DESAIN PEMBELAJARAN and DESAIN MULTIMEDI

(1)

DESAIN PEMBELAJARAN DAN DESAIN

MULTIMEDIA MENURUT BEBERAPA

MODEL DAN PANDANGAN TEORI

BELAJAR”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas UTS

Mata Kuliah : Pembelajaran Biologi Berbasis Komputer & Internet Dosen Pengampu : Ipin Aripin, M.Pd.

Disusun oleh: Siti Komariah (14111610055)

T.IPA-Biologi C/VII

JURUSAN TADRIS IPA-BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON


(2)

1. Jelaskan bagaimana desain pembelajaran menurut model: a. ADDIE

b. ASSURE c. Kemp

d. Pick dan Hanafin

2. Jelaskan bagaimana kerangka desain multimedia menurut pandangan teori belajar :

a. Behavioristik

b. Sibernetik (pemrosesan informasi) c. Classical conditioning

JAWABAN

1. Desain Pembelajaran Menurut Beberapa Model

a. Model ADDIE

ADDIE Merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development or Production, Implementation or Delivery and Evaluations. Model ini dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk pengembangan produk seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan ajar. ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Adapun salah satu fungsi ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.

Di bawah ini merupakan skema mengenai tahapan-tahapan pelaksanaan evaluasi model ADDIE.


(3)

Gambar 1. Tahapan ADDIE

Dari skema model di atas dapat kita ketahui bahwa terdapat beberapa langkah-langkah tahap pengembangan, yakni sebagai berikut.

1) Analysis (analisa)

Analisis merupakan tahap pertama yang harus dilakukan oleh seorang pengembang pembelajaran. Shelton dan Saltsman menyatakan ada tiga segmen yang harus dianalisis yaitu siswa, pembelajaran, serta media untuk menyampaikan bahan ajarnya. Langkah-langkah dalam tahapan analisis ini setidaknya adalah: menganalisis siswa; menentukan materi ajar; menentukan standar kompetensi (goal) yang akan dicapai; dan menentukan media yang akan digunakan (Fadli, 2012). Langkah analisis melalui dua tahap, yaitu :

a) Analisis Kinerja

Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen (Alik, 2010). b) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar (Alik, 2010).

2)Design (desain/perancangan)

Adapun yang kita lakukan dalam tahap desain ini, yaitu pertama, merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag telah


(4)

dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran media danyang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci. Desain merupakan langkah kedua dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah ini merupakan:

a) Inti dari langkah analisis karena mempelajari masalah kemudian menemukan alternatif solusinya yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan.

b) Langkah penting yang perlu dilakukan untuk, menentukan pengalaman belajar yang perlu dimilki oleh siswa selama mengikuti aktivitas pembelajaran. c) Langkah yang harus mampu menjawab pertanyaan,

apakah program pembelajaran dapat mengatasi masalah kesenjangan kemampuan siswa?

d) Kesenjangan kemampuan disini adalah perbedaan kemampuan yang dimilki siswa dengan kemampuan yang seharusnya dimiliki siswa. Contoh pernyataan kesenjangan kemampuan, dimana siswa tidak mampu mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan setelah mengikuti proses pembelajaran, atau siswa hanya mampu mencapai tingkat kompetensi 60% dari standar kompetensi yang telah digariskan.

Pada saat melakukan langkah ini, perlu dibuat pertanyaan- pertanyaan kunci diantaranya adalah sebagai berikut :


(5)

a) Kemampuan dan kompetensi khusus apa yang harus dimilki oleh siswa setelah menyelesaikan program pembelajaran?

b) Indikator apa yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mengikuti program pembelajaran?

c) Peralatan atau kondisi bagaimana yang diperlukan oleh siswa agar dapat melakukan unjuk kompetensi – pengetahuan, ketrampilan, dan sikap - setelah mengikuti program pembelajaran?

d) Bahan ajar dan kegiatan seperti apa yang dapat digunakan dalam mendukung program pembelajaran?

