Kondisi Umum Responden .1 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Perempuan 6 9.2 9.2 100.0 Total 65 100.0 100.0 Sumber: Data Diolah 4.2.2 Luas Bangunan Tempat Tinggal Responden Luas fisik bangunan tempat tinggal responden dalam hal ini cukup menjadi acuan penting dalam menggambarkan kondisi responden. Responden pada penelitian ini paling sempit memiliki luas bangunan sebesar 16 meter persegi berjumlah 16.9 persen atau 11 orang. Selanjutnya terdapat 26.2 persen responden memiliki luas bangunan 36 meter persegi. Responden yang memiliki luas bangunan 72 meter persegi hanya 3.1 persen. Ini tentu masuk akal karena secara umum penduduk miskin tidak memiliki kemampuan pendapatan untuk memiliki bangunan dengan luas diatas 72 meter persegi. Secara lengkap data luas bangunan dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut. Tabel 4.10 Luas Bangunan Tempat Tinggal Responden Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 16 11 16.9 16.9 16.9 20 1 1.5 1.5 18.5 24 11 16.9 16.9 35.4 26 3 4.6 4.6 40.0 28 1 1.5 1.5 41.5 30 3 4.6 4.6 46.2 32 5 7.7 7.7 53.8 35 1 1.5 1.5 55.4 36 17 26.2 26.2 81.5 40 1 1.5 1.5 83.1 42 2 3.1 3.1 86.2 46 1 1.5 1.5 87.7 48 3 4.6 4.6 92.3 60 1 1.5 1.5 93.8 62 1 1.5 1.5 95.4 64 1 1.5 1.5 96.9 72 2 3.1 3.1 100.0 Total 65 100.0 100.0 Sumber: Data Diolah 4.2.3 Jumlah Tanggungan Responden Jumlah tanggungan responden menjadi sangat penting untuk diketahui, karena semakin banyak tanggungan keluarga miskin, maka semakin besar beban pengeluaran yang harus terjadi juga. Jumlah tanggungan yang banyak pada keluarga miskin tanpa diikuti oleh kemampuan keuangan yang baik akan menyebabkan keluarga miskin jatuh pada kondisi ekonomi yang lebih buruk. Keluarga miskin paling banyak memiliki jumlah tanggungan adalah nol orang sebanyak 4.6 persen responden keluarga miskin. Selanjutnya 29.2 persen responden keluarga miskin memiliki 1 orang tanggungan. Responden yang memiliki jumlah tanggungan mencapai 6 orang sebesar 3.1 persen dari keseluruhan responden. Sehingga dari dilihat jumlah tanggungan keluarga miskin tidak relative banyak, hal ini bisa disebabkan keberhasilan program rencana keluarga berencana yang dilakukan semenjak era Presiden Soeharto. Untuk lebih jelas dapat dilihat data pada tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Jumlah Tanggungan Responden Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 3 4.6 4.6 4.6 1 19 29.2 29.2 33.8 2 17 26.2 26.2 60.0 3 9 13.8 13.8 73.8 4 10 15.4 15.4 89.2 5 5 7.7 7.7 96.9 6 2 3.1 3.1 100.0 Total 65 100.0 100.0 Sumber: Data Diolah

4.2.4 Jenjang Pendidikan Tertinggi Yang Mampu Diraih oleh Anggota Keluarga Responden

Jenjang pendidikan tertinggi yang diraih oleh anggota keluarga reponden di Kecamatan Tembuku hanya mencapai jenjang SMA sekolah menengah atas. Jumlah anggota keluarha yang mencapai jenjang pendidikan SMA hanya 21,5 persen. Jumlah anggota keluarga yang paling banyak mencapai jenjang pendidikan SD adalah sebesar 58 persen. Hampir setengah responden memiliki anggota keluarga paling tinggi mampu mencapai pendidikan SD. Kondisi ini relative mengkawatirkan karena semakin rendah tingkat pendidikan maka menyebabkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki akan semakin rendah, sehingga untuk mendapatkan peluang pendapatan yang lebih tinggi menjadi semakin rendah. Berikut pada tabel 4.12 data mengenai jenjang pendidikan tertinggi yang mampu diraih oleh anggota keluarga miskin dari responden. Tabel 4.12 Jenjang Pendidikan Yang Mampu diraih oleh anggota keluarga miskin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid tidak sekolah 1 1.5 1.5 1.5 SD 38 58.5 58.5 60.0 SMP 12 18.5 18.5 78.5 SMA 14 21.5 21.5 100.0 Total 65 100.0 100.0 Sumber: Data Diolah 4.2.5 Jumlah Anggota Keluarga Responden Yang Bekerja Jumlah anggota keluarga yang bekerja perlu diketahui. Ini penting diketahui karena semakin banyak jumlah anggota keluarga yang bekerja, maka semakin banyak sumber pemasukan produktif yang ada untuk tiap keluarga miskin. Semakin banyak sumber pendapatan paling tidak dapat meringankan beban dari keluarga miskin tersebut. Pada penelitian ini sebanyak 84 persen responden hanya memiliki 1 anggota keluarga yang bekerja, Ini relative memperihatinkan karena tiap keluarga hanya mengandalkan seorang sebagai tulang punggung yang bekerja, sehingga kemungkinan pada saat satu orang yang bekerja untuk satu keluarga tersebut meninggal maka keluarga tersebut akan mengalami resiko yang sangat tinggi masuk ke dalam jurang kemiskinan yang lebih buruk. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Jumlah Anggota keluarga yang bekerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1 55 84.6 84.6 84.6 2 5 7.7 7.7 92.3 3 3 4.6 4.6 96.9 4 1 1.5 1.5 98.5 6 1 1.5 1.5 100.0 Total 65 100.0 100.0 Sumber: Data Diolah 4.2.6 Jenis Bantuan atau Program yang diterima oleh Responden Pada penelitian ini terdapat hal menarik, yaitu terdapat beberapa jenis program bantuan kemiskinan dimana tiap responden paling tidak menerima 2 jenis bantuan sekaligus. Program bantuan tersebut terdiri atas bantuan pusat dan daerah. Tiap responden paling banyak menerima program raskin dan blt adalah sebanyak 75 persen dari keseluruhan responden. Selanjutnya sebenyak 4.6 persen mendapatkan kombinasi bantuan berupa raskin, blt, bedah rumah, simantri. Kombinasi bantuan tersebut bersumber dari program bantuan pusat dan daerah. Untuk lebih jelas jenis kombinasi bantuan lebih lengkap dapat pada tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14 Jenis bantuan yang diterima oleh keluarga miskin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Raskin dan BLT 49 75.4 75.4 75.4 Raskin, BLT, Bedah Rumah 3 4.6 4.6 80.0 Raskin, BLT, Biaya Sekolah 7 10.8 10.8 90.8 Raskin, BLT, Bedah Rumah, Simantri 3 4.6 4.6 95.4 Raskin, BLT, Simantri 3 4.6 4.6 100.0 Total 65 100.0 100.0 Sumber: Data Diolah 4.3 Persepsi Mengenai Kemiskinan Yang dialami oleh Reponden Kemiskinan merupakan keadaan yang dialami sesorang karena berbagai factor. Tiap responden memiliki berbagai jenis persepsi kenapa sesorang masuk dalam keadaan dimana orang tersebut masuk ke dalam kategori miskin. Terdapat beberapa persepsi menurut responden kenapa seseorang masuk dalam lingkaran kemiskinan. Persepsi pertama apakah kemiskinan disebabkan karena takdir yang harus diterima dan dijalani. Responden menggap bahwa kemiskinan adalah takdir hanya sebanyak 41 persen dari keseleruhan reponden, dan sisanya menggap kemiskinan bukan karena takdir adalah 58 persen. Sebanyak 41 reseponden menggap kemiskinan adalah takdir menganggap kemiskinan adalah kondisi yang tidak dapat dirubah kembali dengan usaha, sehingga responden ini cenderung menunggu bantuan tanpa melakukan usaha meningkatkan pendapatannya, responden tersebut cenderung menginginkan bantuan pemerintah mampu merubah atau membantu keadaan mereka. