Modifikasi Dan Uji Fungsional Penyiang Bermotor (Power Weeder) Tipe Pisau Cakar Untuk Tanaman Padi Sawah

(1)

MODIFIKASI DAN UJI FUNGSIONAL PENYIANG

BERMOTOR (POWER WEEDER) TIPE PISAU CAKAR

UNTUK TANAMAN PADI SAWAH.

Oleh :

BAYU PITHANTOMO

F14102128

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Bayu Pithantomo, F14102128. Modifikasi Dan Uji Fungsional Penyiang Bermotor (Power Weeder) Tipe Pisau Cakar Untuk Tanaman Padi Sawah. Di bawah bimbingan : Ir. Imam Hidayat, M.Eng. 2007.

RINGKASAN

Padi merupakan tanaman penghasil beras yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Salah satu permasalahan yang serius dalam budidaya tanaman padi adalah pada proses pertumbuhan. Tanaman padi banyak mendapat saingan dari tanaman pengganggu (gulma). Gulma atau tanaman pengganggu telah dikenal sejak manusia memulai usaha pertanian. Produksi padi yang diharapkan tinggi tiba-tiba tidak tercapai karena serangan gulma yang tidak ditanggulangi dengan baik. Gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal cahaya matahari, unsur hara dan air. Apabila satu saja dari ketiga unsur tersebut kurang maka yang lain tidak dapat digunakan secara efektif walaupun tersedia dalam jumlah besar. Gulma atau tumbuhan pengganggu yang tumbuh di antara tanaman padi merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya hasil, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Meningkatkan performa kerja alat penyiang gulma secara keseluruhan dengan memodifikasi enjin dan menambahkan pelampung. 2) Melakukan uji fungsional alat penyiang gulma berpenggerak motor bakar 2 langkah untuk tanaman padi sawah yang sudah dimodifikasi. 3) Meningkatkan kapasitas lapang dan meningkatkan tingkat keberhasilan penyiangan tanpa merusak tanaman padi tersebut.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lahan sawah Desa Situ Gede untuk uji fungsional. Penelitian berlangsung pada bulan Agustus 2006 sampai dengan November 2006.

Penyiang bermotor dirancang untuk menyiangi gulma pada tanaman padi dengan jarak tanam 20 cm sampai dengan 25 cm. Alat ini dapat digunakan pada penyiangan pertama, yaitu pada saat padi berumur empat minggu setelah penanaman dengan ketinggian padi sekitar 30 sampai 35 cm. Digunakan dua buah roda pencabut sehingga alat dapat seimbang dan dalam satu kali penyiangan dapat menyiangi dua alur sekaligus.

Modifikasi dilakukan dalam desain memiliki tujuan untuk memperbaiki hasil desain yang terdahulu sehingga diperoleh kinerja yang lebih baik. Pada alat penyiang gulma yang sudah ada, modifikasi masih dapat dilakukan untuk memberikan peningkatan kinerja, yaitu dengan penggantian enjin yang memiliki daya lebih besar untuk meningkatkan kapasitas lapang dan efisiensi lapang, serta penambahan pelampung.

Modifikasi yang dilakukan adalah menyediakan sumber tenaga (enjin) yang memiliki kapasitas tenaga yang cukup untuk menyediakan tenaga bagi operasi alat tetapi tidak memberikan beban tambahan bagi operator saat operasi dilahan, seperti tambahan berat berlebihan yang mempercepat tingkat kelelahan operator. Enjin yang digunakan dalam rancangan modifikasi ini adalah enjin 2 tak dengan merk Robin E086H kapasitas daya 3 HP / 6000 rpm, Enjin ini 2 kali lebih kuat dibandingkan enjin sebelumnya.


(3)

Secara fungsional, kaki belakang telah berfungsi dengan baik, kaki belakang mampu menopang beban berat dan menjadi titik tumpu kemudi. Akan tetapi, karena berat alat oleh penggunaan enjin, maka efeknya kaki belakang tersebut tenggelam lebih dalam dan menambah beban kerja operator. Rancangan kaki belakang alat yang terdahulu adalah pada ujungnya terdapat penampang kontak berbentuk seperti kaki bebek. Dengan menambah luasan bidang kontak tersebut, maka beban gaya persatuan luas akan semakin kecil, dengan demikian kedalaman tenggelamnya kaki belakang penopang tersebut dapat dikurangi. Seluncur yang digunakan terbuat terbuat dari papan particle board tebal 5 mm dengan ukuran 35 cm x 11 cm. Dengan bentuk profil datar tersebut, papan ini dipasang pada penampang kontak di ujung kaki belakang (skid). Seluncur jenis ini dipasang dengan menggunakan baut bajak sebanyak 4 buah.

Lahan Sawah yang disiangi memiliki tanaman padi dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan ketinggian air 4 cm. Umur tanam 25 hari dengan tinggi tanaman rata-rata 34 cm. Jenis gulma yang tumbuh pada lahan percobaan adalah dari golongan Grasses atau Gramineae (berbentuk rerumputan) dengan tinggi rata-rata 10 cm dan dari golongan golongan Sedges atau Cyperaceae (sebangsa rumput teki) dengan tinggi 14 cm.

Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 2125 rpm sebesar 0.03 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.009 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 30%. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 0.036 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.0125 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 34.72 %. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 3250 rpm sebesar 0.04 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.02 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 50 %. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang lebih bagus daripada yang terdahulu yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20%.

Tingkat keberhasilan penyiang yang diperoleh pada putaran enjin 2125 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 37.79% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 19.77%. Pada putaran enjin 2850 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 51.30% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 16.23%. Sedangkan untuk putaran enjin 3125 rpm. Jumlah gulma yang tercabut sebanyak 66.49% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 12.64%.

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa setelah dimodifikasi alat penyiang ini menunjukan performa kerja yang lebih baik dari yang sebelumnya.


(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

MODIFIKASI DAN UJI FUNGSIONAL PENYIANG BERMOTOR (POWER WEEDER) TIPE PISAU CAKAR UNTUK TANAMAN PADI

SAWAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Bayu Pithantomo

F14102128

Dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1984 Di Jogjakarta

Disetujui,

Bogor, 20 Februari 2007

Ir. Imam Hidayat, M.Eng Dosen Pembimbing Akademik


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Juni 1984, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Drs. Suharno dan Dra. Purwaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Jetisharjo 1 Jogjakarta pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 1999 penulis lulus dari SLTPN 6 Jogjakarta dan menamatkan pendidikan dari SMA Muhammadiyah 1 Jogjakarta pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima melalui jalur SPMB di Institut Pertanian Bogor, sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan memilih Sub Program Studi Teknik Mesin Budidaya Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), di Departemen Profesi pada tahun 2005 - 2006. Selain itu, pada tahun 2004 - 2006 penulis diamanahi sebagai Ketua Umum IKAMADITA-IPB.

Pada tahun 2005 penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Madu Baru, PG/PS Madukismo, Jogjakarta dengan topik ”Aspek Keteknikan Pertanian Dalam Proses Budidaya dan Pengolahan Tanaman Tebu”.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya milik Allah, yang telah memberikan kemampuan pada kita semua dalam melaksanakan setiap aktivitas kehidupan. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang kecintaan dan syafaatnya senantiasa kita harapkan. Sungguh setiap desahan nafas adalah amanah yang harus ditunaikan, setiap amal adalah bekal untuk kembali kepadaNya, setiap jengkal kehidupan hanya layak untuk dipersembahkan kepadaNya.

Setelah sekian banyak peluh tertumpah dan sekian waktu telah tercurah, akhirnya atas izin Allah penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini, yang berjudul Modifikasi dan Uji fungsional Penyiang Bermotor (Power Weeder) Tipe Pisau Cakar untuk Tanaman Padi Sawah. Tiada lain harapan selain agar tugas akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya serta menjadi pemicu bagi penulis khususnya untuk menjadi lebih baik lagi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu sejak penyiapan, pelaksanaan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Penghormatan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ir. Imam Hidayat, M.Eng selaku dosen pembimbing, atas bimbingan dan arahannya kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS. dan Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, MSi. Selaku dosen penguji tugas akhir.

3. Bapak dan Ibu tercinta, Drs. Suharno dan Dra. Purwaningsih, semua yang nanda punya tiada akan pernah cukup meski hanya untuk membalas belaian kalian.

4. Kakakku Arika Sari dan adikku tersayang Prakasita Rananida. Teriring doa dan harapan semoga Allah menjadikan kita anak-anak soleh dan solehah. 5. Pak Abas, Pak Wana dan Pak Parma atas bantuannya selama penelitian. 6. Ibu Ros dan Ibu Mar atas bantuannya selama penulis belajar di Departemen

Teknik Pertanian.

7. Keluarga besar Hadi Sucipto (Kokap) dan Untung Santoso (Tempel), atas berjuta kasih dan dukungan selama ini.


(7)

8. Om Wahyu dan Tante Wati serta adik–adikku tercinta ( Ira, Rendy dan Dimas) terima kasih atas tempat tinggal, kesabaran dan keceriaannya selama ini.

9. Bagon, Kicip, Buluz, Bazuki, Delly, Hamzah, Wien, Miaz, Bagdo, Agung, Rekan-rekan TEP 39, IKAMADITA dan JARIK. Sungguh indah ketika persahabatan kita tiada pernah terpisahkan ruang dan waktu. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik bagi kita semua.

10. Rini Rahmawati sebagai cahaya hidupku dan sumber inspirasi penulis, terima kasih atas doa, kasih sayang dan dukungannya.

11. Semua pihak yang luput dari ingatan. Jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah. Terima kasih.

Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat. Atas segala kekurangan yang ada di dalamnya penulis menyampaikan permohonan maaf sekaligus mengharap kritik dan saran demi perbaikan.

Bogor, Februari 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. BUDIDAYA TANAMAN PADI ... 4

1. Botani Tanaman Padi ... 4

2. Bercocok Tanam Padi di Indonesia ... 5

3. Gulma Tanaman Padi ... 6

4. Pengendalian Gulma ... 8

B. PENGEMBANGAN ALAT PENYIANG GULMA PADI... 9

C. HUBUNGAN TANAH, AIR DAN MESIN PERTANIAN ... 10

1. Kondisi Lapang ... 11

2. Kondisi Alat Pertanian ... 12

D. SUMBER TENAGA ... 12

1. Tenaga Manusia ... 13

2. Motor Bakar ... 13

E. SISTEM PENYALURAN DAYA (TRANSMISI) ... 14

III.METODE PENELITIAN ... 16

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 16

B. BAHAN DAN ALAT ... 16

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 17

1. Identifikasi Masalah ... 18

2. Analisis Perancangan ... 19


(9)

