 2.9 (Momen)

Jika X adalah peubah acak diskret, maka momen ke - m dari X didefinisikan sebagai m im X( )i

i

X x p x

 

  jika jumlahnya konvergen, dimana xi , untuk i = 1, 2, … , menyatakan semua kumpulan nilai X, denganpX( )xi 0. Jika jumlahnya

divergen, maka momen ke - m dari peubah X dikatakan tidak ada.

(Taylor dan Karlin, 1984) Momen pertama dari peubah acak X, yaitu untuk m = 1 disebut nilai harapan dari

X dan dinotasikan dengan [ ]X atau µ.

Definisi 2.10 (Momen pusat)

Momen pusat ke –m dari peubah acak X didefinisikan sebagai momen ke –m dari peubah acak

X  [ ]X

.

(Taylor dan Karlin, 1984) Momen pusat pertama adalah nol. Ragam dari peubah acak X adalah momen pusat kedua dari peubah acak tersebut dan dinotasikan sebagai

2

( ) [ ]

Var X   X   X.

Lema 1

Jika X adalah peubah acak diskret dengan ragam yang berhingga, maka untuk sebarang konstanta c dan d, berlaku Var(cX + d) = c2Var(X).

(Casella dan Berger, 1990) Bukti :

Dari definisi A.10 kita dapat menuliskan bahwa

( )

Var cXd  ((cXd) (cXd))2 2 ((cX d) c( ( )X d))

     

2 ( (c X ( )))X

   

2 2

( (c X ( )) )X

   

2 2

(( ( )) )

c X X

   

2 ( )

c Var X

.


(18)

Definisi 2.11 (Kovarian)

Misalkan X dan Y adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula X dan Y masing – masing menyatakan nilai harapan dari X dan Y. Kovarian dari X dan Y

didefinisikan sebagai Cov X Y( , ) ((X X)(YY)).

(Casella dan Berger, 1990) Lema 2

Misalkan X dan Y adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula c dan d adalah dua buah konstanta sebarang, maka Var(cX + dY) = c2Var(X) + d2Var(Y) + 2cdCov(X,Y). Jika X dan Y peubah acak saling bebas, maka Var(cX + dY) =

c2Var(X) + d2Var(Y).

(Casella dan Berger, 1990) Bukti :

 

2

Var cXdY   cXdY   cXdY

 

2

( )

cX dY c X d Y

 

      

 

 

2

c X X d Y Y

 

      

 

2

 

2

 

 

2 2

2

c X X d Y Y cd X X Y Y

 

           

 

 

 

 

2 2

2

c Var X d Var Y cdX X Y Y

       

 

 

2 2 2 ,

c Var X d Var Y cdCov X Y

   .

Jadi Lema 2 terbukti. 2.4 Kekonvergenan

Definisi 2.12 (Kekonvergenan barisan bilangan nyata) Barisan { }an disebut

mempunyai limit L dan ditulis : lim n

na = L atau anL jika n→ ∞, apabila untuk

setiap ε > 0 terdapat sebuah bilangan M sedemikian rupa sehingga jika n > M

makaan  L .. Jika lim n

na = L ada, maka dikatakan barisan tersebut

konvergen. Jika tidak, maka barisan tersebut divergen.


(19)

7

Lema 3 (Deret-p) Deret

1

1

p n n

(disebut juga deret-p) konvergen jika p > 1, dan divergen jika p≤ 1.

(Steawart, 1999) Definisi 2.13 (Konvergen dalam peluang)

Misalkan X1,X2,…X adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Barisan peubah acak Xn dikatakan konvergen dalam peluang ke X, dinotasikan

p n

X X, jika untuk setiap ε > 0, berlaku lim

n

0

n XX   .

(Serfling, 1980) Definisi 2.14 (Konvergen dalam rataan ke – r)

Misalkan X1,X2,…X adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Barisan peubah acak Xn dikatakan konvergen dalam rataan ke-r ke peubah acak X, dengan r ≥ 1, ditulis XnrX untuk n , jika  Xn r   untuk semua n

dan 

XnX r

0 untuk n .

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) Definisi 2.15 (Konvergen hampir pasti)

Misalkan X1,X2,…X adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Barisan peubah acak Xn dikatakan konvergen hampir pasti ke peubah acak X, ditulis as

n

X X, untuk n , jika untuk setiap ε > 0,

lim n 1 .

n X X

    Dengan kata lain konvergen hampir pasti adalah konvergen dengan peluang satu.


(20)

Definisi 2.16 (Konvergen lengkap)

Misalkan X1,X2,…Xn adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Barisan peubah acak Xn dikatakan konvergen lengkap ke peubah acak X, jika untuk setiap  0, berlaku

1 n

n

X X

     

 .

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) Definisi 2.17 (Konvergen dalam sebaran)

Misalkan X1,X2,…X adalah peubah acak dalam ruang peluang (Ω, , P). Barisan peubah acak Xn dikatakan konvergen dalam sebaran ke peubah acak X,

ditulis Xn dX, jika P(Xnx) → P(Xx) untuk n , untuk semua titik x

dimana fungsi sebaran FX(x) adalah kontinu.

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) 2.5 Penduga Tak Bias dan Penduga Konsisten

Definisi 2.18 (Statistik)

Statistik merupakan suatu fungsi dari satu atau lebih peubah acak yang tidak tergantung pada parameter (yang tidak diketahui).

(Hogg et al, 2005) Definisi 2.19 (Penduga)

Misalkan X1, X2,…, Xn adalah contoh acak. Suatu statistik U = U(X1, X2,…, Xn) =

U(X) yang digunakan untuk menduga fungsi parameter g(θ) disebut penduga bagi

g(θ) . Nilai amatan U(X1, X2,…, Xn) dari U dengan nilai amatan X1 = x1, X2 = x2, … Xn = xn disebut sebagai dugaan bagi g(θ).

(Hogg et al, 2005) Definisi 2.20 (Penduga tak – bias)

U(X) disebut penduga tak bias bagi g(θ), bila [ ( )]U Xg( ) . Bila [ ( )]U X g( ) b( )

   , maka b(θ) disebut bias dari penduga U(X). Bila

lim [ ( )] ( )

nU Xg  maka U(X) disebut sebagai penduga tak bias asimtotik bagi

g(θ).


