Hasil Analisis Data

A. Hasil Analisis Data

Hasil analisis data merupakan hasil analisis dari keseluruhan data mengenai kesantunan berbahasa Jawa para KP di PLS. Dalam bab IV ini dibahas mengenai 3 (tiga) hal, yaitu (1) prinsip kesantunan, (2) prinsip kerja sama, dan (3) daya pragmatik tindak tutur bahasa Jawa para KP di PLS.

1. Prinsip Kesantunan Berbahasa Jawa para KP di PLS.

Wujud kesantunan ada enam prinsip (maksim) yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Dalam penelitian ini ditemukan keenam maksim tersebut dan pelanggaran maksim permufakatan. Analisis kesantunan berbahasa Jawa yang para KP di PLS dapat dilihat pada data-data berikut.

a. Maksim Kebijaksanaan (tact maxim) Maksim kebijaksanaan menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain (kurangi kerugian orang lain), atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain (tambahi keuntungan orang lain). Penerapan maksim kebijaksanaan tampak pada tuturan berikut.

Data (3) P

: Didherekke bu? ‘Perlu dihantar, bu?’ MT : Boten.

‘Tidak.’ (PLS/ D3 KP/ 10-03-2010)

Pada tuturan di atas terlihat KP bertindak sebagai P dan calon pembeli bertindak sebagai MT. Tuturan tersebut terjadi di sebelah timur Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak formal. Dari tuturan P Didherekke bu? ‘Perlu diantar bu?’ nampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan oleh KP tersebut telah memaksimalkan keuntungan bagi calon pembeli, karena P memberitahukan kepada MT perihal dirinya yang akan membawakan barang belanjaan MT dengan menuturkan kalimat penawaran Didherekke bu? ‘Perlu diantar bu?’ dan ditanggapi secara langsung oleh MT dengan menuturkan kalimat penolakan Boten ‘Tidak’.

Dalam dunia KP, kata Mbeta boten ‘Ada yang dibawa tidak’, Didherekke ‘Diantarkan’, sering digunakan KP untuk menawarkan jasanya. Hal ini ada korelasi dengan maksud para KP yaitu bermaksud menawarkan jasa kepada orang yang dituju. Jika orang dimaksud menerima penawaran maka KP akan melakukan aktivitas mengikuti orang tersebut dan membawakan barang belanjaan, tetapi apabila orang yang bersangkutan menolak maka KP akan segera berlalu dan menawarkan pada orang lain.

Data (4) P

: Ni…Ni…esku ki tulung pecahna Ni! ‘Ni…Ni…es ku ini tolong dipecahkan Ni!’ MT : O…nggih Jeng, sekedhap. ‘O…iya jeng, sebentar.’ ( PLS/ D4 KP/ 10-03-2010)

Percakapan antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT, berlangsung dalam situasi yang tidak resmi. Interaksi antara penjual es dan

KP tersebut terjadi di PLS, tepatnya di angkringan sebelah timur Kantor DPPL. Dari tuturan antara P dan MT tersebut dapat dilihat adanya penerapan maksim kebijaksanaan yang dilakukan oleh P kepada MT, seperti terdapat dalam tuturan Ni…Ni…es ku ki tulung pecahna Ni! ‘Ni…Ni…es ku ini tolong dipecahkan Ni!, tuturan tersebut merupakan suatu tindakan memerintah, maksud tuturan tersebut dapat diterima dengan baik oleh KP. Adapun tuturan yang dikatakan oleh MT setelah mendengar perintah dari P, MT menjawab O..nggih bu sekedhap ‘O..iya bu sebentar’. Maksim kebijaksanaan memerintah yang disampaikan oleh P pada kalimat pertama lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang selanjutnya yaitu pecahna esku! ‘pecahkan es ku’, yang ditandai dengan adanya penggunaan kata tulung ‘tolong’.

Data (5) P

: Ngga mbak, ditengga mriki. ‘Ini mbak, ditunggu di sini.’ MT : Nggih, lha njenengan? ‘Ya, lalu Anda?’ P

: Pun boten napa-napa, kula ajeng mandhap. ‘Sudah tidak apa-apa, saya mau turun.’ (PLS/ D5 KP/ 15-03-2010)

Tuturan yang terjadi antara KP sebagai P dan peneliti sebagai MT terjadi di los penjual roti lantai 2 atau tepatnya di depan Kantor SPTI, dalam situasi yang tidak resmi. P dalam tuturan Ngga mbak, ditengga mriki ‘Ini mbak, ditunggu di sini’ berusaha untuk mempersilahkan MT yang sedang menunggu kedatangan Ketua SPTI untuk duduk di sebuah kursi yang tadinya digunakan oleh P. Tuturan P Ngga mbak, ditengga mriki ‘Ini mbak, ditunggu di sini’ menggambarkan penerapan maksim Tuturan yang terjadi antara KP sebagai P dan peneliti sebagai MT terjadi di los penjual roti lantai 2 atau tepatnya di depan Kantor SPTI, dalam situasi yang tidak resmi. P dalam tuturan Ngga mbak, ditengga mriki ‘Ini mbak, ditunggu di sini’ berusaha untuk mempersilahkan MT yang sedang menunggu kedatangan Ketua SPTI untuk duduk di sebuah kursi yang tadinya digunakan oleh P. Tuturan P Ngga mbak, ditengga mriki ‘Ini mbak, ditunggu di sini’ menggambarkan penerapan maksim

b. Maksim Kedermawanan (generosity maxim) Di dalam maksim kedermawanan para peserta tutur diharapkan agar menghormati orang lain dengan cara mengurangi keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi MT.

Data (6) P

: Pundi Nyah kula angkatke. ‘Mana bu biar saya angkat.’ MT : Ya…sing kae barang! ‘Ya…yang itu juga!’ (PLS/ D6 KP/ 12-03-2010)

Data (6) adalah tuturan yang dilakukan oleh dua orang yaitu P sebagai KP dan MT sebagi pembeli. Tuturan tersebut terjadi di lantai 2 di kios penjual cabe, dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan P yaitu Pundi Nyah kula angkatke ‘Mana bu biar saya angkat’ adalah tuturan yang mengandung maksim kedermawanan. Penghormatan yang dilakukan KP terhadap pembeli sesuai dengan prinsip maksim kedermawanan yakni Data (6) adalah tuturan yang dilakukan oleh dua orang yaitu P sebagai KP dan MT sebagi pembeli. Tuturan tersebut terjadi di lantai 2 di kios penjual cabe, dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan P yaitu Pundi Nyah kula angkatke ‘Mana bu biar saya angkat’ adalah tuturan yang mengandung maksim kedermawanan. Penghormatan yang dilakukan KP terhadap pembeli sesuai dengan prinsip maksim kedermawanan yakni

Data (7) P

: Pundi bu, sekedhap kula suwunke krèsèk. ‘Mana bu, sebentar saya mintakan plastik.’ MT : Wis ra sah ngene wae. ‘Sudah tidak perlu, begini saja.’ (PLS/ D7 KP/ 23-03-2010)

Tuturan antara P dan MT tersebut terjadi di halaman parkir sebelah barat, tepatnya di sebelah selatan Masjid. Tuturan yang terjadi antara P sebagai KP dan MT sebagai pembeli tersebut terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Dalam tuturan Pundi bu, sekedhap kula suwunke krèsèk ‘Mana bu, sebentar saya mintakan plastik’, P melakukan maksim kedermawanan dengan berusaha mengurangi kadar keuntungan bagi diri sendiri dan menambah kadar keuntungan pada orang lain dengan memberikan pelayanan atau pertolongan terhadap MT yang mengalami kesulitan dalam membawa barang belanjaannya dikarenakan plastik pembungkusnya sobek. Adapun tanggapan dari MT setelah mendengar tuturan P adalah Wis ra sah ngene wae ‘Sudah tidak perlu, begini saja’, merupakan suatu penolakan yang mengandung unsur pragmatik paradok karena mengurangi kadar keuntungan dirinya sendiri dan menambah keuntungan pada pihak lain dalam hal ini KP.

c. Maksim Penerimaan (approbation maxim) Maksim penerimaan mengharapkan agar P selalu menghargai MT, tidak mengejek atau menghina MT. Sebaliknya P menambah pujian terhadap MT.

