Provinsi Jawa Tengah
V. Provinsi Jawa Tengah
A. Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Renbang Konflik pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, bermula dari rencana pembangunan pabrik semen dari PT Semen Indonesia (Persero) di Sukolilo, Pati Utara, Jawa Tengah. Warga Desa Sukolilo merasa dengan adanya pembangunan pabrik semen akan merusak lingkungan sekitar. Maka dari itu, masyarakat Desa Sukolilo menggelar aksi demonstrasi dan menggugat PT Semen Indonesia (Persero) tentang menolak pembangunan pabrik semen. Pada tahun 2009, warga Desa Sukolilo memenangkan gugatan di Mahkamah Agung (MA) dan PT Semen Indonesia (Persero) angkat kaki dari wilayah tersebut (Farida, 2014).
Pada tahun 2009, PT Semen Indonesia (Persero) mengubah rancangan wilayah pembangunan pabrik semen ke wilayah Rembang, Jawa Tengah. Tepatnya di Kecamatan Gunem, Pegunungan Kendeng, Rembang. Pada tanggal 14 Oktober 2010,
Pemerintah daerah memberikan ijin pembangunan pabrik semen dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 545/68/2010 mengenai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Surat keputusan ini diikuti dengan adanya Pemberian Izin Lokasi Eksplorasi untuk pembangunan pabrik semen, lahan tambang bahan baku, dan sarana pendukung lainnya dengan nomor 591/40/2011 (Kandi, 2016).
Pada tahun 2014, terjadi bentrok antara PT Semen Indonesia (Persero) dengan warga Kendeng saat agenda peletakan batu pertama tambang semen. Warga Kendeng mengatakan bahwa mereka tidak diberikan informasi mengenai pembangunan pabrik semen di wilayah desa mereka. Sosialisasi hanya dilakukan oleh kepala daerah terkait tanpa memberitahu warga Kendeng. Dokumen AMDAL juga tidak disampaikan kepada warga Kendeng. Oleh karena itu, dampak-dampak negatif akibat pembangunan pabrik semen tidak diketahui oleh masyarakat. Pembangunan pabrik semen ini juga menyalahgunakan peraturan yang sudah ada diantaranya, Penggunaan kawasan cekungan air tanah Watuputih sebagai area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung imbuhan air dan Perda RTRW Kabupaten Rembang Nomor
14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi.
Kemudian, penebangan kawasan hutan tidak sesuai dengan Persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut- II/2013 tertanggal 22 April 2013, dalam surat tersebut menyatakan bahwa kawasan yang diizinkan untuk ditebang adalah kawasan hutan KHP Mantingan yang secara administrasi Pemerintahan terletak pada Desa Kajar dan Desa Pasucen kecamatan Gunem Kabupaten Rembang provinsi Jawa Tengah. Namun fakta di lapangan, Semen Indonesia menebang kawasan hutan Kadiwono kecamatan Bulu seluas kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik. Perlu diketahui dalam Perda nomor 14 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang Kecamatan Bulu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri besar (Widianto, 2014).
Warga Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen ini menggugat PT Semen Indonesia (Persero) atas penerbitan izin lingkungan kegiatan penambangan karst dan pembangunan pabrik semen ke Mahkamah Agung (MA). Kasus ini berawal dari Warga Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen ini menggugat PT Semen Indonesia (Persero) atas penerbitan izin lingkungan kegiatan penambangan karst dan pembangunan pabrik semen ke Mahkamah Agung (MA). Kasus ini berawal dari
Setelah melakukan demonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo meminta agar melakukan pembuatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) oleh Kantor Staf Kepresidenan di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Menurut Undang-Undang No 32 tahun 2009, pasal 15 dan pasal 16 mengatakan KLHS meliputi kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2009). Pada bulan Oktober 2016, lewat keputusan Mahkamah Agung, memutuskan memenangkan petani Kendang dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan membatalkan izin lingkungan tersebut. Artinya, surat keputusan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, terhadap PT Semen Indonesia harus dibatalkan.
Setelah disahkannya keputusan Mahkamah Agung, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengeluarkan izin pembangunan baru kepada PT Semen Indonesia (Persero) dengan mengatakan bahwa izin lingkungan dapat dilaksanakan apabila PT Semen Indonesia (Persero) melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi. Hal ini tidak tepat dengan keputusan Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa membatalkan ijin pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia (Persero) dan tidak ada perintah untuk diperbaiki. Sedangkan perbaikan dan penyempurnaan izin lingkungan hanya tercantum dalam pertimbangan hakim, bukan keputusan final dari Mahkamah Konstitusi.