(21)

9

Definisi 2.21 (Penduga konsisten)

(i) Suatu statistik U(X1, X2,…, Xn) yang konvergen dalam peluang ke parameter

g(θ), yaitu ( 1, 2,..., ) p ( )

n

U X X X g  , untuk n , disebut penduga

konsisten bagi g(θ).

(ii) Jika ( 1, 2,..., ) as ( )

n

U X X X g  untuk n , maka U(X1, X2,…, Xn)

disebut penduga konsisten kuat bagi g(θ). (iii) Jika ( 1, 2,..., ) r ( )

n

U X X X g  untuk n , maka U(X1, X2,…, Xn)

disebut penduga konsisten dalam rataan ke-r bagi g(θ).

(Grimmett dan Stirzaker, 1992) Definisi 2.22 (Mean square error)

Mean Square Error (MSE) dari penduga ˆn untuk parameter θ adalah fungsi dari

θ yang didefinisikan oleh E( ˆn )2.

(Casella dan Berger, 1990)

Dengan kata lain MSE adalah nilai harapan kuadrat dari selisih antara penduga ˆn

dan parameter θ. Sehingga diperoleh

2 2

ˆ ˆ ˆ

( n ) ( ) (n ( n ))

E   Var   E  

Var( ) (ˆnBias( ))ˆn 2.

2.6 Beberapa Definisi dan Lema Teknis Definisi 2.23 (O(.) dan o(.))

Simbol O(.) dan o(.) adalah cara untuk membandingkan besarnya dua fungsi u(x) dan v(x) dengan x menuju suatu limit L.

(i) Notasi u(x) = O(v(x)), xL, menyatakan bahwa ( ) ( )

u x

v x terbatas, untuk xL.

(ii) Notasi u(x) = o(v(x)), xL, menyatakan bahwa ( ) ( )

u x

v x → 0 , untuk xL.


(22)

Definisi 2.24 (Momen kedua terbatas)

Peubah acak X disebut mempunyai momen kedua terbatas jika E(X2) terbatas. (Helms, 1996) Definisi 2.25 (Fungsi indikator)

Fungsi indikator dari suatu himpunan A, sering ditulis IA(x), didefinisikan sebagai 1,

{ }

0,

jika x A

I x A

selainnya

 

 



(Casella dan Berger, 1990) Lema 4 (Ketaksamaan Markov)

Jika X adalah peubah acak, maka untuk suatu t > 0, (X t) [X ]. t

  

(Ghahramani, 2005) Lema 5 (Ketaksamaan Chebyshev)

Jika X adalah peubah acak dengan nilai harapan dan ragam terbatas σ2 maka 2

2 (X t)

t

 

    untuk setiap t≥ 0.

(Ghahramani, 2005) Bukti :

Karena

X 

2 0, dengan ketaksamaan Markov

 

2

2

2 2

2 2

( )

(X ) t X

t t

  

     .

Oleh karena

X 

2 t2 adalah eqivalen X   t, maka Lema 5 terbukti. Lema 6 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz)

Jika X dan Y adalah peubah acak dengan momen kedua terbatas, maka

2 2 2

( [ XY])  [ ]X E Y[ ] dan akan sama dengan jika dan hanya jika P(X = 0) atau P(Y = aX) = 1 untuk suatu konstanta a.


(23)

11

Bukti

Untuk semua bilangan real a, (XaY)2 0.

Oleh karena itu untuk semua nilai dari a, 2 2 2

2 0

XXYa a Y  .

Karena peubah acak nonnegatif, maka nilai harapannya juga nonnegatif, yaitu (X22XYaa Y2 2)0

( 2) 2 ( ) 2 ( 2) 0

X XY a a Y

     

Dengan menuliskan dalam persamaan polinomial derajat 2, maka a2(Y2) 2 (  XY a)  (X2)0.

Misalkan A (Y2), B  2 (XY), dan C (X2). Perhatikan bahwa polinomial berderajat 2 yang memiliki paling banyak sebuah akar real, maka dikriminannya tak positif. Sehingga

2 4 0

BAC

4

(XY)

2 4 (X2) (Y2)0

(XY)

2  (X2) (Y2). Jadi, Lema 6 terbukti.

Lema 7 (Lema Borel-Contelli)

(i) Misalkan {An} adalah sebarang kejadian, jika 1

{ }n n

P A

  

 , maka P(An terjadi sebanyak tak hingga kali) = 0.

(ii) Misalkan {An} adalah sebarang kejadian yang saling bebas. Jika

1 { }n

n

A

   

 , maka (An terjadi sebanyak tak hingga kali) = 1.

(Durret, 1996) Lema 8 (Teorema Fubini)

Jika f≥ 0 atau  f d maka ( , ) ( ) ( )2 1 ( , ) ( ) ( )1 2

X Y XxY Y X

f x ydydxfd f x ydxdy

     .


(24)

Definisi 2.26 (Terintegralkan lokal)

Fungsi intensitas  disebut terintegralkan lokal, jika untuk sebarang himpunan Borel terbatas B kita peroleh ( ) ( ) .

B

B s ds

   

(Dudley, 1989) Definisi 2.27 (Titik Lebesgue)

Suatu titik s disebut titik Lebesgue dari suatu fungsi , jika

0 1

lim ( ) ( ) 0

2

h

hhhu s  s du .

(Wheeden dan Zygmund, 1977) 2.7 Proses Poisson Periodik

Definisi 2.28 (Proses stokastik)

Proses stokastik X = { X(t) , tT } adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh  ke suatu state S.

(Ross, 2007) Dengan demikian X(t) adalah suatu peubah acak, dengan t adalah elemen dari T

yang sering diinterpretasikan sebagai satuan waktu (walaupun tidak harus merupakan waktu). X(t) dapat dibaca sebagai state (keadaan) dari suatu proses pada waktu t. Dalam hal ini, suatu ruang state S dapat berupa himpunan bilangan real atau himpunan bagiannya.

Definisi 2.29 (Proses stokastik dengan waktu kontinu)

Suatu proses stokastik { X(t) , tT } disebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika T merupakan suatu interval.