4. Pengujian ... 23

IV.ANALISIS TEKNIK ... 25

A. POROS UTAMA ... 25

B. POROS RODA ... 27

C. TORSI ENJIN ... 28

D. TORSI RODA PENYIANG ... 29

E. TORSI PENYIANGAN ... 29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. MODIFIKASI ALAT PENYIANG ... 31

B. UJI FUNGSIONAL ... 35

1. Kapasitas Lapang dan Efesiensi Lapang ... 35

2. Tingkat Keberhasilan Penyiangan ... 37

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. KESIMPULAN ... 40

B. SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Beberapa jenis gulma pada tanaman padi (Sudarmo, 1990) ... 7

Gambar 2. Single-row and double-row cono weeder (IRRI, 1985) ... 9

Gambar 3. Power weeder hasil pengembangan BBPMP (Triono, 2003) ... 10

Gambar 4. Roda gigi cacing. (Sularso dan K. Suga, 1997) ... 15

Gambar 5. Tahapan penelitian ... 17

Gambar 6. Posisi pelampung di kaki skid ... 23

Gambar 7. Penyiang bermotor sebelum di modifikasi ………... 30

Gambar 8. Penyiang bermotor sebelum di modifikasi ………... 30

Gambar 9. Penyiang bermotor setelah di modifikasi ………... 30

Gambar 10. Enjin yang baru .………... 32

Gambar 11. Enjin yang lama ……… 32

Gambar 12. Penempatan pelampung ………... 34

Gambar 13. Pengujian penyiang bermotor di lahan sawah ... 34

Gambar 14. Pengukuran jumlah gulma ... 36

Gambar 15. Jenis gulma yang tumbuh di lahan sawah ... 37

Gambar 16. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 2125 rpm ... 37

Gambar 17. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 2850 rpm ... 38

Gambar 18. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 3125 rpm ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan sifat antara padi golongan Indica dan Yaponica ... 4

Tabel 2. Fungsi komponen utama rancangan penyiang bermotor ... 19

Tabel 3. Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan, fc ... 25


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data tahanan penekanan dan kedalaman tanah

pada sudut 90° ... 44

Lampiran 2. Data hasil perhitungan gaya tekan alat dan perhitungan luasan pelampung ... 45

Lampiran 3. Data pengukuran kapasitas lapang ... 46

Lampiran 4. Data hasil pengukuran jumlah gulma ... 49

Lampiran 5. Penyiang bermotor ... 52


(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Padi merupakan tanaman penghasil beras yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Pada tahun 1970 konsumsi beras perkapita 70 kg per tahun dan naik menjadi 135 kg per tahun pada tahun 2003. Produksi padi nasional tahunan mencapai 52 juta ton dengan luas areal 11.5 juta hektar. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional pada tahun 2003, Indonesia mengimpor beras mencapai 2 juta ton dari Vietnam dan Thailand (Asmono, 2004).

Salah satu permasalahan yang serius dalam budidaya tanaman padi adalah pada proses pertumbuhan. Tanaman padi banyak mendapat saingan dari tanaman pengganggu (gulma). Gulma atau tanaman pengganggu telah dikenal sejak manusia memulai usaha pertanian. Produksi padi yang diharapkan tinggi tiba-tiba tidak tercapai karena serangan gulma yang tidak ditanggulangi dengan baik. Gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal cahaya matahari, unsur hara dan air. Apabila satu saja dari ketiga unsur tersebut kurang maka yang lain tidak dapat digunakan secara efektif walaupun tersedia dalam jumlah besar. Gulma atau tumbuhan pengganggu yang tumbuh di antara tanaman padi merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya hasil, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berdasarkan pengamatan Sudarmo (1990), gulma sering digunakan sebagai inang berbagai hama dan penyakit padi serta untuk persembunyian bagi tikus.

Menurut Sutidjo, D (1980), kerugian produksi pertanian yang diakibatkan oleh gangguan gulma sebesar 10% sampai 20%. Khusus pada tanaman padi sawah menurut pengujian yang dilakukan oleh IRRI, penurunan hasil panen padi akibat gangguan gulma sebesar 24% sampai 48% atau rata-rata sebesar 36%. Ampong-Nyarko dan De Datta (1991), menyatakan penurunan hasil akibat keberadaan gulma selama musim tanam diperkirakan sekitar 44% sampai 46%


(14)

Kegiatan pengendalian gulma pada tanaman padi pada umumnya dapat dilakukan dengan cara penggunaan herbisida atau dengan penyiangan secara manual dan mekanis. Namun penggunaan herbisida juga masih belum seratus persen efektif dan dapat memberikan dampak yang kurang baik terhadap lingkungan. Sedangkan penyiangan secara manual yaitu dengan cara mencabuti tumbuhan pengganggu menggunakan tangan atau secara mekanis dengan menggunakan landak merupakan cara pemberantasan yang umum, akan tetapi cara ini memerlukan curahan tenaga yang besar dan banyak memakan waktu. Di banyak daerah telah mengalami kesulitan mendapatkan tenaga kerja pertanian karena terjadinya pergeseran tenaga kerja ke sektor jasa dan industri. Disamping itu ada kecenderungan upah buruh tani yang terus meningkat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diperlukan pengembangan alat pertanian yaitu alat penyiang yang dapat mengurangi permasalahan tersebut. Dengan memperhatikan sifat agronomi tanaman padi, kemampuan fisik manusia dan sifat fisik tanah, perlu dikembangkan alat penyiang yang lebih efektif dan efisien.

Pada rancangan yang sebelumnya (Prabowo, 2005), telah dihasilkan alat penyiang bermotor dengan bagian utama yaitu : rangka utama, enjin, kemudi, skid (penyangga), reduction gear, roda penyiang dan pisau penyiang. Penyiang bermotor tersebut dapat digunakan untuk penyiangan pertama pada lahan sawah dengan jarak tanam 20 cm sampai dengan 25 cm. Mesin penggerak yang digunakan merupakan mesin pemotong rumput tipe gendong. Tetapi pada saat pengujian alat tidak optimal hal ini dapat diketahui dari efisiensi lapang yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20%. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang relatif rendah. Hal ini disebabkan daya motor kurang, roda penyiang sering terbenam karena alat terlalu berat dan tidak adanya pelampung yang bisa membuat alat meluncur di atas lumpur.

Dengan melihat kodisi di atas maka dengan berbasis pada modifikasi beberapa bagian diantaranya menganti engine, mengganti komponen alat, dan menambahkan pelampung, penelitian modifikasi dan uji


(15)

teknis alat penyiang gulma yang ada dapat dilaksanakan untuk dapat meningkatkan kinerja alat penyiang gulma ini.

B. TUJUAN

1. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan performa kerja alat penyiang gulma secara keseluruhan dengan memodifikasi enjin dan menambahkan pelampung.

2. Melakukan uji fungsional alat penyiang gulma berpenggerak motor bakar 2 langkah untuk tanaman padi sawah yang sudah dimodifikasi. 3. Meningkatkan kapasitas lapang dan meningkatkan tingkat keberhasilan


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BUDIDAYA TANAMAN PADI 1. Botani Tanaman Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk famili tumbuhan gramineae atau rumput-rumputan dengan batang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi memiliki sifat merumpun, yang dalam waktu singkat bibit padi yang ditanam hanya satu batang dapat membentuk rumpun sejumlah 20 sampai 30 anakan (Siregar, 1981).

Dari sekian banyak varietas, tanaman padi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu golongan Indica dan golongan Yaponica. Padi golongan Indica pada umumnya terdapat di negara-negara yang termasuk daerah tropis sedangkan padi golongan Yaponica pada umumnya terdapat di negara-negara di luar daerah tropis.

Padi yang ditanam di Indonesia banyak dari golongan Indica, walaupun ada beberapa yang menanam dari golongan Yaponica. Menurut Siregar (1981), kedua golongan padi tersebut memiliki perbedaan sifat seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan sifat antara padi golongan Indica dan Yaponica

No Sifat Indica Yaponica

1 Lingkaran batang kecil-sedang sedang-besar 2 Ukuran daun sempit lebar

3 Warna daun hijau muda hijau tua

4 Bentuk daun kelopak mendatar/sedikit melengkung

tegak/tegap/lurus menjulang 5 Ukuran butiran gabah kecil-sedang sedang-besar 6 Daya merumpun tinggi rendah

7 Ketahanan terhadap kerobohan

mudah sulit

8 Ketahanan terhadap kekurangan air


(17)

2. Bercocok Tanam Padi di Indonesia

Tumbuhan padi adalah tumbuhan yang membutuhkan banyak air (waterplant). Sebagai tanaman air bukan berarti bahwa tanaman padi hanya bisa tumbuh di atas tanah yang terus-menerus digenangi air. Tanaman padi dapat juga tumbuh di tanah kering asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman. Tanaman padi di Indonesia dibudidayakan pada lahan kering atau disebut padi ladang (Upland Varieties) dan di lahan basah atau lahan sawah (Lowland Varieties). Untuk tanaman padi di lahan basah kebutuhan akan air sangat penting yaitu untuk melunakan tanah sebagai media tumbuh, memudahkan dalam penyerapan unsur hara dan juga karena sifat tanaman itu sendiri yang merupakan tanaman air. Selain fungsi di atas penggenangan air dapat juga berfungsi membunuh beberapa jenis gulma (Siregar, 1981).

Kondisi tanah untuk tanaman padi sawah harus berlumpur. Untuk itu selain penggenangan air diperlukan juga pengolahan tanah. Pengolahan tanah yang ideal harus dilakukan dua kali, yaitu pembajakan dan penggaruan. Tujuan dari pembajakan adalah untuk membalikan tanah, sedangkan penggaruan untuk menghancurkan bongkahan tanah agar menjadi lebih halus dan siap ditanami (Siregar, 1981).

Pada proses penanaman padi, penancapan bibit padi ke dalam tanah yang terbaik adalah sedalam 2.5 cm dengan jarak tanam sekitar 20 cm sampai dengan 25 cm. Akan tetapi banyak petani yang menggunakan kedalaman 5 cm dengan tujuan mencegah robohnya tanaman padi setelah penanaman (Siregar, 1981).

Perkembangan akar tanaman padi mengarah ke bawah dan sedikit ke arah samping. Akar tumbuh di sekeliling pangkal batang yang selanjutnya menyebar ke semua arah. Panjang akar pada saat penanaman sekitar 4 cm sampai 5 cm dan belum menyebar, baru setelah satu minggu berikutnya akar mulai tumbuh menyebar. Pada saat penyiangan pertama yaitu padi berumur empat minggu penyebaran akar mencapai radius 6 cm sampai 7 cm, dan pada saat dewasa mencapai 10 cm sampai 15 cm. Letak susunan perakaran tidak terlalu dalam sekitar 20 cm sampai 30 cm dengan


(18)

arah penyebaran tidak terus ke dalam melainkan ke samping (Surowinoto, 1980).

Ketinggian padi pada saat penanaman sekitar 20 cm. Setelah berumur empat minggu (penyiangan pertama) ketinggian batang padi rata-rata sekitar 30 sampai 35 cm. Jumlah batang padi setelah berumur satu bulan bertambah kurang lebih mencapai 20 batang (Surowinoto, 1980).

3. Gulma Tanaman Padi

Banyak definisi yang telah diberikan untuk menjelaskan gulma. Apa yang dimaksud dengan gulma tergantung pada pandangan seseorang, seperti tersebut dibawah ini :

a. Menurut Sundaru (1976), gulma adalah setiap tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki, terutama di tempat mana manusia bermaksud mengusahakan tumbuhan lain.

b. Gulma adalah tumbuhan yang belum diketahui kegunaannya, tetapi dapat mengganggu kesejahteraan manusia, dengan demikian orang berusaha untuk memberantasnya (Soerjani, 1972).

c. Gulma merupakan tanaman yang keberadaannya tidak diinginkan dan perkembangannya dapat mengganggu bahkan dapat merugikan. Terjadi persaingan antara gulma dengan tanaman yang kita usahakan dalam mengambil zat-zat makanan, air dari dalam tanah dan penerimaan sinar matahari untuk fotosintesis. Pertumbuhan gulma dapat meningkat apabila tanah sawah tidak diolah dengan baik dan tidak digenangi air (Sudarmo, 1990).