3)Development (pengembangan)

Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi.

Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program. Dalam melakukan langkah pengembangan, ada dua tujuan penting yang perlu dicapai, diantaranya yaitu:


(6)

a) Memproduksi, membeli, atau merevisi bahan ajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.

b) Memilih media atau kombinasi media terbaik yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pada saat melakukan langkah pengembangan, seorang perancang akan membuat pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dicari jawabannya, Pertanyaan-pertanyaannya antara lain :

a) Bahan ajar seperti apa yang harus dibeli untuk dapat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran?

b) Bahan ajar seperti apa yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang unik dan spesifik? c) Bahan ajar seperti apa yang harus dibeli dan

dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang unik dan spesifik? d) Bagaimana kombinasi media yang diperlukan dalam

menyelenggarakan program pembelajaran?

4)Implementation (implementasi/eksekusi)

Implementasi merupakan langkah yang nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Adapun tujuan utama dari langkah ini diantaranya yaitu sebagai berikut.

a) Membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi.


(7)

b) Menjamin terjadinya pemecahan masalah / solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.

c) Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memilki kompetensi – pengetahuan, ketrampilan, dan sikap - yang diperlukan. Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dicari jawabannya oleh seorang perancang program pembelajaran pada saat melakukan langkah implementasi diantaranya yaitu : (1)Metode pembelajaran seperti apa yang paling efektif

utnuk digunakan dalam penyampaian bahan atau materi pembelajaran?

(2)Upaya atau strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk menarik dan memelihara minat siswa agar tetap mampu memusatkan perhatian terhadap penyampaian materi atau substansi pembelajaran yang disampaikan?

5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)

Evaluasi yaitu proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi.

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, diantaranya yaitu :


(8)

a) Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.

b) Peningkatan kompetensi dalam diri siswa, yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran.

c) Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran. Beberapa pertanyaan penting yang harus dikemukakan perancang program pembelajaran dalam melakukan langkah-langkah evaluasi, antara lain :

(1) Apakah siswa menyukai program pembelajaran yang mereka ikuti selama ini?

(2) Seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran?

(3) Seberapa jauh siswa dapat belajar tentang materi atau substansi pembelajaran?

(4) Seberapa besar siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dipelajari?

(5) Seberapa besar kontribusi program pembelajaran yang dilaksanakan terhadap prestasi belajar siswa? Adapun kekurangan dan kelebihan model desain ADDIE ini yaitu sebagai berikut.

1) Kelebihan Desain ADDIE

Model ini sederhana dan mudah dipelajari serta strukturnya yang sistematis. Seperti kita ketahui bahwa model ADDIE ini terdiri dari 5 komponen yang saling berkaitan dan terstruktur secara sistematis yang artinya dari tahapan yang pertama sampai tahapan yang kelima dalam pengaplikasiannya harus secara sistematik, tidak bisa diurutkan secara acak atau kita bisa memilih mana


(9)

yang menurut kita ingin di dahulukan. Karena kelima tahap/ langkah ini sudah sangat sederhana jika dibandingkan dengan model desain yang lainnya. Sifatnya yang sederhana dan terstruktur dengan sistematis maka model desain ini akan mudah dipelajari oleh para pendidik.

2) Kekurangan Model Desain ADDIE

Kekurangan model desain ini adalah dalam tahap analisis memerlukan waktu yang lama. Dalam tahap analisis ini pendesain/ pendidik diharapkan mampu menganalisis dua komponen dari siswa terlebih dahulu dengan membagi analisis menjadi dua yaitu analisis kinerja dan alisis kebutuhan. Dua komponen analisis ini yang nantinya akan mempengaruhi lamanya proses menganalisis siswa sebelum tahap pembelajaran dilaksanakan. Dua komponen ini merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi tahap mendesain pembelajaran yang selanjutnya (Gusmayani, 2012).