(Ross, 2007) Definisi 2.30 (Inkremen bebas)

Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu { X(t) , tT } disebut memiliki inkremen bebas jika untuk semua t0 < t1 < t2 < ... < tn , peubah acak X(t1) –

X(t0), X(t2) – X(t1), X(t3) – X(t2) , ... , X(tn) – X(tn–1) , adalah saling bebas.


(25)

13

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X disebut memiliki inkremen bebas jika proses berubahnya nilai pada interval waktu yang tidak saling tumpang tindih (tidak overlap) adalah saling bebas.

Definisi 2.31 (Inkremen stasioner)

Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu { X(t) , tT } disebut memiliki inkremen stasioner jika X(t + s) – X(t) memiliki sebaran yang sama untuk semua nilai t.

(Ross, 2007) Dapat dikatakan bahwa suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X akan mempunyai inkremen stasioner jika sebaran dari perubahan nilai pada sembarang interval hanya tergantung pada panjang interval tersebut dan tidak tergantung pada lokasi dimana interval tersebut terletak. Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson. Pada proses Poisson, kecuali dinyatakan secara khusus, dianggap bahwa himpunan indeks T adalah interval bilangan real tak negatif, yaitu interval [0,).

Definisi 2.32 (Proses pencacahan)

Suatu proses stokastik { N(t), t > 0 } disebut proses pencacahan jika N(t) menyatakan banyaknya kejadian yang telah terjadi sampai waktu t.

Dari definisi tersebut, maka proses pencacahan N(t) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(i). N(t)  0 untuk setiap t [0,). (ii). Nilai N(t) adalah integer.

(iii). Jika s < t maka N(s) N(t), s, t [0,).

(iv). Untuk s < t, maka N(t) - N(s) sama dengan banyaknya kejadian yang terjadi pada interval (s,t].

(Ross, 2007) Definisi 2.33 (Proses Poisson)

Suatu proses pencacahan { N(t), t  0 } disebut proses Poisson dengan laju  ,


(26)

(i). N(0) = 0

(ii). Proses tersebut mempunyai inkremen bebas.

(iii). Banyaknya kejadian pada sembarang interval waktu dengan panjang t, memiliki sebaran Poisson dengan nilai harapan t. Jadi

( )

( ( ) ( ) ) ; 0,1, 2,... !

t k

e t

P N t s N s k k

k

     (Ross, 2007) Dari syarat (iii) dapat dilihat bahwa proses Poisson memiliki inkremen stasioner. Dari syarat ini juga dapat diketahui bahwa ( ( ))N t t. Proses Poisson dengan laju  yang merupakan konstanta untuk semua waktu t disebut proses Poisson homogen. Jika laju  bukan konstanta, tetapi merupakan fungsi dari waktu, (t), maka disebut proses Poisson tak homogen. Untuk kasus ini, (t) disebut fungsi intensitas dari proses Poisson tersebut. Fungsi intensitas (t) harus memenuhi syarat (t)≥ 0 untuk semua t.

Definisi 2.34 (Intensitas lokal)

Intensitas lokal dari suatu proses Poisson tak homogen N dengan fungsi intensitas

 pada titik s adalah (s), yaitu nilai fungsi  di s.

(Cressie, 1993) Definisi 2.35 (Fungsi intensitas global)

Misalkan N([0,n]) adalah proses Poisson pada interval [0,n]. Fungsi intensitas global  dari proses Poisson ini didefinisikan sebagai:

([0, ]) lim

n

N n

n



 

jika limit di atas ada.

(Cressie, 1993) Definisi 2.36 (Fungsi periodik)

Suatu fungsi  disebut periodik jika (s + k) = (s) untuk semua sdan

k, dengan adalah himpunan bilangan bulat. Konstanta terkecil  yang

memenuhi persamaan di atas disebut periode dari fungsi intensitas tersebut. (Browder, 1996)


(27)

15

Definisi 2.37 (Proses Poisson periodik)

Proses Poisson periodik adalah suatu proses Poisson yang fungsi intensitasnya adalah fungsi periodik.

(Mangku, 2001) 2.8 Pendugaan Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik

Fungsi intensitas suatu proses Poisson merupakan laju proses Poisson tersebut. Fungsi intensitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi intensitas lokal (yang lebih sering hanya disebut fungsi intensitas) dan fungsi intensitas global. Fungsi intensitas lokal menyatakan laju proses Poisson di titik tertentu, sedangkan fungsi intensitas global menyatakan rata-rata laju suatu proses Poisson pada suatu interval dengan panjang menuju tak hingga.

Pendekatan yang dipakai pada pendugaan fungsi intensitas lokal suatu proses Poisson di titik s ialah dengan menaksir rata-rata banyaknya kejadian proses Poisson tersebut pada interval waktu di sekitar titik s. Secara matematis, misalkan { }hn adalah barisan bilangan real positif dengan sifat hn 0dan N[0,t]

menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi pada interval [0,t], maka intensitas lokal di titik s dapat dihampiri dengan 1 ([ , ]).

2hn N s h snhn

Sedangkan pendekatan yang dipakai pada pendugaan fungsi intensitas global suatu proses Poisson adalah dengan menaksir rata-rata banyaknya kejadian proses Poisson tersebut pada interval waktu [0,n]. Secara matematis, intensitas global dapat dihampiri dengan 1N([0, ]).n

n

Penduga fungsi intensitas suatu proses Poisson periodik dapat dibedakan berdasarkan periodenya, yaitu proses Poisson dengan periode yang diketahui dan periode yang tidak diketahui. Untuk periode yang tidak diketahui, kekonsistenan penduga tipe kernel dari fungsi intensitas proses Poisson periodik (tanpa tren) telah dibuktikan pada Helmers et al. (2003). Adapun untuk periode yang diketahui, kekonvergenan lemah dan kuat penduga tipe kernel dari fungsi intensitas suatu proses Poisson periodik telah dibuktikan pada Mangku (2006).