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel crosstabulation 4.15 berikut. Tabel 4.15 Jenis Kelamin Kemiskinan karena takdir Crosstabulation Kemiskinan karena takdir Total kemiskinan karena ini adalah takdir Kemiskinan bukan karena takdir Jenis Kelamin laki-laki Count 23 36 59 within Jenis Kelamin 39.0 61.0 100.0 of Total 35.4 55.4 90.8 Perempuan Count 4 2 6 within Jenis Kelamin 66.7 33.3 100.0 of Total 6.2 3.1 9.2 Total Count 27 38 65 within Jenis Kelamin 41.5 58.5 100.0 of Total 41.5 58.5 100.0 Sumber: Data Diolah Persepsi kedua adalah kemiskinan karena factor adat yang relative ketat sehingga tidak memberikan keleluasaan keluarga miskin menari nafkah dengan maksimal. Sebanyak 67 persen responden menjawab kemiskinan karena adat yang ketat. Ini karena terdapat beberapa aturan adat dan kegiatan yang menyebabkan waktu mencari nafkah seseorang tersebut tidak maksimal. Ini menyebabkan waktu yang digunakan seharusnya untuk bekerja di luar desa lebih banyak digunakan untuk kegiatan adat. Lebih lengkap kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel crosstabulation 4.16 berikut Tabel 4.16Jenis Kelamin Kemiskinan karena adat relatif ketat Crosstabulation Kemiskinan karena adat relatif ketat Total kemiskinan karena adat yang letat Kemiskinan bukan karena adat yang ketat Jenis Kelamin laki-laki Count 41 18 59 within Jenis Kelamin 69.5 30.5 100.0 of Total 63.1 27.7 90.8 Perempuan Count 3 3 6 within Jenis Kelamin 50.0 50.0 100.0 of Total 4.6 4.6 9.2 Total Count 44 21 65 within Jenis Kelamin 67.7 32.3 100.0 of Total 67.7 32.3 100.0 Sumber: Data Diolah Selanjutnya terdapat persepsi 53 persen menyatakan bahwa kemiskinan yang dialami karena kurang mendapatkan bantuan pemerintah. Mereka menggap bahwa dengan bantuan pemerintah maka seseorang dapat keluar dari kondisi kemiskinan yang sedang dihadapi. Bantuan pemerintah dianggapsatui-satunya penyelamat dalam kondisi kemiskinan seperti sekarnag ini. Berikut tabel 4.17crosstabulation mengenai persepsi kemiskinan karena kurangnya bantuan pemerintah. Tabel 4.17Jenis Kelamin Kemiskinan karena kurang mendapat bantuan pemerintah Crosstabulation Kemiskinan karena kurang mendapat bantuan pemerintah Total kemiskinan karena kurangnya bantuan pemerintah Kemiskinan bukan karena kurangnya bantuan pemerintah Jenis Kelamin laki-laki Count 32 27 59 within Jenis Kelamin 54.2 45.8 100.0 of Total 49.2 41.5 90.8 Perempuan Count 3 3 6 within Jenis Kelamin 50.0 50.0 100.0 of Total 4.6 4.6 9.2 Total Count 35 30 65 within Jenis Kelamin 53.8 46.2 100.0 of Total 53.8 46.2 100.0 Sumber: Data Diolah 4.4 Evaluasi Program Kemiskinan Berdasarkan Proses serta Ketepatan waktu dan Jumlah Bantuan Program Evaluasi program kemiskinan diawali dengan evaluasi terhadap proses dan pelayanan program untuk melihat seberapa