Modifikasi dan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum

(1)

MODIFIKASI DAN UJI FUNGSIONAL MESIN PEMANEN

UDANG TIPE VAKUM

SKRIPSI

ABDUL HAFIZH

F14080034

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

ABDUL HAFIZH. Modifikasi dan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum. Dibimbing oleh SAM HERODIAN.

Di indonesia, ikan dan udang merupakan komoditas perikanan yang berpotensi untuk dikembangkan. Pemasaran komoditas ikan dan udang tidak hanya di Indonesia namun sudah dipasarkan di luar negeri. Sehingga keseluruhan dari proses produksi harus diperhatikan salah satunya adalah proses pemanenan agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi. Sejauh ini mekanisme pemanenan ikan dan udang masih menggunakan cara tradisional, hanya sebagian kecil perusahaan yang menggunakan mesin mekanis. Tujuan dari penelitian ini untuk memodifikasi mesin pemanen ikan dan udang agar menghasilkan mesin pemanen yang efisien dan efektif sehingga dapat menjamin mutu ikan dan udang. Tahapan dari penelitian ini dimulai dari identifikasi masalah, analisis rancangan, modifikasi prototipe, dan uji fungsional. Mesin ini menggunakan pompa vakum dan pompa air. Pompa air ini bertujuan untuk menghisap komoditas yang ada di kolam. Sedangkan pompa vakum bertujuan untuk mempertahankan keadaan vakum dalam sistem. Dari hasil penelitian ini, diperoleh debit dan kecepatan hisap rata-rata sebesar 1.84 l/det dan 0.23 m/det pada tangki 1. Sedangkan pada tangki 2, debit dan kecepatan hisap rata-rata sebesar 1.63 l/det dan 0.52m/det. Kesimpulan dari penelitian ini adalah modifikasi mesin pemanen udang masih belum menunjukkan performansi yang baik dan masih membutuhkan penelitian lanjutan.

Kata Kunci : Mesin pemanen, Vakum, Ikan, Udang

ABSTRACK

ABDUL HAFIZH. Modification And Test Function Of A Vacuum-Type Shrimp Harvester. Supervised by SAM HERODIAN.

In Indonesia, the fishery commodities that can be developed are fish and shrimp. Fish and shrimp commodities is not only marketed in Indonesia but has been marketed overseas. So, the whole of the production process must be considered, one of them is harvesting that produced high-quality products. So far the harvesting process of fishery commoditiesin in Indonesia is still using the traditional method. The object of this research is to modify fish and shrimp harvester to produce an efficiency and effectiveness of harvesting machinery so that can be maintained the quality of fish and shrimp. Stages of this research are started from problems identification, analysis of the design, modification, and functional testing. Fish and shrimp harvester consist of vacuum pump and water pump. The functional aim of water pump is to suck commodities from the pond, where as and the vacuum pump is to maintain the vaccum condition inside the system. The results of this research obtained flow rate and suction velocity average are 1.84 l/s and 0.23 m/s in the tank 1. While in the tank 2, flow rate and suction velocity average are 1.63 l/s and 0.52 m/s respectively. At the end of this research, this modified fish and shrimp harvester is still not able to show good performance, and still need to conduct further research.


(3)

Abdul Hafizh. F14080034. Modifikasidan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum. Di bawah bimbingan Sam Herodian. 2013.

RINGKASAN

Perikanan merupakan salah satu sektor agribisnis terbesar di Indonesia yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Komoditas tersebut diantaranya adalah ikan dan udang. Ikan dan dan udang memiliki peranan penting dalam perekonomian indonesia dengan pemasaran di dalam maupun di luar negeri. Sehingga keseluruhan proses produksi menjadi hal yang sangat diperhatikan agar diperoleh produk yang berkualitas tinggi, salah satu proses yang terpenting adalah pemanenan ikan dan udang. Sejauh ini mekanisme pemanenan ikan dan udang masih menggunakan cara tradisional. Menurut Mujiman dan Suyanto (2005), cara yang paling modern untuk memanen udang adalah dengan menggunakan jaring (trawl) yang dibagian mulutnya dialiri listrik dan ditarik oleh 3-4 orang dengan mengelilingi tambak. Pemaenenan dengan metode ini akan mengakibatkan stress pada udang dan beresiko tinggi bagi orang yang masuk ke dalam tambak. Selain alat tradisional, alat modern yang berupa alat mekanis pemanen udang sudah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dalam beberapa tahun ini. Namun, kendala dari alat tersebut adalah tingkat kecacatan udang pada saat dipanen masih cukup tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi mesin pemanen ikan dan udang agar menghasilkan mesin pemanen yang efisien dan efektif sehingga dapat menjamin mutu ikan dan udang yang baik dengan cara memodifikasi saluran inlet dan memperbesar power pompa.

Penelitian ini dimulai sejak Desember 2012 sampai dengan Februari 2013 di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Bioasistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah identifikasi permasalahan, analisis perancangan, modifikasi prototipe, dan uji fungsional. Penelitian ini menggunakan 2 pompa yaitu pompa vakum dan pompa air. Pompa vakum berfungsi untuk mempertahankan keadaan vakum dalam sistem dengan cara menghisap udara yang masuk ke dalam sistem dan membuangnya ke lingkungan. Sedangkan pompa air berfungsi untuk menghisap komoditas yang berada di dalam kolam tanpa melalui impeller yang bertujuan agar ikan dan udang yang dipanen tidak mengalami kerusakan.

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah debit air pada mesin pemanen udang. Debit tersebut digunakan untuk menghitung data kecepatan, tekanan, dan jenis aliran dari bilangan Reynold yang diketahui. Pengukuran debit yang dilakukan menggunakan metode volumetrik. Metode tersebut dilakukan dengan cara air ditampung dalam sebuah wadah dengan volume 20 liter per satuan waktu. Pengambilan data dilakukan pada kedua tangki, yaitu tangki 1 dengan mulut hisap dan saluran inlet 4 inchi tanpa menggunakan instalasi pompa vakum dan tangki 2 dengan mulut hisap 4 inchi dan saluran inlet 2.5 inchi dengan menggunakan instalasi pompa vakum. Data yang diambil sebanyak empat kali ulangan pada masing-masing tangki dan setiap ulangan dilakukan sepuluh kali pengambilan data.

Dari data pengukuran, terlihat debit tertinggi pada tangki 2 sebesar 1.77 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.56 m/det sedangkan pada tangki 1 sebesar 2.06 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.25 m/det. Debit yang dihasilkan pada tangki 1 cenderung turun atau tidak konstan. Debit yang menurun tersebut dikarenakan pada tangki 1 tidak menggunakan instalasi pompa vakum sehingga kebocoran yang terjadi tidak dapat dikurangi. Debit pada tangki 1 (tidak menggunakan pompa vakum) lebih tinggi dibandingkan dengan tangki 2 (menggunakan pompa vakum). Hal ini dikarenakan kebocoran yang terjadi pada tangki 2 lebih banyak dibandingkan pada tangki 1. Namun pada selang waktu tertentu debit yang dihasilkan tangki 2 cukup konstan yang menandakan bahwa pompa vakum berfungsi dengan baik.

Dari data pengukuran penelitian sebelumnya, debit rata-rata yang dihasilkan pada tangki 1 sebesar 1.83 l/det dengan kecepatan hisap rata 0.23 m/det. Sedangkan pada tangki 2, debit rata-rata sebesar 4.97 l/det dengan kecepatan hisap rata-rata-rata-rata 0.61 m/det. Pada penelitian ini, debit dan kecepatan hisap rata-rata pada tangki 1 sebesar 1.84 l/det dan 0.23 m/det. Sedangkan pada tangki 2,


(4)

debit dan kecepatan hisap rata-rata sebesar 1.63 l/det dan 0.52 m/det. Terlihat bahwa pada tangki 1 debit yang dihasilkan sama dengan penelitian sebelumnya. Debit tersebut masih terbilang kecil karena belum mampu menghisap ikan yang berada di kolam. Pada tangki 2 terlihat perbedaan yang cukup besar yaitu pada penelitian ini nilai debit dan kecepatan hisap rata-rata yang diperoleh lebih kecil. Hal ini terjadi karena adanya kebocoran yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Selain kebocoran pada tangki, kebocoran terjadi pada saat mengganti saluran inlet, sambungan perpipaan dan keran(valve), serta kebocoran pada intake pada pompa sehingga kondisi sistem pada mesin tidak 100% dalam keadaan vakum.

Nilai tekanan yang diperoleh pada masing-masing tangki sangat jauh berbeda. Untuk tangki 1, nilai tekanan pada penampang hidrolik yang berukuran kecil sebesar 78.40 kPa sedangkan tekanan pada penampang hidrolik besar (tangki) sebesar 15.89 kPa. Pada tangki 2, nilai tekanan pada penampang hidrolik yang berukuran kecil sebesar 78.40 kPa sedangkan tekanan pada penampang hidrolik besar sebesar 6.20 kPa.

Jenis aliran dibedakan menjadi 3 yaitu aliran laminer, aliran transisi, dan aliran turbulen. Aliran

laminer terjadi jika bilangan Reynold ≤ 2200, aliran turbulen terjadi jika bilangan Reynold ≥ 4000,

dan aliran transisi terjadi jika bilangan Reynold berada di tengah-tengah dari nilai aliran laminer dan aliran turbulen. Jenis aliran yang terjadi pada tangki 1 adalah aliran turbulen dan aliran transisi. Aliran turbulen terjadi pada penampang hidrolik kecil (saluran inlet) yang berdiameter 4 inchi. Nilai bilangan Reynold pada penampang kecil berkisar 17010.66 sampai 43286.04. Sedangkan penampang yang besar (tangki) aliran yang terjadi adalah jenis aliran turbulen dan transisi. Nilai bilangan Reynold yang terjadi pada penampang besar berkisar antara 2263.23 sampai dengan 5759.11. Pada tangki 2, jenis aliran yang terjadi adalah aliran turbulen dan transisi. Aliran turbulen terjadi di penampang hidrolik kecil yang berdiameter 2.5 inchi. Nilai bilangan Reynoldnya berkisar 32683.39 sampai dengan 44622.39. Sedangkan aliran transisi terjadi pada tangki dengan nilai bilangan Reynold berkisar 2717.78 sampai dengan 3710.56.

Jenis aliran tangki 2 pada penelitian sebelumnya adalah turbulen baik pada penampang hidrolik kecil ataupun besar. Sedangkan pada penelitian ini, jenis aliran airnya adalah turbulen dan transisi. Perbedaan jenis aliran ini dikarenakan adanya perbedaan deiameter saluran inlet dan debit aliran. Penelitian sebelumnya menggunakan diameter saluran inlet 4 inchi sedangkan pada penelitian ini diameter saluran inletnya sebesar 2.5 inchi. Dari hasil penelitian ini, mesin pemanen belum mampu untuk menghisap ikan dan udang yang berada di kolam menuju tangki penampungan.