Penduga fungsi intensitas suatu proses Poisson periodik berkembang dengan menyertakan suatu komponen tren. Kekonsistenan penduga tipe kernel dari fungsi


(28)

intensitas proses Poisson periodik ditambah suatu tren linear telah dibuktikan pada Helmers dan Mangku (2009). Selain itu, pendugaan fungsi intensitas suatu proses Poisson periodik yang menyertakan suatu komponen tren berbentuk fungsi pangkat telah dilakukan pula kajiannya. Kekonsistenan penduga komponen periodik fungsi intensitas berbentuk penjumlahan fungsi periodik dengan tren fungsi pangkat menggunakan fungsi kernel seragam telah dikaji pada Rahayu (2008). Kemudian kekonsistenan penduga komponen periodik tipe kernel dari fungsi intensitas berbentuk fungsi periodik ditambah tren fungsi pangkat juga dikaji pada Rachmawati (2010). Selanjutnya kekonsistenan lemah dan kuat dari penduga tipe kernel fungsi intensitas berbentuk perkalian fungsi periodik dengan tren linear pada proses Poisson telah dibuktikan pada Mangku (2011).


(29)

17

BAB III

PERUMUSAN PENDUGA DAN KEKONSISTENANNYA

3.1 Perumusan Penduga bagi c( )s

Misalkan N adalah proses Poisson nonhomogen pada interval [0, ) dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi ini diasumsikan terintegralkan lokal dan merupakan hasil kali dari dua komponen, yaitu hasil kali suatu komponen periodik (siklik) dengan periode > 0 dengan suatu komponen tren yang berbentuk fungsi kuadratik. Dengan kata lain untuk setiap titik s [0, )kita dapat menuliskan fungsi intensitas  sebagai berikut

* 2

( )s ( c( ))s as

  

dimana *( )

c s

 adalah suatu fungsi periodik dengan periode dan a adalah koefisien dari tren kuadratik. Karena a(c* ( ))s juga fungsi periodik dengan periode , maka secara umum fungsi intensitas  dapat ditulis sebagai berikut

2 ( )s ( ( ))c s s

   (3.1) dimana ( ) *( )

c s a c s

   . Karena c adalah fungsi periodik maka persamaan

( ) ( )

c s k c s

    (3.2)

berlaku untuk setiap s [0, )dan kdengan  adalah himpunan bilangan bulat.

Misalkan bahwa untuk suatu , hanya terdapat realisasi tunggal ( )

N  dari proses Poisson N yang terdefinisi pada ruang peluang ( , , P) dengan fungsi intensitas  seperti pada (3.1) yang diamati pada interval terbatas [0, n]. Diasumsikan juga bahwa s adalah titik Lebesgue dari , sehingga berlaku:

0 1

lim ( ) ( ) 0

2

h h

hh  s xs dx .

Syarat cukup agar s merupakan titik Lebesgue dari  adalah fungsi  kontinu di s.

Misalkan K:[0, ) merupakan fungsi yang bernilai real, dinamakan fungsi kernel, yang memenuhi sifat-sifat berikut (Helmers et al., 2003) :

(K1) K adalah fungsi kepekatan peluang


(30)

(K2) K terbatas

(K3) K memiliki daerah definisi pada [-1,1].

Misalkan juga { }hn merupakan barisan bilangan real positif yang konvergen

ke 0, yaitu 0

n

h  (3.3)

untuk n . Berdasarkan persamaan (3.1), untuk menduga ( )s pada titik [0, )

s  , cukup diduga c( )s pada titik s[0, ) . Dengan notasi di atas, dapat disusun penduga bagi c pada titik s[0, ) sebagai berikut

, , 2 0

0

1 ( )

ˆ ( ) ( ).

( )

n c n K

k n n

x s k

s K N dx

n h s k h

              

  (3.4)

Ide dibalik penyusunan persamaan (3.4) mengikuti proses penyusunan penduga tipe kernel yang telah dikerjakan pada Mangku (2011). Penyusunan penduga tipe kernel ˆc n K, , ( )s dari c( )s adalah sebagai berikut. Karena hanya ada sebuah realisasi dari proses Poisson N yang tersedia, harus menggabungkan informasi tentang nilai dari c( )s yang belum diketahui dari tempat yang berbeda pada interval [0,n]. Berdasarkan (3.2), untuk Nn  { :k sk[0, ]}n dimana  menyatakan banyaknya elemen, dapat ditulis

0 1

( ) ( ) { [0, ]}

c c

k n

s s k s k n

N

    

      . (3.5)

Dari persamaan (3.1) dan (3.2), untuk setiap titik s dan k maka

2 ( ) ( ) ( ) ( ) c c s k

s s k

s k          

 . (3.6)

Dengan menyubstitusikan (3.6) ke (3.5) diperoleh 2

0

1 ( )

( ) { [0, ]}

( )

c

k n

s k

s s k n

N s k

            

 . (3.7)

Nilai fungsi ( s k ) di titik s dapat didekati dengan nilai rata-rata nilai fungsi  pada interval [sk h sn, khn]. Maka ruas kanan (3.7) dapat didekati sebagai berikut

2

1 1 1

( ) ( ) ( [0, ])

( ) 2

n n

s k h

c s k h

k

n n

s x x n dx

N s k h

               


(31)

19

2

0

1 1

([ , ] [0, ])

2 ( ) n n

k n n

N s k h s k h n

N h s k  

       

 . (3.8)

Dengan mengganti N s k([   h s kn,   hn] [0, ]) n dengan padanan stokastiknya yaitu ([N s k  h s kn,   hn] [0, ]) n maka (3.8) dapat ditulis

2 0

1 1

( ) ([ , ] [0, ])

2 ( )

c n n

k n n

s N s k h s k h n

N h s k

              2 0 1

([ , ] [0, ])

2 ( ) n n

k n

N s k h s k h n

n h s k

      

 . (3.9)

Diasumsikan bahwa hn konvergen ke 0 dan s adalah titik Lebesgue dari ,

yang secara otomatis s juga merupakan titik Lebesgue dari c. Sehingga dari (3.9)

dapat disimpulkan bahwa

, 2

0

1

ˆ ( ) ([ , ] [0, ]),

2 ( )

c n n n

k n

s N s k h s k h n

n h s k

             

 (3.10)

adalah suatu penduga bagi c( )s . Setiap data diberi bobot yang sama dalam menentukan rata-rata banyak kejadian pada interval [skh sn, k hn]. Kalau menggunakan fungsi, maka bobotnya sesuai dengan fungsi yang dipilih. Sehingga ˆc n, ( )s dapat ditulis sebagai berikut

, 2 0 [ 1,1]

0

1 1

ˆ ( ) ([ , ]) ( )

( ) 2

n

c n n n

k n

s s k h s k h N dx

n h s k

       

        . (3.11)

Dengan mengganti fungsi 1 [ 1,1]

2 pada persamaan (3.11) dengan kernel umum K yang memenuhi (K1), (K2) dan (K3), maka diperoleh penduga ˆc n K, , ( )s seperti yang telah diberikan pada (3.4), yaitu

, , 2 0

0

1 ( )

ˆ ( ) ( )

( )

n c n K

k n n

x s k

s K N dx

n h s k h

                 .