baik dan tepat program kemiskinan tersebut. Proses masuk keluarga miskin untuk masuk daftar penerima bantuan miskin terdapat melalui 2 proses yaitu proses survei langsung dari pemberi bantuan dan proses pendataan dari kelian. Pada proses pendataan ini, sebanyak 93 persen menyatakam bahwa proses masuk ke dalam daftar penerima bantuan adalah melalui kelian adat. Selanjutnya sebanyak 6.2 persen proses masuk ke dalam daftar penerima bantuan adalah melalui survei. Terdapat beberapa kasus unik dimana proses penentuan keluarga miskin di desa penida melalui musyawarah dusun dimana penentuan seseorang masuk program kemiskinan dilakukan berdasarkan mufakat. Hal ini menyebabkan orang yang mendapat bantuan memang betul masuk kategori miskin sesuai, sehingga dalam hal ini tidak terjadi konflik pada orang yang ingin mendapatkan bantuan namun tidak masuk kategori miskin. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 4.18 sebagai berikut. Tabel 4.18Jenis Kelamin Proses keluarga miskin masuk dalam daftar penerima bantuan miskin Crosstabulation Proses keluarga miskin masuk dalam daftar penerima bantuan miskin Total Proses masuk ke dalam daftar penerima melalui kelian adat Proses masuk ke dalam daftar penerima melalui proses survei Jenis Kelamin laki-laki Count 55 4 59 within Jenis Kelamin 93.2 6.8 100.0 of Total 84.6 6.2 90.8 Perempuan Count 6 6 within Jenis Kelamin 100.0 .0 100.0 of Total 9.2 .0 9.2 Total Count 61 4 65 within Jenis Kelamin 93.8 6.2 100.0 of Total 93.8 6.2 100.0 Selanjutnya 84 persen responden telah mengetahui bahwa dirinya masuk dalam daftar program penerima bantuan untuk keluarga miskin. Ini berarti sosialisasi dalam proses penerimaan bantuan sudah sangat baik. Sehingga hal ini akan menyebabkan pengawasan dalam pemberian bantuan lebih mudah dari pihak masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 4.19 Tabel 4.19 Jenis Kelamin Keluarga miskin mengetahui bahwa keluarga miskin masuk daftar penerima bantuan miskin Crosstabulation Keluarga miskin mengetahui bahwa keluarga miskin masuk daftar penerima bantuan miskin Total Tidak tahu masuk daftar penerima bantuan mengetahui masuk dalam daftar penerima bantuan Jenis Kelamin laki-laki Count 9 50 59 within Jenis Kelamin 15.3 84.7 100.0 of Total 13.8 76.9 90.8 Perempuan Count 6 6 within Jenis Kelamin .0 100.0 100.0 of Total .0 9.2 9.2 Total Count 9 56 65 within Jenis Kelamin 13.8 86.2 100.0 of Total 13.8 86.2 100.0 Apabila dilihat dari ketepatan waktu penerimaan bantuan, terdapat 36 persen responden menggap waktu penerimaan bantuan tidak sesuai dengan yang dijadwalkan oleh petugas. Selanjutnya 55 persen menggap waktu penerimaan bantuan cukup tepat seperti yang dijadwalkan oleh petugas. Hal ini cukup baik, karena hampir 55 persen telah mendapatkan cukup tepat seperti yang duharapkan sehingga bantuan dirasakan tepat pada waktunya oleh tiap responden. Lebih jelas kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.20. Tabel 4.20 Jenis Kelamin Waktu penerimaan bantuan sesuai yang dijadwalkan petugas Crosstabulation Waktu penerimaan bantuan sesuai yang dijadwalkan petugas Total Waktu peneirmaan bantuan tidak tepat seperti dijadwalkan Waktu peneirmaan bantuan cukup tepat seperti dijadwalkan