Data (8) P

: Matur nuwun bu, ngapunten sampun ngrusuhi. ‘Terima kasih bu, maaf sudah mengganggu’ MT : Nggih, boten napa-napa. ‘Ya, tidak apa-apa.’ (PLS/ D8 KP/ 10-03-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara peneliti sebagai P dan KP sebagai MT dalam situasi yang tidak resmi. Peneliti dalam tuturannya Matur nuwun bu, ngapunten sampun ngrusuhi ‘Terima kasih bu, maaf sudah mengganggu’ telah menerapkan maksim penghargaan atau penerimaan dengan memberikan penghargaan atau penghormatan pada pihak lain yakni KP. Penghargaan tersebut dilakukan karena KP telah bersedia menjadi informan bagi peneliti. Jawaban KP setelah mendengar tuturan dari peneliti adalah Nggih, boten napa-napa ‘Ya, tidak apa-apa’.

Data (9) P

: Lawangku takjebol meneh ki. ‘Pintuku saya lepas lagi.’ MT : Didandakke cedhak Luwes kana mas! ‘Diperbaiki di dekat Luwes sana mas!’ P

: Ana ta? Terke ndang! ‘Ada? Hantarkan ke sana!’ (PLS/ D9 KP/ 25-03-2010)

Tuturan antara P dan MT tersebut terjadi di sebuah angkringan sebelah barat Kantor DPPL. Tuturan tersebut terjadi antara seorang sopir Tuturan antara P dan MT tersebut terjadi di sebuah angkringan sebelah barat Kantor DPPL. Tuturan tersebut terjadi antara seorang sopir

d. Maksim Kerendahan Hati (modesty maxim) Maksim kerendahan hati mengharapkan agar P melakukan pujian kepada diri sendiri sesedikit mungkin, dan memuji MT sebanyak mungkin. Data (10) P

: Sregepe yen kon mecah es. ‘Rajin sekali kalau disuruh memecah es.’ MT : Alah…biasa. ‘Alah…biasa.’ P

: Awas tangane, mengko nangis jerit-jerit. ‘Awas tangannya, nanti menagis teriak-teriak.’ MT : Ya ora lah…kaya apa wae. ‘Ya tidak lah.. seperti apa saja.’ (PLS/ D10 KP/ 10-03-2010)

Tuturan antara seorang karyawan Kantor DPPL sebagai P dan KP sebagai MT di sebuah angkringan dalam situasi yang tidak resmi. Dalam tuturan Sregepe yen kon mecah es ‘Rajinnya kalau disuruh pecah es’ yang dituturkan oleh P tersebut terlihat bahwa P memberikan pujian kepada MT. Pujian yang diberikan oleh P tersebut memenuhi maksim kerendahan hati karena P berusaha untuk memaksimalkan pujian terhadap orang lain. Mendengar pujian dari P, MT menjawab Alah…biasa ‘Alah…biasa’, MT Tuturan antara seorang karyawan Kantor DPPL sebagai P dan KP sebagai MT di sebuah angkringan dalam situasi yang tidak resmi. Dalam tuturan Sregepe yen kon mecah es ‘Rajinnya kalau disuruh pecah es’ yang dituturkan oleh P tersebut terlihat bahwa P memberikan pujian kepada MT. Pujian yang diberikan oleh P tersebut memenuhi maksim kerendahan hati karena P berusaha untuk memaksimalkan pujian terhadap orang lain. Mendengar pujian dari P, MT menjawab Alah…biasa ‘Alah…biasa’, MT

e. Maksim Kesepakatan (agreement maxim) Di dalam maksim kesepakatan ditekankan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau permufakatan dalam tuturan. Dari penelitian lapangan yang dilakukan peneliti, ditemukan data-data yang memperlihatkan penerapan maksim kesepakatan yang dilakukan oleh KP.

Data (11) (…)

P : Alah…alah…kemayune pol! ‘Alah….alah…sok cantik! MT : Ha’a kemayune pol, anake kae sadis kok, ditari ngono sajake mlengos. ‘Ya sok cantik, anaknya sadis, ditawari malah memalingkan muka.’ (PLS/ D11 KP/ 10-03-2010) Tuturan tersebut terjadi antara P dan MT. P adalah KP 1 dan MT

adalah KP 2 . Tuturan tersebut masih terjadi di sebuah angkringan sebelah timur Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak resmi. Maksim kesepakatan dapat dilihat pada tuturan MT yakni Ha’a kemayune pol ‘Ya sok cantik’, sebagai tanggapan dari argumen yang dituturkan oleh P pada tuturan

Alah…alah…kemayune pol ‘Alah…alah…sok cantik’. Maksim kesepakatan disini ditandai dengan adanya kata ha’a ‘ya’. Dengan melakukan maksim kesepakatan maka MT membenarkan atau sependapat dengan argumen P bahwa pembeli yang ditawari jasa oleh KP tersebut kemayu ‘sok cantik’.

Peneliti menemukan adanya penyimpangan maksim kesepakatan berdasarkan data yang diperoleh di lapangan sebagai berikut.

Data (12) P

: Eh…kemakine pol…jik jaka ngono kaya ngapa?

‘Eh…sok tampan…waktu masih muda seperti apa?’ MT : Jik jaka kalem-kalem. ‘waktu muda kalem.’ P

: Kalempit-lempit, wong jik jaka ngono wis ngicipi kok kandha kalem.

‘Kalempit-lempit (terlipat-lipat), waktu masih muda saja sudah pernah mencoba mengapa bilang kalem.’ (PLS/ D12 KP/ 10-03-2010) Tuturan yang terjadi antara P sebagai KP dan MT sebagai salah

seorang staf DPPL. Antara P dan MT sudah terjalin hubungan kekeluargaan yang erat tanpa melihat kedudukan dan pekerjaannya, sehingga bahasa yang digunakan dalam berinteraksi menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko. Tuturan tersebut terjadi di sebuah angkringan sebelah timur Kantor DPPL pada jam istirahat. Dari tuturan tersebut terlihat jelas bahwa P melakukan penyimpangan maksim kesepakatan atas jawaban yang diberikan oleh MT dalam tuturan Jik jaka kalem-kalem ‘Waktu muda kalem’. Kalimat sangkalan yang dituturkan P adalah Kalempit-lempit, wong jik jaka wis tau ngicipi kok kandha kalem ‘Waktu masih muda saja sudah pernah mencoba, mengapa bilang kalem’. Disini MT tidak percaya dengan jawaban yang diberikan oleh P.

f. Maksim Simpati (shympaty maxim) Dalam maksim simpati ditekankan agar peserta tutur memaksimalkan simpati pada MT. Contoh data yang ditemukan di lapangan yang memperlihatkan adanya maksim simpati adalah sebagai berikut.

Data (13) P

: Lha wong turu kok yu, ngene-ngene, tanpa sadar.

‘Lha waktu tidur mbak, begini, tanpa sadar.’ MT : Kok isa nganti kaya ngono? Sakne..ndang tukoke Caladine kana! ‘Mengapa bisa sampai begitu? Kasihan, cepat dibelikan Caladine sana!’ (PLS/ D13 KP/ 10-03-2010) Tuturan tersebut terjadi antara KP 1 sebagai P dan KP 2 sebagai MT.

Tuturan tersebut masih terjadi di sebuah angkringan timur Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak resmi. P memberitahukan kepada MT perihal penyakit gatal-gatal di kakinya yang semakin parah karena terlalu sering digaruk, terlihat dalam tuturan Lha wong turu kok yu, ngene-ngene, tanpa sadar ‘Lha waktu tidur mbak, begini tanpa sadar’. Mendengar tuturan P tersebut MT menanggapi dengan tuturan Kok isa nganti kaya ngono? Sakne, ndang tukoke Caladine ‘Mengapa bisa sampai begitu? Kasihan, cepat dibelikan Caladine’, yang mengandung maksim simpati ditandai dengan penggunaan kata sakne dari kata mesakne atau mesakke ‘kasihan’.

