112
D. Analisa Konsepsi al-Qaww mah Menurut Ulama
Dalam subbab ini penulis ingin memperjelas paparan pada bab III yang berbicara tentang konsepsi al-
qawwāmah menurut ulama baik dari kalangan klasik maupun kalangan modernis, pembagian konsepsi al-
qawwāmah dalam konteks sosial, politik dan keluarga serta implikasi konsepsi al-
qawwāmah terhadap kedudukan perempuan.
Penulis berpendapat bahwa konsepsi al- qawwāmah menurut ulama
klasik dan kontemporer berimplikasi kepada kedudukan perempuan dalam rumah tangga dan di luar rumah tangga sebagaimana yang telah penulis paparkan dalam
bab ini. Dari paparan pendapat-pendapat ulama tersebut penulis memandang bahwa al-
qawwāmah menurut kalangan ulama kontemporer ataupun modernis dibedakan dalam konteks sosial, politik dan keluarga. Dalam hal ini penulis
mengkrucutkan bahwa dalam dua konteks yaitu di wilayah domestik keluarga dan wilayah publik di luar rumah tangga termasuk konteks sosial dan politik.
Menurut penulis konteks sosial dan politik yang merupakan wilayah publik adalah ranah ketidaksepakatan antara kalangan ulama klasik dan
kontemporer. Dimana ulama klasik tidak membedakan penerapan konsepsi al- qawwamah. Menurut mereka bahwa konsep al-
qawwāmah ini berlaku dalam setiap lini kehidupan dan dalam konteks sosial, politik dan keluarga. Dengan
demikian kepemimpinan hanya berlaku untuk kaum laki-laki. Berbeda dengan ulama dan fuqaha abad modern dan kontemporer. Dimana mereka membedakan
konsepsi al- qawwāmah dalam wilayah publik dan domestik. Dalam wilayah
publik menurut ulama kontemporer kedudukan perempuan tidak seperti dalam wilayah domestik. Karena dalam wilayah publik perempuan berhak berperan dan
partisifasi dalam ranah sosial ataupun politik dan bekerja untuk membantu suami dan meningkatkan taraf kehidupan keluarga. Dengan demikian, dalam konteks
wilayah publik perempuan berhak untuk menjadi pemimpin di luar rumah tangganya.
Sedangkan konteks keluarga inilah yang merupakan titik persamaan antara pandangan ulama kontemporer, modernis dan ulama klasik mengenai
konsep al- qawwāmah kepemimpinan hanya direkomendasikan untuk laki-laki.
113 Dalam konteks keluarga ini kalangan ulama komtemporer dan klasik sepakat
kemutlakan kepemimpinan laki-laki dalam konteks keluarga. Hal ini memberikan pengaruh atau berimplikasi kepada kedudukan perempuan dalam hukum Islam.
Dalam konteks keluarga ini, dominasi laki-laki sebagai pemimpin sangat mencolok contohnya seperti perkawinan perempuan harus dengan walinya yang
mengakibatkan terkadang wali yang memegang kekuasaan dan pilihan untuk perempuan yang diwakilkannya, ketaatan isteri yang harus siap untuk melayani
seksual suami dalam kondisi apapun baik sedang haid ataupun tidak. Ketika sedang haid perempuan tetap harus bisa melayani suami, dan suami secara
hukum dibolehkan bertamattu` dengan isterinya yang haid tapi batasan daerah tamattu` yang tidak dibolehkan. Paparan diatas menunjukkan bahwa dominasi
laki-laki terhadap perempuan, dimana kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Karena suami adalah pemimpin. Yang tentunya mempunyai
kekuasaan, wewenang terhadap perempuan. Sehingga tampak jelas dalam literatur ataupun perkataan dan pendapat ulama serta fuqaha sangat menekankan
konsep-konsep bermuamalah dengan baik bersikap dengan ma`rūf kepada
perempuan isteri. Penulis memandang bahwa para ulama dan fuqaha mengangkat konsep ini dalam ranah keluarga selain sebagai perintah dan aturan-
aturan dari Sy ri`, juga bertujuan untuk dijadikan lampu kuning kepada para suami agar berhati-hati dan bersikap dengan baik, menggauli isteri dengan ma`r
ūf dan tidak menggunakan kekuasaan, wewenangnya dan berbuat kasar.
Berbeda halnya dengan ulama kalangan modernis seperti Muhammad `Abduh. Kendatipun Muhammad `Abduh dari kalangan ulama kontemporer,
namun pendapatnya lebih modern dan berbeda, baik dengan ulama kontemporer yang lain terlebih-lebih dengan ulama klasik. Hal ini karena menurut Muhammad
`Abduh konsepsi al- qawwāmah ini tidak mutlak. Sehingga kepemimpinan laki-
laki tidak mutlak baik dalam wilayah domestik keluarga maupun wilayah publik konteks sosial dan politik.
114
BAB IV AL-