Menurut Sudarmo (1990), tumbuhan pengganggu (gulma) pada tanaman padi sawah dibagi menjadi tiga golongan seperti yang terlihat pada Gambar 1 yaitu:

a. Grasses atau Gramineae (berbentuk rerumputan)

contoh: Echinochloa colonum, E. Crusgalli (L) Beauv, Leptochloa SP. b. Broadleaved weeds (berdaun lebar)

contoh: Sphenoclea zylanica, Monochoria vaginalis, Jussiaea Repens. c. Sedges atau Cyperaceae (sebangsa rumput teki)


(19)

Gambar 1. Beberapa jenis gulma pada tanaman padi (Sudarmo, 1990)

Gulma berbentuk rerumputan memiliki daun sempit, tumbuh tegak dan berakar serabut. Gulma berdaun lebar tumbuh secara horizontal dan berakar serabut. Untuk jenis rumput teki mempunyai bentuk daun segitiga dan memiliki umbi atau akar tinggal. Jenis ini sangat sulit diberantas, jika daunnya terpotong maka akan cepat tumbuh lagi. Kebanyakan jenis teki dan rumput akan tertekan pertumbuhannya bila digenangi air 5 sampai 10 cm. Beberapa gulma berdaun lebar tidak dapat diberantas dengan penggenangan (Sudarmo, 1990).

Gulma daun lebar yang umum dijumpai antara lain Monocharia vaginalis, Marsilea crenata, Salvinia molesta, dan Sphenochlea zeylanica. Dari golongan teki antara lain Cyperus difformis, Fimbrystilis miliacea, Scirpus juncoides, dan Cyperus haspan. Selain dari kedua golongan gulma tersebut, dapat ditemukan juga dari golongan rumput antara lain Paspalum distichum, Leptochloa chinensis, Echinochloa crusgalli, dan Echinochloa colona.


(20)

4. Pengendalian Gulma

Menurut Sudarmo (1990), pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan penggenangan air, penggunaan herbisida. penyiangan dengan tangan dan penyiangan dengan alat.

Penggenangan air menurut Sudarmo (1990), dapat menekan pertumbuhan jenis gulma tertentu. Penggenangan dapat diatur atau disesuaikan dengan stadia pertumbuhan tanaman.

Sudarmo (1990), menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil pengendalian yang tinggi dapat dilakukan beberapa modifikasi aplikasi herbisida, misalnya dengan memperhatikan kemungkinan efek dari pencampuran herbisida. Menggunakan bahan kimia biasanya untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan gulma. Cara ini banyak digunakan terutama pada daerah di mana tenaga kerja sangat terbatas. Tetapi penggunaan bahan kimia seringkali dihindari karena dapat mencemari lingkungan sekitar.

Penyiangan dengan tangan (hand weeding) caranya dengan mencabut gulma yang ada di sekeliling tanaman. Cara ini efektif terhadap gulma muda, gulma yang tumbuh di dalam rumpun dan di antara barisan tanaman padi, namun cara ini membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh IRRI, kapasitas penyiangan dengan tangan adalah 120 jam/ha/orang.

Penyiangan dengan alat biasanya menggunakan landak (jenis alat penyiang manual). Landak dilengkapi dengan roda silinder, jari pencabut dan pembenam rumput seperti terlihat pada Gambar 2. Landak mempunyai cara kerja digerakkan menggunakan tenaga dorong manusia. Gaya tersebut diteruskan melalui tangkai kemudi dan menuju ke silinder. Karena pengaruh gaya dorong landak akan bergerak maju dan silinder beputar karena adanya tahanan tanah. Bagian jari pencabut akan ikut berputar dan terjadi mekanisme pencabutan. Dengan adanya bagian pelampung pada bagian depan landak, maka landak tidak akan terbenam. Selain sebagai pencabut, bagian melengkung pada jari pencabut juga dapat sebagai pembenam rumput pada saat roda silinder berputar. Alat ini dapat bekerja


(21)

lebih cepat dan lebih nyaman dibanding dengan cara pencabutan gulma dengan menggunakan tangan. Kapasitas penyiangan dengan landak berdasarkan data yang dilaporkan oleh IRRI di dalam Prabowo (2005) adalah 70 jam/ha/orang.

Gambar 2. Single-row and double-row cono weeder (IRRI, 1985 dalam Prabowo, 2005)

B. PENGEMBANGAN ALAT PENYIANG GULMA PADI DI INDONESIA

Alat penyiang padi di Indonesia baik berupa alat sederhana sampai bermotor penggerak diantaranya adalah : Single-row rotary weeder (Kuningan), Single-row rotary weeder (Malang), Japanese rotary weeder, IRRI rotary weeder. Salah satu pengembangan alat penyiang bermotor di Indonesia, dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP). Dengan memperhatikan input parameter teknis yaitu : sifat tanaman padi, sifat fisik tanah, ergonomi dan antrophometri manusia juga telah dilakukan perhitungan dan pertimbangan teknis serta mengadopsi teknologi yang ada di Jepang maupun Philipina, maka dihasilkan alat penyiang seperti pada Gambar 3 (Triono, 2003).

Penyiang tanaman padi memiliki desain dan konstruksi roda pencabut banyak menggunakan bentuk hexagonal. Bentuk ini pertama kali dikenalkan oleh salah satu tenaga ahli IRRI, pada tahun 1986 yaitu Dr. Khan. Sepasang hexagonal rotavator dengan cakar sebanyak 6 buah digerakkan dengan motor bensin 2 tak (umumnya digunakan pada mesin potong rumput) telah dicoba untuk menyiang gulma, dengan hasil cukup memuaskan, namun ada


(22)

kelemahan yaitu getaran yang ditimbulkan motor penggerak cukup memberikan efek getaran (Triono, 2003). Sedangkan Prabowo 2005 mendisain alat penyiang gulma dengan sepasang oktagonal rotavator sebagai roda penyiangnya tetapi desain tersebut masih memiliki kelemahan yaitu tidak lancarnya putaran roda karena besarnya beban yang diterima oleh motor penggerak dan besarnya tahanan tanah terhadap roda penyiang.

Gambar 3. Power weeder hasil pengembangan BBPMP (Triono, 2003)

C. HUBUNGAN TANAH, AIR DAN MESIN PERTANIAN

Dapat diketahui bahwa selain sinar matahari dan udara, tanah dan air merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang memberikan berbagai unsur hara sebagai makanan tanaman. Menurut Setyati (1979), tanah merupakan bagian bumi dimana akar tanaman tumbuh dan tanah dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi kehidupan tanaman. Air berfungsi sebagai pelarut berbagai unsur hara agar mudah diserap oleh akar tanaman dan juga sebagai pengatur kelembaban dan respirasi.

Dalam penyempurnaan peralatan pertanian yang berkembang dari tradisional ke modern diperlukan penelitian, perhitungan, dan uji coba untuk menghasilkan peralatan yang lebih baik. Dalam hal perancangan suatu alat pertanian khususnya penyiang gulma, beberapa sifat fisik tanah harus


(23)

diperhatikan agar rancangan alat tersebut dapat berfungsi dengan baik sesuai yang diinginkan.

Daywin et al. (1983), mengemukakan bahwa penggunaan peralatan pertanian pada pengolahan tanah dipandang sebagai pemberian kerja mekanis terhadap tanah seperti halnya pemukulan, penyobekan, pembalikan, penghancuran, pemotongan terhadap tanah dan sebagainya. Besarnya reaksi atas kerja mekanis sangat ditentukan oleh sifat fisik-mekanis dari tanah, arah dan kecepatan pengoperasian alat yang digunakan. Dalam pengoperasian peralatan pertanian tidak akan lepas dari masalah hambatan tanah (draft) yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap unjuk kerja dari alat tersebut. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang mempengaruhi besarnya tahanan tanah, yaitu kondisi lapang tempat beroperasinya alat dan kondisi alat yang digunakan.

1. Kondisi Lapang

Kondisi lapang sangat dipengaruhi oleh jenis tanah, tekstur tanah, kadar air, dan vegetasi.

a. Jenis Tanah

Jenis tanah yang berbeda akan memberikan tahanan tanah yang berbeda pula bila tanpa memperhitungkan factor-faktor lainnya. Tahanan tanah mempunyai hubungan berbanding langsung dengan tenaga yang dibutuhkan alat untuk bekerja di atasnya. Semakin besar tahanan tanah maka semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan. b. Kadar Air Tanah

Kadar air tanah sangat mempengaruhi besarnya tahanan tanah. Dengan adanya perbedaan kadar air tanah, maka mengakibatkan perbedaan tahanan tanah karena kadar air tanah mempengaruhi faktor-faktor dinamis dari tanah seperti kohesi, adhesi, dan gesekan.

Kohesi adalah gesekan antar partikel dan tarik menarik antar partikel tanah. Adhesi adalah gesekan antara tanah dengan alat pertanian yang bersentuhan langsung. Gesekan yang dimaksud adalah gesekan antara alat dengan tanah jika tanah dikenai gaya atau kerja.


(24)

Partikel tanah akan cenderung untuk saling bersinggungan dari pada bersatu kembali (Baver, 1961).

c. Vegetasi

Menurut penelitian Baver (1961), pengaruh dari vegetasi terutama sisa-sisa dari tumbuhan sebelumnya dapat mengakibatkan terjadinya variasi tahanan tanah dan tenaga yang dibutuhkan dalam pengolahan tanah. Pengaruh tersebut juga dapat disebabkan oleh keadaan vegetasi di atas tanah yang dapat mempengaruhi sifat tanah.

2. Kondisi Alat Pertanian

Alat pertanian yang digunakan untuk mengolah tanah meliputi beberapa aspek yang meliputi bentuk alat, kecepatan operasi, ketajaman alat dan kedalaman operasi. Bentuk alat sangat mempengaruhi terhadap besarnya tahanan tanah, dengan kata lain luas permukaan bidang sentuh alat dengan tanah mempengaruhi terhadap besarnya tahanan tanah. Alat dengan bentuk meruncing cenderung mempunyai luas bidang sentuh yang kecil, sehingga semakin kecil bidang sentuh, maka semakin kecil pula tahanan yang diberikan oleh tanah terhadap bidang sentuh alat (Baver, 1961).

Kecepatan operasi sangat penting dalam mempengaruhi besarnya tenaga tarik dari alat. Bila seandainya kecepatan berubah dari 3 mil/jam menjadi 6 mil/jam, maka tenaga yang diperlukan bertambah dari 25% sampai 80%. Adanya perbedaan kedalaman dan lebar kerja mengakibatkan tahanan tanah yang berbeda. Semakin dalam dan semakin lebar, maka tahanan tanah akan semakin besar, karena semakin luas permukaan sentuh alat dengan tanah makin besar pula bidang singgung antara tanah dengan alat (Baver, 1961).

D. SUMBER TENAGA

Pada pengoperasian peralatan pertanian yang bersifat mekanis, khususnya yang berkaitan dengan budidaya pertanian lebih banyak digunakan tenaga manusia, ternak dan motor bakar (Daywin et al., 1983). Khusus untuk


(25)

alat penyiang, tenaga yang dibutuhkan hanyalah tenaga manusia dan motor bakar.

1. Tenaga Manusia

Kusen (1978), menjelaskan bahwa kemampuan seseorang untuk mengeluarkan tenaga mekanisnya tergantung dari lamanya melakukan kerja, usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, bagian anggota badan yang digunakan, kesehatan dan sebagainya. Besarnya berat beban maksimum yang diterima oleh dua buah tangan untuk mendorong beban sebesar 27.5 kg dan untuk menarik beban sebesar 42.5 kg.