B. Pembangunan PLTU di Kabupaten Batang Dalam rangka mewujudkan penataan ruang yang baik, maka rencana tata ruang memegang peranan yang sangat penting. Untuk itu, setiap kegiatan pemanfaatan ruang tentunya harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, termasuk rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (selanjutnya disebut PLTU) yang akan didirikan di Desa Karanggeneng, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Desa Karanggeneng merupakan salah satu desa dari empat desa (Desa Ponowareng, Ujungnegoro, Wonorekso dan Roban) yang dijadikan sebagai wilayah pembangunan PLTU, dimana nantinya konstruksi bangunan PLTU akan menempati posisi darat dan laut. Lokasi di darat yakni di Desa Karanggeneng, sementara lokasi di laut akan menempati lokasi Pantai Ujungnegoro-Roban. Lokasi tempat rencana pembangunan PLTU inilah yang kemudian menimbulkan persoalan terkait ruang. Pertama, lokasi pembangunan di darat akan mengenai tanah sawah irigasi teknis (sawah subur makmur) seluas 124,5 hektar di Desa Karanggeneng, hal ini jelas mempengaruhi perekonomian masyarakat sekitar, mengingat bahwa mata pencaharian terbesar bagi sebagian besar masyarakat di Desa Karanggeneng adalah bertani.
Kedua, penetapan lokasi di kawasan laut Ujungnegoro-Roban tidak sesuai dengan RTRW, sebab Kawasan Laut Ujungnegoro-Roban telah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Nasional berupa Taman Wisata Alam Laut Daerah Pantai Ujungnegoro- Roban berdasarkan Lampiran VIII Nomor 311 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 dan Pasal 46 ayat (2) huruf e Perda Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010, sekaligus ditetapkan sebagai kawasan Konservasi Laut Daerah perlindungan terumbu karang berdasarkan Pasal 36 ayat 3 Perda Kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011.
Terkait lokasi darat, berdasarkan surat Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 TR.03 03-MN/237 telah disampaikan bahwa rencana pembangunan PLTU di lokasi daratan wilayah Kabupaten Batang telah sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN, Perda Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah, dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Batang. Terkait lokasi laut perlu memperhatikan RTRW yang telah menetapkan kawasan laut Ujungnegoro-Roban sebagai kawasan lindung nasional. Penetapan kawasan ini Terkait lokasi darat, berdasarkan surat Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 TR.03 03-MN/237 telah disampaikan bahwa rencana pembangunan PLTU di lokasi daratan wilayah Kabupaten Batang telah sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN, Perda Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah, dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Batang. Terkait lokasi laut perlu memperhatikan RTRW yang telah menetapkan kawasan laut Ujungnegoro-Roban sebagai kawasan lindung nasional. Penetapan kawasan ini
Namun dalam perkembangannya, Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005 kemudian dirubah dengan Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban dengan merubah titik koordinat batas terluar Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) menjadi dari Ujung Negoro Kecamatan Kandeman- Karangasem Utara Kecamatan Batang. Setelah Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 diberlakukan, tidak lama setelahya dilakukan perubahan kembali, sebab keputusan tersebut masih menggunakan istilah KKLD. Istilah KKLD tidak dikenal dalam regulasi kawasan konservasi di Indonesia sehingga selain menimbulkan ketidakpastian hukum, juga akan mempersulit implementasi dari keputusan tersebut. Selain itu keputusan ini juga belum disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada tahun 2012 dilakukan perubahan kembali dengan ditetapkannya Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang Percadangan Kawasan Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban. Dengan diberlakukannya Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang Percadangan Kawasan Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban, maka Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005 yang kemudian dirubah dengan Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 dinyatakan tidak berlaku. Setelah perubahan tersebut dilakukan, Pemerintah Kabupaten Batang kemudian menyampaikan usulan kepada
Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menetapkan kawasan konservasi pesisir di Kabupaten Batang. Menanggapi usulan tersebut, kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Keputusan Nomor KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Ujung Negoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa Tengah.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 yang kemudian dijadikan dasar hukum oleh PT. Bhimasena Power Indonesia (selanjutnya disebut PT.BPI) untuk memantapkan rencana pembangunan PLTU di wilayah Kawasan Laut Ujungnegoro. Dengan adanya keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, maka rencana pembangunan PLTU jelas tidak melanggar peraturan terkait RTRW sebab melihat dari titik koordinat yang ditetapkan dalam keputusan tersebut, konstruksi pembangunan PLTU tidak mengenai Kawasan Lindung sebagaimana ditetapkan dalam 3 Peraturan terkait RTRW sebagaimana diuraikan diatas. Padahal keputusan ini justru bertentangan dengan PP No. 26 Tahun 2008, Perda Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010, dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 sebab keputusan tersebut telah menggeser wilayah teritorial kawasan lindung Daerah Pantai Ujungnegoro- Roban. Berdasarkan asas ‘lex superiori derogat lex inferiori’, ketentuan yang lebih tinggi mengenyampingkan ketentuan-ketentuan yang lebih rendah. Dalamhal ini Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi yaitu PP Nomor 26 Tahun 2008, Perda Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010, dan Perda Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011, dan sebagai akibatnya keputusan menteri tersebut tidak mengikat serta tidak dapat dijadikan dasar hukum yang memberi kewenangan terkait penentuan lokasi rencana pembangunan PLTU.