Sumber: www.academia.edu/5152425/Makalah_model_ADDIE. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2014

b. Model ASSURE

Model ASSURE merupakan salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi. Model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan ASSURE MODEL mempunyai


(10)

beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi peserta didik. Adapun tahapan model ASSURE yaitu sebagai berikut.

1) Analyze Learner (Analisis Pembelajar)

Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci dari diri pembelajar yang meliputi :

a) General Characteristics (Karakteristik Umum)

Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran.

b) Specific Entry Competencies (Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar)

Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan perkembangan psikologi siswa (Smaldino dari Dick,carey& carey,2001). Hal ini akan memudahkan dalam merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

c) Learning Style (Gaya Belajar)

Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan


(11)

pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu: 1. Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca 2. Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, 3. Gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia sudah mempraktekkan sendiri.

2) State Standards and Objectives (Menentukan Standard Dan Tujuan)

Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan pemilihan media yang tepat.

Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya (2008 : 122-123) berikut ini :

a) Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran.

b) Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa

c) Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran


(12)

d) Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.

Menurut Smaldino,dkk.,setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM. Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut:

a)A = audience

Pebelajar atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.

b)B = behavior

Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat diamati.

c)C = conditions

Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung.

d) D = degree

Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan, sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata


(13)

seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi. Ada empat kategori pembelajaran.

(1) Domain Kognitif

Domain kognitif, belajar melibatkan berbagai kemampuan intelektual yang dapat diklasifikasikan baik sebagai verbal / informasi visual atau sebagai ketrampilan intelektual.

(2) Domain Afektif

Dalam domain afektif, pembelajaran melibatkan perasaan dan nilai-nilai.

(3) Motor Domain Skill

Dalam domain ketrampilan motorik, pembelajaran melibatkan atletik, manual, dan ketrampilan seperti fisik.

(4) Domain Interpersonal

Belajar melibatkan interaksi dengan orang-orang.

3) Select Strategies, Technology, Media, and Materials (Memilih, Strategi, Teknologi, Media dan Bahan ajar)

Langkah selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung pemblajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan media dan bahan ajar.

a). Memilih Strategi Pembelajaran

Pemilihan strategi pembelajarn disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung pembelajaran. Strategi


(14)

pembelajaran dapat mengandung ARCS model (Smaldino dari Keller,1987). ARCS model dapat membantu strategi mana yang dapat membangun ATTENTION (perhatian) siswa, pembelajaran berhubungan yang RELEVANT dengan keutuhan dan tujuan, CONVIDENT , desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan SATISFACTION dari usaha belajar siswa.

Strategi pembelajaran dapat terlebih dahulu menentukan metode yang tepat. Beberapa metode yang dianjurkan untuk digunakan ialah (Dewi Salma Prawiradilaga, 2007):

(1) Belajar Berbasis Masalah (PROBLEM-BASED LEARNING)

Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman pola pikir metakognitif, yakni kemampuan stratregis dalam memecahkan masalah.

(2) Belajar Proyek (PROJECT-BASED LEARNING)

Belajar proyek adalah metode yang melatih kemampuan pebelajar untuk melaksanakan suatu kegiatan di lapangan. Proyek yang dikembangkan dapat pekerjaan atau kegiatan sebenarnya atau berupa simulasi kegiatan.