2. Prinsip Kerja Sama para KP di PLS.

Dalam pembahasan ini akan diuraikan penerapan prinsip kerjasama menurut Grice (dalam Wijana, 1996, Kunjana Rahardi, 2003, dan Muhammad Rohmadi, 2004), yang membagi prinsip ini menjadi 4 maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Penerapan prinsip kerjasama yang ditemukan di lapangan adalah sebagai berikut.

a. Maksim Kuantitas Maksim kuantitas merupakan aturan pertuturan yang menuntut setiap peserta tutur memberikan kontribusi secukupnya sesuai dengan a. Maksim Kuantitas Maksim kuantitas merupakan aturan pertuturan yang menuntut setiap peserta tutur memberikan kontribusi secukupnya sesuai dengan

Data (14) P

: Mbeta boten, bu? ‘Ada yang dibawa tidak, bu?’ MT : Boten. ‘Tidak.’ (PLS/ D14 KP/ 10-03-2010)

Pada tuturan di atas terlihat KP bertindak sebagai P dan pembeli bertindak sebagai MT. Tuturan tersebut terjadi di sebelah timur Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak formal. Dari tuturan data tersebut masing- masing peserta tutur memberikan kontribusi secukupnya, dalam arti P memberitahukan kepada MT perihal dirinya yang akan membawakan barang belanjaan MT dengan menuturkan kalimat penawaran Mbeta boten, bu? ‘Ada yang dibawa tidak, bu?’ dan ditanggapi secara langsung oleh MT dengan menuturkan kalimat penolakan Boten ‘Tidak’. Jawaban MT memenuhi maksim kuantitas, karena MT memberikan jawaban sesuai dengan keinginan P.

Data lain yang ditemukan pada waktu penelitian yang memperlihatkan adanya penyimpangan penerapan maksim kuantitas sebagai berikut.

Data (15)

P : Gorine sapa dhe? Ayu-ayu men. ‘Nangka muda miliknya siapa dhe (pakdhe)? Bagus-bagus sekali.’ MT : Marni Cilik. ‘Marni Cilik.’ P

: Kok liwat kene? ‘Mengapa lewat sini?’ MT : Ha’a.

‘Ya.’ (PLS/ D15 KP/ 02-02-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara penjual tahu sebagai P dan KP sebagai MT. Percakapan terjadi dalam situasi yang tidak resmi di PLS, tepatnya di los penjual tahu. Dalam percakapan tersebut ditemukan andanya pelanggaran maksim kuantitas yang dilakukan oleh MT kepada P, dalam tuturan Kok liwat kene? ‘Mengapa lewat sini?’, P ingin mengetahui kenapa MT yang membawa barang dagangan nangka muda milik Marni Cilik harus lewat los penjual tahu, karena tidak biasanya KP yang membawa barang dagangan milik Marni Cilik lewat los penjual tahu. Namun, dalam tuturan Ha’a ‘Ya’ yang dituturkan oleh MT tersebut tidak memberikan jawaban yang jelas seperti yang diinginkan oleh P.

b. Maksim Kualitas Maksim kualitas merupakan aturan pertuturan yang mengikat setiap peserta tutur untuk menyampaikan sesuatu yang benar-benar nyata dan sesuai dengan fakta yang ada. Adapun data yang ditemukan di lapangan yang bisa menggambarkan maksim kualitas adalah sebagai berikut.

Data (16) P

: Sing kae, coba timbangen pira! ‘Yang itu, coba ditimbang dulu berapa!’ MT : Nggih….mung pat likur. ‘Ya….hanya dua puluh empat.’ P

: Ya wis kuwi wae, njaluke sithik. ‘Ya sudah yang itu saja, mintanya sedikit.’ (PLS/ D16 KP/ 14-03-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara P seorang penjual bawang merah dan MT seorang KP. Tuturan tersebut terjadi di salah satu kios penjual bawang merah tepatnya di sebelah barat blok penjual kelapa. Tuturan tersebut terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Dari data tersebut terlihat bahwa MT yakni KP memberikan informasi yang sebenarnya mengenai berat bawang merah yang ditanyakan oleh P dalam tuturan Coba timbangen pira! ‘Coba ditimbang berapa!’, yang ditanggapi oleh MT dalam tuturan Mung pat likur ‘Hanya dua puluh empat’. Jawaban MT, Mung pat likur ‘Hanya dua puluh empat’, memenuhi maksim kualitas yakni memberikan informasi yang sebenarnya, sesuai dengan fakta yang ada dalam hal ini memberitahukan berat bawang merah yang telah ditimbang terlebih dahulu.

Data yang lain yang dapat menggambarkan penerapan maksim kualitas adalah sebagai berikut. Data (17) P

: Bu, nuwun sewu SPTI pundi nggih bu? ‘Bu, permisi SPTI di sebelah mana ya bu?’ MT : SPTI? O…mrika, mang ngidul, nggèn kantor enggal nika mang mlebet mrika, pojok pasar enggal tengah nggèn sayur. ‘SPTI? O…sana, ke selatan, di kantor yang baru itu masuk ke sana, sudut pasar baru tengah di tempat sayur.’

(PLS/ D17 KP/ 10-03-2010) Tuturan antara dua orang yaitu peneliti sebagai P dan MT sebagai KP di kios penjual cabe di lantai 2 (dua). Percakapan berlangsung dalam situasi yang tidak resmi. Interaksi antara peneliti dan KP tersebut terjadi di salah satu kios penjual cabe di lantai 2 (dua) PLS. Tuturan antara P dan

MT tersebut menggambarkan penerapan prinsip kerjasama yakni maksim MT tersebut menggambarkan penerapan prinsip kerjasama yakni maksim

c. Maksim Relevansi Dalam maksim relevansi usahakan agar informasi yang diberikan ada relevansinya. Maksim relevansi juga dapat diartikan sebagai sejenis keinformatifan yang khusus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada berikut.

Data (18) P

: Jam pira iki? ‘Jam berapa sekarang?’ MT : Pak Lurah lagi rawuh kae. ‘Pak Lurah baru dating.’ P

: Kok ya wis awan men ta. ‘Ternyata sudah siang.’ (PLS/ D18 KP/ 15-03-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara seorang penjual roti sebagai P dan KP sebagai MT. Tuturan terjadi di los penjual roti lantai 2 (dua) depan Kantor SPTI. Jawaban MT Pak Lurah lagi rawuh kae ‘Pak Lurah baru datang’ atas pertanyaan P Jam pira iki? ‘Jam berapa sekarang?’ mengandung maksim relevansi. Pak Lurah yang sedang dibicarakan oleh P Tuturan tersebut terjadi antara seorang penjual roti sebagai P dan KP sebagai MT. Tuturan terjadi di los penjual roti lantai 2 (dua) depan Kantor SPTI. Jawaban MT Pak Lurah lagi rawuh kae ‘Pak Lurah baru datang’ atas pertanyaan P Jam pira iki? ‘Jam berapa sekarang?’ mengandung maksim relevansi. Pak Lurah yang sedang dibicarakan oleh P

Data (19) P

: Sèk…Pèsèk…ngangkat gelem ora? ‘Sek…Pesek, mau mengangkat tidak?’ MT : Apa? ‘Apa?’ P

: Nggone mbak Warni njero kae lho, Warni Gombloh.

‘Punya mbak Warni yang di dalam itu, Warni Gombloh.’ MT : Ndi? ‘Mana?’ P

: Kae ngetutna mbokdhe kae! ‘Ikutilah Budhe!’ (PLS/ D19 KP/ 17-03-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara penjual jeruk sebagai P dan KP sebagai MT. Tuturan berlangsung di pintu utama sebelah selatan tepatnya di los penjual jeruk, dalam situasi yang tidak formal. P dalam tuturannya

Ngangkat gelem ora? ‘Mau mengangkat tidak?’ bermaksud memberitahukan kepada MT bahwa ada barang yang harus diangkat. Tanggapan MT adalah bertanya barang apa yang harus dia angkut, kemudian P memberitahukan lagi bahwa barang itu milik Marni Gombloh, seperti dalam tuturan Nggone mbak Warni njero kae lho, Warni Gombloh ‘Punya mbak Warni yang di dalam itu, Warni Gombloh’, P tidak memberitahu secara rinci barang apa yang harus diangkut oleh MT. Namun antara P dan MT sudah sama-sama tahu bahwa Warni Gombloh Ngangkat gelem ora? ‘Mau mengangkat tidak?’ bermaksud memberitahukan kepada MT bahwa ada barang yang harus diangkat. Tanggapan MT adalah bertanya barang apa yang harus dia angkut, kemudian P memberitahukan lagi bahwa barang itu milik Marni Gombloh, seperti dalam tuturan Nggone mbak Warni njero kae lho, Warni Gombloh ‘Punya mbak Warni yang di dalam itu, Warni Gombloh’, P tidak memberitahu secara rinci barang apa yang harus diangkut oleh MT. Namun antara P dan MT sudah sama-sama tahu bahwa Warni Gombloh

d. Maksim Cara Dalam maksim pelaksanaan atau cara usahakan agar tuturan tersebut mudah dimengerti. Maksim ini bukan mengatur apa yang dikatakan tapi bagaimana yang dikatakan itu seharusnya dikatakan. Penerapan prinsip pelaksanaan dapat dilihat dalam data berikut ini.

