State of the Art Fisiologi Mata

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. State of the Art

Beberapa penelitian mengenai tes buta warna telah banyak dilakukan, diantarnya pada jurnal “Aplikasi Tes Buta Warna Metode Ishihara Berbasis Komputer” yang ditulis oleh Ratri Widianingsih, Arwang Harsa Kridalaksana dan Ahmad Rofiq Hakim ,dimana penulis tersebut menggunakan metode ishihara yang diterapkan pada komputer. Tes buta warna dengan metode Ishihara menggunakan komputer dapat mengidentifikasi penderita yang berjenis buta warna total, buta warna parsial, dan mata normal. Output dari aplikasi ini merupakan surat keterangan terhadap hasil tes dari user tersebut. Jurnal yang ditulis oleh Kurnia R, dengan judul “Penentuan Tingkat Buta Warna Berbasisi HIS pada Citra Ishihara”, dimana penelitian tersebut menggunakan metode HIS untuk menentukan tingkatan buta warna pada seseorang. Citra uji yang dilakukan adalah citra ishihara, dengan melakukan perhitungan nilai hue, intensity, dan saturation pada citra ishihara, yang dilakukan untuk mengetahui tingkat buta warna seseorang. Jurnal yang berjudul “Aplikasi Pendiagnosa Kebutaan Warna dengan Menggunakan Pemrograman Borland Delphi”, yang ditulis oleh Hari Murti dan Rina Candra Noor Santi, dimana jurnal ini mengimplementasikan sistem pakar dan metode ishihara sebagai objek dalam tes buta warna. Rancangan sistem pakar kebutaan warna memberikan hasil pemeriksaan yang sama seperti hasil pemeriksaan secara manual dengan buku atau alat tes Ishihara yang dilakukan oleh seorang dokter mata. Jenis buta warna yang dapat didiagnosa adalah jenis buta warna parsial, buta warna total dan mata normal.

2.2 Fisiologi Mata

Pengelihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan 4 panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut Sherwood, 2001. Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700 Ilyas, 2008. Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru. a. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light red b. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light green c. 3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light blue Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna. Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya Ilyas, 2008. Gelombang elektromagnet yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada korteks pusat pengelihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan warna Ilyas, 2008. Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu melihat satu 5 komponen yang disebut monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia Ilyas, 2008.

2.3 Pengelihatan Warna