3.2 Kekonsistenan dari ˆc n K, , ( )s

Teorema 3.1 ( Kekonsistenan ˆc n K, , ( )s )

Misalkan fungsi intensitas  memenuhi (3.1) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K memenuhi sifat (K1), (K2), (K3), hn0 dan 2

n

n h  


(32)

, ,

ˆ ( ) p ( ) c n K s c s

  (3.12)

untuk n , asalkan s adalah titik Lebesque dari c. Dengan kata lain, , ,

ˆ ( )

c n K s

 adalah penduga konsisten bagi c. Di samping itu, Mean Square Error

(MSE) dari ˆc n K, , ( )s konvergen ke 0, untuk n , yaitu

, , ˆ

( c n K( )) 0

MSEs  , (3.13) untuk n .

Bukti :

Untuk membuktikan Teorema 3.1 diperlukan ketakbiasan asimtotik dan kekonvergenan ragam dari penduga, sehingga diperlukan Lema 3.1 (Ketakbiasan asimtotik) dan Lema 3.2 (Kekonvergenan ragam).

Lema 3.1 ( Ketakbiasan asimtotik )

Misalkan fungsi intensitas  pada persamaan (3.1) adalah terintegralkan lokal. Jika kernel K memenuhi sifat (K1),(K2),(K3), dan hn 0, maka

, ,

ˆ ( ) ( )

c n K s c s

 

  , (3.14) untuk n , dengan syarat s adalah titik Lebesgue dari c. Dengan kata lain,

, , ˆ ( )

c n K s

 adalah penduga tak bias asimtotik bagi c( )s . Bukti :

Membuktikan (3.14) sama dengan memperlihatkan bahwa , ,

ˆ

lim c n K( ) c( )

n s  s . (3.15)

Untuk memperlihatkan persamaan (3.15) dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut. Berdasarkan (3.4) maka nilai harapan dari ˆc n K, , ( )s adalah

, , 2 0

0

1 ( )

ˆ ( ) ( )

( )

n c n K

k n n

x s k

s K N dx

n h s k h

                    

 2 0 0

1 ( )

( )

( )

n

k n n

x s k

K N dx

n h s k h

           

2 0

1 ( )

( ) ( [0, ])( )

( )

k n n

x s k

K x x n dx

n h s k h

            


(33)

21

Dengan mengganti peubah, misalkan y  x (s k), dydx, maka ruas kanan persamaan (3.16) dapat ditulis

2 0

1

( ) ( [0, ])( )

( )

k n n

y

K y s k y s k n dy

n h s k h

             

 . (3.17)

Dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2), maka (3.17) dapat ditulis menjadi

2 2

0 1

( )( ) ( [0, ])( )

( ) c

k n n

y

K y s y s k y s k n dy

n h s k h

              

 2 2 0 ( )

( ) ( [0, ])

( )

c

k

n n

y y s k

K y s y s k n dy

nh h s k

               

 . (3.18)

Pada Helmers dan Mangku (2009) telah diketahui bahwa 2

2 0

( )

( [0, ]) (1)

( )

k

y s k n

y s k n O

s k           

 , (3.19) jika n . Dengan menyubstitusikan persamaan (3.19) ke ruas kanan (3.18)

diperoleh

, ,

ˆ ( ) ( ) (1)

c n K c

n n

y n

s K y s O dy

nh h            

( (c ) c( ) c( )) (1)

n n

y n

K y s s s O dy

nh h             

(1) ( (c ) c( ))

n n

n y

O K y s s dy

nh h          

c( )) (1) .

n n

s n y

O K dy

nh h       

 

   (3.20)

Karena kernel K memenuhi kondisi (K.2) maka

o n y K K h     

  , Ko adalah konstanta.

Sehingga suku pertama dari ruas kanan persamaan (3.20) dapat ditulis (1) n ( ( ) ( ))

n h c c h n n n y

O K y s s dy

nh h             

(1) n ( ( ) ( ))

n

h

o c c

h n

n

O K y s s dy

nh         


(34)

2 1

(1) ( ) ( ) .

2 n n h o c c h n K n

O y s s dy

n h         



(3.21)

Karena s adalah titik Lebesque dari c maka ruas kanan (3.21) adalah o(1), untuk

n . Karena K juga memenuhi kondisi (K.1) dan dengan penggantian peubah, misalkan ,

n y z h  , n dy dz h

 maka suku kedua ruas kanan persamaan (3.20) dapat ditulis

( )

(1) ( )

c s n

O K z dz

n        

 1 ( )

c s O

n

  

  

  ( ) (1),

c s o

  (3.22) jika n. Dari (3.21) dan (3.22) maka ruas kanan persamaan (3.18) dapat ditulis

(1) c( ) (1)

os o

  

( ) (1),

c s o

  (3.23) untuk n . Dari persamaan (3.23) maka persamaan (3.16) dapat ditulis

, ,

ˆ ( ) ( ) (1),

c n K s c s o

 

  

untuk n . Sehingga diperoleh persamaan (3.15). Dengan demikian Lema 3.1 terbukti.

Lema 3.2 ( Kekonvergenan ragam )

Misalkan fungsi intensitas  memenuhi (3.1) dan terintegralkan lokal. Jika kernel

K memenuhi sifat (K1), (K2), (K3), hn 0 dan 2

n

n h   untuk n , c

terbatas di sekitar s maka , ,

ˆ

( c n K( )) 0

Vars  , (3.24) untuk n .