Data (20) P

: Yen ngono carane, suk bakda kucing lagi rampung, nganggo iki!

‘Kalau begitu caranya, lebaran kucing baru selesai, pakai ini!’ MT : Ndi? ‘Mana?’ (PLS/ D20 KP/ 20-03-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara P dan MT di kios penjual beras sebelah selatan bangunan utama. P adalah KP 1 dan MT adalah KP 2 . Tuturan terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Maksim pelaksanaan pada percakapan di atas nampak sangat jelas yakni pada tuturan P Yen ngono carane, suk bakda kucing lagi rampung (..) ‘Kalau begitu caranya, lebaran kucing baru selesai’. Di sini P hendak memberitahukan kepada MT bahwa cara yang dilakukan oleh MT untuk memungut beras yang berceceran Tuturan tersebut terjadi antara P dan MT di kios penjual beras sebelah selatan bangunan utama. P adalah KP 1 dan MT adalah KP 2 . Tuturan terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Maksim pelaksanaan pada percakapan di atas nampak sangat jelas yakni pada tuturan P Yen ngono carane, suk bakda kucing lagi rampung (..) ‘Kalau begitu caranya, lebaran kucing baru selesai’. Di sini P hendak memberitahukan kepada MT bahwa cara yang dilakukan oleh MT untuk memungut beras yang berceceran

Data (21) P

: Lawuhmu apa yu? ‘Laukmu apa mbak?’ MT : Mbuh apa ki, mari mati tempe gêmbuk, ngggorèng ndog wae kêntèkan lênga. ‘Tidak tahu apa ini, selalu tempe gembus, menggoreng telur saja kehabisan minyak.’ P

: Lha ngapa? ‘Kenapa?’ MT : Gosong kaya ngene, aku yen nggorèng ndog lêngane sithik sik trus yen wis sêtêngah matêng taktambahi lêngane sithik-sithik, dadi ra gosong ngene ki.

‘Gosong seperti ini, saya kalau menggoreng telur minyaknya sedikit dulu nanti kalau sudah setengah matang saya tambahi minyaknya, jadi tidak gosong seperti ini.’

(PLS/ D21 KP/ 15-03-2010) Percakapan di atas terjadi antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT. Tuturan MT (..) Aku yen nggorèng ndog lêngane sithik sik trus yen wis sêtêngah matêng taktambahi lêngane sithik-sithik, dadi ra gosong ngene ki ‘(…) Saya kalau menggoreng telur minyaknya sedikit dulu nanti kalau sudah setengah matang saya tambahi minyaknya, jadi tidak gosong seperti ini’ merupakan penerapan maksim pelaksanaan atau cara, karena MT berbicara secara runtut mengenai cara menggoreng telur yang benar supaya tidak gosong seperti telur yang sedang ia nikmati kala itu. Dengan begitu MT mengharapkan agar P memahami apa yang (PLS/ D21 KP/ 15-03-2010) Percakapan di atas terjadi antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT. Tuturan MT (..) Aku yen nggorèng ndog lêngane sithik sik trus yen wis sêtêngah matêng taktambahi lêngane sithik-sithik, dadi ra gosong ngene ki ‘(…) Saya kalau menggoreng telur minyaknya sedikit dulu nanti kalau sudah setengah matang saya tambahi minyaknya, jadi tidak gosong seperti ini’ merupakan penerapan maksim pelaksanaan atau cara, karena MT berbicara secara runtut mengenai cara menggoreng telur yang benar supaya tidak gosong seperti telur yang sedang ia nikmati kala itu. Dengan begitu MT mengharapkan agar P memahami apa yang

3. Daya Pragmatik Tindak Tutur Bahasa Jawa para KP di PLS.

Untuk mempermudah menganalisis daya pragmatik sebuah tuturan, dapat dilihat dari tindak tutur yang digunakan. Analisis tindak tutur yang akan diuraikan dalam BAB IV ini meliputi 3 kategori yaitu 1) kategori menurut Austin, 2) kategori menurut Searle, dan 3) kategori menurut Wijana. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada pembahasan berikut.

a. Kategori Tindak Tutur menurut Austin.

1) Tindak Tutur Lokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Data (22) (…)

P : Bapake kepala Bank, anake yo dadi pegawe Bank. ‘Bapaknya menjadi kepala Bank, anaknya juga menjadi pegawai Bank.’ MT : O..

‘O..’

(PLS/ D22 KP/ 22-03-2010) Tuturan yang terjadi antara P sebagai KP 1 dan MT sebagai KP 2 tersebut terjadi disebelah selatan Bank Mayapada, dalam situasi yang tidak resmi. Pada tuturan tersebut memperlihatkan bahwasanya P bermaksud hanya memberitahukan kepada MT bahwa orang yang sedang mereka bicarakan bekerja sebagai pegawai salah satu bank swasta, begitu pula ayahnya. Dari tuturan Bapake kepala Bank, anake (PLS/ D22 KP/ 22-03-2010) Tuturan yang terjadi antara P sebagai KP 1 dan MT sebagai KP 2 tersebut terjadi disebelah selatan Bank Mayapada, dalam situasi yang tidak resmi. Pada tuturan tersebut memperlihatkan bahwasanya P bermaksud hanya memberitahukan kepada MT bahwa orang yang sedang mereka bicarakan bekerja sebagai pegawai salah satu bank swasta, begitu pula ayahnya. Dari tuturan Bapake kepala Bank, anake

Data (23) P

: Yu Sri sing entuk arisan. ‘Mbak Sri yang mendapat arisan.’ MT : Ya.. ‘Ya.’ (PLS/ D23 KP/ 18-03-2010)

Tuturan antara P sebagai KP dan MT sebagai pedagang buah tersebut terjadi dalam situasi yang tidak resmi di kios pedagang buah. Dalam tuturan Yu Sri sing entuk arisan ‘Mbak Sri yang mendapat arisan’ P hanya bermaksud memberitahukan kepada MT bahwasanya yang mendapatkan arisan pada hari tersebut adalah mbak Sri, tidak ada tendensi lain. P memberitahukan hal tersebut kepada MT karena MT merupakan salah satu anggota arisan yang diadakan di kelompok KP jalan S. Parman.

Data (24) P

: Ibuke lak sehat ta mbak? Kok pun boten nate medal mbak? ‘Ibu sehat mbak? Mengapa tidak pernah keluar lagi mbak?’

MT : Nggih ngoten nika, pun sepuh teng griya mawon. ‘Ya seperti itu, sudah tua di rumah saja.’ (PLS/ D24 KP/ 16-03-2010)

Tuturan antara P dan MT tersebut terjadi di area parkir sebelah selatan, dalam situasi yang tidak formal. Tuturan Ibuke lak sehat to mbak? Kok boten nate medal mbak? ‘Ibu sehat mbak? Sudah tidak Tuturan antara P dan MT tersebut terjadi di area parkir sebelah selatan, dalam situasi yang tidak formal. Tuturan Ibuke lak sehat to mbak? Kok boten nate medal mbak? ‘Ibu sehat mbak? Sudah tidak

Tuturan yang dituturkan P tidak mempunyai maksud lain selain menanyakan kabar orangtua dari MT, maka tuturan Ibuke lak sehat to mbak? ‘Ibu sehat mbak?’ termasuk dalam tindak tutur lokusi.

2) Tindak Tutur Ilokusi. Tindak tutur ilokusi merupakan sebuah tuturan yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dapat dipergunakan pula untuk melakukan sesuatu. The act of doing something .