(3) Belajar Kolaboratif

Metode belajar kolaboratif ditekankan agar pebelajar mampu berlatih menjadi pimpinan dan membina koordinasi antar teman sekelasnya.

b) Memilih Teknologi dan Media yang sesuai dengan Bahan Ajar


(15)

Kata Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Lesle J.Brigges dalam Sanjaya (2008 : 204) menyatakan bahwa media adalah alat untuk perangsang bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Selanjutnya Rossi dan Breidle dalam Sanjaya (2008 : 204) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Sedangkan menurut Gerlach, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Bentuk media adalah bentuk fisik dimana sebuah pesan digabungkan dan ditampilkan. Bentuk media meliputi, sebagai contoh, diagram (gambar diam dan teks) slide ( gambar diam lewat proyektor) video (gambar bergerak dalam TV), dan multimedia komputer (grafik, teks, dan barang bergerak dalam TV) Setiap media itu mempunyai kekuatan dan batasan dalam bentuk tipe dari pesan yang bisa direkam dan ditampilkan. Memilih sebuah bentuk media bisa menjadi sebuah tugas yang kompleks-merujuk kepada cakupan yang luas dari media yang tersedia, keanekaragaman siswa dan banyak tujuan yang akan dicapai.


(16)

4) Utilize Technology, Media and Materials (Menggunakan Teknologi, Media dan Bahan Ajar)

Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya mengikuti langkah-langkah seperti mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak), mempersiapkan bahan, mempersiapkan lingkungan belajar, mempersiapkan pembelajar, dan Menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar)

a) Preview materi

Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan tujuannya. b)Siapkan bahan

Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.

c) Siapkan lingkungan

Pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar.

d)Peserta didik

Memberitahukan peserta didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.


(17)

Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman. Sebagai guru kita dapat memberikan pengalaman belajar seperti : presentasi di depan kelas dengan projector, demonstrasi, latihan, atau tutorial materi. 5) Require Learner Parcipation (Mengembangkan

Partisipasi Peserta Didik)

Tujuan utama dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa terhadap materi dan media yang kita tampilkan. Seorang guru pada era teknologi sekarang dituntut untuk memiliki pengalaman dan praktik menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi ketimbang sekedar memahami dan member informasi kepada siswa. Ini sejalan dengan gagasan konstruktivis bahwa belajar merupakan proses mental aktif yang dibangun berdasarkan pengalaman yang autentik, diman para siswa akan menerima umpan balik informative untuk mencapai tujuan mereka dalam belajar.

6) Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)

Penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan dua tahapan yaitu:

a) Penilaian Hasil Belajar Siswa,

(1) Penilaian Hasil Belajar Siswa yang Otentik, (2) Penilaian Hasil Belajar Portofolio

(3) Penilaian Hasil Belajar yang Tradisional / Elektronik. b) Menilai dan Memperbaiki Strategi, teknologi dan Media c) Revisi Strategi, Teknologi, dan Media.

Ada beberapa fungsi dari evaluasi antara lain :

a) Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa.


(18)

b) Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.

c) Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum.

d) Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan siswa secara individual dalam mengambil keputusan.

e) Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan tujuan khusus yang ingin dicapai

f) Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk orang tua,guru,pengembang kurikulum,pengambil kebijakan .

Sumber:

http://amanahtp.wordpress.com/2011/11/28/model-pembelajaran-assure-menciptakan-pengalaman-belajar/ c. Model Kemp

Dalam desain yang dikembangkan oleh kemp, tujuan pembelajaran bukanlah hal pertama yang harus ditentukan ketika menyusun perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dikembangkan mulai dari identifikasi masalah pembelajaran, kemudian dilakukan analisis karakteristik siswa, analisis tugas, dilakukan penyusunan tujuan pembelajaran, pengurutan isi materi, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, membuat desain pesan, mengembangkan pembelajaran, dan terakhir adalah mengevaluasi instrumen. Keseluruhan proses tersebut harus dilakukan evaluasi. Proses evaluasi kemudian dijadikan dasar sebagai proses revisi atau perbaikan. Berbagai proses tersebut juga membutuhkan layanan pendukung dan implementasi dari manajemen proyek.


(19)

Dalam Model pembelajaran Kemp ini, di setiap melakukan langkah atau prosedur terdapat revisi terlebih dahulu gunanya untuk menuju ketahap berikutnya. Tujuannya adalah apabila terdapat kekurangan atau kesalahan di tahap tersebut, dapat dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahap berikutnya.

