Perjanjin Perth 14 Maret 1997. Sejarah Perundingan Bilateral Indonesia dan Australia

57 mengadakan kunjungan ke makam leluhurnya yang meninggal dan dikuburkan di Pulau Pasir Ashmore Reef. Saat mengunjungi makam ini biasanya dilakukan bersama-sama dengan mencari hasil-hasil laut sebagaimana dilakukan oleh nenek moyangnya sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Konsekuensinya dari kegiatan ini adalah bahwa mereka para nelayan tradisional Indonesia pasti memasuki wilayah konservasi alam Ashmore Reef, yang pastinya dilarang. Hingga saat ini, paling tidak ada dua cara yang dilakukan untuk mengatasi pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional Indonesia, yaitu penanganan secara hukum dan pendekatan persuasif. Penanganan secara hukum yang dilakukan berdasarkan hukum Australia kurang efektif, karena masih banyak nelayan-nelayan tradisional Indonesia yang melalukan pelanggaran. Sedangkan cara yang kedua adalah alternative livelihood atau pengalihan mata pencaharian yang dilakukan melalui gerakan dari Australian National University dengan disponsori beberapa lembaga negara maupun LSM dari Australia. Beberapa usaha alternatif yang dikembangkan adalah budidaya rumput laut, usaha pembesaran ikan kerapu, dan budidaya Sponges. Tujuan dari program ini adalah menurunnya aktivitas pelanggaran kedaulatan nelayan-nelayan tradisional Indonesia di wilayah perairan Australia.