Data (25) P

: Nyilih dhit mu yu, nggo lebon. ‘Pinjam uangmu mbak, buat mengangsur.’ MT : Yen iki mbok silih lha sing tak nggo mbayar apa? ‘Kalau ini kamu pinjam, lha yang saya gunakan untuk membayar apa?’

(PLS/ D25 KP/ 18-03-2010) Tuturan tersebut terjadi antara P sebagai KP 1 dan MT sebagai KP 2 . Dalam tuturan Nyilih dhit mu yu, nggo lebon ‘Pinjam uangmu mbak buat mengangsur’ P bermaksud meminjam uang kepada MT untuk membayar hutangnya. Tanggapan MT Yen iki wok silih lha sing tak nggo mbayar apa? ‘Kalau ini kamu pinjam, lha yang saya gunakan untuk membayar apa?’ mengandung tindak tutur ilokusi karena dalam (PLS/ D25 KP/ 18-03-2010) Tuturan tersebut terjadi antara P sebagai KP 1 dan MT sebagai KP 2 . Dalam tuturan Nyilih dhit mu yu, nggo lebon ‘Pinjam uangmu mbak buat mengangsur’ P bermaksud meminjam uang kepada MT untuk membayar hutangnya. Tanggapan MT Yen iki wok silih lha sing tak nggo mbayar apa? ‘Kalau ini kamu pinjam, lha yang saya gunakan untuk membayar apa?’ mengandung tindak tutur ilokusi karena dalam

Data (26) P

: Gulaku mengko mblenyek, lomboke barang.’

‘Gulaku nanti lembek, cabenya juga. ’ MT : Pun kula tutupi kok nyah!’ ‘Sudah saya tutup bu.’ P

: Nah, ngono. ‘Ya, begitu.’ (PLS/ D26 KP/ 30-03-2010) Tuturan yang dituturkan antara P dan MT tersebut terjadi di area

parkir sebelah utara Kantor DPPL. Tuturan Gulaku mengko mblenyek, lomboke barang ‘Gulaku nanti lembek, cabenya juga’ yang dituturkan oleh P sebagai pembeli termasuk dalam tindak tutur ilokusi. P tidak hanya memberitahukan pada MT sebagai KP bahwa gula dan cabe yang

baru dibelinya bisa menjadi lembek dan tidak segar lagi dikarenakan cuaca yang sangat panas, tetapi juga menyuruh menutupi barang belanjaan yang berupa gula dan cabe tersebut dengan terpal yang sudah disediakan di dalam mobil. Tindakan menyuruh yang dilakukan oleh P nampak dalam tuturan Pun kula tutupi kok nyah ‘Sudah saya tutup bu’, yang dituturkan oleh MT .

Data (27) P

: Yu..sing tak lak iki nggone Tari, mengko yen wonge rene, tak mlebu sik

‘Mbak, (uang) yang dilak ini punya Tari, nanti kalau dia kesini, saya mau masuk dulu’ MT : Kokna ndhuwur, ndak katut tak nggo jujul! ‘Taruh di atas, nanti tercampur dengan uang kembalian!’ (PLS/ D27 KP/ 24-03-2010)

Percakapan antara P seorang KP dan MT seorang penjual es terjadi di sebuah angkringan sebelah barat Kantor DPPL. Tuturan Yu…sing tak lak iki nggone Tari, mengko yen wonge rene… ‘Mbak…(uang) yang dilak ini punya Tari, nanti kalau dia kesini…’ yang dituturkan oleh P tidak hanya memberitahukan kepada MT bahwa uang yang dilak tersebut milik Tari, tetapi P juga meminta tolong kepada MT untuk memberikan uang tersebut kepada pemiliknya apabila

dia datang ke angkringan tersebut. P tidak memberikan uang tersebut secara langsung kepada pemiliknya dikarenakan P harus segera pergi ke dalam pasar untuk mengangkut barang-barang belanjaan.

3) Tindak Tutur Perlokusi. Tindak tutur perlokusi merupakan tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur the act of affecting someone .

Data (28) P : Ni…Ni…esku ki tulung pecahna Ni!

‘Ni..Ni..es ku ini tolong dipecahkan Ni!’ MT : O…nggih Jeng sekedhap. ‘O…ya bu sebentar. (PLS/ D28 KP/ 10-03-2010)

Percakapan antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT tersebut terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan P Ni…Ni..es ku ki tulung pecahna Ni! ‘Ni…Ni..es ku ini tolong dipecahkan Ni!’ merupakan sebuah tuturan yang dapat mempengaruhi MT dalam hal ini KP. P meminta tolong kepada MT untuk memecahkan balok es Percakapan antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT tersebut terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan P Ni…Ni..es ku ki tulung pecahna Ni! ‘Ni…Ni..es ku ini tolong dipecahkan Ni!’ merupakan sebuah tuturan yang dapat mempengaruhi MT dalam hal ini KP. P meminta tolong kepada MT untuk memecahkan balok es

Data (29) P

: Sing rong puluhan ijolna puluhan loro! Ijolna pak Senen ‘Yang dua puluh ribu ditukarkan sepuluh ribuan dua, tukarkan sama Pak Senen!’

MT : Pak lintu artha pak, kalih dasa mawon ! ‘Pak tukar uang pak, dua puluh ribu saja! (PLS/ D29 KP/ 10-03-2010)

Percakapan yang terjadi di sebuah angkringan sebelah barat Kantor DPPL tersebut antara KP 1 sebagai P dan KP 2 MT. Tuturan Sing rong puluh ijolna puluhan loro! Ijolna Pak Senen! ‘Yang dua puluh ribu ditukarkan sepuluh ribuan dua! Tukarkan Pak Senen!’ merupakan sebuah tindak tutur dalam bentuk kalimat perintah yang menimbulkan atau dapat mempengaruhi lawan tutur. Pak lintu artha pak, kalih dasa mawon ‘Pak tukar uang pak, dua puluh ribu saja!’ merupakan respon

yang dilakukan oleh MT setelah mendengar tuturan P. KP 2 lalu menukarkan uang dua puluh ribuan kepada Pak Senen yang juga berada di angkringan tersebut.

b. Kategori Tindak Tutur menurut Searle. Tindak Tutur menurut Searle ada 5 macam yakni, tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif dan deklarasi. Data yang b. Kategori Tindak Tutur menurut Searle. Tindak Tutur menurut Searle ada 5 macam yakni, tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif dan deklarasi. Data yang

1) Tindak Tutur Representatif Tindak tutur representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya pada kebenaran atas hal yang dikatakannya.

Data (30) P

: Bu, nuwun sewu SPTI pundi nggih bu?

‘Bu, permisi SPTI di sebelah mana ya bu?’ MT: SPTI? O…mrika, mang ngidul, nggen kantor enggal nika mang mlebet mrika, pojok pasar enggal tengah nggen sayur. ‘SPTI? O…sana, ke selatan, di kantor yang baru itu masuk ke sana, sudut pasar baru tengah di tempat sayur.

(PLS/ D30 KP/ 10-03-2010) Tuturan antara P adalah peneliti dan MT adalah KP di kios penjual cabe di lantai 2 (dua). Percakapan berlangsung dalam situasi yang tidak resmi. Interaksi antara peneliti dan KP tersebut terjadi di salah satu kios penjual cabe di lantai 2 (dua) PLS. Tuturan antara P

dan MT tersebut termasuk dalam jenis tindak tutur representatif yakni dengan menunjukkan keberadaan atau letak kantor SPTI kepada P, seperti terlihat dalam tuturan SPTI?o…mrika, mang ngidul, nggen kantor enggal nika mang mlebet mrika, pojok pasar enggal tengah nggen sayur ‘SPTI?o…sana, ke selatan, di kantor yang baru itu masuk ke sana, sudut pasar baru tengah di tempat sayur’. MT berusaha menunjukkan lokasi SPTI dengan memberikan instruksi yang jelas dan mudah dimengerti oleh P sehingga P dapat menuju Kantor SPTI yang dicarinya.

2) Tindak Tutur Direktif Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan P dengan maksud agar MT melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran tersebut.