Bukti :

Ragam dari (ˆc n k, , ( ))s dapat dihitung sebagai berikut 2

, , 2 2 0

0

1 ( )

ˆ

( ( )) ( )

( )

n c n k

k n n

x s k

Var s Var K N dx

n h s k h

                  


(35)

23

Untuk n yang cukup besar, maka interval [skh sn, k hn] dan [sjh sn,  j hn] untuk kj tidak saling tumpang tindih (tidak overlap).

Sehingga ( ) ( )

n

x s k

K N dx

h

   

 

  dan

( )

( )

n

x s j

K N dx

h

   

 

  adalah bebas untuk

kj. Pada Ghahramani (2005), jika X X1, 2,...,Xn adalah peubah acak yang bebas serta a a1, 2,...,an adalah barisan bilangan real, maka

2

1 1

( )

n n

i i i i

i i

Var a X a Var X

 

 

 

karenanya ruas kanan dari persamaan (3.25) dapat dihitung sebagai berikut 2

2

2 2 2 2 0

0

1 ( )

( ( )) (( ) )

n k

n n

x s k

K Var N dx

n h s k h

           

. (3.26) Karena N adalah peubah acak Poisson, maka Var N( ) N sehingga (3.26) dapat ditulis

2

2

2 2 4 0

1 ( )

( )

( )

n k

n n

x s k

K N dx

n h s k h

            

2 2

2 2 4

0

1 ( )

( ) ( [0, ])

( )

k

n n

x s k

K x x n dx

n h s k h

            

. (3.27)

Dengan mengganti peubah, misalkan : y  x (s k), dydx, maka persamaan (3.27) dapat ditulis

2

2

2 2 4

0 1

( ) ( [0, ])

( )

k

n n

y

K y s k y s k n dy

n h s k h

             

. (3.28)

Dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2), maka (3.28) dapat ditulis menjadi

2

2 2

2 2 4

0 1

( )( ) ( [0, ])

( ) c

k

n n

y

K y s y s k y s k n dy

n h s k h

              

 2 2 2

2 2 4

0

( )

( ) ( [0, ])

( )

c

k

n n

y y s k

K y s y s k n dy

n h h s k

                  

 . (3.29)

Pada Helmers dan Mangku (2009) telah diketahui bahwa 2

2 0

1

( [0, ]) (1)

6

k

x s k n o

k            (3.30)


(36)

jika n . Dengan menggunakan (3.30) maka diperoleh

2 2

4 2

0

( )

( [0, ]) (1)

( ) 6

k

x s k

x s k n o

s k              

 , (3.31) jika n , dengan  adalah konstanta. Dengan menyubstitusikan persamaan (3.31) ke (3.29) diperoleh

2 2

2

2 2 ( ) 2 (1)

6

c

n n

y

K y s o dy

n h h

                

 (3.32)

Karena c terbatas di sekitar s maka c(y s) 0, 0 adalah konstanta, sehingga (3.32) dapat ditulis

2 2

2

2 2 ( ) 2 (1)

6

c

n n

y

K y s o dy

n h h

                  2 2 2 0

2 2 2 (1)

6

n n

y

K o dy

n h h

            

 . (3.33)

Dengan mengganti peubah, misalkan :

n y z h  , n dy dz h

 , maka (3.33) dapat ditulis

2 2

2 0

2 ( ) 2 (1)

6

K z o dz

n h            

 (3.34)

Karena K memenuhi kondisi (K.3) maka (3.34) dapat ditulis

2 2

1 2 0

1

2 ( ) 2 (1) .

6

K z o dz

n h              2 1 2 0 1 2 2 1 ( ) . 6 n

K z dz o

n h n h

 

 

  (3.35) Akhirnya diperoleh

2

1 2 0

, , 2 1 2

1

ˆ

( ( )) ( )

6

c n K

n n

Var s K z dz o

n h n h

 

   

 . (3.36) Berdasarkan asumsi pada Lema 3.2, bahwa 2

n

n h  , untuk n  maka ruas kanan pada pertidaksamaan (3.36) konvergen ke nol, sehingga diperoleh

, , ˆ

( c n K( )) 0

Vars


(37)

25

Bukti Teorema 3.1 ( Kekonsistenan ˆc n K, , ( )s )

Untuk membuktikan (3.12), berdasarkan Definisi 2.13 (Konvergen dalam peluang) akan diperlihatkan bahwa untuk  0,

ˆc n K, , ( )sc( )s

0,

    (3.37)

untuk n .

Sebelumnya, diuraikan dahulu 

ˆc n K, , ( )s c( )s 

dari (3.37), yaitu

ˆc n K, , ( )sc( )s

ˆc n K, , ( )s ˆc n K, , ( )s

 

ˆc n K, , ( )s ˆc( )s

.

          

(3.38) Berdasarkan ketaksamaan segitiga, diperoleh

, , , , , , , ,

ˆ ( ) ( ) ˆ ( ) ˆ ( ) ˆ ( ) ( )

c n K s c s c n K s c n K s c n K s c s

         (3.39) sehingga ruas kanan persamaan (3.38) menjadi

ˆc n K, , ( )s ˆc n K, , ( )s ˆc n K, , ( )sc( )s

       

ˆc n K, , ( )s ˆc n K, , ( )s  ˆc n K, , ( )sc( )s

        . (3.40)

Berdasarkan Lema 3.1, yaitu , ,

ˆ ( ) ( )

c n K s c s

 

 

untuk n . menurut Definisi 2.12 (Kekonvergenan barisan bilangan nyata) maka untuk   0, ada N agar untuk  n N,

, ,

ˆ ( ) ( )

2

c n K s c s

 

   . (3.41) Berdasarkan (3.41), diperoleh bahwa ruas kanan persamaan (3.40) menjadi

, , , , , , , ,

ˆ ( ) ˆ ( ) ˆ ( ) ˆ ( )

2 2

c n K s c n K s c n K s c n K s

 

    

   

          

   . (3.42)

Sehingga dari persamaan (3.38) dan (3.42) diperoleh bahwa

ˆ, , ( ) ( )

ˆ, , ( ) ˆ, , ( )

2

c n K s c s c n K s c n K s

     

       

 .