Dalam waktu yang sangat singkat di bawah satu detik, seseorang dapat membangkitkan tenaga sebesar 4400 watt (6 hp) lebih. Pengeluaran tenaga mekanis untuk jenis pekerjaan harian berkisar antara 70 sampai 150 watt (0.1 sampai 0.2 hp) tergantung kondisi lingkungan tempat bekerja dan kondisi tubuh (Kusen, 1978).

Setiap orang memiliki tenaga dan kapasitas kerja yang berbeda-beda. Seperti untuk daerah kontrol optimum jangkauan tangan adalah pada ketinggian 90.25 cm sampai 123.3 cm dari permukaan tempat berpijak. Untuk jangkauan optimum ke arah depan pada jarak 26.6 cm sampai 53.2 cm di depan dada. Dan besarnya handle yang terbaik adalah ¾ inchi sampai 1 ½ inchi. Sedangkan untuk panjang pegangan kemudi sebaiknya lebih besar dari 3 ¾ inchi atau 94 mm (Kusen, 1978).

2. Motor Bakar

Motor bakar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu motor bakar eksternal dan motor bakar internal. Motor bakar eksternal adalah jenis motor dengan proses pembakarannya dilakukan di luar silinder dengan berbagai macam bahan bakar. Contoh dari motor bakar eksternal adalah motor uap. Untuk saat ini motor bakar yang digunakan adalah jenis motor bakar internal dimana motor bakar ini memiliki efisiensi lebih tinggi yaitu 15 hingga 30 persen, sedangkan motor bakar eksternal hanya 10 persen. Motor bakar internal lebih ringkas sehingga lebih mudah pemanfaatannya untuk tenaga penggerak pada peralatan pertanian dan kini motor bakar


(26)

internal telah dibuat dalam berbagai ukuran sesuai penggunaanya. Keuntungan penggunaan motor bakar internal di dalam bidang pertanian dibanding menggunakan tenaga lain yaitu mudah dioperasikan dimana saja dan tidak tergantung dengan energi lain seperti energi listrik di daerah pertanian tersebut. Pengoperasian jenis tenaga ini tidak memerlukan tenaga ahli khusus dan tidak dipengaruhi oleh iklim maupun cuaca (Daywin et al., 1983).

E. SISTEM PENYALURAN DAYA (TRANSMISI)

Penyaluran tenaga dari motor bakar dapat digunakan beberapa transmisi, diantaranya adalah dengan transmisi sabuk, rantai, dan roda gigi. Pada power weeder mekanisme penyaluran tenaga setelah poros utama yaitu menggunakan roda gigi. Jenis roda gigi yang digunakan adalah roda gigi cacing atau worm gear. Menurut Sularso dan K. Suga (1997), jenis roda gigi cacing sering dipakai karena dapat mengubah arah putaran dengan sudut yang diinginkan dan memiliki bentuk yang ringkas sehingga diaplikasikan pada peralatan sangat baik.

Seperti diperlihatkan pada Gambar 4, pasangan roda gigi cacing terdiri atas sebuah cacing yang mempunyai ulir luar dan sebuah roda cacing yang terkait dengan cacing. Ciri yang sangat menonjol pada roda gigi cacing adalah kerjanya yang halus dan hampir tanpa bunyi, serta memungkinkan perbandingan transmisi yang besar. Perbandingan reduksi dapat dibuat sampai 1:100. Namun pada umumnya arah transmisi tidak dapat dibalik untuk menaikan putaran dari roda cacing ke cacing. Hal semacam ini disebut mengunci sendiri, karena putaran yang terbalik dari roda cacing akan dihentikan oleh cacing (Sularso dan K. Suga, 1997).


(27)

(28)

III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lahan sawah desa Situ Gede untuk uji fungsional. Penelitian berlangsung pada bulan Agustus 2006 sampai dengan November 2006.

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Penelitan

Bahan yang digunakan untuk membuat alat penyiang bermotor terdiri dari :

a. Enjin 3 hp, 2 tak, 6000 rpm, digunakan sebagai sumber tenaga untuk memutar poros utama.

b. Reduction gear (worm gear), digunakan untuk mereduksi putaran poros utama dan mengubah arah putaran (90o).

c. Pipa besi Ø 20 mm, digunakan untuk membuat skid.

d. Besi pejal Ø 12 mm, digunakan untuk membuat poros utama. e. Besi pejal Ø 30 mm, digunakan untuk membuat poros roda. f. Plat besi tebal 2 mm, digunakan untuk membuat pisau penyiang. g. Plat besi tebal 5 mm digunakan untuk membuat dudukan enjin pada

rangka utama.

h. Elektroda las, digunakan untuk merangkai komponen-komponen secara permanen.

i. Baut dan mur, digunakan untuk merangkai komponen-komponen yang memiliki hubungan tidak permanen.

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk membuat prototipe penyiang bermotor terdiri dari :

a. Peralatan bengkel seperti, gurinda, bor listrik, las listrik, ragum dan kunci-kunci.


(29)

b. Gergaji besi. c. Mesin bubut. d. Penetrometer

e. Penggaris siku, meteran, jangka sorong. f. Alat tulis dan Gambar

g. Tachometer

C. TAHAPAN PENELITIAN

Gambar 5. Tahapan penelitian

Ya Tidak

Identifikasi Permasalahan

Analisis rancangan

Modifikasi

Uji Fungsi & Struktur, optimal ?

Finishing Mulai

Selesai Perbaikan Desain


(30)

1. Identifikasi Masalah

Penyiang bermotor dirancang untuk menyiangi gulma pada tanaman padi dengan jarak tanam 20 cm sampai dengan 25 cm. Alat ini dapat digunakan pada penyiangan pertama, yaitu pada saat padi berumur empat minggu setelah penanaman dengan ketinggian padi sekitar 30 sampai 35 cm. Digunakan dua buah roda pencabut sehingga alat dapat seimbang dan dalam satu kali penyiangan dapat menyiangi dua alur sekaligus. Kecepatan maju di lahan sawah direncanakan 2 km/jam, diasumsikan sama dengan kecepatan orang berjalan.

Penyiang bermotor ini telah mengalami pengujian secara teknis di lapangan, yang dilakukan oleh perancang terdahulu. Pengujian ini dilakukan secara langsung di lahan sawah dengan tujuan untuk memberikan Gambaran kinerja alat ketika dipakai di lahan langsung (Prabowo, 2005).

Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kendala teknis yang dihadapai oleh alat ini. Kendala tersebut meliputi kendala teknis pada sumber tenaga alat yang memberikan efek operasional alat. Penyiang bermotor yang dirancang oleh perancang terdahulu menggunakan enjin bertenaga 1.5 hp (horse power). Tenaga 1.5 hp yang dikeluarkan enjin yang dipakai terasa kurang memadai. Hal ini membuat operasi alat pada saat di lahan kurang baik karena pada saat pisau penyiang menyiangi pada kedalaman lebih dari 3 cm roda penyiang akan berhenti, sehinga alat perlu diangkat supaya roda penyiang kembali berputar.

Selain itu, pergerakan alat di lahan sawah juga menjadi perhatian dalam modifikasi ini karena pergerakan alat yang memberikan sebagian faktor kinerja alat saat operasi di lahan. Dengan beroperasinya alat di lahan, alat akan bergerak sesuai dengan rencana operasi. Ketika di lahan, alat dikendalikan oleh operator melalui kemudi. Dengan adanya beban tambahan karena komponen enjin di lahan, alat akan terpengaruh. Tambahan berat menjadi beban tersendiri bagi komponen kaki belakang alat. Kaki belakang ini menjadi tumpuan kemudi saat berbelok dan juga sebagai titik tumpu (fulcrum) untuk menyeimbangkan antara beban


(31)

gesekan tanah dengan roda pencakar serta beban berat enjin didepan kemudi. Dengan kondisi operasi seperti diatas, kaki belakang (skid) menerima beban yang lebih banyak, akibatnya dengan rancangan tapak kaki awal, kaki belakang tenggelam lebih dalam dan mengganggu gerakan maju alat. Tenggelamnya kaki belakang ini menambah beban kerja operator terhadap alat ini.

2. Analisis Perancangan

Analisis perancangan terdiri dari analisis fungsional, yaitu penentuan komponen-komponen yang dibutuhkan dalam pembuatan penyiang bermotor dan analisis struktural yaitu menentukan bentuk dari masing komponen yang sesuai dengan analisis teknik dari masing-masing komponen.

Penyiang bermotor terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu : a) rangka utama, b) batang kemudi, c) reduction gear, d) roda penyiang, e) pisau penyiang, f) skid, g) pelampung, h) enjin, i) sistem transmisi. Fungsi komponen utama rancangan penyiang bermotor disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Fungsi komponen utama rancangan penyiang bermotor

No Nama Bagian Fungsi

a Rangka utama Dirancang sebagai dudukan komponen-komponen seperti enjin, poros, reduction gear (worm gear), roda penyiang, skid, dan batang kemudi .

b Batang kemudi Dirancang sebagai pengendali pada saat alat bekerja dan meletakan tuas pengatur kecepatan enjin. Ketinggian dapat diatur sesuai posisi operator.

c Reduction Gear Menggunakan worm gear, dapat mengubah arah putaran (900) dan mereduksi putaran poros utama dengan perbandingan 20 : 1.

d Roda penyiang Dirancang dengan Ø 400 mm agar dapat digunakan untuk penyiangan pertama dengan


(32)

tinggi tanaman 30-35 cm dan dibentuk segi delapan agar mudah untuk meletakan pisau penyiang.

e Pisau Penyiang Dirancang dengan bentuk cakar agar dapat dihasilkan mekanisme pencabutan.

f Skid Dirancang untuk menopang alat dan sebagai dudukan pelampung.

g Pelampung Dirancang untuk memberikan daya apung agar alat dapat mempertahankan kedalaman kerja roda pencakar dan sebagai pembenam rumput.

h Enjin Menyediakan daya untuk memutar roda penyiang.

i Sistem Transmisi

Menggunakan sistem poros yang dihubungkan langsung ke reduction gear.

3. Modifikasi

Modifikasi dilakukan dalam desain memiliki tujuan untuk memperoleh hasil desain yang sudah ada memiliki perubahan kinerja yang lebih baik. Pada alat penyiang gulma yang sudah ada, modifikasi masih dapat dilakukan untuk memberikan peningkatan kinerja. Beberapa hal yang disarankan oleh pembuat alat terdahulu, berkaitan dengan penggantian enjin yang memiliki daya lebih besar untuk meningkatkan kapasitas lapang dan efisiensi lapang, perubahan dalam pemilihan bahan untuk membuat komponen-komponen utama sehingga alat penyiang menjadi lebih ringan dari yang telah ada dan penambahan pelampung.

Fokus modifikasi alat penyiang bermotor :

a. Penggantian enjin lama dengan enjin baru yang lebih kuat Enjin menjadi komponen pokok dalam operasi alat penyiang gulma ini. Enjin berperan penting dalam menyediakan tenaga penggerak untuk memutar roda pencakar dan juga menggerakkan mesin untuk terus maju. Enjin yang dipakai pada mesin terdahulu tidak mampu


(33)

menyupali tenaga sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada pengujiannya, mesin tidak mampu bergerak dan roda pencakar tidak berputar. Untuk bergerak maju, mesin harus dibantu oleh operator. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan desain awal mesin. Mesin ini dirancang untuk dapat bergerak secara semi-otomatis, mesin dapat menangani suplai tenaganya sendiri, tidak menggunakan tenaga dari manusia (operator), dan operator hanya berperan dalam pengendalian dan pengarahan saja.