Data (31) P

: Ni…Ni…esku ki tulung pecahna Ni! ‘Ni…Ni…es ku ini tolong dipecahkan Ni!’ MT: O…nggih Jeng, sekedhap. ‘O…iya bu, sebentar.’ (PLS/ D31 KP/ 10-03-2010)

Tuturan Ni…Ni…esku ki tulung pecahna Ni! ‘Ni…Ni…es ku ini tolong dipecahkan Ni!’ yang dilakukan oleh P merupakan tindak tutur direktif menyuruh, P menyuruh MT untuk memecahkan es miliknya menjadi ukuran yang lebih kecil. Tuturan yang dituturkan P tersebut dirasa lebih sopan dibandingkan dengan kalimat perintah pecahna es ku! ‘pecahkan es milikku!’ ditandai dengan adanya penggunaan kata tulung ‘tolong’. Sedangkan daya pragmatik yang terjadi dalam percakapan di atas mampu mempengaruhi MT untuk melakukan hal yang diinginkan oleh P yang nampak dalam tuturan O..nggih Jeng sekedhap ‘O…ya bu sebentar’ MT lalu memecahkan balok es milik P menjadi ukuran yang lebih kecil.

Data (32) P

: Iki ndang digawa mlebu, malah meneng wae! ‘Ini cepat dibawa masuk, malah diam saja!’ MT

: Ya kosik sabar. ‘Ya sebentar sabar.’

(PLS/ D32KP/ 08-04-2010)

Tuturan antara P dan MT terjadi di area parkir utara. Percakapan yang terjadi antara sopir sebagai P dan KP sebagai MT menggambarkan adanya penggunaan tindak tutur direktif memerintah, seperti yang terlihat dalam tuturan Iki ndang digawa mlebu ‘Ini cepat dibawa masuk’. Dalam tuturan tersebut P memerintah kepada MT untuk segera menurunkan barang dari mobil dan membawanya masuk ke dalam pasar. Adapun jawaban dari MT setelah mendengar perintah dari P Ya kosik sabar ‘Ya sebentar sabar’, MT akan segera melakukan perintah P setelah MT menyelesaikan aktivitas yang sedang dia kerjakan pada saat itu.

3) Tindak Tutur Ekspresif Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu.

Data (33) P : Yu..meh mlebu ra?

‘Mbak, mau masuk tidak?’ MT : Ora, ngapa? ‘Tidak, ada apa?’ P

: Takdaraki meh mlebu, yen mlebu aku nitip areng nggone kae

‘Saya kira mau masuk, kalau masuk saya mau titip dibelikan arang ditempat biasa’ MT : Ngapa mlebu, tiwas pengen apa-apa, ra duwe dhit, sekesuk mung etuk rong ewu gelo ki ‘Ngapain masuk, nanti malah ingin beli apa-apa, tidak punya uang, dari pagi hanya dapat uang dua ribu rupiah’. (PLS/ D33 KP/ 02-04-2010)

Tuturan antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT tersebut terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Dalam tuturan (…) Ra duwe dhit, sekesuk mung etuk rong ewu gelo ki ‘(..) Tidak punya uang, dari pagi hanya dapat dua ribu rupiah’, yang dituturkan oleh MT merupakan tindak tutur ekspresif mengeluh. MT memberitahukan atau mengeluh kepada P bahwa ketika itu dia hanya mendapatkan uang dua

ribu rupiah, dikarenakan tidak ada pelanggan yang membutuhkan jasanya, sehingga MT tidak masuk ke dalam pasar. MT merupakan salah satu KP yang menetap pada satu toko kelontong di blok depan. Apabila pengunjung toko tersebut sepi maka penghasilan KP juga sedikit, begitu pula sebaliknya jika toko tersebut ramai dikunjungi maka penghasilan KP tersebut banyak.

Data (34) P

: Pak ku ki to yu, ngerti udan angin, gludhuge banter, la kok ora mulih ko sawah, tak kon marani anakku ora gelem mulih tenan, rung tau kesamber bledheg kok pak ku kae

‘Suamiku itu to mbak, sudah tahu hujan angin, petir menyambar-nyambar, mengapa tidak mau pulang dari sawah, saya menyuruh anakku untuk mengajak ayahnya pulang, tapi tetap tidak mau, sepertinya suamiku belum pernah merasakan disambar petir’.

MT : Heh…ra kena ngomong ngono wi! ‘Heh…tidak boleh bicara seperti itu!’ P

: La anyel kok yu..kon mulih ra gelem

‘La sebal kok mbak, disuruh pulang tidak mau’ MT : Ora oleh ngomong ngono kuwi, yen kedaden tenan kowe ya bingung ta? ‘Tidak boleh bicara seperti itu, kalau benar-benar terjadi kamu juga binggung?’ (PLS/ D34 KP/ 10-03-2010) Percakapan antara KP 1 sebagai P dan KP 2 sebagai MT terjadi

di tangga pintu masuk utara. Tuturan Pak ku ki to yu, ngerti udan angin, gludhuge banter, la kok ora mulih ko sawah, tak kon marani di tangga pintu masuk utara. Tuturan Pak ku ki to yu, ngerti udan angin, gludhuge banter, la kok ora mulih ko sawah, tak kon marani

Tanggapan MT setelah mendengarkan keluhan P Heh…ra kena ngomong ngono wi! ora oleh ngomong ngono kuwi, yen kedaden tenan kowe ya bingung ta? ‘Heh…tidak boleh bicara seperti itu! tidak boleh bicara seperti itu, kalau benar-benar terjadi kamu juga binggung?’ merupakan tindak tutur ekspresif menasehati. MT berusaha menasehati P bahwa yang dikatakannya itu salah, dan tidak seharusnya P mengatakan (..) Rung tau kesamber bledheg kok pak ku kae ‘(..)Sepertinya suamiku belum pernah merasakan disambar petir’, karena kata-katanya bisa menjadi sebuah doa.

Data (35) P

: Lawuhmu apa yu? ‘Lauknya apa mbak?’ MT : Mbuh apa ki, mari mati tempe gêmbuk, ngggorèng ndog wae kêntèkan lênga. ‘Tidak tahu apa ini, selalu tempe gembus, menggoreng telur saja kehabisan minyak.’ P

: Lha ngapa? ‘Kenapa?’

MT : Gosong kaya ngene, aku yen nggorèng ndog lêngane sithik sik trus yen wis sêtêngah matêng taktambahi lêngane sithik-sithik, dadi ra gosong ngene ki.

‘Gosong seperti ini, saya kalau menggoreng telur minyaknya sedikit dulu nanti kalau sudah setengah matang saya tambahi minyaknya, jadi tidak gosong seperti ini.’

(PLS/ D35 KP/ 15-03-2010) Tuturan antara penjual es sebagai P dan KP sebagai MT terjadi di angkringan sebelah barat Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak resmi. Ketika itu P yang sedang beristirahat di angkringan tersebut menanyakan perihal lauk dimakan untuk sarapan MT, seperti terlihat dalam tuturan Lawuhmu apa yu? ‘Lauknya apa mbak?’. Jawaban MT Mbuh apa ki, mari mati tempe gêmbuk, ngggorèng ndog wae kêntèkan lênga ‘Tidak tahu apa ini, selalu tempe gembus, menggoreng telur saja kehabisan minyak’ merupakan tindak tutur ekspresif mengeluh karena makanan yang dia beli untuk sarapan menunya selalu saja sama setiap harinya, seperti yang terlihat dalam tuturan (…)Mari mati tempe gêmbuk, ngggorèng ndog wae kêntèkan lênga ‘(…) Selalu tempe gembus, menggoreng telur saja kehabisan minyak’. Kemudian dalam tuturan yang selanjutnya MT melakukan tindak tutur ekspresif menasehati dalam hal ini cara menggoreng telur agar tidak gosong, seperti terlihat dalam tuturan (…)Aku yen nggorèng ndog lêngane sithik sik trus yen wis sêtêngah matêng taktambahi lêngane sithik- sithik, dadi ra gosong ngene ki ‘(…)saya kalau menggoreng telur minyaknya sedikit dulu nanti kalau sudah setengah matang saya tambahi minyaknya, jadi tidak gosong seperti ini’.

4) Tindak Tutur Komisif Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat P untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya: berjanji, bersumpah, atau mengancam.

Data (36) P

: Nyilih dhitmu yu, nggo lebon ‘Pinjam uangmu mbak, buat mengangsur’ MT

Yen iki wok silih lha sing tak nggo mbayar apa? ‘Kalau ini kamu pinjam, lha yang saya gunakan untuk membayar apa?’