Jadi untuk membuktikan (3.37) cukup ditunjukkan

, , , ,

ˆ ( ) ˆ ( ) 0

2 c n K s c n K s

 

 

  

  ,


(38)

, ,

, , , , 2

ˆ

4 ( ( ))

ˆ ( ) ˆ ( )

2

c n K c n K c n K

Var s

s s  

 

 

  

  .

Jadi tinggal dibuktikan bahwa

, , 2

ˆ

4 ( ( )) 0

c n K

Vars

  . (3.43)

Berdasarkan Lema 3.2 , maka (3.43) terbukti.

Kemudian syarat cukup agar ˆ, , ( ) p ( )

c n K s c s

  adalah mean square error

penduga konvergen ke nol, sehingga akan dibuktikan (3.13). Berdasarkan definisi

(mean square error), berarti cukup dibuktikan bahwa

2

, , , ,

ˆ ˆ

[Bias(c n K( )]sVar((c n K( ))s 0 (3.44) untuk n . Diketahui bahwa

, , , ,

ˆ ˆ

( c n K( )) c n K( ) c( )

Biass   s  s .

Berdasarkan Lema 3.1 maka Bias(ˆc n K, , ( ))s 0 sehingga [Bias(ˆc n K, , ( ))]s 20, jika n . Kemudian berdasarkan Lema 3.2 diperoleh Var((ˆc n K, , ( ))s 0, jika

n . Jadi (3.44) terbukti dengan demikian Teorema 3.1 terbukti.

Pada uraian di atas telah dibuktikan ketakbiasan asimtotik, kekonvergenan ragam dan kekonvergenan mean square error dari penduga yang diperoleh. Dengan demikian penduga yang diperoleh terbukti sebagai penduga yang konsisten dalam hal ini disebut konsisten lemah.


(39)

27

BAB IV

LAJU KEKONSISTENAN LEMAH DAN KEKONSISTENAN KUAT PENDUGA

4.1 Laju Kekonsistenan Lemah Penduga

Pada Teorema 3.2 telah dibuktikan bahwa penduga bagi c( )s adalah konsisten. Suatu penduga yang konsisten umumnya mempunyai laju tertentu. Pada Teorema 4.1 berikut ini akan dibuktikan laju kekonsistenan penduga bagi

( )

c s

 .

Teorema 4.1 (Laju kekonsistenan ˆc n K, , ( )s )

Misalkan fungsi intensitas  memenuhi (3.1) dan terintegralkan lokal. Jika kernel

K adalah simetrik dan memenuhi sifat (K1), (K2), (K3), hnn untuk 0  2, 2

n

nh  dan c memiliki turunan keduac berhingga pada s maka untuk semua   min 2 ,1

2  

 

 berlaku

, , ˆ

( ( ) ( )) p 0

c n K c

n  s  s  , (4.1) untuk n . Dengan kata lain ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten bagi

( )

c s

dengan laju 1

n .

Bukti :

Untuk membuktikan Teorema 4.1 diperlukan aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan dan aproksimasi asimtotik bagi ragam, sehingga diperlukan Lema 4.1 (Aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan) dan Lema 4.2 (Aproksimasi asimtotik bagi ragam).

Lema 4.1 (Aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan)

Misalkan fungsi intensitas  memenuhi (3.1) dan terintegralkan lokal. Jika kernel

K adalah simetrik dan memenuhi sifat (K1), (K2), (K3), hn0, c memiliki

turunan keduac berhingga pada s dan

2

n

nh   maka


(40)

 

ˆc n K, , s

= 2 1 2

 

 

2

1 ( ) ( )

2

c

c n n

s

sh x K x dx o h



 , (4.2) untuk n .

Bukti :

Berdasarkan (3.18) pada Lema 3.1 (ketakbiasan asimtotik), maka nilai harapan dari ˆc n K, ,

 

s dapat ditulis sebagai berikut

 

2

, , 2

( )

ˆ

( c n K( )) c 0, .

k

n n

y y s k

s K y s y s k n dy

nh h s k

                     

 (4.3) Dengan menggantikan peubah dan memperhatikan persamaan (3.19), maka

persamaan (4.3) dapat ditulis menjadi

, ,

ˆ

( c n K( ))s K x( ) c xhn s n O(1) dx n           

 (4.4)

Karena c mempunyai turunan kedua yang bernilai berhingga di sekitar s dan c terbatas di sekitar s, maka dengan menggunakan deret Taylor, diperoleh

2 2

2

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

2!

n

c n c c n c n

x h

xh s s s xh s h

      (4.5) untuk n . Berdasarkan persamaan (4.5) maka persamaan (4.4) dapat ditulis menjadi

2 2

2 , ,

ˆ

( ( )) ( )( ( ) ( ) ( ) ( )) (1) .

2!

n

c n K c c n c n

x h n

s K x s s xh s h O dx

n                  

 (4.6) Karena fungsi kernel K memenuhi (K.3) maka persamaan (4.6) dapat dituliskan menjadi

 

2 2 1

2

, , 1

ˆ

( ( )) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 1

2!

n

c n K c c n c n

x h n

s K x s s xh s h O dx

n                      

1 1 1 1 ( ) ( ) ( ) ( )

c s K x dx c s hn xK x dx

 

  

2 1 2 2

1

( ) 1

( ) ( )

2

c

n n

s

h x K x dx o h O

n            


(1)

37

Mangku IW. 2011. Estimating the intensity obtained as the product of a periodic function with the linear trend of a non-homogenous Poisson process. Accepted by Far East Journal of Mathematical Sciences. Vol.51, No:2, halaman 141-150.

Rachmawati RN. 2010. Sebaran Asimtotik Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Fungsi Pangkat. Departemen Matematika IPB. Tesis. Bogor.

Rahayu M. 2008. Kekonsistenan Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Fungsi Pangkat. Departemen Matematika IPB. Skripsi. Bogor.

Ross SM. 2007. Stochastic Processes. Second Edition. John Wiley & Sons. New York.

Serflling RJ. 1980. Approximation Theorems of Mathematical Statistics. New York: John Wiley & Sons.