Faktor penting yang memberi pengaruh pada enjin dalam operasi mesin ini adalah kondisi lahan. Lahan sawah lebih bersifat lumpur atau tanah liat, dimana tanah akan memberikan daya hambat terhadap roda penyiang sesuai dengan tingkat kedalaman. Semakin dalam suatu roda penyiang misalnya tenggelam maka akan semakin besar daya tahanannya. Selain itu, tanah dengan kondisi tersebut akan cenderung menempel pada implemen alat dan menambah berat total mesin. Alat penyiang bermotor yang sudah ada memiliki berat yang lumayan. Dengan kondisi mesin tersebut, maka dibutuhkan tenaga yang lebih besar daripada yang direncanakan dalam konsep rancangan. Hal ini perlu dipertimbangkan, karena dalam operasi di lahan, mesin tidak selalu akan beroperasi sesuai dengan yang direncanakan dalam konsep rancangan. Roda pencakar tidak selalu beroperasi pada kedalaman tanah tertentu, putaran roda pencakar tidak selalu konstan, suplai tenaga ke komponen traksi tidak selalu konstan dan kemungkinan berat total mesin bisa bertambah dengan adanya tanah sawah yang menempel semakin banyak.

Menyadari perlunya pemenuhan kebutuhan tenaga untuk operasi di lahan, penggantian enjin yang ada dengan enjin yang bisa menyediakan tenaga operasi yang lebih


(34)

besar menjadi salah satu fokus dalam modifikasi alat penyiang ini.

b. Penambahan Pelampung

Alat penyiang bermotor yang dirancang oleh Prabowo. (2005), menunjukkan fungsional kerja yang sudah sesuai dengan rancangan. Berhubung berat total mesin yang berat, pada operasi di lahan sawah pada saat pengujian, mesin tersebut cenderung untuk tenggelam lebih dalam, roda pencakar akan cenderung masuk lebih dalam dan enjin penggerak cenderung menerima beban yang semakin bertambah. Supaya mesin dapat terus bergerak maju, operator akan berusaha keras untuk mempertahankan supaya kedalaman kerja roda pencakar tetap dengan mencoba mengangkat bagian roda pencakar bertumpu pada skid. Hal ini merugikan operasi kerja alat penyiang bermotor tersebut.

Secara konsep, untuk mengubah kedalaman kerja roda pencakar dapat dilakukan dengan mengurangi berat total mesin. Akan tetapi, hal ini masih belum efektif, karena penggantian mesin baru akan menambah berat total mesin juga. Solusi yang lain adalah dengan menambahkan pelampung. Pelampung dirancang untuk menambah daya apung (floatation) mesin yang mengurangi kedalaman kerja hingga batas kedalaman tertentu.

Tingkat apung pelampung salah satunya ditentukan posisi penempatan pelampung. Posisi yang tepat akan memberikan daya apung mesin yang baik dan menambah keseimbangan kerja. Oleh kerena itu pelampung ditempatkan dikaki skid. Kelebihan pelampung ditempatkan dikaki skid yaitu tidak diperlukan penambahkan kaki khusus untuk pelampung, seperti yang ditunjukan pada Gambar 6. Pelampung ditempatkan di belakang selain


(35)

berfungsi memberi daya apung juga dapat berfungsi sebagai pembenam gulma.

Gambar 6. Posisi pelampung di kaki skid.

4. Pengujian

Pengujian dilakukan untuk menentukan kemampuan hasil desain yang telah dibuat. Hasil pengujian diharapkan dapat diperoleh hasil yang baik. Pengujian dilakukan di lahan sawah untuk mengetahui kinerja dari alat tersebut. Pada tahap pengujian yang perlu diukur adalah :

a. Kapasitas lapang

Kapasitas lapang ditentukan dengan mengukur waktu kerja, kecepatan maju rata-rata dan lebar kerja dari alat tersebut. Kapasitas lapang ada dua, yaitu kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif.

Kapasitas lapang teoritis dihitung berdasarkan rumus :

(

v Lp

)

KLT =0.36 × ... (1)

dimana : KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam), v = Kecepatan maju alat (m/detik). Lp = Lebar kerja (m).


(36)

Kapasitas lapang efektif dihitung berdasarkan rumus :

WK

L

KLE

=

... (2) dimana : KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam),

L = Luas lahan (ha), WK = Waktu kerja alat (jam).

Dari kedua persamaan kapasitas lapang tersebut dapat diketahui besarnya efisiensi lapang (Eff) berdasarkan rumus :

% 100

× =

KLT KLE

Eff ... (3)

b. Tingkat keberhasilan penyiangan

Tingkat keberhasilan penyiangan dapat diketahui dengan cara membandingkan jumlah gulma yang tercabut dengan populasi gulma awal. untuk mempermudahkan perhitungan dibuat petak-petak contoh yang dapat mewakili keadaan yang sebenarnya.

Taksiran tingkat keberhasilan penyiangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

% 100

× ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ =

Gp Gb

Gh ... (4)

dimana : Gh = Persentase gulma yang tersiang

Gb = Jumlah gulma tersiang


(37)

IV. ANALISIS TEKNIK A. POROS UTAMA

Menurut Sularso dan K. Suga (1997), untuk menghitung besarnya

diameter poros yang digunakan adalah dengan menentukan daya rencana Pd

(kW) dengan rumus :

fcP

Pd

=

(kW) ... (5)

dimana : P = Daya nominal out put dari motor penggerak (kW).

fc = Faktor koreksi diambil dari tabel faktor koreksi daya (Tabel 3).

Tabel 3. Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan, fc

Daya yang akan ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1.2 – 2.0

Daya maksimum yang diperlukan 0.8 – 1.2

Daya normal 1.0 – 1.5

Untuk menghitung momen puntir atau disebut juga momen rencana (T)

dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

102 ) 60 / 2 )( 1000 /

(T n1

Pd= π ... (6) sehingga : 1 5 10 74 . 9 n Pd

T = × (kg.mm) ... (7)

Besarnya tegangan geser yang diijinkan ( a) dapat dihitung dengan persamaan :

) /(sf1 sf2 b

a =τ ×

τ ...(8) dimana : a = Tegangan geser yang diijinkan (kg.mm)

b = Kekuatan tarik (kg/mm2)

sf1 = Faktor keamanan dari faktor kelelahan puntir, harga 5.6 bahan SF dan 6.0 bahan S-C


(38)

sf2 = Faktor bentuk fisik karena pengaruh konsentrasi tegangan dan kekasaran permukaan dengan harga 1.3 sampai 3.0

Dari persamaan di atas diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros yaitu :

3 / 1 1 . 5 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

= K C T

d t b

a

s τ ... (9) dimana : ds = Diameter poros (mm)

Kt = Faktor keamanan oleh pengaruh keadaan momen puntir, besarnya antara 1.0 sampai 3.0

Cb = Faktor pengaruh beban adanya beban lentur oleh transmisi lain, besarnya antar 1.2 sampai 2.3, bila tidak ada, Cb = 0 Poros yang digunakan berfungsi untuk menyalurkan daya sebesar 3 hp dengan rpm maksimum enjin (n1) 6000. Beban yang diterima oleh poros berupa beban puntir, maka :

P = 3 hp x 0.746 = 2.2 kW Daya rencana :

Pd = 1 x 2.2 = 2.2 kW Momen puntir :

T = 9.74 x 105 x ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 6000 2 . 2

= 357.1 kg.mm

Bahan poros adalah baja difinis dingin (S45C), alasan pemakaian adalah poros dapat dibubut, digerinda, dan perlakuan lainnya. Bahan ini memiliki kekuatan tarik b = 58 kg/mm2, dengan Sf1 = 6 dan Sf2= 2, maka tegangan geser yang diijinkan :

a =

2 6

58

× = 4. 8 kg/mm


(39)

Faktor koreksi untuk momen puntir adalah Kt =1.5 dan beban dikenakan secara halus dengan faktor lenturan adalah Cb = 2. Dari nilai-nilai tersebut diameter poros dapat ditentukan :

ds =

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × × × 2 . 595 2 5 . 1 42 . 4 1 . 5 1/3

= 10.7 mm

Dari hasil perhitungan diameter poros minimal 10.7 mm. Dapat dibulatkan menjadi 12 mm sehingga cukup aman dalam penggunaannya.

B. POROS RODA

Dari putaran enjin n1 = 6000 rpm direduksi oleh reduction gear yang memiliki efisiensi penyaluran tenaga sebesar 99 %. Perbandingan rasio reduksi yang dimiliki worm gear adalah 1 : 20, maka putaran poros roda penyiang setelah melalui pereduksian adalah :

1 2 n n = 20 1

………..……….…... (10)

n2 = 20

1 6000×

= 300 rpm

Daya yang disalurkan setelah melalui worm gear adalah : P2 = 99 % x 2.2 (kW)

= 2.178 kW Daya rencana :

Pd = 1 x 2.178 = 2.178 kW Momen puntir :

T = 9.74 x 105 x ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 300 178 . 2


(40)

Tegangan geser yang diijinkan :

a =

2 6

58

× = 4.48 kg/mm

2

Faktor koreksi untuk momen puntir adalah Kt = 1.5 dan beban dikenakan secara halus dengan faktor lenturan adalah Cb = 2. Dari nilai-nilai tersebut diameter poros dapat ditentukan :

ds =

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × × × 7071.2 2 5 . 1 8 . 4 1 . 5 1/3

= 28.2 mm

Dari hasil perhitungan diameter poros minimal 28.2 mm. Dapat dibulatkan menjadi 30 mm sehingga cukup aman dalam penggunaannya.

C. TORSI ENJIN

P = T x ω ………...……..… (11) T =

ω

P ……….…...……. (12)

Dimana : T = Torsi (N.m) P = Daya (Watt)

ω = Kecepatan sudut (rad/s)

Dari persamaan 12 di atas torsi yang dihasilkan oleh enjin: Daya enjin (P) = 2.2 kW = 2200 Watt

Putaran enjin (n) = 6000 rpm

Kecepatan sudut (ω1) = 2 x π x n ………..……. (13) = 60 6000 14 . 3 2× ×

= 628 rad/s Torsi (T1) =

628 2200


(41)

D.TORSI RODA PENYIANG

Untuk menghitung torsi roda penyiang, putaran poros kedua (poros roda penyiang) harus diketahui :

Putaran poros enjin (n1) = 6000 rpm Perbandingan rasio reduction gear = 1:20

Dari persamaan 10 untuk menghitung putaran poros roda penyiang setelah mengalami pereduksian didapat :

n2 =

20 1 6000×

= 300 rpm

Kecepatan sudut pada poros kedua adalah :

ω2 = 2 x π x n2

= 2 x (3.14) x (300)

= 60 1884

= 31.4 rad/s

Torsi yang dihasilkan pada roda penyiang T2 dengan efisiensi (η) penyaluran tenaga reduction gear sebesar 99 % dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

T2 x ω2 = η x T1 x ω1 ……… (14)

T2 =

2 1 1 ω

ω η×T ×

……….... (15)

= 4 . 31 628 5 . 3 % 99 × ×

= 69.3 N.m

E. TORSI PENYIANGAN

Besarnya torsi penyiangan dipengaruhi luas permukaan sentuh alat (Gambar 7). Torsi penyiangan harus lebih kecil dari torsi yang tersedia pada poros roda. Dengan mengambil beban pembajakan spesifik untuk lahan sawah pada Lampiran 6, untuk jenis tanah lathosol (sawah basah) yaitu sebesar 0.781 kg/cm2 maka kebutuhan torsi pada saat penyiangan dapat diketahui yaitu :


(42)

20 mm

20 mm

Gambar 7. Luas bidang sentuh pisau untuk penyiangan

Beban Pembajakan spesifik = 0.781 kg/cm2 Luas permukaan sentuh pisau = 2 cm x 2 cm x 4

= 16 cm2 (untuk satu pisau) Beban pembajakan 1 roda = 0.781 kg/cm2 x 16 cm2

= 12.49 kg

Maka besarnya torsi untuk penyiangan untuk 2 roda adalah : T = 2 x 12.49 x r

= 4996 kg.mm = 48.9 N.m

Dari hasil perhitungan didapat bahwa besarnya torsi yang diperlukan untuk penyiangan adalah 48.9 N.m. Hasil ini menunjukan bahwa torsi yang dibutuhkan lebih kecil dibanding torsi yang tersedia.