P : Ndang yu, sesuk takbalekne. ‘Ayolah mbak, besuk saya kembalikan.’

MT Ora nduwe! ‘Tidak punya!’

(PLS/ D36 KP/ 18-03-2010) Percakapan yang terjadi antara P sebagai KP 1 dan MT sebagai KP 2 terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Dari percakapan di atas P mengutarakan maksudnya kepada MT untuk meminjam uang, nampak dalam tuturan Nyilih dhitmu yu, nggo lebon ‘Pinjam uangmu mbak, buat mengangsur’, namun MT menolak permintaan P tersebut. Dalam tuturan yang selanjutnya P melakukan tindak tutur komisif berjanji dengan mengucapkan Sesuk takbalekne ‘Besuk saya kembalikan’ untuk meyakinkan MT sehingga MT memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan oleh P.

5) Tindak Tutur Deklaratif Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh P dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan dan 5) Tindak Tutur Deklaratif Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh P dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan dan

Data (37) (…)

P : Kalempit-lempit, wong jik jaka ngono wis ngicipi kok kandha kalem.

‘Kalempit-lempit (terlipat-lipat), waktu masih muda saja sudah pernah mencoba mengapa bilang kalem.’ MT : Ngomong apa kowe?Isa meneng ora? ‘Bicara apa kamu? Bisa diam tidak?’ P

: Iya..iya.. ‘Ya’ MT : Aja dibaleni meneh! ‘Jangan diulangi lagi!’ (PLS/ D37 KP/ 10-03-2010)

Tuturan yang terjadi antara P sebagai KP dan MT sebagai salah seorang staf DPPL. Antara P dan MT sudah terjalin hubungan kekeluargaan yang erat tanpa melihat kedudukan dan pekerjaannya, sehingga bahasa yang digunakan dalam berinteraksi menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko. Tuturan tersebut terjadi di sebuah angkringan sebelah timur Kantor DPPL pada jam istirahat. Tuturan antara P dan MT terjadi dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan Isa meneng ora? ‘Bisa diam tidak?’ dan Aja dibaleni meneh! ‘Jangan diulangi lagi!’ merupakan tuturan yang menggambarkan tindak tutur deklaratif melarang. P melarang MT untuk menghentikan pembicaraan dengannya dan jangan mengulanginya, karena P merasa tidak suka apa yang dibicarakan oleh MT.

c. Kategori Tindak Tutur menurut Wijana.

I Dewa Putu Wijana (1996: 29) menyebutkan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, dan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal.

1) Tindak Tutur Langsung Tindak tutur langsung (direct speech) terbentuk apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan sebagainya.

Data (38 ) P

: Yu, ngerti yu Rukinah boten? ‘Mbak, lihat mbak Rukinah tidak?’ MT : Rukinah genah mlebu kat mau. ‘Rukinah sudah masuk dari tadi.’ P

: Boten, lha teng jero ra na. ‘Tidak, lha di dalam tidak ada.’ MT : Heh? Takoka sing prithil bawang kae! ‘Heh? Coba tanya yang sedang memisahkan bawang dari akarnya di sana!’

(PLS/ D38 KP/ 08-04-2010) Percakapan antara P dan MT terjadi di pintu utara PLS. P adalah pemilik kios, dan MT adalah KP. Data percakapan di atas dapat dikategorikan sebagai tindak tutur langsung di mana kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk menyatakan sesuatu seperti dalam tuturan Rukinah genah mlebu kat mau ‘Rukinah sudah masuk dari tadi.’ MT memberitahukan kepada P bahwa orang yang dibicarakan (Rukinah) sudah masuk ke dalam pasar dari tadi, begitu pula dalam tuturan Boten,lha neng jero ra na ‘Tidak, di dalam tidak (PLS/ D38 KP/ 08-04-2010) Percakapan antara P dan MT terjadi di pintu utara PLS. P adalah pemilik kios, dan MT adalah KP. Data percakapan di atas dapat dikategorikan sebagai tindak tutur langsung di mana kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk menyatakan sesuatu seperti dalam tuturan Rukinah genah mlebu kat mau ‘Rukinah sudah masuk dari tadi.’ MT memberitahukan kepada P bahwa orang yang dibicarakan (Rukinah) sudah masuk ke dalam pasar dari tadi, begitu pula dalam tuturan Boten,lha neng jero ra na ‘Tidak, di dalam tidak

Sedangkan dalam tuturan Yu, ngerti yu Rukinah boten? ‘Mbak, lihat mbak Rukinah tidak?’, P menanyakan keberadaan Rukinah yang juga seorang KP kepada MT, dalam hal ini kalimat tanya juga digunakan untuk menanyakan sesuatu. Tuturan MT Takoka sing prithil bawang kae! ‘Coba tanya yang sedang memisahkan bawang dari akarnya di sana!’ merupakan kalimat perintah yang digunakan untuk menyuruh P melakukan sesuatu yakni menanyakan keberadaan Rukinah kepada orang-orang yang sedang memisahkan bawang dari akarnya.

2) Tindak Tutur Tak Langsung Tindak tutur tidak langsung (indirect speech) ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang, melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah.

Data (39) P

: Yu, dititipi Warni? ‘Mbak, ada titipan dari Warni?’ MT : Sik, nyo itungen sik! ‘Sebentar, ini dihitung dulu!’ P

: Nuwun ya yu. ‘Terimakasih mbak. (PLS/ D39 KP/ 24-03-2010)

Tuturan di atas terjadi antara KP sebagai P dan penjual es sebagai MT, dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan P Yu, dititipi Warni? ‘Mbak, ada titipan dari Warni?’ merupakan tindak tutur tidak langsung yang dimaksudkan untuk menyuruh MT untuk mengambilkan titipan yang berupa uang dari Warni. Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalamnya. Tuturan MT Sik, nyo itungen sik! ‘Sebentar, ini dihitung dulu!’ dapat diartikan bahwa MT mengetahui maksud dari tuturan Yu, dititipi Warni ‘Mbak, ada titipan dari Warni?’ yang diutarakan oleh P.

Data (40) (…)

P : Kalempit-lempit, wong jik jaka ngono wis ngicipi kok kandha kalem.

‘Kalempit-lempit (terlipat-lipat), waktu masih muda saja sudah pernah mencoba mengapa bilang kalem.’ MT : Ngomong apa kowe?Isa meneng ora? ‘Bicara apa kamu? Bisa diam tidak?’ P

: Iya..iya.. ‘Ya’ MT : Aja dibaleni meneh! ‘Jangan diulangi lagi!’ (PLS/ D40 KP/ 10-03-2010)

Tuturan Isa meneng ora? ‘Bisa diam tidak?’ yang dituturkan oleh MT juga menggambarkan penggunaan tindak tutur tidak langsung. Tuturan tersebut dituturkan oleh MT dengan maksud menyuruh P untuk diam, dan P mengetahui maksud MT sehingga P menuturkan Iya…iya… ‘Ya’. Namun akan berbeda keadaanya apabila tuturan MT Isa meneng ora? ‘Bisa diam tidak?’ dijawab oleh P Tuturan Isa meneng ora? ‘Bisa diam tidak?’ yang dituturkan oleh MT juga menggambarkan penggunaan tindak tutur tidak langsung. Tuturan tersebut dituturkan oleh MT dengan maksud menyuruh P untuk diam, dan P mengetahui maksud MT sehingga P menuturkan Iya…iya… ‘Ya’. Namun akan berbeda keadaanya apabila tuturan MT Isa meneng ora? ‘Bisa diam tidak?’ dijawab oleh P

3) Tindak Tutur Literal Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Data (41) P

: Boten abota bu? ‘Apa tidak berat bu?’ MT : Wis biasa mbak. ‘Sudah biasa mbak.’ P

: Njenengan kuat sanget nggih. ‘Anda kuat sekali ya.’ (PLS/ D41 KP/ 29-03-2010)

Percakapan yang terjadi antara P peneliti dan MT seorang KP di kios bawang milik Ibu Parmi di lantai 2 tengah dalam situasi yang tidak resmi. MT merupakan salah seorang KP di kios tersebut. Seorang KP dituntut untuk memiliki tenaga yang kuat agar bisa menjalankan tugasnya yakni memberikan jasa memanggul barang dagangan para pembeli yang berbelanja di PLS. P dalam tuturannya Njenengan kuat sanget nggih ‘Anda kuat sekali’ bermaksud untuk memuji atau mengagumi tenaga yang dimiliki oleh KP tersebut, walaupun dia seorang wanita. Tuturan Njenengan kuat sanget nggih ‘Anda kuat sekali’ merupakan tindak tutur literal karena maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

4) Tindak Tutur Tak Literal Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya.