Model pembelajaran Jerold E. Kemp ini agak condong ke pembelajaran klasikal atau pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, peran guru di sini mempunyai pengaruh yang besar, karena mereka dituntut dalam rangka prrogram pengajaran, instrumen evaluasi, dan strategi pengajaran.

Adapun unsur-unsur pengembangan perangkat pembelajaran menurut Kemp yaitu sebagai berikut.

1) Identifikasi Masalah Pembelajaran

Tujuannya adalah mengidentifikasi adanya kesenjangan antara tujuan menurut kurikulum ynag berlaku dengan fajta yang terjadi dilapangan, baik yang menyangkut model, pendekatan, metode,teknik, maupun strategi yang digunakan guru untuk mencapai pembelajaran. Pokok bahasan atau materi yang dikembangkan, selanjutnya disusun alternatif atau cara pembelajaran yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan seperti yang telah diharapkan dalam kurikulum.

2)Analisis siswa

Analisis siswa dilakukan untuk mengetahui tingkah laku awal dan karakteristik siswa. analisis tingkah laku awal digunkan untuk menegtahui keterampilan yang dimilki,sedangkan karakteristi yaitu untuk mengetahui sejauhmana kemapuan siswa, motivasi belajar siswa, pengalman yang dimiliki dan lain sebagainya.

3)Analisi tugas

Menurut Kemp analisi tugas adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi suatu pengajaran. Jadi analisis


(20)

tugas atau tujuan tidak lain dari analisis isi pelajaran, analisis konsep, analisis pemrosesan informasi dan analisis prosedural yang digunakan untuk memudahkan pemahaman tau penguasaan tentang tugas-tugas belajar dan tujuan pembelajaran yangdituangkan dan bentuk rencana pelaksanaan pembelajran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS)

4)Merumuskan Indikator

Indikator adalah tujuan pembelajaran yang diperoleh dari hasil analisis tujuan pada tahap 1. Indikator dirumuskan sebagai alat untuk mendesain kegiatan pembelajaran, kerangka kerja dalam merencanakan cara mengevaluasi hasil belajar siswa dan panduan cara siswa belajar.

5)Penyusunan Instrumen Evaluasi

Penyusunan ini digunakan untuk mengukur ketuntasan indikator dan kentuntasan pengeusaan siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran didasarkan pada jumlah soal yang dijawab secara benar

6)Strategi Pembelajaran

Kegiatan ini meliputi model , pendekatan, metode, pemilihan format yang dipandang mampu memberikan pengalaman yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

7)Pemilihan Media atau Sumber Pembelajaran

Pada tahapan ini berdasarakan hasil analisis

tujuan,analisis karakteristik siswa, dan analisis tugas.

8)Pelayanan Pendukung

Selama proses pengembangan diperlukan layanan pendukung yang berupa kebijakan kepala sekolah, guru mitra, tata usaha, dan tenaga-tenaga terkait secara layanan laboraturium dan perpustakaan.

9)Planning (Perencanaan) dan Project Management (Manajemen Proyek)

Aspek teknis perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan rancangan pengembangan. Merencanakan


(21)

pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit sehingga menuntut pengembang perangkat untuk selalu memperhatikan tiap-tiap unsur dan secara terus menerus menilai kembali hubungan setiap bagian rencana itu dengan tata keseluruhannya, karena setiap unsur dapat mempengaruhi perkembangan unsur yang lain.

10) Evaluasi Formatif

Penilaian formatif dilaksanakan selama pengembangan dan uji coba. Penilaian ini berguna untuk menentukan kelemahan dalam perencanaan pengajaran sehingga berbagai kekurangan dapat dihindari sebelum program terpakai secara luas.

11) Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif secara langsung mengukur tingat pencapaian tujuan-tujuan utama pada akhir pembelajaran. Sumber informasi utama kemungkinan besar didapatkan, baik dari hasil posttest maupun uji akhir pembelajaran. Penilaian sumatif meliputi hasil ujian akhir unit dan uji akhir untuk pelajaran tertentu.