Stewart J. 1999. Kalkulus. Jilid 2. Ed. Ke-4. Penerbit Erlangga. Jakarta

Taylor HM, Karlin S. 1984. An Introduction to Stochastic Modelling. Acedemic Press Inc. Orlando, Florida.

Wheeden RL. and Zygmund A. 1977. Measure and Integral: An Introduction to Real Analysis. New York: Marcel Dekker, Inc.


(2)

38


(3)

(4)

RINGKASAN

TASLIM. Kekonsistenan Penduga Komponen Periodik Fungsi Intensitas Berbentuk Perkalian Fungsi Periodik dengan Tren Kuadratik pada Proses Poisson Non Homogen. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI.

Proses stokastik mempunyai peranan penting dalam berbagai bidang pada kehidupan sehari-hari seperti untuk memodelkan proses kedatangan para pelanggan pada suatu pusat layanan seperti supermarket, kedatangan dan antrian nasabah di suatu bank, dan lain sebagainya.Proses stokastik dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu diskret dan proses stokastik dengan waktu kontinu. Salah satu bentuk dari proses stokastik dengan waktu kontinu adalah proses Poisson periodik. Proses Poisson periodik adalah suatu proses Poisson dengan fungsi intensitas berupa fungsi periodik.

Proses kedatangan para pelanggan pada suatu pusat layanan seperti supermarket, kedatangan dan antrian nasabah di suatu bank dan lain-lain dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Pada proses kedatangan pelanggan tersebut, fungsi intensitas λ(s) menyatakan laju kedatangan pelanggan pada waktu s. Namun, jika laju kedatangan pelanggan tersebut meningkat mengikuti suatu fungsi tren terhadap waktu, maka model yang sesuai untuk kasus ini adalah proses Poisson periodik dengan suatu tren. Pada penelitian ini dikaji suatu kasus khusus, yaitu jika trennya berupa fungsi kuadrat. Model fungsi intensitas yang dikaji adalah fungsi periodik dikalikan dengan tren kuadratik. Pada penelitian ini dibahas kekonsistenan penduga komponen periodik fungsi intensitas berbentuk fungsi periodik kali tren kuadratik pada proses Poisson non homogen.

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menduga fungsi intensitas proses Poisson periodik dikalikan tren kuadratik adalah metode nonparametrik tipe kernel umum (Helmers et al., 2003). Sebagai alur dari penelitian ini, pertama merumuskan penduga. Kemudian membuktikan penduga adalah penduga konsisten lemah dan Mean Square Error (MSE) konvergen ke nol. untuk membuktikan kekonsistenan lemah diperlukan pembuktian lema ketakbiasan asimtotik dan kekonvergenan ragam. Selanjutnya menentukan laju kekonsistenan penduga, untuk menentukan laju kekonsistenan diperlukan pembuktian aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan dan aproksimasi asimtotik bagi ragam. Terakhir, membuktikan kekonvergenan lengkap penduga yang berimplikasi penduga adalah penduga kekonsistenan kuat.

Misalkan N adalah proses Poisson nonhomogen pada interval [0, ) dengan fungsi intensitas λ yang tidak diketahui. Fungsi ini diasumsikan terintegralkan lokal dan merupakan hasil kali dari dua komponen, yaitu hasil kali suatu komponen periodik (siklik) dengan periode > 0 dengan suatu komponen tren yang berbentuk fungsi kuadratik. Dengan kata lain untuk setiap titik s [0, )kita dapat menuliskan fungsi intensitas sebagai berikut

* 2


(5)

dimana c*( )s adalah suatu fungsi periodik dengan periode dan a adalah koefisien dari tren kuadratik. Karena a( c* ( ))s juga fungsi periodik dengan periode , maka secara umum fungsi intensitas dapat ditulis sebagai berikut

2

( )s ( ( ))c s s (1)

dimana *

( ) ( )

c s a c s . Karena c adalah fungsi periodik maka persamaan

( ) ( )

c s k c s (2) berlaku untuk setiap s [0, )dan k dengan  adalah himpunan bilangan bulat.

Misalkan bahwa untuk suatu , hanya terdapat realisasi tunggal N( )dari proses Poisson N yang terdefinisi pada ruang peluang ( ,, P) dengan fungsi

intensitas seperti pada (1) yang diamati pada interval terbatas [0, n]. Berdasarkan persamaan (1), untuk menduga ( )s pada titik s [0, ), cukup diduga c( )s pada titik s [0, ).

Penduga tipe kernel dari c( )s pada s [0, ) dirumuskan sebagai berikut:

, , 2 0

1 ( )

ˆ ( ) ( ).

( )

n c n K

k

n n

x s k

s K N dx

n h s k h

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, dengan suatu syarat tertentu, diperoleh hasil sebagai berikut :

(i) Penduga ˆc n K, , ( )s adalah penduga tak bias asimtotik bagi c( )s dan ragam dari ˆc n K, , ( )s konvergen menuju nol, sehingga ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten bagi c( )s dan MSEc n K, , ( ))s 0 jika n .

(ii) Aproksimasi asimtotik bagi nilai harapan

ˆc n K, , s =

1

2 2 2

1

( ) ( )

2 c

c n n

s

s h x K x dx o h .

(iii) Aproksimasi asimtotik bagi ragam 2

1 2

, , 2 1 2

1 ˆ

6 c c n K

n n

s

Var s K x dx

n h n h .

(iv) Untuk setiap min 2 ,1

2 , n ˆc n K, , ( )s c( )s konvergen dalam peluang menuju nol jika n , yaitu ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten bagi c( )s dengan laju

1

n .

(v) Penduga ˆc n K, , ( )s konvergen lengkap ke c( )s untuk n , yang juga berimplikasi ˆc n K, , ( )s merupakan penduga konsisten kuat bagi c( )s .


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pulau Panggung pada tanggal 5 Desember 1979 dari ayah (Alm) Abdul Aziz Sa’ban dan ibu Nurhayani. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Bengkulu. Penulis memilih Jurusan Pendidikan Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan selesai pada tahun 2002. Tahun 2002 penulis menjadi staf pengajar di MA Negeri 1 (Model) Lubuklinggau. Pada tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.