Data (42) P

: Sandhalmu apik men (temen) kang. ‘Sandalmu bagus sekali mas.’ MT : Ra sah ngece! ‘Tidak usah menghina!’ P

: Sandhal kok ditaleni plastik. ‘Sandal mengapa diikat dengan plastik.’ (PLS/ D42 KP/ 16-03-2010)

Tuturan di atas terjadi antara KP 1 sebagai P dan KP 2 sebagai MT. Peristiwa tersebut terjadi di kios penjual kelapa dalam situasi yang tidak resmi. Ketika P menuturkan Sandhalmu apik men (temen) kang ‘Sandalmu bagus sekali mas’ P melakukan TT TLt, karena kata Apik ‘Bagus’ di sini bukan untuk memuji sandal milik MT melainkan P ingin mengatakan bahwa sandal yang digunakan oleh MT tersebut jelek. Hal ini diperjelas dengan tuturan MT Ra sah ngece! ‘Tidak usah menghina!’. MT mengetahui bahwa P bukan bermaksud memuji sandal miliknya melainkan sebaliknya. Alasan P mengatakan sandal MT jelek dapat dilihat dari tuturan berikutnya Sandhal kok ditaleni plastik ‘Sandal mengapa diikat dengan plastik’.

Apabila tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung diintereaksikan dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut.

5) Tindak Tutur Langsung Literal (TT LLt) TT LLt (direct literal speech act) merupakan tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.

Data (43 ) P

: Sapa ta yu?

‘Siapa mbak?’ MT : Budi, bapake Kepala Bank, anake ya dadi pegawe Bank. ‘Budi, ayahnya sebagai Kepala Bank, anaknya juga jadi pegawai Bank.'

: O…

‘O..’

(PLS/ D43 KP/ 22-03-2010) Tuturan yang terjadi antara P sebagai KP 1 dan MT sebagai KP 2 tersebut terjadi disebelah selatan Bank Mayapada, dalam situasi yang tidak resmi. Tuturan P Sapa ta yu? ‘Siapa mbak?’ merupakan TTLLt yang dimaksudkan untuk menanyakan siapa yang ketika itu menyapa MT. Dalam tuturan MT Budi, bapake Kepala Bank, anake ya dadi pegawe Bank ‘Budi, ayahnya sebagai Kepala Bank, anaknya juga jadi pegawai Bank’ juga merupakan TTLLt yang dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa orang yang dibicarakan oleh P tersebut bernama Budi yang bekerja sebagai pegawai Bank begitu pula dengan ayahnya yang menjadi Kepala Bank. Maksud bertanya diutarakan dengan kalimat tanya, maksud memberitahukan diutarakan dengan kalimat berita.

6) Tindak Tutur Tak Langsung Literal (TT TLLt) TT TLLt (indirect literal speech act) merupakan tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh P.

Data (44) P

: Yu, ijol receh. ‘Mbak, tukar uang kecil’ MT : Yen kuwi mbok ijoli, la ki sing nggo jujul apa?

‘Kalau itu kamu tukar, ini kembaliannya apa?’

(PLS/ D44 KP/ 10-03-2010) Tutuan yang terjadi antara P sebagai KP dan MT adalah penjual es, masih terjadi di angkringan sebelah timur Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak resmi. Hubungan yang terjalin antara P dan MT sudah sangat erat dan dilandasi dengan rasa saling percaya, sehingga saat P ingin menukarkan uang miliknya dengan uang kecil seperti dalam tuturan Yu, ijol receh ‘Mbak, tukar uang kecil’ P langsung saja mengambil uang tersebut dari kotak uang milik MT. Tuturan MT Yen kuwi wok ijoli, la ki sing nggo jujul apa? ‘Kalau itu kamu tukar, ini kembaliannya apa?’, mengandung maksud bahwa pada saat itu MT tidak punya uang kecil, kalaupun punya akan digunakan untuk memberi uang kembalian kepada seseorang yang sedang membeli es pada waktu itu, sehingga P tidak boleh menukarkan uangnya. Tuturan Yen kuwi wok ijoli, la ki sing nggo jujul apa? ‘Kalau itu kamu tukar, ini kembaliannya apa?’menyiratkan adanya TT TLLt, yakni maksud (PLS/ D44 KP/ 10-03-2010) Tutuan yang terjadi antara P sebagai KP dan MT adalah penjual es, masih terjadi di angkringan sebelah timur Kantor DPPL, dalam situasi yang tidak resmi. Hubungan yang terjalin antara P dan MT sudah sangat erat dan dilandasi dengan rasa saling percaya, sehingga saat P ingin menukarkan uang miliknya dengan uang kecil seperti dalam tuturan Yu, ijol receh ‘Mbak, tukar uang kecil’ P langsung saja mengambil uang tersebut dari kotak uang milik MT. Tuturan MT Yen kuwi wok ijoli, la ki sing nggo jujul apa? ‘Kalau itu kamu tukar, ini kembaliannya apa?’, mengandung maksud bahwa pada saat itu MT tidak punya uang kecil, kalaupun punya akan digunakan untuk memberi uang kembalian kepada seseorang yang sedang membeli es pada waktu itu, sehingga P tidak boleh menukarkan uangnya. Tuturan Yen kuwi wok ijoli, la ki sing nggo jujul apa? ‘Kalau itu kamu tukar, ini kembaliannya apa?’menyiratkan adanya TT TLLt, yakni maksud

7) Tindak Tutur Langsung Tak Literal (TT LTLt) TT LTLt (direct nonliteral speech act) merupakan tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

Data (45) P

: Watukku ra mari-mari, tambana apa ya? ‘Batukku belum sembuh-sembuh, obatnya apa ya?’ MT : Ngrokok sing akeh pak. ‘Merokok yang banyak.’ (PLS/ D45 KP/ 14-03-2010)

Tuturan antara penjual ikan sebagai P dan KP sebagai MT terjadi di tangga pintu masuk sebelah barat, dalam situasi yang tidak resmi. P dalam tuturannya Watukku ra mari-mari, tambane apa ya? ‘Batukku tidak sembuh-sembuh, obatnya apa ya?’ mengeluhkan perihal penyakit batuknya yang tidak kunjung sembuh meskipun telah diobati berulang kali. MT menjawab Ngrokok sing akeh ‘Merokok yang banyak’, merokok bukanlah obat batuk melainkan salah satu penyebab batuk,namun dalam tuturan tersebut MT ingin memberitahukan kepada P bahwa apabila P ingin sembuh dari batuk maka P harus berhenti merokok. MT mengetahui bahwa P adalah perokok berat. Tuturan MT Ngrokok sing akeh ‘Merokok yang banyak’, merupakan TT LTLt yang dimaksudkan agar P berhenti merokok jika ingin sakit batuknya sembuh.

8) Tindak Tutur Tak Langsung Tak Literal (TT TL TLt) TT TLTLt (indirect nonliteral speech act) merupakan tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.

Data (46) P

: Jembar men ta dalane, rada nengah mbak!

‘Lebar sekali jalannya, sedikit ke tengah mabak!’ MT : O…ngapunten bu. ‘O..maaf bu.’ (PLS/ D46 KP/ 11-03-2010)

Tuturan tersebut terjadi antara KP sebagai P dan peneliti sebagai P di sebuah lorong di lantai 2 dalam situasi yang tidak resmi. Keadaan lorong yang sangat sempit sangat tidak memungkinkan untuk dilewati oleh 2 orang dari arah yang berlawanan, apalagi jika ada KP yang sedang membawa barang dagangan. Tuturan P Jembar men ta dalane, rada nengah mbak! ‘Lebar sekali jalannya, sedikit ke tengah mbak!’ termasuk TT TLTLt yang dimaksudkan untuk memberitahu MT bahwa jalannya sangat sempit, tidak bisa dilewati dua orang, sehingga P meminta MT untuk mengalah sebentar dengan cara sedikit menepi karena P sedang membawa barang dagangan.