(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. MODIFIKASI ALAT PENYIANG

Alat ini merupakan hasil modifikasi dari alat penyiang gulma yang terdahulu yang didesain oleh Lingga mukti prabowo dan Hirasman tanjung (2005), Perubahan yang dilakukan meliputi pengantian enjin dan penambahan pelampung, seperti terlihat pada Gambar 8. Bagian lain seperti rangka utama, batang kemudi, reduction gear, roda penyiang, pisau penyiang dan sistem transmisi tetap dibiarkan seperti semula. Diharapkan dengan kondisi seperti itu penyiangan dapat berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang lebih baik pula.

Gambar 8. Penyiang bermotor sebelum di modifikasi

Gambar 9. Penyiang bermotor setelah di modifikasi

Enjin yang baru


(44)

Enjin memegang peranan penting untuk memberikan persediaan tenaga bagi alat selama operasi. Dengan enjin yang ada, komponen-komponen alat akan memperoleh suplai tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Dengan berjalannya fungsi masing-masing komponen, maka pada akhirnya, fungsi alat secara total akan tercapai. Dengan terpenuhinya tenaga yang dibutuhkan oleh alat, maka alat ini akan dapat secara operasional mencabut gulma dengan baik.

Enjin yang dipakai haruslah enjin dengan kapasitas tenaga yang tepat. Pada kondisi tersebut, alat akan dapat beroperasi dengan baik, dimana suplai tenaga tetap terpenuhi, dan berat enjin tidak menjadi masalah tersendiri bagi operator. Apabila enjin yang digunakan memiliki kapasitas tenaga yang besar dan berada diatas kebutuhan yang diperlukan, tentu saja tenaga operasi terpenuhi, hanya saja imbasnya enjin tersebut melimpahkan berat yang berlebih pada operator, karena kapasitas tenaga yang besar diikuti besarnya volume enjin yang ada, dan sebaliknya, apabila enjin yang digunakan memiliki kapasitas daya yang kecil, maka kebutuhan tenaga akan kurang terpenuhi, meskipun alat menjadi lebih ringan. Enjin 1.5 hp memberikan suplai tenaga yang kurang. Hal inilah yang menjadi beban tersendiri bagi operator saat mengoperasikan alat. Sehingga kebutuhan tenaga tidak terpenuhi. Akibatnya, alat tidak bekerja maksimal dan beban operator betambah.

Untuk menanggulangi masalah ini, modifikasi yang dilakukan adalah menyediakan sumber tenaga (enjin) yang memiliki kapasitas tenaga yang cukup untuk menyediakan tenaga bagi operasi alat tetapi tidak memberikan beban tambahan bagi operator saat operasi di lahan, seperti tambahan berat berlebihan yang mempercepat tingkat kelelahan operator. Enjin yang digunakan dalam rancangan modifikasi ini adalah enjin 2 tak dengan merk Robin E086H kapasitas daya 3 hp / 6000 rpm, seperti terlihat pada Gambar 11. Enjin ini 2 kali lebih kuat dibandingkan enjin sebelumnya.


(45)

Gambar 10. Enjin yang baru

Gambar 11. Enjin yang lama

Dengan penggunaan enjin tersebut, kebutuhan daya untuk operasi alat di lahan terpenuhi. Enjin 3 hp tersebut memiliki ukuran fisik dan beban berat yang lebih besar dibandingkan dengan enjin 1.5 hp yang digunakan dalam rancangan pertama. Enjin 3 hp ini penempatannya akan tetap sama dengan penempatan enjin terdahulu, hanya mengubah sedikit posisi baut pengunci enjin, karena memiliki dudukan enjin yang sedikit berbeda. Posisi enjin ini disamakan dengan posisi enjin yang terdahulu.

Pergerakan alat di lahan sawah juga menjadi perhatian dalam modifikasi ini karena pergerakan alat ini yang memberikan sebagian faktor kinerja alat saat operasi di lahan. Dengan beroperasinya alat di lahan, alat akan bergerak sesuai dengan rencana operasi. Ketika di lahan, alat dikendalikan oleh operator melalui kemudi. Dengan adanya beban tambahan karena komponen enjin di lahan, alat akan terpengaruh. Tambahan berat menjadi beban tersendiri bagi komponen kaki belakang alat. Kaki belakang ini menjadi tumpuan kemudi saat berbelok dan juga sebagai titik tumpu untuk menyeimbangkan antara roda pencakar dan beban berat enjin di depan kemudi.


(46)

Secara fungsional, kaki belakang telah berfungsi dengan baik, kaki belakang mampu menopang beban berat dan menjadi titik tumpu kemudi. Akan tetapi, karena berat alat oleh penggunaan enjin, maka efeknya kaki belakang tersebut tenggelam lebih dalam dan menambah beban kerja operator. Rancangan kaki belakang alat yang terdahulu adalah pada ujungnya terdapat penampang kontak berbentuk seperti kaki bebek. Dengan menambah luasan bidang kontak tersebut, maka beban gaya persatuan luas akan semakin kecil, dengan demikian kedalaman tenggelamnya kaki belakang penopang tersebut dapat dikurangi.

Dengan menjadi titik tumpuan saat berbelok, kaki belakang menerima beban lebih. Dengan beban tersebut, kaki belakang menjadi tenggelam lebih dalam ke lumpur sawah, dan ini menambah beban kerja operator. Untuk itu, modifikasi seluncur diperlukan. Seluncur ini dipasangkan pada bagian bawah kaki belakang. Dengan kondisi tersebut, alat dapat meluncur dengan baik seperti halnya papan ski atau snowboard, sehingga memudahkan untuk gerakan maju karena mengurangi tenggelamnya roda penyiang atau untuk berbelok karena mengurangi kedalaman tenggelamnya kaki belakang. Seluncur ini juga berfungsi untuk membenamkan gulma yang tercabut kedalam lumpur. Karena seluncur ini dipasang segaris dengan jalur roda pencakar.

Seluncur yang digunakan terbuat terbuat dari papan particle board tebal 5 mm dengan ukuran 35 cm x 11 cm. Dengan melihat perhitungan pada Lampiran 2, luasan ini sudah sangat mencukupi karena luasan minimal pelampung yang dibutuhkan untuk menahan gaya tekan alat ini adalah sebesar 51 cm²/pelampung.Papan ini dipasang pada penampang kontak di ujung kaki belakang (skid). Seluncur jenis ini dipasang dengan menggunakan baut bajak sebanyak 4 buah, seperti terlihat pada Gambar 12.


(47)

B. UJI FUNGSIONAL

1. Kapasitas Lapang dan Efesiensi Lapang

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kemampuan hasil rancangan yang telah dibuat. Pengujian dilakukan di lahan sawah untuk mengetahui kinerja dari alat tersebut seperti terlihat pada Gambar 13. Kapasitas lapang terdiri dari kapasitas lapang teoritis (KLT) dan kapasitas lapang efektif (KLE). Untuk mengetahui berapa besar kapasitas lapang, maka diperlukan waktu kerja, kecepatan maju rata-rata, lebar kerja dari alat tersebut, dan luas lahan yang disiangi.

Gambar 13. Pengujian penyiang bermotor di lahan sawah

Lahan sawah yang disiangi memiliki tanaman padi dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan baris yang lurus. Umur tanam 25 hari dengan tinggi tanaman rata-rata 34 cm dan ketinggian air rata-rata 4 cm. Pengukuran dilakukan dengan tiga putaran enjin yang berbeda dengan masing masing putaran enjin dilakukan tiga kali proses penyiangan. Dari data hasil pengujian (Lampiran 3) maka didapat hasil perhitungan


(48)

kapasitas lapang dan efisiensi lapang disajikan pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Kapasitas lapang dan efisiensi lapang

Putaran Enjin (rpm) 2125 2850 3250

KLT (ha/jam) 0.03 0.036 0.04

KLE (ha/jam) 0.009 0.0125 0.02

Efisiensi (%) 30 34.72 50

Dari Tabel 4 dapat diketahui efisiensi lapang pada putaran enjin 2125 rpm sebesar 30%, putaran enjin 2850 rpm sebesar 34.72% dan putaran enjin 3250 rpm sebesar 50%. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang lebih bagus daripada yang terdahulu yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20% (Prabowo, 2005). Belum maksimalnya efisiensi yang diperoleh karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : a. Lahan Pengujian

Lahan yang digunakan memiliki luasan yang relatif sempit sehingga waktu banyak terbuang pada saat belok. Rata-rata waktu yang diperlukan dalam satu kali belok adalah 24.36 detik. Besarnya waktu belok ini disebabkan tingkat kesulitan pada saat belok. Dengan semakin sempit luas lahan yang digunakan maka waktu belok yang dibutuhkan juga semakin besar.

b. Kemampuan Operator

Belum maksimalnya efisiensi di lapangan dapat juga disebabkan oleh kemampuan operator dalam mengoperasikan alat. Dibutuhkan kemampuan yang cukup handal dalam pengoperasian alat ini, mengingat lahan yang disiangi adalah lahan sawah yang berlumpur. Pada saat penyiangan operator cukup kesulitan dalam mengendalikan alat dan menjaga kestabilan alat sehingga tidak merusak tanaman yang memiliki jarak tanam 25 cm x 25 cm.


(49)

2. Tingkat Keberhasilan Penyiangan

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penyiangan, diperlukan beberapa pengukuran yaitu pengukuran jumlah gulma awal dan pengukuran jumlah setelah penyiangan. Sebelum melakukan penyiangan terlebih dahulu dilakukan pengukuran jumlah gulma yang ada pada lahan yang digunakan tampak pada Gambar 14. Pengukuran kerapatan gulma dilakukan dengan cara mengambil sampel secara acak dengan membuat petakan-petakan pada lahan sawah dengan ukuran 100 cm x 100 cm menggunakan tali rafia. Untuk sekali penyiangan dibuat tiga petakan secara acak.

Gambar 14. Pengukuran jumlah gulma

Dari hasil pengujian diperoleh data tentang jumlah gulma awal, jumlah gulma terpotong, jumlah gulma tercabut, dan jumlah gulma akhir pada Lampiran 4. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada putaran enjin 2125 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 37.79% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 19.77%. Pada putaran enjin 2850 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 51.30% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 16.23%. Sedangkan untuk putaran enjin 3125 rpm Jumlah gulma yang tercabut sebanyak 66.49% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 12.64%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi putaran enjin yang digunakan maka jumlah gulma yang tercabut semakin banyak dan jumlah gulma yang terpotong semakin sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena dengan putaran enjin yang semakin tinggi, maka putaran roda penyiang semakin tinggi juga. Dengan adanya putaran yang tinggi pisau penyiang akan lebih mudah masuk ke dalam tanah, sehingga mengakibatkan banyak gulma yang tercabut.