12) Revisi Perangkat Pembelajaran

Kegiatan revisi dilakukan secara terus-menerus pada setiap langkah pengembangan. Hal ini berdasarkan uraian Kemp, bahwa setiap langkah rancangan pembelajaran selalu berhubungan dengan kegiatan revisi. Kegiatan revisi dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat.

Adapun langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran model Kemp, terdiri dari delapan langkah, yaitu sebagai berikut.

1) Menentukan tujuan instruksional umum (TIU) atau kompetensi dasar, yaitu tujuan umum yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahhasan.


(22)

2) Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah latar belakang pendidikan dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, serta langkah-langkah apa yang perlu diambil.

3) Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional dan terukur (dalam KTSP adalah indikator). Dengan demikian siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa ia telah berhasil. Bagi guru, rumusan itu

akan berguna dalam menyusun tes

kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi/bahan belajar yang sesuai.

4) Menentukan materi/bahan ajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus (indikator) yang telah dirumuskan. Masalah yang sering dihadapi guru-guru adalah begitu banyaknya materi pelajaran yang harus diajarkan dengan waktu yang terbatas. Demikian juga, timbul kesulitan dalam mengorganisasikan materi/bahan ajar yang akan disajikan kepada para siswa. Dalam hal ini diperlukan ketepatan guru dalam memilih dan memilah sumber belajar, materi, media, dan prosedur pembelajaran yang akan digunakan.

5) Menetapkan penjajagan atau tes awal (pressessment). Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal siswa dalam memenuhi prasyarat belajar yang dituntut untuk mengikuti program pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dengan demikian, guru dapat memilih materi yang diperlukan tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, sehingga siswa tidak menjadi bosan.

6) Menetukan strategi belajar mengajar, media dan sumber belajar. Kreteria umum untuk pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksiomal


(23)

khusus (indikator) tersebut, adalah efisiensi, keefektifan, ekonomis, kepraktisan, melalui suatu analisis alternatif. 7) Mengoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan,

meliputi biaya, fasilias, peralatan, waktu dan tenaga.

8) Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu siswa, program pembelajaran, alat evaluasi (tes), dan metode/strategi yang digunakan.

Semua komponen yang telah disebutkan diatas saling berhubungan satu dengan yang lainnya, apabila ada perubahan atau data yang bertentangan pada salah satu komponen mengakibatkan pengaruh pada komponen lainnya. Dalam lingkungan model Kemp menunjukkan kemungkinan revisi tiap komponen bila diperlukan. Revisi dilakukan dengan data pada komponen sebelumnya. Berbeda dengan pendekatan sistem dalam pembelajaran, perencanaan desain pembelajaran ini bisa dimulai dari komponen mana saja, jadi perencanaan desain boleh dimulai dengan merencanakan pokok bahasan lebih dahulu, atau mungkin dengan evaluasi. Komponen mana yang didahulukan serta di prioritaskan yang dipilih bergantung kepada data apa yang sudah siap, tersedia, situasi, dan kondisi sekolah atau bergantung pada pembuat perencanaan itu sendiri.

Sumber:

http://ayunurhamidah.blogspot.com/2014/03/model-desain-pembelajaran-je-kemp.html

d. Model Pick dan Hanafin

Model ini merupakan salah satu dari banyak model desain pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran utuk


(24)

menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran (Afandi dan Badarudin, 2011:22).

Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model desain pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase Analisis Keperluan), Design (Fase Desain), dan Develop/Implement (Fase Pengembangan dan Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan pengulangan.

Fase pertama dari model Hanafim dan Peck adalah analisis kebutuhan (Need Assessment). Di model sebelumnya yakni model ADDIE juga menerangkan bahwa tahap pertama dari model tersebut adalah analisa (Analysis) yang didalamnya memuat Need Assessment.

Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan kurikulum menurut John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008:91) ialah : ‘the process by which one defines educational needs and decides what their priorities are’. Artinya, bahwa analisis kebutuhan merupakan sebuah proses yang didefinisikan sebagai sebuah kebutuhan pendidikan dan ditentukan sesuai dengan prioritasnya. Jadi pada intinya, proses ini merupakan proses untuk menentukan hal utama dari apa yang dibutuhkan dalam pendidikan.

Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tidak mudah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need assessment yakni sebagai berikut.


(25)

Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi dan lain sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang terkumpul digunakan sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin dan Peck ini berorintasi pada produk sehingga informasi yang dibutuhkan mislnya bagaimana cara pembuatan media pembelajaran dengan bahan yang ada.

2) Tahapan Identifikasi Kesenjangan

Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni Input, Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang tersedi saat ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan. Komponen proses, meliputi perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki. Komonen output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome, meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Dari analisis diatas dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen yakni Input, proses, produk dan Output.

3) Analisis Performance

Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini sorang guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan


(26)

yang ada, kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Baik dengan perencanaan pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari orientasi model Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance msalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentng pengembangan bahan dan alat-alat.

4) Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita harus mengantisipsi kendala yang mungkin akan muncul. Kendala dapat berupa waktu, fasilitas, bahan, personal dan lain sebginya. Dan sumbernya bisa berasal dari orang yang terlibat (guru atau siswa), berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak, dan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.

5) Identifikasi Krakteristik Siswa

Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi karakteristik siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama sehingga penangan dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya belajar dan lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika kita menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan dan penggunaan strategi embelajaran yang dianggap cocok. 6) Identifikasi Tujuan


(27)

Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai, namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera dipecahkan sesuai kondisi.

7) Menentukan Permasalahan

Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media pembelajaran.

Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah tes atau penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini justru akan menjadikan msalah baru di masa yang akan datang.

Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain (Design). Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) menytakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story board. Jadi, hasil dari need assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya dengan mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan memudahkan kita dalam menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran, karena merupakan sebuah papan.

Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan


(28)

implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan (gambr 1) bahwa harus ada timbal blik dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita mudah megetahui kesalahan yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita.

Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilain formatif dan sumatif. Penilaian formatif ialah penialain yang dijalankan saat proses pengembangan media berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan pada akhir proses. Pada fase ini media dikembangkan dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain yang telah dijalankan.

Sumber:

Afandi, Muhammad dan Badarudin. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Majid, Abdul. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Putra, WS. 2013. Model Pembelajaran Hanafin. http://putrawijilsetyana.wordpress.com/2013/04/02/mode l-pembelajaran-hanafin-peck/

2.Desain Multimedia Menurut Pandangan Teori Belajar a. Behavioristik

Teori behavioristik digunakan sebagai dasar dalam mendesain awal multimedia pembelajaran. Teori belajar behavioristik mengharapkan bahwa aktivitas pembelajaran berbasis komputer dapat mengubah sikap siswa dengan cara yang dapat dikur dan apa dilihat dengan jelas perubahannya. Setelah menyelesaikan satu pelajaran,


(29)

peserta didik seharusnya dapat mengerjakan sesuatu yang belum dapat dikerjakan sebelum mengikuti pelajaran tersebut.

Penggunaan unsur multimedia yang merupakan kombinasi dari gambar, video dan suara yang telah dirancang sedemikian rupa dimaksudkan untuk menyampaikan materi secara mudah dan lebih menyenangkan, dapat menarik perhatian bagi pengguna sehingga dapat dijadikan stimulus atau penguatan bagi siswa.

b. Sibernetik (pemrosesan informasi)

Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.

Menurut Budiningsih, (2008: 81) mengenai teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.

Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui


(30)

proses pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan. (Muti’ah, 2011)

Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:

1) Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu 2) Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi

akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.

3) Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen pemrosesan informasi dipilah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah; 1) sensory receptor, 2) working memory, dan 3) long term memory. Sedangkan proses kontrol diasumsikan sebagai strategi


(31)

yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap saat diperlukan.

Sumber:

Anonim. 2011. Teori Pemrosesan Informasi Sibernetik. http://arjunabelajar.wordpress.com/2011/12/01/teori-pemrosesan-informasi-sibernetik/

Muti’ah, Umi. 2011. Teori Belajar Sibernetik. http://mutiaumay.blogspot.com/2011/12/sibernetik-mutiahsalamah-dan-laila.html)

c. Classical conditioning

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) merupakan proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.

Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan Amerika


(32)

Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di sampingFreud.

Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

Sumber :

Ichsan, Faristin. 2012. Teori Classical Conditioning Plavov.


(1)

Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai, namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera dipecahkan sesuai kondisi.

7) Menentukan Permasalahan

Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media pembelajaran.

Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah tes atau penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini justru akan menjadikan msalah baru di masa yang akan datang.

Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain (Design). Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) menytakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story board. Jadi, hasil dari need assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya dengan mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan memudahkan kita dalam menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran, karena merupakan sebuah papan.

Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan


(2)

implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan (gambr 1) bahwa harus ada timbal blik dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita mudah megetahui kesalahan yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita.

Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilain formatif dan sumatif. Penilaian formatif ialah penialain yang dijalankan saat proses pengembangan media berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan pada akhir proses. Pada fase ini media dikembangkan dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain yang telah dijalankan.

Sumber:

Afandi, Muhammad dan Badarudin. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Majid, Abdul. (2011). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Putra, WS. 2013. Model Pembelajaran Hanafin. http://putrawijilsetyana.wordpress.com/2013/04/02/mode l-pembelajaran-hanafin-peck/

2.Desain Multimedia Menurut Pandangan Teori Belajar a. Behavioristik

Teori behavioristik digunakan sebagai dasar dalam mendesain awal multimedia pembelajaran. Teori belajar behavioristik mengharapkan bahwa aktivitas pembelajaran berbasis komputer dapat mengubah sikap siswa dengan cara yang dapat dikur dan apa dilihat dengan jelas perubahannya. Setelah menyelesaikan satu pelajaran,


(3)

peserta didik seharusnya dapat mengerjakan sesuatu yang belum dapat dikerjakan sebelum mengikuti pelajaran tersebut.

Penggunaan unsur multimedia yang merupakan kombinasi dari gambar, video dan suara yang telah dirancang sedemikian rupa dimaksudkan untuk menyampaikan materi secara mudah dan lebih menyenangkan, dapat menarik perhatian bagi pengguna sehingga dapat dijadikan stimulus atau penguatan bagi siswa.

b. Sibernetik (pemrosesan informasi)

Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.

Menurut Budiningsih, (2008: 81) mengenai teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.

Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui


(4)

proses pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan. (Muti’ah, 2011)

Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:

1) Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu 2) Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi

akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.

3) Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen pemrosesan informasi dipilah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah; 1) sensory receptor, 2) working memory, dan 3) long term memory. Sedangkan proses kontrol diasumsikan sebagai strategi


(5)

yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap saat diperlukan.

Sumber:

Anonim. 2011. Teori Pemrosesan Informasi Sibernetik. http://arjunabelajar.wordpress.com/2011/12/01/teori-pemrosesan-informasi-sibernetik/

Muti’ah, Umi. 2011. Teori Belajar Sibernetik. http://mutiaumay.blogspot.com/2011/12/sibernetik-mutiahsalamah-dan-laila.html)

c. Classical conditioning

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) merupakan proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.

Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan Amerika


(6)

Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di sampingFreud.

Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Sumber :

Ichsan, Faristin. 2012. Teori Classical Conditioning Plavov.