3. Perjanjin Perth 14 Maret 1997.

Pada tanggal 14 Maret 1997 di Perth, Australia dilaksanakan perjanjian antara kedua negara tentang penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif ZEE dan batas-batas laut. Pada tanggal 14 Maret 1997 di Perth, telah dilakukan 58 kesepakatan tentang penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif ZEE dan batas- batas laut tertentu serta tidak mengurangi hak tradisional nelayan Pulau Rote. Perjanjian yang diusulkan akan mengatasi batasan-batasan bahari antara Australia dan Indonesia di dalam area itu dimana batasan-batasan yang ada menyetujui dan memberikan Australia dengan keamanan yurisdiksi sumber daya lepas pantai di sebelah selatan batasan-batasan itu semua. Batasan-batasan di dalam Perjanjian menghadirkan suatu hasil yang layak untuk Australia. Perjanjian ini akan bermanfaat bagi sumber daya industri. Untuk petroleumminyak tanah, finalisasi yang menyangkut batasan-batasan dasar laut akan mengijinkan bagi pendekatan- pendekatan area tambahan untuk eksplorasi dari sebelah barat Ashmore Pulau Pasir dan Pulau Cartier yang belum dilepaskan oleh karena ketidakpastian yurisdiksi. Untuk perairan dan perikanan, finalisasi menyangkut batas bahari akan memberikan kepastian dan mengizinkan suatu pendekatan jangka panjang kepada manajemen perikanan di sekitar Laut Arafura dan Timor Laut dan di sekitar Pulau Christmas. Yang lebih umum lagi, perjanjian ini untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di dalam kedua-duanya terminologi regional dan dari dua belah pihak. Penyelesaian dari batas bahari antara Australia dan Indonesia akan mengurangi potensi konflik di masa yang akan datang dalam memperdebatkan otoritas masing-masing negara. Batas-batasnya adalah dengan penempatan koordinat Pulau Pasir 12º 13.98’ LS, 123º 4.98’ BT dalam peta perjanjian batas antara Indonesia dan Australia, sehingga dapat diketahui bahwa Pulau Pasir berada dalam wilayah ZEE Australia. Penempatan koordinat atas Pulau Pasir ini secara tidak langsung 59 menunjukkan bahwa pada tahun 1997, Indonesia telah mengakui kedaulatan Australia terhadap Pulau Pasir. Perjanjian ini memberikan keputusan final akan batasan-batasan baharikelautan antar kedua negara yang bersangkutan, dimana ada area yang tidak tercakup dalam perjanjian sebelumnya. Ketiga batas-batas yang telah final oleh perjanjian adalah, pertama-tama mengenai ZEE dan dasar laut batas antara Pulau Christmas Pulau Jawa dan kedua adala penambahanperluasan wilayah antara kontinental Australia dan Indonesia.Batas yang ditetapkan di perjanjian ini adalah sekitar 3.000 Km dari batas kontinen masing-masing negara. Perjanjian Perth yang disetujui pada 14 Maret 1997 ini membagi batas menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Batasan Pulau Jawa dan Pulau Christmas. Keberadaan Pulau Christmas adalahh sekitar 186 nautical miles dari Pulau Jawa. Di bawah hukum internasional, seperti dicerminkan di dalam Artikel 121 UNCLOS, Pulau Christmas berhak atas memiliki cakupan zone maritime yang penuh. Klaim Australia meluas kepada angka garis meduan, ketika ZEE diproklamirkan oleh Indonesia meluas pada 200 nautical miles dari pantai Pulau Jawa. Batas laut antara Pulau Christmas dan Pulau Jawa adalah kombinasi suatu batas dasar kolom air sehingga menghasilkan garis tunggal. Bentuk batas-batas diwujudkan di dalam perjanjian yang baru adalah suatu garis median yang disesuaikan oleh dua garis lurus segmen yang memperpanjang dari suatu titik dengan segera jarak paling pendek antara Pulau Christmas dan Pulau Jawa 186 nautical mile menunjuk pada persimpangan dari Indonesia dan batas-batas ZEE Australia dengan laut lepas sampai pada timur and barat Pulau Christmas. Posisi titik itu dengan jarak paling pendek adalah 38.75 nm dari Pulau Christmas. 60 2. Batas Kolom Perairan Water Coloumn Delimitation Baik Indonesia dan Australia sudah mengklaim ZEE masing-masing sekitar 200 nm berdasarkan UNCLOS 1982, maka terjadilah tumpang-tindih di wilayah yurisdiksi diklaim di dalam Laut Timor dan Laut Arafura. Kenyataan ini akan sangat sulit untuk memperoleh batas kolom air dimana Indonesia harus menerima berdasarkan Badan Pengawasan dan Perikanan Sementara atau Provisional Fisheries Surveillance and Enforcement PFSEL pada tahun 1981 di dalam suatu cara yang pada hakekatnya untuk kebaikan Australia. Perjanjian yang mengkonfirmasikan garis itu, dengan dua perubahan untuk mengenali fakta bahwa Pulau Berpasir bagian dari Batu Karang Scott dan Pulau AshmorePulau Pasir adalah pulau penuh yang dimaksud dalam Artikel 121 UNCLOS. Yang pertama menjadi perluasan dari batas arah Barat untuk masuk dengan simpangan dari klaim ZEE Australia dan Indonesia dengan laut bebas. Perubahan yang kedua melibatkan batas di sekitar Pulau Ashmore, yang mana telah dipindah dari 24 nautical miles, dan meridial pada yang radial dan pada sebelah barat-daya di sebelah utara dari pulau itu. Ini adalah suatu bentuk wujud yang lebih baik dan secara administrative dapat dikendalikan ke Australia dibanding 12 nm batas radial dari Perikanan Sementara dan Pengawasan Penyelenggaraan Provisional Fisheries Surveillance and Enforcement PFSEL. 3. Perluasan Pada Bagian Barat dari Batas Dasar Laut Pada perjanjian tahun 1971 dan 1972 mengenai batas dasar laut perjanjian dirundingkan atas dasar hukum internasional, dikenali sebagai suatu status kedaulatan atas sumber daya tentang landas kontinen. Pendekatan ini secara alami memusatkan perhatian pada geomorphology dari dasar laut terkait. Dalam kasus 61 Australia dan Indonesia, garis tepi kontinental yang luas Australia dan adanya Palung laut timot menuju batas yang disetujui berdasarkan perjanjian 1972 mengenai persutujuan dasar laut di sebelah utara untuk suatu garis median antara kedua negara yang berada pada Laut Timor. Batasan itu berakhir pada point yang dikenal dengan point A25, bagaimanapun juga menyisakan wilayah barat pada waktu yang akan datang. Sejak 1972, hukum internasional telah menggunakan suatu ukuran distance-based. Meskipun demikian, dalam sudut pandang Australia prinsip perpanjangan wilayah secara alamni tetap relevan terhadap negosiasi dari batas dasar laut.Terpisahnya dasar laut dan garis kolom perairan adalah hasil dari aplikasi dari perjanjian yang sah dari batas ZEE dan landas kontinen. Hasil dari penjagaan yang terpisah dari dasar laut dan batas kolom perairan adalah bahwa Australia memiliki yuridiksi dasar laut dimana yuridiksinya saling tumpang tindih dengan Indonesia. Garis dasar laut pada pembukaannya pada tepi batas bagian barat dikenali sebagai perluasan maksimal dari landas kontinen Australia yang diakui berdasarkan UNCLOS 1982 garis yang bergerak dari arah utara dari A82 sampai A79 – garis hedberg. Garis kemudian menuju ke timur, mengikuti garis median antara klaim yang diakui dari dasar laut, yang merupakan perpanjangan alami dari daratan Australia dan PFSEL pada kasus yang berhubungan dengan Indonesia. Kemudian bergerak menuju selatan dari point A51 sampai pada PFSEL pada point A50, jika ditarik garis lurus pada bagian barat dari 24 nautical miles di sekitar Pulau Pasir, garis mengikuti lingkaran batas mengitari pulau, tumpang tindih dengan suatu garis lurus jika ditarik dari selatan pada titik A25 yang merupakan keputusan akhir dari perjanjian dasar laut tahun 1972. 62 Namun, Perjanjian Perth 1997 ini yang dikenal dengan Perjanjian Kerja Sama RI Australia tentang Zona Ekonomi Eksklusif ZEE dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu di Laut Timor dan Laut Arafura, tercakup pula di dalamnya Gugusan Pulau Pasir yang hingga saat ini belum diratifikasi. Perjanjian ini hanya berisi 11 pasal tersebut dengan jelas mengatakan pasal 11 bahwa “Perjanjian ini harus diratifikasi dan akan mulai berlaku pada tanggal pertukaran piagam-piagam ratifiakasi”, akan tetapi, Indonesia sendiri belum meratifikasi perjanjian ini dalam hukum internailnya. 72

B. Kesepakatan Terbaru Kerjasama Kelautan antara Indonesia dan