Waktu peneirmaan bantuan tepat seperti dijadwalkan Jenis Kelamin laki-laki Count 21 34 4 59 within Jenis Kelamin 35.6 57.6 6.8 100.0 of Total 32.3 52.3 6.2 90.8 Perempuan Count 3 2 1 6 within Jenis Kelamin 50.0 33.3 16.7 100.0 of Total 4.6 3.1 1.5 9.2 Total Count 24 36 5 65 within Jenis Kelamin 36.9 55.4 7.7 100.0 of Total 36.9 55.4 7.7 100.0 Selanjutnya apabila dilihat dari jumlah bantuan yang diterima, maka terdapat 47 persen responden mengetakan bahwa jumlah bantuan tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh petugas. Kasus yang terjadi di kecamatan tembuku adalah pembagian berasa secara merata untuk setiap penduduk walaupun bukan warga miskin di banjar yang api. Hal ini disebabkan karena warga menganggap bantuan tersebut adalah hak setiap warga dan mengghindari kecemburuan serta konflik yang terjadi apabila hanya warga miskin yang mendapatkan, sehingga warga sepakat untuk membagi rata keseluruhan bantuan raskin. Untuk lebih jelas kesesuaian jumlah bantuan yang diterima oleh warga miskin pada tabel 4.21 sebagai berikut. Tabel 4.21 Jenis Kelamin Jumlah bantuan sesuai dengan yang dijanjikan petugas Crosstabulation Jumlah bantuan miskin sesuai dengan yang dijanjikan petugas Total Jumlah bantuan tidak sesuai Jumlah bantuan kurang sesuai Jumlah bantuan sudah sesuai Jenis Kelamin laki-laki Count 29 22 8 59 within Jenis Kelamin 49.2 37.3 13.6 100.0 of Total 44.6 33.8 12.3 90.8 Peremp uan Count 2 4 6 within Jenis Kelamin 33.3 .0 66.7 100.0 of Total 3.1 .0 6.2 9.2 Total Count 31 22 12 65 within Jenis Kelamin 47.7 33.8 18.5 100.0 of Total 47.7 33.8 18.5 100.0

4.5 Evaluasi Program Kemiskinan Berdasarkan Dampak Program Kemiskinan

Evaluasi program kemiskinan dilihat berdasarkan dampak yang dirasakan. Dampak ini dilihat berdasarkan persepsi mengenai dampak program dari tiap responden. Sebanyak 55 persen responden pria dan wanita menjawab bahwa bantuan kemiskinan masih kurang meningkatkan kesehjateraan masyarakat miskin, dan sisanya 44 persen menyatakan cukup meningkatkan kesehjateraan. Ini berarti program kemiskinan sudah cukup baik dalam meningkatkan kesehkateraan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.22 berikut. Tabel 4.22 Jenis Kelamin Apakah bantuan kemiskinan mampu meningkatkan kesehjateraan minimal meningkatkan kecukupan konsumsi dasar Crosstabulation Apakah bantuan kemiskinan mampu meningkatkan kesehjateraan minimal meningkatkan kecukupan konsumsi dasar Total Masih Kurang meningkatkan kesehjateraan Cukup meningkatkan kesehjateraan Jenis Kelamin laki-laki Count 33 26 59 within Jenis Kelamin 55.9 44.1 100.0 of Total 50.8 40.0 90.8 Perempuan Count 3 3 6 within Jenis Kelamin 50.0 50.0 100.0 of Total 4.6 4.6 9.2 Total Count 36 29 65 within Jenis Kelamin 55.4 44.6 100.0 of Total 55.4 44.6 100.0 Selanjutnya, jika dilihat dari persepsi rasa aman. Program bantuan kemiskinan sudah cukup meningkatkan rasa aman dalam keberlangsungan hidup, sebanyak 63 persen menyatakan bahwa adanya program bantuan mampu meningkatkan rasa aman. Rasa aman ini merupakan salah satu efek non-sosial yang dapat ditimbulkan yang diharapkan. Tabel 4.23 Jenis Kelamin Bantuan kemiskinan meningkatkan rasa aman dalam keberlangsungan hidup Crosstabulation