(50)

Jenis gulma yang tumbuh pada lahan sawah yang diuji adalah dari golongan Grasses atau Gramineae (berbentuk rerumputan) dengan tinggi rata-rata 10 cm dan dari golongan golongan Sedges atau Cyperaceae (sebangsa rumput teki) dengan tinggi 14 cm, seperti terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Jenis gulma yang tumbuh di lahan sawah

Dari data hasil pengukuran jumlah gulma pada Lampiran 4, dapat diketahui populasi jumlah gulma awal dan jumlah gulma akhir setelah penyiangan. Dari hasil penyiangan yang telah dilakukan kerusakan tanaman padi setelah penyiangan dapat disebabkan oleh tertabraknya tanaman padi oleh roda penyiang dan ketidaksengajaan operator menginjak tanaman padi ketika proses penyiangan berlangsung. Kondisi lahan sawah setelah disiangi dengan putaran yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 16, 17 dan 18.

Gambar 16. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 2125 rpm


(51)

Gambar 17. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 2850 rpm

Gambar 18. Kondisi lahan setelah disiangi menggunakan putaran enjin 3125 rpm


(52)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Modifiksi alat penyiang bermotor ini adalah dengan mengganti enjin dengan daya yang lebih besar yaitu dari 1.5 hp menjadi 3 hp, dan menambahkan pelampung di kaki skid sehingga roda penyiang tidak tenggelam ataupun tingkat kedalaman pisau cakar tetap.

2. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 2125 rpm sebesar 0.03 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.009 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 30%. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 0.036 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.0125 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 34.72 %. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 3250 rpm sebesar 0.04 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.02 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 50 %. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang lebih bagus daripada yang terdahulu yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20% 3. Tingkat keberhasilan penyiang yang diperoleh pada putaran enjin 2125

rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 37.79% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 19.77%. Pada putaran enjin 2850 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 51.30% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 16.23%. Dan pada putaran enjin 3125 rpm Jumlah gulma yang tercabut sebanyak 66.49% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 12.64%.

4. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa setelah dimodifikasi alat penyiang ini menunjukkan performa kerja yang lebih baik dari yang sebelumnya.


(53)

B. SARAN

1. Penyiang bermotor ini digunakan pada lahan sawah dengan jarak tanam 20 cm sampai 25 cm dengan baris lurus. Dan untuk penyiangan pertama dengan tinggi tanaman padi rata-rata 34 cm atau pada saat tanaman padi berumur maksimal satu bulan.

2. Perlu perubahan dalam pemilihan bahan untuk membuat komponen-komponen utama sehingga alat penyiang menjadi lebih ringan dari yang telah dibuat sehingga mudah dalam pengoperasian dan pengangkutan ke lahan.

3. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu jenis tanah saja sehingga masih perlu dilakukan pengamatan terhadap kinerja alat penyiang pada jenis tanah yang lain.

4. Perlu perubahan dalam sistem penyaluran daya (transmisi) dari reduction gear ke roda penyiang supaya ketinggian reduction gear dapat diatur sesuai dengan ketinggian tanaman padi, sehingga alat penyiang ini dapat dipakai untuk penyiang kedua ( pada saat tanaman padi berumur antara 2.5 sampai 3 bulan ).


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Ampong-Nyarko, K and S. K. De Datta. 1991. A Hand Book for Weed Control in Rice. IRRI. Manila. Philipines. 121p.

Asmono, S. 2004. Prospek Pemanfaatan Padi Hibrida dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Seminar Nasional Padi Hibrida. IPB. Bogor. Baver, L. D. 1961. Soil Physics. John Willey and Sons, Inc. New York.

Daywin, F. J., Godfried, S, Lapu, K, Moeljarno, D, Siswadhi, S. 1983. Motor Bakar dan Traktor Pertanian. Depertemen Mekanisasi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kusen. 1978. Studi Transformasi Tenaga Manusia ke Tenaga Mekanis Melalui Sistem Transmisi Sepeda. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Prabowo, L. M. 2005. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Tipe Pisau Cakar Untuk Tanaman Padi Sawah. Skripsi Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Setyati, S. H. 1979. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta. Soesanto, E. 1986. Disain dan Uji Teknis Alat Penyiang Gulma Tanaman Padi

Sawah. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soerjani, M. 1972. Weeds and Human Affairs. Training Course on the

Identification an Inventory of Weeds. Second Weed Science Training Course. BIOTROP. Bogor. Indonesia.

Sudarmo, S. 1990. Pengendalian Serangga Hama Penyakit dan Gulma Padi. Kanisius. Yogyakarta.

Sularso dan K. Suga. 1997. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sundaru, M. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi Sawah. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor.

Surowinoto, S. 1980. Budidaya Tanaman Padi Sawah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutidjo, D. 1980. Dasar-Dasar Ilmu Pengendalian/Pemberantasan Tumbuhan Pengganggu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Tanjung, H. 2005. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Tipe Putar (Rotary) Dengan Pisau Penyiang Tipe L Untuk Tanaman Padi Sawah. Skripsi Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.


(55)

Triono, J. 2003. Rekayasa Alat penyiang Bermotor/Power Weeder untuk Gulma Padi Lahan Sawah. Laporan Praktek Kerja Magang. MAMP. IPB. Bogor.


(56)

(57)

Lampiran 1. Data tahanan penekanan dan kedalaman tanah pada sudut 90°

UKURAN PLAT ( 5 X 5 ) cm²

Tahanan penekanan (Kpa) Kedalaman

(cm) Titik 1 Titik 2 Rata-rata

Ul.1 Ul.2 Ul.3 Ul.1 Ul.2 Ul.3

2.5 31.36 23.52 39.2 31.36 23.52 23.52 28.75

5 39.2 31.36 54.88 39.2 31.36 39.2 39.2

7.5 47.04 39.2 78.4 54.88 39.2 47.04 50.96

10 47.04 39.2 94.08 70.56 47.04 54.88 58.8

12.5 54.88 47.04 101.92 78.4 54.88 62.72 66.64

15 62.72 54.88 117.6 94.08 62.72 78.4 78.4

UKURAN PLAT ( 7.5 X 5 ) cm² Tahanan penekanan (Kpa) Kedalaman

(cm) Titik 1 Titik 2 Rata-rata

Ul.1 Ul.2 Ul.3 Ul.1 Ul.2 Ul.3

2.5 26.13 26.13 26.13 20.91 26.13 26.13 25.26

5 31.36 31.36 41.81 31.36 31.36 31.36 33.1

7.5 36.59 36.59 52.27 36.59 36.59 36.59 39.2

10 36.59 47.04 57.49 36.59 41.81 41.81 43.56

12.5 47.04 57.49 62.27 47.04 47.04 47.04 51.4

15 62.72 73.17 67.95 52.27 47.04 52.27 59.24

UKURAN PLAT ( 10 X 5 ) cm² Tahanan penekanan (Kpa) Kedalaman

(cm) Titik 1 Titik 2 Rata-rata

Ul.1 Ul.2 Ul.3 Ul.1 Ul.2 Ul.3

2.5 19.6 19.6 31.36 11.76 15.68 15.68 18.96

5 27.44 23.52 35.28 15.68 19.6 23.52 24.17

7.5 32.36 27.44 35.28 23.52 23.52 27.44 28.09

10 35.28 27.44 39.2 31.36 27.44 31.36 32.01

12.5 43.12 31.36 43.12 39.2 31.36 35.28 37.24

15 50.96 39.2 58.8 43.12 39.2 39.2 45.08

Grafik hubungan Tahanan Penekanan terhadap

Kedalaman pada sudut 90o

y = 0.2103x - 0.1293

0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5

0 20 40 60 80 100

Tahanan Penekanan (kPa)

Ke d a la m a n ( c m )


(58)

Lampiran 2. Data hasil perhitungan gaya tekan alat dan perhitungan luasan pelampung

Berat alat = 26.95 kg

Ftotal alat = m roda x g = 26.95 x 9.8 = 264.11 N

ΣMroda = 0

(F alat x jarak dari titik berat) - (F tp x jarak total x sin 60º) = 0 (264.11 x 0.520) = (F tp x 0.710 x sin 60º) = 0

137.3372 = (F tp x 0.355) F tp = 386.865 N

Tp =

A Fp

Tp : Tahanan penekanan (Pa) Fp : Gaya tahanan penekanan (N) A : Luas penampang plat (m²) 18960 Pa =

A

386.865

A =

18960 386.865

= 0.0204 m²

= 204 cm²

Karena memakai 2 pelampung maka : 2 204

= 102 cm² Jadi luas pelampung minimal adalah 102 cm²


(59)

Lampiran 3. Data pengukuran kapasitas lapang

Umur tanaman : 25 hari Tinggi rata-rata tanaman : 34 cm Ketinggian air rata-rata : 4 cm

1. Putaran enjin 2125 rpm

Waktu mulai : 10.35 WIB Waktu selesai : 10.50 WIB

Waktu kerja (Wk) : 15 menit = 0.25 jam

Luas lahan (L) : 1.5 m x 15 m = 22.5 m2 = 0.00225 ha

Baris Lebar Kerja (m)

Waktu tempuh 6 m (s)

Waktu belok (s)

1 0.42 28.56 24.33

2 0.42 30.22 23.78

3 0.42 31.18 24.21

rata2 0.42 29.99 24.11

Kecepatan rata-rata penyiangan (v) : 0.2 m/s

Kapasitas Lapang Teoritis : v x lebar olah x 0.36 : 0.2 m/s x 0.42 x 0.36

: 0.03 ha/jam

Kapasitas Lapang Efektif : Luas total / Waktu total : 0.0025 ha / 0.25 jam

: 0.009 ha / jam

Effisiensi lapang : ×100% KLT

KLE

: 100%

03 . 0

009 .

0 ×


(60)

Lampiran 3. Lanjutan

2. Puataran enjin 2850 rpm

Waktu mulai : 11.18 WIB Waktu selesai : 11.29 WIB

Waktu kerja (Wk) : 11 menit = 0.18 jam

Luas lahan (L) : 1.5 m x 15 m = 22.5 m2 = 0.00225 ha

Baris Lebar Kerja (m)

Waktu tempuh 6 m (s)

Waktu belok (s)

1 0.42 25.33 25.44

2 0.42 24.78 22.58

3 0.42 25.05 24.22

rata2 0.42 25.05 24.08

Kecepatan rata-rata penyiangan (v) : 0.24 m/s

Kapasitas Lapang Teoritis : v x lebar olah x 0.36 : 0.24 m/s x 0.42 x 0.36

: 0.036 ha/jam

Kapasitas Lapang Efektif : Luas total / Waktu total : 0.0025 ha / 0.18 jam

: 0.0125 ha / jam

Effisiensi lapang : ×100% KLT

KLE

: 100%

036 . 0

0125 .