(5)

MODIFIKASI DAN UJI FUNGSIONAL MESIN PEMANEN

UDANG TIPE VAKUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ABDUL HAFIZH

F14080034

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(6)

Judulskripsi : Modifikasi dan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum Nama : Abdul Hafizh

NIM : F14080034

Menyetujui, Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. Sam Herodian, MS.) NIP. 19620529 198703 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP 19661201 199103 1 004


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Modifikasi dan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Yang membuat pernyataan

Abdul Hafizh


(8)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 30 Mei 1990 dan merupakan anak kedua dari pasangan Edi Yanto dan Ning Cik. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari pendidikan dasar di SD Negeri 152 Palembang dan lulus tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 22 Palembang dan lulus pada tahun 2005. Setelah itu melanjutkan ke SMA Negeri 1 Palembang dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Strata 1(S1) di Mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biositem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Di semester lima, penulis memilih bagian Ergonomika dan Elektronika Pertanian (Ergotron) dengan dosen pembimbing akademik Dr. Ir. Sam Herodian, MS.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di PT. Laju Perdana Indah, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan dengan judul “Aspek Ergonomika dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di WorkshopPT. Laju Perdana Indah Oku Timur, Sumatera Selatan”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP), penulis menyelesaikan skripsi dengan

judul “Modifikasi dan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum”di bawah bimbingan Dr. Ir. Sam Herodian, MS.

Selama masa kuliah, penulis pernah mengikuti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IPB 2008-2019 dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fateta IPB 2010-2011. Selain itu juga penulis pernah mengikuti beberapa kepanitian di dalam kampus antara lain Ketua Divisi Publikasi, Dekporasi, dan Dokumentasi Tryout Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya (2009), Ketua Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi Masa Perkenalan Fakultas(2010) , StaffDivisi Medis Masa Perkenalan Departemen Teknik Pertanian(2010), Staff Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi Red’s Cup Fateta (2010), serta Ketua Divisi Red’s Bazar Competition (2011) .


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya yang telah

memberikan kelancaran atas kegiatan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ‘Modifikasi dan Uji Fungsional Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum’. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan suri teladan kepada umat manusia hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada pihak-pihak terkait yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada

1. Dr. Ir. Sam Herodian, MS selaku pembimbing akademik, atas segala bimbingan dan motivasinya yang sangat berharga selama dalam proses pengerjaan skripsi penulis.

2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si yang telah berkenan menjadi dosen penguji dan memberikan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

3. Ayah (Edi Yanto), Ibu(Ning cik), kakak(Choiruddin), Adik (Muhammad Agus Ichsan) yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama penulis berada di bangku perkuliahan. 4. Sahabat-sahabat seperjuangan dan sepenanggungan di Hatori (Andika Pandu Wibisono, Dwi

Okta Priyandi, Iput Pradiko, Mochlisin Andriyanto, Pungky Ari Wibowo, Rudy Ryanto, Taufik Yuliawan) yang telah memberikan keceriaan, kebahagiaan, dan kesedihan selama 3 tahun di kontrakan serta mengajarkan arti dari rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang begitu kuat.

5. Sahabat-sahabat Magenta TEP 45 yang telah memberikan keceriaan, kegembiraan, dan rasa kekeluargaan serta arti kebersamaan selama dalam perkuliahan.

6. Teman-teman Praktik Lapangan (Diza Puspa Arista, Rizky Maulaya, Panji Laksamana dan Johannes Sipangkar) yang telah memberikan keceriaan dan banayk membantu selama penulis melakukan praktik lapangan.

7. Tamu-tamu Hatori yang kedatangannya selalu mengusik ketentraman penghuni namun selalu dinanti kedatangannya (Asep, Emod, Yuda, Firman, Citra).

8. Mochlisin Andriyanto sebagai salah satu sahabat yang selalu membantu dalam segala hal. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan (Gladys Citra Pratiwi dan Sunu Ariastin) yang selama 4 tahun

ini selalu menjaga kekompakan dalam keadaan apapun juga.

10. Sahabat-sahabat asrama C2 (Eko, Adit, Agus, Wildan, Fauzi, Taufik siregar, Panji, Andri, Sapto, Oki, Andra, Concon, Taufik Yuliawan, Rifky, Gilang, Pandu, Bang Ranto, Okta dll) yang selama setahun mengajarkan arti kebersamaan, arti kekeluargaan serta arti berbagi dalam keadaan suka ataupun duka.

11. Sahabat-sahabat Tingkat Persiapan Bersama (TPB) B04 yang selalu memberikan keceriaan pada masa TPB.

12. Teman-teman yang mempunyai selera musik yang sama (Hazirrur Rohman, Nindyta agustina dan Arum Puspa Pratiwi) dan selalu menjadi teman untuk ngampus pada malam hari.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 GAMBARAN UMUM UDANG ... 3

2.2 GAMBARAN UMUM IKAN ... 4

2.3 PENGERTIAN TAMBAK ... 5

2.4 SISTEM BUDIDAYA TAMBAK ... 6

2.5 PEMANENAN UDANG ... 7

2.6 PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN ... 9

2.7 POMPA AIR... 14

2.8 KERUGIAN DAYA TEKAN PADA SALURAN FLUIDA...15

III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1 WAKTU DAN TEMPAT ... 21

3.2 ALAT DAN BAHAN ... 21

3.3 METODE PENELITIAN ... 21

IV. ANALISIS RANCANGAN ... 24

4.1 KRITERIA DESAIN ... 24

4.2 MODIFIKASI RANCANGAN FUNGSIONAL ... 24

4.3 MODIFIKASI RANCANGAN STRUKTURAL ... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1 DEBIT DAN KECEPATAN ALIRAN ... 26

5.2 TEKANAN DAN JENIS ALIRAN ... 29

5.3 PERFORMANSI MESIN ... VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1 KESIMPULAN ... 31

6.2 SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Koefisien kerugian karena pembesaran diameter saluran ... 16

Tabel 2. Koefisien kerugian daya tekan karena penyempitan tiba-tiba ... 16

Tabel 3. Harga koefisien kerugiam daya tekan pada belokan ... 18

Tabel 4. Rancangan fungsional dan hasil modifikasi ... 24


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi udang ... 4

Gambar 2. Prayang atau bubu (Mujiman dan Suyanto, 2005) ... 7

Gambar 3. Jaring penadah yang berbentuk kantung dipasang di depan pintu air ... 8

Gambar 4. Jaring listrik yang dioperasikan oleh 3 orang ... 8

Gambar 5. Jaring listrik yang dioperasikan oleh 1 orang ... 9

Gambar 6. Skema instalasi pompa vakum dan perangkat tambahannya ... 11

Gambar 7. Prinsip kerja mesin pemanen ikan dan udang tipe vakum ... 13

Gambar 8. Grafik koefisien kerugian daya tekan karena pembesaran saluran ... 15

Gambar 9. Penyempitan diameter secara tiba-tiba ... 16

Gambar 10. Perubahan penampang aliran dari pipa ke suatu tandon ... 17

Gambar 11. Perubahan aliran dari suatu tandon ke suatu pipa ... 17

Gambar 12. Bentuk pemasukan ke dalam pipa dan koefesien kerugian daya tekan ... 18

Gambar 13. Diagram Moody ... 19

Gambar 14. Flow chart metode penelitian ... 22

Gambar 15. Saluran inlet 2.5 inchi ... 25

Gambar 16. Pompa air ... 25

Gambar 17. Mesin pemanen ikan dan udang yang telah dimodifikasi ... 26

Gambar 18. Grafik pengukuran debit pada tangki 1 dan tangki 2 ... 27


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Burst speed (lompatan renang/renang kilat) dari beberapa jenis ikan ... 34

Lampiran 2. Burst speed menurut jenis ikan ... 35

Lampiran 3. Burst speed yang mampu dilakukan ikan ... 36

Lampiran 4. Contoh perhitungan kapasitas pemanenan ... 37

Lampiran 5. Perhitungan head loss pada mesin ... 38

Lampiran 6. Perhitungan kebutuhan daya penggerak pompa air sentrifugasi ... 41

Lampiran 7. Contoh perhitungan tekanan ... 42

Lampiran 8. Data pengujian debit pada tangki 1 ... 43

Lampiran 9. Data pengujian debit pada tangki 2 ... 45

Lampiran 10. Tabel perbandingan debit dan kecepatan hisap ... 47

Lampiran 11. Efisiensi pompa sentrifugal dari pengujian mesin ... 48

Lampiran 12. Spesifikasi pompa vakum ... 49

Lampiran 13. Perhitungan volume tangki berdasarkan kapasitas pemanenan ... 50


(15)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Perikanan merupakan salah satu sektor agribisnis terbesar di Indonesia yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Komoditas tersebut diantaranya adalah ikan dan udang. Ikan dan dan udang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia dengan pemasaran di dalam maupun di luar negeri. Sehingga keseluruhan proses produksi menjadi hal yang sangat diperhatikan agar diperoleh produk yang berkualitas tinggi, salah satu proses yang terpenting adalah pemanenan. Sejauh ini mekanisme pemanenan ikan dan udang masih menggunakan cara tradisional. Menurut Mujiman dan Suyanto (2004), cara yang paling modern untuk memanen udang adalah dengan menggunakan jaring (trawl) yang dibagian mulutnya dialiri listrik dan ditarik oleh 3-4 orang dengan mengelilingi tambak. Pemaenenan dengan metode ini akan mengakibatkan stress pada udang dan beresiko tinggi bagi orang yang masuk ke dalam tambak.

Peningkatan akan kebutuhan dan kemudahan dalam memanen hasil sumber daya menuntut akan kemajuan dari teknologi yang digunakan. Alat yang digunakan makin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Di Indonesia, alat pemanen udang secara tradisional cukup beragam, diantaranya adalah garuk udang, dagol, jaring klitik, trawl, dan lain-lain. Namun, penggunaan alat tradisional ini memiliki kendala dalam ketersedian dan keterampilan tenaga kerja. Banyaknya tenaga kerja untuk mengoperasikan alat tersebut berdampak pada peningkatan biaya pengeluaran. Selain itu juga, keterampilan tenaga kerja untuk memanen sangat dibutuhkan untuk menjaga agar hasil yang dipanen sesuai dengan yang diinginkan. Selain alat tradisional, alat modern berupa mesin mekanis pemanen udang sudah digunakan oleh sebagian kecil perusahaan. Namun, kendala dari alat tersebut adalah tingkat kerusakan fisik udang pada saat dipanen masih cukup tinggi.

Kebutuhan akan udang dalam keadaan hidup semakin meningkat tiap harinya. Untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan tersebut diperlukan adanya alat pemanen mekanis. Selain menjaga agar udang tetap hidup pada saat dipanen, alat mekanis juga bisa mengurangi biaya produksi untuk membayar upah tenaga kerja.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya (Hamdani, 2005), hasil pengujian menunjukkan bahwa mesin pemanen udang jenis sentrifugal dengan sudu ulir mengerucut memiliki efisiensi pemanenan berdasarkan tingkat kelulusan hidup udang sebesar 75%. Nilai ini terbilang rendah, sehingga perlu ada penyempurnaan lebih lanjut agar diperoleh hasil yang lebih baik. Langkah yang dilakukan adalah perbaikan dan modifikasi sistem yang digunakan pada mesin pemanen ikan dan udang yang sudah ada, sehingga hal ini akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanenan dengan tingkat kelulusan hidup ikan dan udang yang tinggi. Pada penelitian selanjutnya (Gumilang, 2011), merancang sistem penghisap pada mesin pemanen ikan dan udang dan diperoleh tingkat kelulusan hidup udang sebesar 98.9%. Setelah ditemukan sistem mekanisme penghisap yang baru, dilakukan penelitian lanjutan dengan membuat prototipe (Maulaya, 2013). Hasil dari pengujian dengan menggunakan prototipe masih terbilang kurang baik dikarenakan masih terdapat kebocoran yang menyebabkan debit yang dihasilkan pada tiap-tiap tangki semakin menurun setiap waktunya. Debit yang dihasilkan masih belum mampu menghisap udang ke dalam tangki penampungan. Kurang optimalnya mesin yang dirancang, maka dilakukan penelitian lanjutan dengan memodifikasi saluran inlet dan power dari pompa yang digunakan sebelumnya.


(16)

2

1.2

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi saluran inlet dan power pompa mesin pemanen udang, agar menghasilkan mesin pemanen yang efisien dan efektif sehingga dapat menjamin mutu udang.


(17)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

GAMBARAN UMUM UDANG

Udang memiliki ciri-ciri umum yaitu memiliki tubuh yang beruas-ruas, kaki bersambungan, tubuh terdiri dari kepala, thoraks dan abdomen. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonide, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Sedangkan udang laut pada umumnya termasuk dalam keluarga Penaeidae, yang biasa disebut udang panaeid. Sebutan udang-udang ini berdasarkan dari klasifikasi berikut :

Filum : Arthropoda Sub filum : Mandibulata

Kelas : Crustacea (binatang berkulit keras)

Sub kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi) Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh) Sub ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang) Famili : Palaemonidae, Penaeidae

Udang memiliki beberapa sifat dan ciri khas. Udang bersifat eurythaline, yakni secara alami bisa hidup di perairan yang berkadar garam dengan rentang yang luas, yakni 5 - 45‰. Kadar garam ideal untuk pertumbuhan udang adalah 19 - 35‰. Sifat lain yang juga menguntungkan adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu yang dikenal sebagai eurythemal. Temperatur air juga mempengaruhi kebiasan udang dalam hal membenamkan diri. Jika temperatur dibawah 28oC, sekitar 50% udang membenamkan diri sedangkan pada suhu diatas 28oC, udang tidak membenamkan diri meskipun pada cahaya terang (Mujiman dan Suyanto, 2005).

Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Jenis makannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan zooplankton). Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau molusca (kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing Polychaeta, dan crustacea. Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan (Soetomo, 1990).

Udang hanya membenamkan diri pada lumpur maupun menempelkan diri pada sesuatu benda yang terbenam dalam air pada siang hari (Soetomo, 1990). Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada siang hari. Apabila pada suatu tambak udang tampak aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada yang tidak sesuai. Ketidakesuaian ini disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar garam meningkat, suhu meningkat, kadar oksigen menurun, ataupun karena timbulnya senyawa-senyawa beracun (Mujiman dan Suyanto 2005). Morfologi dari udang dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

4 Gambar 1. Morfologi udang

Keterangan:

a: alat pembantu rahang g: kaki jalan b: kerucut kepala h: kaki renang

c: mata i: anus

d: cangkang kepala j: telson e: sungut kecil k: ekor kipas f: sungut besar

Sifat udang windu (Penaeus monodon) yang perlu diketahui antara lain adalah nocturnal yaitu secara alami udang merupakan hewan yang aktif pada malam hari untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari udang bersembunyi di dalam substrat atau lumpur. Namun di tambak budidaya dapat dilakukan feeding dengan frekuensi yang lebih banyak untuk memacu pertumbuhannya. Selain itu udang windu suka menyerang sesamanya, udang sehat akan menyerang udang yang lemah terutama pada saat molting atau udang sakit. Sifat kanibal akan muncul terutama bila udang tersebut dalam keadaan kurang pakan dan padat tebar tinggi.

Sifat berikutnya dari udang adalah berupa kebiasaan makan (Feeding behaviour). Udang hidup dan mencari makan di dasar perairan (benthic). Udang merupakan hewan pemakan lambat dan terus-menerusdan digolongkan ke dalam hewan pemakan segala macam bangkai (omnivorous scavenger) atau pemakan detritus dan karnivora yang memakan crustacea kecil, amphipoda dan polychaeta.

Mujiman dan Suyanto (2005) menyatakan bahwa mutu udang ditentukan oleh beberapa kriteria yaitu ukuran besar, kulit keras, licin, bersinar, dan masih dalam keadaan hidup serta tidak cacat. Ciri-ciri udang segar dapat dilihat dari bagian kulit permukaannya yang masih tampak basah dan mengkilap. Penampakan secara umum menunjukkan bahwa udang segar memiliki konsistensi antara rongga badan yang sangat baik, badan tampak mengkilap dan kelihatan basah.

2.2

GAMBARAN UMUM IKAN

Ikan merupakan salah satu mahluk hidup bertulang belakang (vertebrata) yang termasuk ke dalam kelompok poiklilotermik (berdarah dingin), hidup di dalam air dan pergerakan serta keseimbangan tubuh di dalam air diatur oleh sirip. Sebagian besar ikan bernafas dengan menggunakan insang namun pada beberapa spesies ikan, alat pernafasannya dibantu oleh organ pernafasan lain seperti labirin. Ikan dapat dibagi menjadi ke dalam beberapa golongan berdasarkan lokasi budidayanya, yaitu ikan air tawar, ikan air payau, dan ikan air laut. Berdasarkan klasifikasi


(19)

5 taksonominya ikan dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu Ciprinid, Siklid, Salmonid, dan Klaridid. Biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes).

Pengetahuan tentang tingkah laku ikan sangat menunjang untuk penangkapannya. Tingkah laku yang menunjang tersebut antara lain adalah tingkah laku berkelompok (schooling behaviour), kebiasaan renang, kebiasaan makan, pola penyelamatan diri, serta berbagai pola tingkah laku lainnya yang memungkinkan ikan dapat tertangkap maupun meloloskan diri dari alat tangkap. Dalam setiap aktivitas hidupnya, ikan tidak terlepas dari kemampuan gerak. Kemampuan ikan melakukan gerak menyebabkan ikan dapat berenang untuk bermigrasi baik untuk mencari makan ataupun untuk menghindari predator. Setiap jenis ikan memiliki kemampuan renang yang berbeda-beda, tergantung dari bentuk tubuh dan pola renangnya.

Pola tingkah laku renang ikan adalah gambaran gerakan ikan ketika berenang yang dipengaruhi oleh sirip dan bentuk tubuh ikan. Kecepatan dan ketahanan renang ikan merupakan faktor mendasar yang perlu diketahui baik untuk meningkatkan efisiensi ataupun untuk mendapatkan hasil tangkapan yang selektif terhadap spesies dan ukurannya. Purbayanto (2010) mengemukan bahwa kebanyakan ikan bertulang rawan (elasmobranchii) serta ikan bertulang sejati (teleostei), ternyata lebih aktif berenang pada malam hari daripada siang hari.

Kecepatan renang dari udang berkisar antara 0.54 – 1.14 m/det. Sedangkan untuk kecepatan renang ikan dari jenis Thunnidae seperti cakalang dan tuna sirip biru, memiliki kecepatan renang antara 0.8 - 25 m/detik. Selain itu tuna jenis Euthyunus affinis berenang dengan keceparan rata-rata 80 cm/detik pada siang hari dan 83 cm/detik pada malam hari. Pada saat tersedia makanan aktivitasnya renangnnya meningkat menjadi 108 cm/detik pada siang hari dan 93 cm/detik pada malam hari. Sedangkan untuk kuat renangnya dapat mencapai 35 km/12 jam. Sedangkan untuk ikan herring, akan membentuk kelompok bergerak menuju daerah pemijahan dengan kecepatan rata-rata 6-10 mil/24 jam dan apabila sudah mendekati daerah yang dituju maka kecepatannya akan meningkat menjadi sekitar 24-40 mil/24jam (Gunarso, 1985 dalam Purbayanto, 2010).

Brainbrigde (1958) dalam Purbayanto (2010) telah mengukur kecepatan renang ikan dengan parameter terkait lainnya secara sistematis. Dia yang pertama kali menemukan hubungan linear antara kecepatan renang ikan dengan frekuensi kibasan ekornya. Dikatakannya bahwa jarak yang ditempuh ke depan dalam satu kibasan ekor, yaitu panjang langkah (stridelength) adalah proporsional terhadap panjang tubuh ikan pada kecepatan yang lebih tinggi (0.6 sampai 0.8 panjang tubuh). Persamaan matematis yang disarankan untuk memprediksi atau menghitung kecepatan renang ikan (U) dari frekuensi kibasan ekor (F) adalah: U = L (0.75 F – 1), dimana L adalah panjang tubuh ikan. Secara lebih rinci, kecepatan beberapa jenis ikan disajikan pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.

2.3

PENGERTIAN TAMBAK

Tambak adalah salah satu habitat yang biasanya digunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya perikanan yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum, tambak biasanya dikaitkan dengan budidaya udang atau ikan. Jenis udang yang biasa dibudidayakan di dalam tambak adalah udang windu.Tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang laut dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau (Martosudarmo dan Bambang 1992, diacu dakam Manurung 2006). Air yang masuk kedalam kolam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfatkan pasang surut air laut.

Tambak merupakan genangan air campuran dari laut dan sungai yang dibatasi oleh pematang – pematang dan dapat diatur melalui pintu air serta digunakan untuk usaha budidaya bandeng, udang,


(20)

6 dan hasil perikanan lainnya (Poernomo ,1985 diacu dalam Manurung, 2006 ). Untuk membuat suatu tambak diperlukan pengelolaan yang baik yang menyangkut perencanaan, pembangunan, ataupun rehabilitasi tambak. Dalam hal ini diperlukan suatu kajian yang mendalam baik dari berbagai aspek yang menyangkut kajian teknis maupun non teknis. Keberhasilan dalam budidaya udang di tambak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan lahan pertambakan yang memenuhi persyaratan baik fisik, kimia dan biologi (Afrianto dan Evi 1991, diacu dalam Manurung, 2006). Untuk mendapatkan lahan yang memenuhi persyaratan tersebut maka perlu dilakukannya perencanaan yang mencakup dua hal yaitu : penentuan areal yang memenuhi syarat untuk dijadikan tambak dan pembuatan konstruksi tambak.

2.4

SISTEM BUDIDAYA TAMBAK

Menurut Mujiman dan Suyanto (2005) terdapat 3 sistem budidaya udang, yaitu : 1). Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif

Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5 – 10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal) dengan kedalaman 30 – 50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktivitas semata – mata tergantung dari makanan alami yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Padat penebarannya rata – rata antara 3000 post larva/hektar (berkisar antara 1000 – 10000 benur/ hektar), sering kali dicampur bandeng (500 – 2000 nener/hektar) pada tambak yang siap tebar.

2). Sistem Budidaya Semi – intensif

Petakan tambak pada budidaya semi – intensif memiliki bentuk yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 ha sampai 3 ha per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan udang masih dari pakan alami yang didorong pertumbuhannnya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan – ikan rucah dari laut, rebon, siput – siput tambak, dicampur dengan bekatul (dedak halus). Padat penebaran 20000 – 50000 benur/hektar, dengan produksi pertahunnya dapat mencapai 600 kg – 1000 kg/Ha/tahun. Ukuran udang yang dipanen cukup memenuhi syarat ekspor yaitu 25-30 ekor/kg. Lama pemeliharaan 4-5 bulan. Pada tambak semi – intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan udang sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran benur, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem jaringan pada pintu – pintu air.

3). Sistem Budidaya Intensif

Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil – kecil 0.2 ha sampai 0.5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas budidaya intensif adalah padat penebaran benur sangat tinggi yaitu 50000


(21)

7 sampai 600000 ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan. Diberi aerasi (dengan kicir, atau alat lain) untuk menambah kadar oksigen dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya dengan menggunakan pompa, agar air tetap bersih tidak menjadi kotor oleh sisa – sisa makanan dan kotoran (ekskresi) udang. Produksi persatuan luas petak dapat mencapai 1000 sampai 20000 kg/Ha/tahun.

2.5

PEMANENAN UDANG

Menurut Mujiman dan Suyanto (2005) ada dua cara yang bisa dilakukan pada pemanenan di tambak, yaitu pemanenan sebagian dan pemanenan total :

2.5.1

Pemanenan Sebagian

Pemanenan sebagian adalah pemanenan yang dilakukan pada pemeliharaan ekstensif/tradisional yang penangkapannya dilakukan secara selektif. Penangkapan secara selektif hanya akan memilih udang yang cukup besar untuk dipanen. Udang yang masih di bawah ukuran standar akan dikembalikan lagi ke tambak. Pemanenan ini menggunakan alat yang dinamakan prayang seperti yang terlihat pada Gambar 2 (Mujiman dan Suyanto, 2005). Alat tersebut terbuat dari bambu yang dua bagian yaitu kere dan perangkap berebentuk jantung. Bagian kere berfungsi sebagai pengarah sedangkan perangkap berbentuk jantung berfungsi sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapanya di ujung kere. Pemasangan prayang biasanya dilakukan pada malam hari yang di atasnya diberi lampu minyak yang berguna untuk menarik perhatian udang. Namun dalam kenyataannya, pemanenan sebagian mempunyai beberapa permasalahan yang mesti diperhatikan yaitu membutuhkan tenaga kerja musiman untuk menjaring, penguraian bahan organik di dasar kolam berlangsung terus hingga suatu saat dapat membahayakan kehidupan udang, dan binatang lain seperti ikan, kepiting, dan sebagainya, tidak dapat dibersihkan dari kolam (Wibowo, 1990 diacu dalam Handoko, 2005)

Sumber : Mujiman dan Suyanto, 2005 Gambar 2. Prayang atau bubu

2.5.2

Pemanenan Total

Pemanenan total bertujuan untuk memanen semua udang yang berada di dalam tambak. Pemanenan ini biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan tambak yaitu dengan menggunakan pompa air untuk menyusutkan air yang ada di dalam tambak. Pada bagian ujung penghisap diberi kasa agar udang tidak tersedot ke dalam pompa.

Cara lain yang bisa dilakukan untuk melakukan penangkapan adalah dengan cara memasang jaring penadah di dalam pembuangan air (Mujiman dan Suyanto, 2005) seperti pada


(22)

8 Gambar 3. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir secara perlahan-lahan sehingga udang tidak banyak tertinggal di dalam lumpur atau tambak. Pintu pengeluaran yang dibuka akan membawa udang dan air keluar dan tertadah di jaring penadah. Pemanenan secara total mempunyai beberapa kerugian, diantaranya adalah udang yang masih berukuran kecil akan ikut terpanen dan air yang sudah kaya dengan berbagai jenis mineral dan organisme yang merupakan makanan alami udang terpaksa harus dibuang (Wibowo, 1990 diacu dalam Handoko, 2005).

Sumber : (Mujiman dan Suyanto, 2005)

Gambar 3. Jaring penadah yang berbentuk kantung dipasang di depan pintu air

Alat pemanen yang paling modern adalah jaring (trawl) listrik yang terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 (Mujiman Suyanto, 2005). Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung memmpunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantong yang di bawah dipasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring itu diberi pelampung agar mengembang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring itu dipasang kawat yang dapat dialiri listrik dari sebuah aki (akumulator) berkekuatan 3-112 volt. Aki diletakkan di atas rakit kecil atau wasko plastik yang ringan agar sewaktu dipergunakan dapat terapung dan tidak kena air.

Jaring dipegangi oleh 3-4 orang yang berjalan di dalam petakan tambak, sambil masing-masing memegangi ujung-ujung jaring, agar mulut jaring terbuka dengan baik. Jaring ditarik mengelilingi petakan tambak dan elektroda dipasangkan dengan penggeraknya. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut jaring itu akan mengejutkan udang yang terkena aliran listrik tersebut yang akan membuat udang melompat dan masuk ke dalam jaring. Jaring ini lebih efisien karena mudah dan cepat, serta udang tidak mati atau rusak pada saat di tangkap. Jaring ini juga bisa dioperasikan oleh satu orang saja jika sudah mahir menggunakannnya.

Sumber : (Mujiman dan Suyanto, 2005) Gambar 4. Jaring listrik yang dioperasikan oleh 3 orang


(23)

9 Sumber : (Mujiman dan Suyanto, 2005)

Gambar 5. Jaring listrik yang dioperasikan oleh satu orang

2.6

PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

Penelitian mengenai suatu desain mesin tertentu tidak hanya berhenti pada satu tahap saja, tetapi akan terus berlanjut demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Berikut adalah beberapa penelitian mengenai mesin pemanen ikan dan udang yang pernah dilakukan:

2.6.1

Rancang Bangun Konstruksi Pemisah Pada Mesin Pemanen Udang

(Thoriq, 2005)

Mesin pemanen udang yang dirancang merupakan inovasi yang akan menggantikan sistem pemanenan yang telah ada. Konstruksi pemisah pada mesin pemanen udang merupakan bagian dari rangkaian mesin pemanen udang oleh Hamdani dan Handoko, 2005. Bagian utama dari konstruksi pemisah pada mesin pemanen udang adalah hopper, sistem pemisahan, rangka, roda, dan batang tarik. Berdasarkan perhitungan kerugian head karena pengaruh pembesaran secara granual adalah 4.6 x 10-3 m dan besarnya kerugian head karena pengaruh belokan adalah 5.44 x 10-3 m. Beban yang diterima oleh penyangga bagian depan adalah sebesar 1677.14 N. Sedangkan beban yang ditumpu oleh masing-masing roda adalah 1620.68 N untuk roda bagian kanan dan 1466.33 N untuk roda bagian kiri.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap 30 ekor udang setiap pemanenan, diperoleh rata-rata 3 ekor tersangkut pada pemisah udang, terutama tersangkut pada bagian pinggir pemisah udang. Hal ini disebabkan oleh jenis aliran yang masuk ke dalam hopper melalui input sehingga terjadi penggumpalan di tengah, debit yang dihasilkan oleh pompa kurang besar, dan kemiringan pemisah udang kurang optimum.

2.6.2

Rancang Bangun Pompa Pemanen Udang Jenis Sentrifugal Dengan

Sudu Ulir Mengerucut (Hamdani, 2005)

Komponen yang digunakan dalam merancang berupa : 1) casing input yang berbentuk penampang potongan kerucut dengan lobang input 6 inchi dan panjang 200mm ; 2) casing output yang dibuat agar berbentuk mekanisme sentrifugal dengan lubang keluaran sebesar 4 inchi ; 3) penutup casing output yang berfungsi juga sebagai dudukan poros yang terbuat dari besi poros 3 inchi ; 4) pemegang poros dan flens yang digunakan untuk menstabilkan putaran poros ; 5) poros


(24)

10 dengan diameter 1 inchi dan panjang 300 mm yang berfungsi sebagai tempat terpasangnya sudu pompa ; 5) sudu pompa dengan bentuk ulir yang mengkerucut yang terbuat dari plat 2 mm dan 7) rangka pompa yang tebuat dari besi siku. Sebagai tenaga penggerak digunakan motor listrik dengan daya 3 HP, 1 phase dengan putaran 1400 rpm. Roda gigi yang digunakan untuk menyalurkan daya putar motor listrik adalah dengan perbandingan 1 : 2 sehingga kecepatan putar poros pompa yang dihasilkan adalah sebesar 700 rpm.

Dimensi (p x l x t) dari pompa pemanen udang dari hasil pembuatan adalah 1000 x 450 x 650 mm dan berat pompa 74 kg dengan lubang pemasukan sebesar 6 inchi dan lubang pengeluaran sebesar 4 inchi. Mekanisme alat pemanen ini adalah dengan cara menghisap udang secara langsung. Penghisapan udang secara langsung oleh pompa akan menyebabkan udang tersebut bergesekan langsung dengan impeller pompa yang dapat mengakibatkan kecacatan fisik pada udang tersebut. Pada penelitian ini, pengujian pemanenan udang dilakukan sebanyak 4 kali ulangan dengan jumlah sempel masing-masing ulangan adalah 30 ekor udang. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, Tingkat kelulusan berdasarkan jumlah udang yang hidup dan tidak cacat adalah sebesar 75%, dalam keadaan mati sebesar 3.3%, cacat sebesar 19.2%, dan tidak terhisap sebesar 2.5% dengan waktu perjalanan (travel time) rata-rata yang dibutuhkan 1 ekor udang dari kolam sampai lubang keluaran adalah 7.23 detik.

2.6.3

Perancangan Mekanisme Sistem Penghisap Pada Mesin PemanenUdang

Dan Ikan (Gumilang, 2011)

Penelitian ini dilakukan pengujian fungsional sebanyak 2 (dua) kali terhadap sistem model yang dibuat untuk mendapatkan data. Pengujian ini dilakukan dengan perlakuan 15 kombinasi. Pengujian pertama bertujuan untuk memperoleh data mengenai debit, kecepatan aliran, tekanan, dan jenis aliran pada sistem penghisap. Pengujian selanjutnya bertujuan untuk mengetahui kinerja fungsional sistem penghisap.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa debit yang terjadi relatif stabil, yaitu berkisar antara 0.57 l/det – 0.58 l/det. Nilai kecepatan yang diperoleh pada penampang hidraulik pertama dengan ukuran penampang hidraulik yang kecil berkisar antara 2.02 m/s – 2.04 m/s, sedangkan untuk nilai kecepatan pada penampang hidraulik yang besar berkisar antara 0.01 m/s – 0.02 m/s. Tekanan yang terjadi pada penampang hidraulik yang berukuran kecil bernilai sebesar 2.943 x 104 kPa, sedangkan tekanan yang terjadi pada penampang hidraulik yang berukuran besar bernilai sebesar 1.461 x 102 kPa. Jenis aliran yang terjadi pada penampang hidraulik dengan ukuran kecil adalah jenis aliran turbulen karena nilai bilangan Reynold yang diperoleh lebih besar dari 2300, yaitu berkisar antara 44720 – 45263, sedangkan jenis aliran yang terjadi pada penampang hidraulik dengan ukuran besar adalah jenis aliran laminer karena nilai bilangan Reynold yang diperoleh lebih kecil dari 2300, yaitu berkisar antara 2236 – 2263.

Kombinasi paling optimum untuk penempatan posisi pipa pemasukan dan pipa pengeluaran adalah pada kombinasi atas (pipa pemasukan) – atas (pipa pengeluaran), hal tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh faktor dari fluida saja melainkan dengan mempertimbangkan tingkah laku komoditas pada saat dipanen yang cenderung berkumpul di bagian bawah saringan yang terdapat pada fish trap. Untuk pengujian kinerja fungsional dipergunakan komoditas berupa beberapa jenis ikan dan udang dengan jumlah total sebanyak 250 ekor. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian pemanenan komoditas dan dilihat tingkat kelulusan hidupnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari 15 kali ulangan diketahui bahwa tingkat kelulusan hidupnya sangat besar yaitu 98.9%. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme sistem penghisap berfungsi baik sesuai dengan yang diharapkan.


(25)

11

2.6.4

Rancang Bangun Prototipe Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum

(Maulaya, 2013)

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya (Gumilang 2011) mengenai mekanisme sistem penghisap baru dari mesin pemanen ikan dan udang. Dalam penelitian ini, dilakukan pembuatan prototipe dari mekanisme yang telah dirancang. Pembuatan prototipe ini bertujuan untuk melakukan pengujian apakah rancangan mesin yang dibuat untuk pemanenan ikan dan udang ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan atau tidak.

Sistem yang dirancang pada mesin ini yaitu komoditas tidak masuk melewati pompa (impeller) sehingga ikan dan udang tidak akan rusak atau mati. Mesin yang dirancang memiliki beberapa saluran distibusi utama seperti saluran inlet, saluran outlet, saluran perpindahan, dan saluran buang. Saluran inlet adalah saluran yang mendistribusikan air dan komoditas pemanenan dari kolam masuk ke dalam tangki penampungan. Saluran outlet adalah saluran yang mendistribusikan air dari tangki penampungan keluar sistem melalui pompa air. Saluran perpindahan adalah saluran yang berfungsi untuk menyalurkan air dari tangki satu ke tangki lainnya untuk perpindahan operasi pemanenan. Sedangkan saluran buang adalah saluran yang berfungsi untuk membuang air keluar sistem (tambak). Selain itu mesin pemanen ini juga memiliki 2 tangki yang yang masing-masing memiliki saluran inlet. Tangki ini berfungsi untuk menampung sementara hasil pemanenan yang telah terhisap yang selanjutnya akan dikeluarkan apabila volume dalam tangki sudah penuh. Dalam pengoperasian mesin ini digunakan dua pompa yaitu pompa air dan pompa vakum. Pompa air berfungsi untuk menghisap komoditas yang berada di dalam kolam sedangkan pompa vakum berfungsi untuk mempertahankan keadaan vakum dalam sistem dengan cara menghisap udara yang masuk ke dalam sistem dan membuangnya ke lingkungan. Pompa vakum ini dijalankan secara otomatis dengan mekanisme automatic water level switch, dimana pompa vakum beroperasi berdasarkan ketinggian muka air di dalam tangki. Skema dari instalasi pompa vakum dapat dilihat pada Gambar 6.


(26)

12 Mekanisme otomasi pompa vakum ini adalah sebagai berikut:

 Ketika mesin beroperasi, terjadi perubahan tekanan karena ada udara yang masuk ke dalam sistem, sehingga muka air dalam tangki pun turun.

 Saat tinggi muka air minimum terdeteksi oleh level probes, maka secara otomatis pompa vakum menyala dan solenoid valve terbuka. Otomasi ini telah diatur dalam rangkaian otomasi yang disalurkan tegangan 12 V oleh adapter.

 Ketika pompa vakum menyala, udara di dalam tangki dihisap oleh inlet line melalui selang berkawat kemudian dikeluarkan melalui exhaust line.

 Sebelum udara melalui inlet line, terlebih dahulu masuk ke dalam safety tank bervolume 25 liter.

 Pompa vakum akan mati jika tinggi muka air maksimum dalam tangki terdeteksi oleh level probes.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa terjadi penurunan debit aliran yang cukup drastis saat mesin dioperasikan. Penurunan ini diakibatkan oleh kebocoran yang terjadi pada beberapa bagian, seperti pada lubang intake, sambungan antara selang dengan pipa, sambungan perpipaan dan keran (valve), sambungan las pada tangki, sehingga kondisi sistem pada mesin ini tidak 100% dalam kondisi vakum. Debit tertinggi yang diperoleh pada tangki 1 sebesar 3.11 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.38 m/det. Sedangkan pada tangki 2 debit aliran tertinggi yang diperoleh sebesr 4.02 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.50 m/det. Ikan yang terhisap oleh mesin hanya pada awal pengoperasian saja yang debitnya masih cukup besar. Setelah dilakukannya instalasi pompa vakum pada tangki 2, debit tertinggi dapat mencapai 5.27 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.65 m/det dan debit terendah yaitu 4.75 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.59 m/det. Untuk debit rata-rata sebesar sebesar 4.97 l/det dengan kecepatan hisap rata-rata 0.61 m/det.

Nilai tekanan yang diperoleh dari kedua penampang yaitu dari penampang hidraulik dengan ukuran diameter 4 inchi menjadi penampang hidraulik dengan ukuran diameter 60 cm adalah sebesar 78.40 kPa dan 15.92 kPa. Sebelum instalasi pompa vakum, jenis aliran yang terjadi ada tiga jenis, yaitu aliran turbulen, aliran transisi, dan aliran laminer. Aliran jenis turbulen terjadi pada penampang hidraulik kecil selama operasi, yaitu pada selang dengan diameter 4 inchi. Setelah instalasi pompa vakum, jenis aliran yang terjadi adalah aliran turbulen. Jenis aliran ini terjadi selama operasi mesin baik pada saluran inlet maupun tangki. Pada saluran inlet nilai bilangan Reynold yang terjadi berkisar antara 54842.31 sampai 85554.01. Sedangkan pada tangki nilai bilangan Reynold yang terjadi berkisar antara 7293.68 sampai 11378.15.


(27)

13 Gambar 7. Prinsip kerja mesin pemanen ikan dan udang tipe vakum

Dimana:

1. Tambak ikan atau udang 2. Saluran inlet

3. Tangki penampungan 4. Saluran outlet

5. Pompa air sentrifugal 6. Saluran buang 7. Saluran perpindahan

Aliran air dan komoditas Aliran air

Prinsip kerja dari mesin pemanen ini dijelaskan pada uraian berikut:

a. Pada awal pengoperasian, pemanenan hanya dioperasikan pada tangki 1 saja. Pada kondisi ini, saluran inlet baik yang terhubung dengan tangki 1 maupun tangki 2 harus berada di dalam tambak.

b. Tangki 1 diisi penuh oleh air yang dimasukkan melalui lubang intake.

c. Jika air sudah penuh maka selanjutnya pompa air dinyalakan. Pada kondisi ini, pastikan bahwa keran-keran yang ada pada saluran outlet dan saluran buang harus dalam keadaan terbuka agar air dapat mengalir melalui tangki 1 dan membuangnya kembali ke tambak. Sedangkan keran perpindahan harus dalam keadaan tertutup.

d. Saat mesin beroperasi, air dan komoditas di dalam tambak (1) dihisap menggunakan pompa air melalui saluran inlet (2) menuju tangki penampungan (3).

e. Komoditas yang masuk ke dalami tangki terperangkap, artinya tidak dapat keluar dari tangki karena pada lubang outlet dipasang filter berupa kawat berjaring. Sedangkan air terus mengalir keluar tangki melalui saluran outlet (4) menuju pompa air (5). Disinilah akhir dari aliran suction pompa air.

1

2

3

4

7

6


(28)

14 f. Air yang keluar dari pompa (discharge) kemudian dapat didistribusikan keluar sistem (kembali ke tambak) melalui saluran buang (6) atau ke tangki 2 melalui saluran perpindahan (7) untuk pengoperasian batch nerikutnya.

g. Pengoperasian pada tangki 1 terus dilakukanhingga perbandingan komoditas pemanenan dan air sebesar 1:2 tampak dari jendela indikator pada tangki penampungan. Jika perbandingan tersebut sudah tercapai, maka pengoperasian dipindah ke tangki 2.

h. Untuk memindahkan operasi pemanenan ke tangki 2, cara yang dilakukan adalah dengan membuka saluran perpindahan dan menutup saluran buang sehingga air yang pada awalnya dibuang ke tambak dapat dipindahkan ke tangki 2.

i. Saat melakukan perpindahan operasi pemanenan, lubang intake pada tangki 2 harus dalam keadaan terbuka.Jika air pada tangki 2 sudah penuh, selanjutnya keran pada saluran oulet di-switch kemudian keran buang dibuka dan keran perpindahan ditutup. Maka operasi pemanenan berpindah ke tangki 2.

j. Dan seterusnya.

2.7

POMPA AIR

Pompa adalah suatu mesin pengangkut zat cair. Pengangkutan zat cair terjadi karena zat cair menerima tekanan atau energi dari pompa untuk mengatasi hambatan aliran yang dialami zat cair pada waktu mengalami pemindahan. Pemindahan zat cair dapat terjadi secara horizontal atau vertikal. Pada pemindahan dengan arah horizontal, terjadi hambatan yang disebabkan oleh gesekan dan pusaran. Sedangkan pada pemindahan dengan arah vertikal terjadi hambatan yang disebabkan oleh gesekan, pusaran, dan adanya perbedaan tinggi antara muka hisap dan muka dorong. Aliran suatu zat cair melalui suatu penampang saluran yang mempunyai tekanan statis p (kgf/m2), kecepatan rata-rata v (m/s), dan ketinggian z (m) diukur dari bidang referensi. Berdasarkan hukum Bernoulli, air pada penampang yang bersangkutan dikatakan mempunyai tinggi muka air (m) yang dinyatakan sebagai berikut:

H= p/γ + v2/2g +z...(1) dimana : γ: berat zat cair per satuan volume, kgf/m3

g : percepatan gravitasi, m/s2

Menurut Susana (2001) diacu dalam Adisiswoyo (2004), adapun masing-masing suku dari

persamaan (1) diatas, yaitu p/γ, v2

/2g, dan z berturut-turut disebut head tekanan, head kecepatan, dan head potensial. Ketiga head ini tidak lain adalah energi mekanik yang dikandung oleh satu satuan berat (1 kgf) air yang mengalir pada penampang yang bersangkutan. Menurut Sularso dan Tahara (2000) diacu dalam Adisiswoyo (2004), pompa air dapat merubah energi mekanik dalam bentuk kerja poros menjadi energi fluida. Energi inilah yang mengakibatkan pertambahan head tekanan, head kecepatan, dan head potensial pada air yang mengalir secara kontinyu.

Prinsip kerja pompa air yang merupakan suatu mesin fluida dimulai dengan poros berputar dan kemudian membangkitkan gerak mekanik dari suatu fluida seperti air. Pada pompa, gerakan poros berputar dimanfaatkan untuk menggerakkan mesin yang berguna dalam pemindahan fluida. Mesin-mesin fluida tersebut dilengkapi dengan sudu-sudu pada impellernya. Menurut Sularso dan Tahara (2000) diacu dalam Adisiswoyo (2004), laju aliran pompa adalah sebagai berikut:


(29)

15 Sementara menurut Sularso dan Tahara (2000) diacu dalam Adisiswoyo (2004), head total efektif yang dibangkitkan pompa adalah sebagai berikut:

H = [Hgd + z1 + V12/2g] – [ Hgs + z3 + v32/2g] ... (3)

2.8

KERUGIAN DAYA TEKAN PADA SALURAN FLUIDA

Menurut Erizal dan Panjaitan (2007) setiap aliran fluida yang melalui jalur pipa atau selang, biasanya mengalami kerugian daya tekan, baik karena gesekan, bentuk penampang, atau perubahan arah aliran. Kerugian daya tekan di tempat-tempat transisi yang demikian itu dinyatakan secara umum dengan persamaan (4) berikut:

...(4) Dimana:

v :Kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/s) : Koefisien kerugian

: Percepatan gravitasi (m/s2)

: Kerugian daya tekan (m)

Kerugian daya tekan karena bentuk penampang dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni karena pembesaran diameter penampang secara granual, penyempitan diameter secara tiba-tiba, perubahan dari pipa ke suatu tandon, dan perubahan dari tandon ke pipa.

1. Kerugian daya tekan karena pembesaran diameter penampang secara granual

...(5) atau

...(6) Dimana:

: Kecepatan rata-rata di penampang yang kecil (m/s) : Kecepatan rata-rata di penampang yang besar (m/s)

: Koefisien kerugian karena pembesaran diameter saluran : Percepatan gravitasi (m/s2)

: Kerugian daya tekan (m)

Nilai dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 8 atau Tabel 1


(30)

16 Tabel 1. Koefisien kerugian karena pembesaran diameter saluran

Bentuk Perlebaran D1/D2 KE, θ = 10o KE, θ = 180o

0 - 1.00

0.20 0.13 0.92 0.40 0.11 0.72 0.60 0.06 0.42 0.80 0.03 0.16 2. Kerugian daya tekan karena penyempitan diameter secara tiba-tiba

Pada aliran yang mengalami penyempitan tiba-tiba akan terjadi kontraksi. Gambar 9 menunjukkan bahwa tepat di hilir penyempitan terjadi suatu vena kontrakta, yaitu suatu penampang menyempit dimana garis-garis arusnya lurus. Setelah vena kontrakta, aliran kembali menyebar memenuhi penampang pipa. Perlebaran ini menyebabkan terjadinya pusaran-pusaran arus diantara vena kontrakta sampai ke dinding pipa.

Gambar 9. Penyempitan diameter secara tiba-tiba

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa vena kontrakta dan penampang 2 dimana aliran kembali seragam. Pola alirannya sama dengan pola aliran yang melebar secara tiba-tiba, sehingga diperoleh persamaan (7) di bawah ini:

...(7) Dimana:

: Kerugian daya tekan karena penyempitan diameter tiba-tiba (m) : Koefisien kerugian daya tekan karena penyempitan

: Kecepatan aliran pada penampang sempit (m/det) : Percepatan gravitasi (m/det2)

Nilai dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Koefisien kerugian daya tekan karena penyempitan tiba-tiba

D1/D2 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.10 1.00

KC 0.45 0.43 0.42 0.42 0.37 0.28 0.01 0

3. Kerugian daya tekan karena perubahan pipa ke tandon (reservoir)

Perlebaran tiba-tiba dapat terjadi pada perubahan aliran dari suatu pipa ke suatu tandon. Misalnya aliran yang terjadi seperti pada Gambar 10. Kerugian daya tekan ini juga dikenal


(31)

17 Gambar 10. Perubahan penampang aliran dari pipa ke suatu tandon

Besarnya kerugian yang dialami dapat dihitung dengan persamaan (8) di bawah ini.

...(8) Dimana:

: Kerugian daya tekan karena penyempitan diameter tiba-tiba (m) : Kecepatan aliran pada pipa (m/det)

: Percepatan gravitasi (m/det2)

4. Kerugian daya tekan karena perubahan tandon (reservoir) ke pipa

Jenis kerugian ini merupakan hal yang khusus dari kerugian daya tekan karena penyempitan tiba-tiba. Karena luas basah dari penampang melintang tandon jauh lebih besar daripada luas penampang pipa maka perbandingannya mendekati atau dianggap nol. Perubahan ini dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Perubahan aliran dari suatu tandon ke suatu pipa Kerugian yang terjadi dapat dihitung menggunakan persamaan (9) berikut ini:

...(9) Dimana:

: Kerugian daya tekan karena penyempitan diameter tiba-tiba (m) : Koefisien kerugian daya tekan karena penyempitan

: Kecepatan aliran pada penampang sempit (m/det) : Percepatan gravitasi (m/det2)

Nilai tergantung pada bentuk hubungan antara tandon dan pipa (bentuk inlet ke pipa) yang ditunjukkan pada Gambar 12.


(32)

18 Gambar 12. Bentuk pemasukan ke dalam pipa dan koefisien kerugian daya tekan Kerugian karena gesekan pada saluran dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (10) namun ditentukan terlebih dahulu koefisien geseknya.

... (10) Dimana:

: Kerugian yang disebabkan oleh gesekan aliran fluida dan pipa (m) : Koefisien gesekan (diperoleh dari diagram Moody)

: Panjang pipa (m) D : Diameter pipa (m)

: Kecepatan aliran (m/s) : Percepatan gravitasi (m/s2)

Nilai f dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (12) jika aliran laminer dan persamaan (13) jika aliran turbulen yang terjadi pada saluran sangat halus seperti kaca dan plastik, termasuk PVC. Persamaan tersebut diturunkan dari diagram Moody yang dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan jenis aliran fluida dapat diketahui berdasarkan bilangan Reynold-nya yang dapat ditentukan dengan persamaan (11).

... (11)

... (12)


(33)

19 Dimana:

Re : Nilai bilangan Reynold : Massa jenis fluida (kg/m3) : Diameter dalam pipa (m)

: Kecepatan aliran rata-rata fluida (m) : Viskositas dinamik fluida (Pa.s) : Viskositas kinematik fluida (Pa.s) : Koefisien gesekan

Gambar 13. Diagram Moody

Kerugian daya tekan karena belokan terdapat dua jenis, yakni belokan tajam dan belokan lengkungan. Untuk menentukan besarnya kerugian daya tekan karena belokan dapat menggunakan persamaan (14).

... (14) Dimana:

: Kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/s) : Koefisien kerugian karena belokan : Percepatan gravitasi (m/s2)

: Kerugian daya tekan karena belokan (m)


(34)

20 Tabel 3. Harga koefisien kerugiam daya tekan pada belokan


(35)

21

III.

METODE PENELITIAN

3.1

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Februari 2013 di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2

ALAT DAN BAHAN

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah

3.2.1

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Gergaji mekanis

b. Penggaris besi c. Jangka sorong d. Obeng e. Palu

f. Perlengkapan kunci pas

3.2.2

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Selang berserat dengan diameter 2.5 inchi

b. Reducer 4 inchi ke 2.5 inchi c. Pipa PVC berdiameter 2 inchi d. Knee 2 inchi

e. Lem paralon f. Lem araldite

3.3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan rancangan secara umum yaitu pendekatan rancangan fungsional dan struktural. Rancangan fungsional menyangkut segi fungsi atau kegunaan dari setiap elemen komponen penyusun mesin tersebut terhadap komoditas yang akan diproses. Rancangan struktural adalah merupakan perwujudan dari rancangan fungsional yang sudah ditentukan sebelumnya. Tahapan penelitian dapat dilhat pada Gambar 14.


(36)

22 Gambar 14 . Flow chart metode penelitian

3.3.1

Identifikasi Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi secara umum telah dikemukakan di dalam latar belakang. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mesin pemanen udang yang telah dibuat masih kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya debit aliran dan kecepatan hisap tiap waktu. Sehingga permasalahan khusus dari desain ini adalah debit yang menurun setiap waktunya yang menyebabkan ikan belum mampu terhisap ke dalam tangki penampungan. Oleh karena itu, perlu power pompa yang lebih besar dan saluran inlet yang lebih kecil agar debit dan kecepatan hisap yang dihasilkan lebih besar sehingga udang dapat terhisap ke dalam tangki.

3.3.2

Analisis Perancangan

Komponen yang akan digunakan untuk modifikasi mesin ditentukan dalam analisis perancangan. Analisis rancangan ini terdiri dari analisis fungsional yang dilengkapi dengan analisis teknik. Analisis fungsional yaitu analisis yang menyangkut segi fungsi dan kegunaan dari setiap elemen penyusun mesin. Sedangkan analisis teknik yaitu analisis yang menyangkut bahan dasar, kekuatan bahan, dan konstruksi mesin.

Mulai

Identifikasi permasalahan

Analisis Rancangan

Modifikasi prototipe

Prototipe siap dilakukan uji performansi

Selesai

Uji fungsional

Y

N


(37)

23

3.3.3

Uji Fungsional

Metode pengujian yang dilakukan adalah metode uji fungsional dari masing-masing bagian yang telah digabung. Bagian-bagian yang telah dipasang dilihat dan diuji apakah dapat berjalan sesuai dengan fungsinya dengan baik atau tidak. Parameter yang dilihat adalah debit keluaran air dan terhisap atau tidaknya ikan ke dalam tangki. Apabila mesin masih tidak berfungsi dengan baik maka akan dilakukan analisis rancangan kembali.


(38)

24

IV.

ANALISIS RANCANGAN

4.1

KRITERIA DESAIN

Mesin pemanen udang merupakan inovasi dari sistem pemanenan yang dilakukan secara manual. Sistem mekanis dapat menggantikan sistem pemanenan manual yang diharapkan agar pemanenan lebih efektif dan efisien yang tidak merusak mutu dari udang. Sistem baru yang telah ditemukan dengan cara udang tidak melewati pompa sehingga tidak merusak fisik ikan ataupun udang. Kriteria desain yang dilakukan adalah memodifikasi saluran inlet dan pompa dengan cara memperkecil saluran inlet dan meningkatkan power dari pompa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan hisap saluran inlet sehingga udang akan terhisap ke dalam tangki penampungan. Adanya modifikasi dari saluran inlet dan pompa ini diharapkan kapasitas mesin pemanenan dapat mencapai 4.8 ton/jam. Data perhitungan terdapat pada Lampiran 4.

4.2

MODIFIKASI RANCANGAN FUNGSIONAL

Mesin udang dengan sistem penghisap yang baru berfungsi sebagai mesin pemanen dengan tingkat kelulusan komoditas panen yang tinggi. Keadaan fisik dari komoditas yang dipanen tidak akan mengalami kerusakan dikarenakan komoditas yang dipanen tidak melewati impeller yang dapat melukai fisik komoditas udang. Agar mesin pemanen ini dapat berfungsi sesuai dengan rancangan fungsionalnya maka diperlukan penjabaran fungsional dari rancangan strukturalnya yang direncanakan. Uraian fungsi dari modifikasi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Rancangan fungsional dari hasil modifikasi

No Nama Komponen Fungsi

1 Pompa air 4.1 kW Memindahkan air dan komoditas dari kolam penampung menuju tangki.

2 Saluran inlet 2.5 inchi Mendistribusikan aliran fluida/komoditas yang ada di dalam kolam menuju ke dalam tangki penampungan.

4.3

MODIFIKASI RANCANGAN STRUKTURAL

4.3.1

Saluran

Inlet

Saluran inlet atau saluran hisap yang digunakan pada penelitian sebelumnya terdiri dari selang berserat yang berdiameter 4 inchi dengan panjang 5 m dan PVC swing check valve yang berdiameter 4 inchi. Saluran ini berfungsi untuk mendistribusikan air dan komoditas pemanenan dari kolam menuju ke tangki penampungan. Modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengubah diameter dari saluran inlet menjadi 2.5 inchi. Tujuan dari memperkecil diameter saluran inlet adalah untuk meningkatkan kecepatan hisap sehingga komoditas dapat terhisap ke dalam tangki penampungan. Sedangkan penggunaan PVC swing check valve ini bertujuan agar air yang ada di dalam tangki penampungan tidak kembali lagi ke kolam karena adanya perbedaaan ketinggian. Pemilihan saluran inlet 2.5 inchi berdasarkan pada dimensi dari udang yang bisa masuk atau


(39)

25 terhisap oleh saluran inlet yaitu dengan panjang 6-8 cm dan tinggi 5-6 cm. Gambar dari saluran inlet dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Saluran inlet 2.5 inchi

4.3.2

Pompa Air

Pompa air yang digunakan adalah pompa air sentrifugal. Pompa ini memiliki sebuah impeller yang berfugsi mengangkat zat cair dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi. Dalam hal ini yaitu untuk memindahkan air dan komoditas yang ada di dalam kolam menuju tangki. Daya yang dimiliki oleh pompa bersumber dari motor bensin yang merupakan pendorong yang efektif bagi fluida cair. Penelitian sebelumnya menggunakan power sebesar 3.1 kW dengan kecepatan putar 3600 rpm. Namun pada penelitian kali ini digunakan power yang lebih besar yaitu sebesar 4.1 kW. Power pompa yang besar akan menghasilkan debit yang besar pula, sehingga dengan memperbesar power pompa dan dengan ditunjang saluran inlet yang diperkecil maka akan memperoleh kecepatan hisap yang tinggi. Pemilihan pompa ini disesuaikan dengan target waktu pemanenan yang disajikan pada Lampiran 4. Sedangkan untuk perhitungan kebutuhan daya penggerak pompa ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar pompa air dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Pompa Air Spesifikasi :

 Hoasin model HP30H

 Daya hisap : 8 m Daya dorong : 30 m

 Kapasitas per menit :100 liter/menit Tenaga mesin : 5.5 HP/3600 rpm  Berat :29kg


(40)

26

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mesin udang merupakan suatu inovasi dari sistem pemanenan yang dilakukan secara manual. Penggunaan mesin secara mekanis diharapkan dapat meningkatkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara manual. Penelitian sebelumnya tentang pembuatan mesin udang ini telah ada, namun tingkat kecacatan komoditas dan tingkat mortalitas masih cukup tinggi. Hal tersebut terjadi dikarenakan komoditas yang dipanen langsung masuk ke dalam impeller sehingga menyebabkan ikan atau udang tersebut mengalami kerusakan fisik atau mati. Dengan kendala yang ada, maka dilakukan penelitian lanjutan mengenai mekanisme sistem penghisap baru untuk pemanenan ikan dan udang (Gumilang, 2011) yang selanjutnya dibuat sebuah prototipe mesin pemanen udang tipe vakum (Maulaya, 2013).

Hasil penelitian sebelumnya (Maulaya, 2013) masih belum optimal dikarenakan debit dan kecepatan hisap relatif kecil sehingga belum mampu menghisap udang. Selanjutnya dilakukkan penelitian ulang mengenai modifikasi mesin pemanen udang. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan memperkecil diameter saluran inlet dan memperbesar power pompa air. Hal ini dimaksudkan agar kecepatan hisap meningkat sehingga udang bisa terhisap ke dalam tangki penampungan.

5.1

DEBIT DAN KECEPATAN ALIRAN

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah debit air pada mesin pemanen udang. Debit tersebut digunakan untuk menghitung data kecepatan, tekanan, dan jenis aliran dari bilangan Reynold yang diketahui. Pengukuran debit yang dilakukan menggunakan metode volumetrik. Metode tersebut dilakukan dengan cara air ditampung dalam sebuah wadah dengan volume 20 liter per satuan waktu. Mesin hasil modifikasi dapat dilihat pada Gambar 17.


(41)

27 Gambar 18. Grafik Pengukuran debit pada tangki 1 dan tangki 2

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

0:00:00 0:14:24 0:28:48 0:43:12 0:57:36 1:12:00 1:26:24 1:40:48 1:55:12 2:09:36 2:24:00 2:38:24 2:52:48 3:07:12 3:21:36 3:36:00 3:50:24 4:04:48 Debit (liter/detik)

Waktu operasi mesin (j:mm:dd

)

T1U1 T2U1 T1U2 T2U2 T1U3 T2U3 T1U4 T2U4


(42)

28 Pengambilan data ini dilakukan pada kedua tangki, yaitu tangki 1 dengan mulut hisap dan saluran inlet 4 inchi tanpa menggunakan instalasi pompa vakum dan tangki 2 dengan mulut hisap 4 inchi dan saluran inlet 2.5 inchi dengan menggunakan instalasi pompa vakum. Data yang diambil sebanyak empat kali ulangan pada masing-masing tangki dan setiap ulangan dilakukan sepuluh kali pengambilan data. Grafik pengukuran debit pada tangki 1 dan tangki 2 dapat dilihat pada Gambar 18.

Pada tangki 1, terjadi penurunan debit aliran yang cukup besar dalam selang waktu tertentu yang terlihat pada Gambar 18. Debit tertinggi terjadi pada awal pengoperasian sebesar 2.98 l/det dan terendah sebesar 1.17 l/det yang terjadi pada menit ke-210 pada akhir pengoperasian tangki 1. Debit tersebut terjadi disebabkan pada awal pengoperasian udara yang masuk belum terlalu banyak sehingga debit masih cukup tinggi. Semakin lama waktu pengoperasian debit aliran cenderung menurun.

Sedangkan pada Gambar 18 terlihat debit aliran terbesar pada tangki 2 sebesar 1.92 l/det dan terendah sebesar 1.40 l/det. Terlihat dari Gambar 18 bahwa debit aliran tangki 2 cenderung lebih konstan dibandingkan dengan tangki 1. Hal ini dikarenakan pada tangki 2 menggunakan pompa vakum.

Dari hasil perhitungan diperoleh grafik debit aliran rata-rata pada tiap tangki yang dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat terjadinya penurunan debit aliran pada tiap-tiap tangki.

Gambar 19. Grafik pengukuran debit rata-rata

Terlihat dari grafik di atas terjadi penurunan debit aliaran tiap tangki pada saat mesin dioperasikan. Namun pada tangki 2 terlihat debit air yg cukup konstan meskipun ada sedikit terjadi penurunan debit. Hal ini dikarenakan pada tangki 2 menggunakan instalasi pompa vakum. Pompa vakum ini berfungsi untuk membuat keadaan di dalam tangki menjadi vakum dengan cara menghisap keluar udara yang berada dalam tangki. Dari data pengukuran, terlihat debit tertinggi pada tangki 2 sebesar 1.77 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.56 m/det sedangkan pada tangki 1 sebesar 2.06 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.25 m/det. Debit yang dihasilkan pada tangki 1 cenderung turun atau tidak konstan. Debit yang menurun tersebut dikarenakan pada tangki 1 tidak menggunakan instalasi pompa vakum sehingga udara yang masuk ke dalam tangki tidak dapat dibuang ke lingkungan.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 Debit (liter/detik)

Waktu Pengukuran (j:mm:dd)

Tangki 1 (tanpa instalasi)

Tangki 2 (menggunakan instalasi)


(43)

29 Debit pada tangki 1 (tidak menggunakan pompa vakum) lebih tinggi dibandingkan dengan tangki 2 (menggunakan pompa vakum). Hal ini dikarenakan kebocoran yang terjadi pada tangki 2 lebih banyak dibandingkan pada tangki 1. Namun pada selang waktu tertentu debit yang dihasilkan tangki 2 cukup konstan yang menandakan bahwa pompa vakum berfungsi dengan baik.

Dari data pengukuran penelitian sebelumnya, debit rata-rata yang dihasilkan pada tangki 1 sebesar 1.83 l/det dengan kecepatan hisap rata-rata 0.23 m/det. Sedangkan pada tangki 2, debit rata-rata sebesar 4.97 l/det dengan kecepatan hisap rata-rata 0.61 m/det. Pada penelitian ini, debit dan kecepatan hisap rata-rata pada tangki 1 sebesar 1.84 l/det dan 0.23 m/det. Sedangkan pada tangki 2, debit dan kecepatan hisap rata-rata sebesar 1.63 l/det dan 0.52 m/det. Terlihat bahwa pada tangki 1 debit yang dihasilkan sama dengan penelitian sebelumnya. Debit tersebut masih terbilang kecil karena belum mampu menghisap ikan mas yang memiliki dimensi yang sama dengan udang sebagai komoditas yang diuji. Pada tangki 2 terlihat perbedaan yang cukup besar yaitu pada penelitian ini nilai debit dan kecepatan hisap rata-rata yang diperoleh lebih kecil. Hal ini terjadi karena adanya kebocoran yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Selain kebocoran pada tangki, kebocoran terjadi di saluran, sambungan perpipaan dan keran(valve), serta kebocoran intake pada pompa sehingga kondisi sistem pada mesin tidak 100% dalam keadaan vakum.

5.2

TEKANAN DAN JENIS ALIRAN

Tekanan yang terjadi di dalam sistem akan mengalami perubahan yang dikarenakan adanya perubahan penampang hidrolik. Perubahan tersebut merupakan pembesaran penampang hidrolik yang terjadi pada tangki 1 dan tangki 2. Penampang hidrolik pada saluran inlet tangki 1 sebesar 2.5 inchi dan saluran inlet pada tangki 2 sebesar 4 inchi. Kedua saluran inlet ini akan mengalami pembesaran yaitu menjadi penampang hidrolik dengan ukuran 60 cm.

Nilai tekanan yang diperoleh pada masing-masing tangki sangat jauh berbeda. Untuk tangki 1, nilai tekanan pada penampang hidrolik yang berukuran kecil sebesar 78.40 kPa sedangkan tekanan pada penampang hidrolik besar (tangki) sebesar 15.89 kPa. Pada tangki 2, nilai tekanan pada penampang hidrolik yang berukuran kecil sebesar 78.40 kPa sedangkan tekanan pada penampang hidrolik besar sebesar 6.20 kPa.

Jenis aliran dibedakan menjadi 3 yaitu aliran laminer, aliran transisi dan aliran turbulen.

Aliran laminer terjadi jika bilangan Reynold ≤ 2200, aliran turbulen terjadi jika bilangan Reynold ≥ 4000, dan aliran transisi terjadi jika bilangan Reynold berada di tengah-tengah dari nilai aliran laminer dan aliran turbulen. Jenis aliran yang terjadi pada tangki 1 adalah aliran turbulen dan aliran transisi. Aliran turbulen terjadi pada penampang hidrolik kecil (saluran inlet) yang berdiameter 4 inchi. Nilai bilangan Reynold pada penampang kecil berkisar 17010.66 sampai 43286.05. Sedangkan penampang yang besar (tangki) aliran yang terjadi adalah jenis aliran turbulen dan transisi. Nilai bilangan Reynold yang terjadi pada penampang besar berkisar antara 2263.23 sampai dengan 5759.11. Pada tangki 2, jenis aliran yang terjadi adalah aliran turbulen dan transisi. Aliran turbulen terjadi di penampang hidrolik kecil yang berdiameter 2.5 inchi. Nilai bilangan Reynoldnya berkisar 32683.40 sampai dengan 44622.40. Sedangkan aliran transisi terjadi pada tangki dengan nilai bilangan Reynold berkisar 2717.78 sampai dengan 3710.56.

Jenis aliran tangki 2 pada penelitian sebelumnya adalah turbulen baik pada penampang hidrolik kecil ataupun besar. Sedangkan pada penelitian ini, jenis aliran airnya adalah turbulen dan transisi. Perbedaan jenis aliran ini dikarenakan adanya perbedaan deiameter saluran inlet dan debit aliran. Penelitian sebelumnya menggunakan diameter saluran inlet 4 inchi sedangkan pada penelitian ini diameter saluran inletnya sebesar 2.5 inchi.


(44)

30 Terilihat terdapat perbedaaan jenis aliran yang cukup besar antara penampang hidrolik kecil dan penampang hidrolik besar. Perubahan jenis aliran ini terjadi disebabkan karena adanya perubahan penampang, yaitu dari penampang hidrolik kecil menuju ke penampang hidrolik besar. Secara lengkap nilai bilangan Reynold dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

5.3

PERFORMANSI MESIN

Pada uji fungsional, komoditas yang digunakan adalah ikan mas yang dimensi tubuhnya mendekati udang, yakni dengan panjang tubuh 6-8 cm sebanyak 200 ekor. Pada saat pengujian ikan yang terhisap hanya pada awal pengoperasian. Hal ini dikarenakan pada awal pengoperasian debit yang dihasilkan cukup besar namun seiring dengan waktu terjadi penurunan debit aliran yang cukup drastis setiap waktunya. Hal ini terjadi karena ada beberapa kebocoran pada tangki. Selain itu kebocoran terjadi di saluran inlet, sambungan perpipaan dan keran (valve), serta kebocoran pada intake pada pompa sehingga kondisi sistem pada mesin tidak 100% dalam keadaan vakum. Untuk mengatasi kebocoran dilakukan penambalan pada daerah yang bocor dengan menggunakan lem besi dan lem araldite. Namun, setelah dilakukannya pengujian ulang kebocoran masih tetap terjadi.

Tabel 5. Performansi Mesin Pemanen Udang Tipe Vakum Kapasitas Pemanenan 4.5 ton/jam (Lampiran 4) Total Head Loss 8.9 m (Lampiran 5) Daya Pompa Sentrifugal 4.1 kW (Lampiran 6) Efisiensi Pompa Sentrifugal 5.8% (Lampiran 11) Daya Pompa Vakum 0.19 kW (Lampiran 12)

Ultimate vacuum 6x10-2 Pa (Lampiran 12 )

Kapasitas Tangki 182.43 l/det (Lampiran 13)

Dari hasil perhitungan didapatkan debit aliran rata-rata pada tangki 1 sebesar 1.84 l/det dengan kecepatan hisap sebesar 0.23 m/det. Sedangkan pada tangki 2, diperoleh debit aliran rata-rata sebesar 1.63 l/ det dan kecepatan hisap 0.52 m/det. Berdasarkan dari kecepatan renang, udang memiliki kecepatan renang berkisar antara 0.54 – 1.14 m/det. Dengan mengasumsikan bahwa perbandingan massa udang dan air sama dikarenakan massa jenis udang lebih rendah dibandingkan air maka perbandingan massa diabaikan sehingga untuk mengatasi kecepatan udang dapat menggunakan rumus momentum (m.air x = m.udang x ). Untuk dapat menghisap udang, kecepatan hisap pompa harus lebih besar dari kecepatan maksimum renang udang. Namun pada hasil pengujian, ikan hanya terhisap pada awal pengoperasian saja yang kecepatan hisap pompa berada di antara kecepatan renang udang.

Selain itu, efisiensi pompa dari hasil uji coba mesin lebih rendah dibandingkan dengan efisiensi rancangan. Efisiensi pompa yang didapatkan cukup kecil yaitu sebesar 5.8% yang diakibatkan oleh adanya kebocoran dan head loss yang terjadi. Kapasitas yang diharapkan dari mesin pemanen ini sebesar 4.5 ton/jam. Kapasitas ini didapatkan dengan memperhitungkan volume udang dan air yang dipanen, waktu perpindahan, dan kapasitas pompa.


(1)

Lampiran 10. Tabel perbandingan debit dan kecepatan hisap

Tangki Waktu ke-

Debit Kecepata n Hisap Rata-rata

(m/s) Ulangan

1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4

Rata-rata

1 (tidak instalasi)

0:03:00 2.98 2.06 1.89 1.32 206 0.25

0:06:00 2.87 2.08 1.83 1.36 2.04 0.25

0:09:00 2.68 1.89 1.79 1.37 1.93 0.24

0:12:00 2.71 1.99 1.77 1.27 1.94 0.24

0:15:00 2.33 2.02 1.54 1.26 1.79 0.22

0:18:00 2.18 1.89 1.53 1.33 1.73 0.21

0:21:00 2.47 1.98 1.48 1.25 1.80 0.22

0:24:00 2.28 1.85 1.53 1.22 1.72 0.21

0:27:00 2.37 1.85 1.44 1.21 1.72 0.21

0:30:00 2.21 1.99 1.46 1.17 1.71 0.21

2 (instalasi)

0:03:00 1.67 1.92 1.75 1.74 1.77 0.56

0:06:00 1.58 1.71 1.78 1.68 1.69 0.53

0:09:00 1.56 1.53 1.77 1.73 1.65 0.52

0:12:00 1.57 1.40 1.80 1.71 1.62 0.51

0:15:00 1.55 1.53 1.78 1.68 1.63 0.52

0:18:00 1.61 1.53 1.71 1.64 1.62 0.51

0:21:00 1.53 1.49 1.69 1.70 1.60 0.51

0:24:00 1.55 1.53 1.66 1.65 1.60 0.50

0:27:00 1.51 1.53 1.66 1.66 1.59 0.50

0:30:00 1.53 1.43 1.66 1.60 1.55 0.49


(2)

Lampiran 11. Efisiensi pompa sentrifugal dari pengujian mesin Efisienai pompa :

14.7 m 9.8 m/det2 0.00163 m3/det 4010 watt


(3)

Lampiran 12. Spesifikasi pompa vakum

Spesifikasi:

 Tipe : Rotary Vane-type Vacuum Pump 2X-1  Ultimate vacuum : 6x10-2 Pa

 Pumping speed : 1 l/s  Rated speed : 500 RPM  Motor power : 0.25 HP  Air inlet diameter : 15 mm


(4)

Lampiran 13. Perhitungan volume tangki berdasarkan kapasitas pemanenan dalam 1 (satu) batch

Massa komoditas yang diinginkan : 45 kg

Asumsi massa jenis komoditas udang : 0.74 kg/liter (Hamdani, 2005) Perbandingan volume komoditas dan air optimum : 1:2 (Karim, 2006)

Maka untuk melakukan operasi 1 batch pemanenan, volume tangki yang didesain adalah:


(5)

LAMPIRAN GAMBAR

(Keterangan: Gambar yang sebenarnya disajikan untuk ukuran kertas A3, sedangkan yang tertera pada lampiran ini telah disesuaikan pada kertas A4)


(6)