0 ×


(61)

Lampiran 3. Lanjutan

3. Puataran enjin 3250 rpm

Waktu mulai : 11.58 WIB

Waktu selesai : 12.05 WIB

Waktu kerja : 7 menit = 0.11 jam

Luas lahan : 1.5 m x 15 m = 22.5 m2 = 0.00225 ha

Baris Lebar Kerja (m)

Waktu tempuh 6 m (s)

Waktu belok (s)

1 0.42 22.34 25.21

2 0.42 23.18 24.48

3 0.42 21.23 25.02

rata2 0.42 22.25 24.90

Kecepatan rata-rata penyiangan : 0.27 m/s

Kapasitas Lapang Teoritis : v x lebar olah x 0.36 : 0.27 m/s x 0.42 x 0.36

: 0.04 ha/jam

Kapasitas Lapang Efektif : Luas total / Waktu total : 0.0025 ha / 0.11 jam

: 0.02 ha / jam

Effisiensi lapang : ×100% KLT

KLE

: 100% 04

. 0

02 .

0 ×


(1)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Padi merupakan tanaman penghasil beras yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Pada tahun 1970 konsumsi beras perkapita 70 kg per tahun dan naik menjadi 135 kg per tahun pada tahun 2003. Produksi padi nasional tahunan mencapai 52 juta ton dengan luas areal 11.5 juta hektar. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional pada tahun 2003, Indonesia mengimpor beras mencapai 2 juta ton dari Vietnam dan Thailand (Asmono, 2004).

Salah satu permasalahan yang serius dalam budidaya tanaman padi adalah pada proses pertumbuhan. Tanaman padi banyak mendapat saingan dari tanaman pengganggu (gulma). Gulma atau tanaman pengganggu telah dikenal sejak manusia memulai usaha pertanian. Produksi padi yang diharapkan tinggi tiba-tiba tidak tercapai karena serangan gulma yang tidak ditanggulangi dengan baik. Gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal cahaya matahari, unsur hara dan air. Apabila satu saja dari ketiga unsur tersebut kurang maka yang lain tidak dapat digunakan secara efektif walaupun tersedia dalam jumlah besar. Gulma atau tumbuhan pengganggu yang tumbuh di antara tanaman padi merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya hasil, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berdasarkan pengamatan Sudarmo (1990), gulma sering digunakan sebagai inang berbagai hama dan penyakit padi serta untuk persembunyian bagi tikus.

Menurut Sutidjo, D (1980), kerugian produksi pertanian yang diakibatkan oleh gangguan gulma sebesar 10% sampai 20%. Khusus pada tanaman padi sawah menurut pengujian yang dilakukan oleh IRRI, penurunan hasil panen padi akibat gangguan gulma sebesar 24% sampai 48% atau rata-rata sebesar 36%. Ampong-Nyarko dan De Datta (1991), menyatakan penurunan hasil akibat keberadaan gulma selama musim tanam diperkirakan sekitar 44% sampai 46%


(2)

2 Kegiatan pengendalian gulma pada tanaman padi pada umumnya dapat dilakukan dengan cara penggunaan herbisida atau dengan penyiangan secara manual dan mekanis. Namun penggunaan herbisida juga masih belum seratus persen efektif dan dapat memberikan dampak yang kurang baik terhadap lingkungan. Sedangkan penyiangan secara manual yaitu dengan cara mencabuti tumbuhan pengganggu menggunakan tangan atau secara mekanis dengan menggunakan landak merupakan cara pemberantasan yang umum, akan tetapi cara ini memerlukan curahan tenaga yang besar dan banyak memakan waktu. Di banyak daerah telah mengalami kesulitan mendapatkan tenaga kerja pertanian karena terjadinya pergeseran tenaga kerja ke sektor jasa dan industri. Disamping itu ada kecenderungan upah buruh tani yang terus meningkat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diperlukan pengembangan alat pertanian yaitu alat penyiang yang dapat mengurangi permasalahan tersebut. Dengan memperhatikan sifat agronomi tanaman padi, kemampuan fisik manusia dan sifat fisik tanah, perlu dikembangkan alat penyiang yang lebih efektif dan efisien.

Pada rancangan yang sebelumnya (Prabowo, 2005), telah dihasilkan alat penyiang bermotor dengan bagian utama yaitu : rangka utama, enjin, kemudi, skid (penyangga), reduction gear, roda penyiang dan pisau penyiang. Penyiang bermotor tersebut dapat digunakan untuk penyiangan pertama pada lahan sawah dengan jarak tanam 20 cm sampai dengan 25 cm. Mesin penggerak yang digunakan merupakan mesin pemotong rumput tipe gendong. Tetapi pada saat pengujian alat tidak optimal hal ini dapat diketahui dari efisiensi lapang yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20%. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang relatif rendah. Hal ini disebabkan daya motor kurang, roda penyiang sering terbenam karena alat terlalu berat dan tidak adanya pelampung yang bisa membuat alat meluncur di atas lumpur.

Dengan melihat kodisi di atas maka dengan berbasis pada modifikasi beberapa bagian diantaranya menganti engine, mengganti komponen alat, dan menambahkan pelampung, penelitian modifikasi dan uji


(3)

3 teknis alat penyiang gulma yang ada dapat dilaksanakan untuk dapat meningkatkan kinerja alat penyiang gulma ini.

B. TUJUAN

1. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan performa kerja alat penyiang gulma secara keseluruhan dengan memodifikasi enjin dan menambahkan pelampung.

2. Melakukan uji fungsional alat penyiang gulma berpenggerak motor bakar 2 langkah untuk tanaman padi sawah yang sudah dimodifikasi. 3. Meningkatkan kapasitas lapang dan meningkatkan tingkat keberhasilan


(4)

Bayu Pithantomo, F14102128. Modifikasi Dan Uji Fungsional Penyiang Bermotor (Power Weeder) Tipe Pisau Cakar Untuk Tanaman Padi Sawah. Di bawah bimbingan : Ir. Imam Hidayat, M.Eng. 2007.

RINGKASAN

Padi merupakan tanaman penghasil beras yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Salah satu permasalahan yang serius dalam budidaya tanaman padi adalah pada proses pertumbuhan. Tanaman padi banyak mendapat saingan dari tanaman pengganggu (gulma). Gulma atau tanaman pengganggu telah dikenal sejak manusia memulai usaha pertanian. Produksi padi yang diharapkan tinggi tiba-tiba tidak tercapai karena serangan gulma yang tidak ditanggulangi dengan baik. Gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal cahaya matahari, unsur hara dan air. Apabila satu saja dari ketiga unsur tersebut kurang maka yang lain tidak dapat digunakan secara efektif walaupun tersedia dalam jumlah besar. Gulma atau tumbuhan pengganggu yang tumbuh di antara tanaman padi merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya hasil, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Meningkatkan performa kerja alat penyiang gulma secara keseluruhan dengan memodifikasi enjin dan menambahkan pelampung. 2) Melakukan uji fungsional alat penyiang gulma berpenggerak motor bakar 2 langkah untuk tanaman padi sawah yang sudah dimodifikasi. 3) Meningkatkan kapasitas lapang dan meningkatkan tingkat keberhasilan penyiangan tanpa merusak tanaman padi tersebut.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lahan sawah Desa Situ Gede untuk uji fungsional. Penelitian berlangsung pada bulan Agustus 2006 sampai dengan November 2006.

Penyiang bermotor dirancang untuk menyiangi gulma pada tanaman padi dengan jarak tanam 20 cm sampai dengan 25 cm. Alat ini dapat digunakan pada penyiangan pertama, yaitu pada saat padi berumur empat minggu setelah penanaman dengan ketinggian padi sekitar 30 sampai 35 cm. Digunakan dua buah roda pencabut sehingga alat dapat seimbang dan dalam satu kali penyiangan dapat menyiangi dua alur sekaligus.

Modifikasi dilakukan dalam desain memiliki tujuan untuk memperbaiki hasil desain yang terdahulu sehingga diperoleh kinerja yang lebih baik. Pada alat penyiang gulma yang sudah ada, modifikasi masih dapat dilakukan untuk memberikan peningkatan kinerja, yaitu dengan penggantian enjin yang memiliki daya lebih besar untuk meningkatkan kapasitas lapang dan efisiensi lapang, serta penambahan pelampung.

Modifikasi yang dilakukan adalah menyediakan sumber tenaga (enjin) yang memiliki kapasitas tenaga yang cukup untuk menyediakan tenaga bagi operasi alat tetapi tidak memberikan beban tambahan bagi operator saat operasi dilahan, seperti tambahan berat berlebihan yang mempercepat tingkat kelelahan operator. Enjin yang digunakan dalam rancangan modifikasi ini adalah enjin 2 tak dengan merk Robin E086H kapasitas daya 3 HP / 6000 rpm, Enjin ini 2 kali lebih kuat dibandingkan enjin sebelumnya.


(5)

Secara fungsional, kaki belakang telah berfungsi dengan baik, kaki belakang mampu menopang beban berat dan menjadi titik tumpu kemudi. Akan tetapi, karena berat alat oleh penggunaan enjin, maka efeknya kaki belakang tersebut tenggelam lebih dalam dan menambah beban kerja operator. Rancangan kaki belakang alat yang terdahulu adalah pada ujungnya terdapat penampang kontak berbentuk seperti kaki bebek. Dengan menambah luasan bidang kontak tersebut, maka beban gaya persatuan luas akan semakin kecil, dengan demikian kedalaman tenggelamnya kaki belakang penopang tersebut dapat dikurangi. Seluncur yang digunakan terbuat terbuat dari papan particle board tebal 5 mm dengan ukuran 35 cm x 11 cm. Dengan bentuk profil datar tersebut, papan ini dipasang pada penampang kontak di ujung kaki belakang (skid). Seluncur jenis ini dipasang dengan menggunakan baut bajak sebanyak 4 buah.

Lahan Sawah yang disiangi memiliki tanaman padi dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan ketinggian air 4 cm. Umur tanam 25 hari dengan tinggi tanaman rata-rata 34 cm. Jenis gulma yang tumbuh pada lahan percobaan adalah dari golongan Grasses atau Gramineae (berbentuk rerumputan) dengan tinggi rata-rata 10 cm dan dari golongan golongan Sedges atau Cyperaceae (sebangsa rumput teki) dengan tinggi 14 cm.

Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 2125 rpm sebesar 0.03 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.009 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 30%. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 0.036 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.0125 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 34.72 %. Kapasitas lapang teoritis yang dihasilkan pada putaran enjin 3250 rpm sebesar 0.04 ha/jam dan kapasitas lapang efektif sebesar 0.02 ha / jam, sehingga dihasilkan efisiensi lapang sebesar 50 %. Hasil tersebut menunjukan efisiensi yang lebih bagus daripada yang terdahulu yaitu pada putaran enjin 2850 rpm sebesar 18.75%, putaran enjin 3125 rpm sebesar 22.85% dan putaran enjin 3578 rpm sebesar 28.20%.

Tingkat keberhasilan penyiang yang diperoleh pada putaran enjin 2125 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 37.79% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 19.77%. Pada putaran enjin 2850 rpm jumlah gulma yang tercabut sebanyak 51.30% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 16.23%. Sedangkan untuk putaran enjin 3125 rpm. Jumlah gulma yang tercabut sebanyak 66.49% dan jumlah gulma yang terpotong sebanyak 12.64%.

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa setelah dimodifikasi alat penyiang ini menunjukan performa kerja yang lebih baik dari yang sebelumnya.


(6)

MODIFIKASI DAN UJI FUNGSIONAL PENYIANG

BERMOTOR (

POWER WEEDER)

TIPE PISAU CAKAR

UNTUK TANAMAN PADI SAWAH

.

Oleh :

BAYU PITHANTOMO

F14102128

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR