Pengertian Perkawinan Sirri Tinjauan Yuridis Mengenai Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya Ditinjau dari Undang-undang No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Sumatera Utara)

BAB III TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN SIRRI

A. Pengertian Perkawinan Sirri

Pernikahan merupakan sunnatullah bagi manusia. Selain untuk melanjutkan keturunan, dan menyalurkan fitrah seksual, Islam menganjurkan menikah bagi insan yang mampu sebagai wujud ibadah kepada Allah. Pada awalnya, pernikahan manusia berjalan secara alami sangat sederhana, tanpa memerlukan pengaturan yang kompleks. Dari waktu ke waktu, aturan mengenai pernikahan, berkembang mengikuti perkembangan masyarakat. 99 Sebagai sebuah institusi tertua, pernikahan merupakan lembaga hukum yang sangat sentral. Dari perkawinan akan lahir hubungan hukum privat seperti hubungan hukum nasab, kewarisan, status harta dalam perkawinan maupun sasat putusnya perkawinan dan lain-lain, maupun hubungan hukum publik, seperti hubungan dengan masyarakat dan negara. Campur tangan intervensi negara terhadap lembaga perkawinan dapat dipahami, karena dampak hubungan hukum yang dilahirkannya sangat luas. Negara menginginkan semua hubungan hukum warganya berjalan teratur dan pasti. Disinilah pencatatan perkawinan menjadi penting bagi negara. 100 Indonesia sebagai sebuah Negara juga memandang hubungan hukum perkawinan tidak hanya sebagai hubungan privat semata, tetapi juga mengandung 99 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Perdana Media, 2004, hal. 8. 100 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991, hal. 16 Universitas Sumatera Utara unsur hubungan publik. Oleh karena itu, pernikahan perlu diatur oleh negara melalui peraturan perundang-undangan, seperti pada Undang-undang No .1 tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam Inpres No.1 tahun 1991. 101 Secara etimologi bahasa nikah sirri artinya nikah yang dilakukan secara diam-diam rahasia. Sirri berasal dari bahasa Arab yaitu sirrun yang artinya diam rahasia sebagai lawan kata dari jahr yang mengandung arti terang-terangan, nikah sirri dikenal dalam konteks hukum positif. 102 1. Pengertian yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh, sebagaimana yang ditulis oleh Syaikh Mahmud Syaltut, ada dua bentuk nikah sirri yaitu: Menurut arti terminologis nikah sirri mempunyai tiga pengertian, yaitu: a. Akad pernikahan yang dilakukan tanpa saksi, tanpa publikasi dan tanpa pencatatan. Para ahli fiqh bersepakat melarang nikah sirri semacam ini. b. Akad pernikahan yang dihadiri oleh para saksi, tetapi mereka diharuskan untuk merahasiakan pernikahan tersebut. Para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai sahnya nikah sirri seperti ini, sebagian ulama seperti Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa pesan agar saksi merahasiakan terjadinya pernikahan tidak berpengaruh terhadap sahnya akad nikah sebab adanya saksi telah menjadikan nikah tersebut tidak sirri lagi. Sebagian ulama yang lain seperti Imam Malik dan ulama yang sependapat dengannya, berpendapat bahwa adanya pesan untuk merahasiakan pernikahan telah mencabut kesaksian dari ruh dan tujuan disyariatkannya, 101 Ibid. 102 IKAHI, Majalah Hukum Varia Peradilan No. 297 Agustus 2010, Jakarta: IKAHI, 2010, hal. 49 Universitas Sumatera Utara yaitu publikasi i’lan oleh karena itu maka pernikahan tersebut tidak sah. Sedangkan menurut Hanabilah hukum nikah sirri semacam ini adalah makruh. 103 2. Pengertian nikah sirri yang berkembang di kalangan mahasiswa pada tahun 1980-an yaitu suatu akad pernikahan yang dilangsungkan antara seorang laki- laki dan perempuan dengan wali yang bukan wali nasab, melainkan cukup wali sesama mukmin, guru, kyai atau yang lain, dan disaksikan oleh para saksi yang diminta untuk merahasiakan pernikahan itu kecuali pada pihak-pihak tertentu. Dalam pernikahan ini kedua mempelai ditekankan untuk sebisa mungkin tidak melakukan hubungan suami istri, melainkan cukup dengan bentuk-bentuk kemesraan selain hubungan suami istri. Apabila kedua mempelai telah merasa memiliki kemampuan yang cukup maka dipersilahkan untuk melangsungkan pernikahan seperti yang diatur dalam Hukum Islam. 104 3. Pengertian nikah sirri yang berkembang di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya, yaitu pernikahan yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukun pernikahan yang terdapat dalam syariat Islam, tetapi tanpa melalui Pegawai Pencatat Nikah sehingga pernikahan tersebut tidak dicatat dalam Akta Perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 105 103 Muhammad Sahnun bin Said al-Tanukhi, Khoiruddin Nasution, Status Wanita Di Asia Tenggara Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer Di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: INIS, 2002, hal. 143. 104 A. Malik Madani, Makalah : “Nikah Sirri dalam Perspektif Hukum Islam”, Yogyakarta, 2001, hal. 3. 105 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000, hal.109. Universitas Sumatera Utara Nikah sirri, atau yang bagi masyarakat awam disebut pula nikah bawah tangan, memiliki dua pengertian. Pertama, nikah sirri secara fiqh, yaitu nikah yang dirahasiakan dan hanya diketahui pihak yang terkait. Pihak terkait ini merahasiakan pernikahan itu, dan tidak seorang pun dari mereka diperbolehkan menceritakan akad tersebut kepada orang lain. Kedua, nikah sirri dalam persepsi masyarakat, yakni pernikahan yang tidak dicatatkan secara resmi ke KUA. Masyarakat menganggap, pernikahan yang dilaksanakan walaupun tidak dirahasiakan, tetap dikatakan sirri selama belum didaftarkan secara resmi ke KUA. Hukum Indonesia tidak mengenal istilah “nikah sirri”, dan tidak mengatur secara khusus. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap ada dengan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang, khususnya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat 2, “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 106 Istilah kawin sirri, sebenarnya bukan masalah baru dalam masyarakat Islam, sebab kitab Al-Muwatha’ mencatat bahwa istilah kawin sirri berasal dari ucapan Umar bin Khattab r.a ketika diberitahu bahwa telah terjadi perkawinan yang tidak dihadiri oleh saksi kecuali oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka dia berkata yang artinya “Ini nikah sirri dan aku tidak memperbolehkannya, dan sekiranya aku datang pasti aku rajam”. Pengertian kawin sirri dalam persepsi Umar tersebut didasarkan oleh adanya kasus perkawinan yang hanya dengan menghadirkan seorang saksi laki-laki dan seorang 106 Dampak Nikah Sirri: Al-Arham Edisi 18 B, http:rahima.or.idindex.php?option=com _contentview = articleid=474:dampak-nikah-sirri-- al-arham-edisi-18-bcatid=19:al-arham Itemid=328, 10 Agustus 2011, pukul. 17.33 WIB. Universitas Sumatera Utara perempuan. Ini berarti syarat jumlah saksi belum terpenuhi, kalau jumlah saksi belum lengkap meskipun sudah ada yang datang. Maka perkawinan semacam ini menurut Umar dipandang sebagai nikah sirri. Ulama-ulama besar sesudahnya pun seperti Abu Hanifah, Malik, dan Syafi’i berpendapat bahwa nikah sirri itu tidak boleh dan jika itu terjadi harus difasakh batal. Namun apabila saksi telah terpenuhi tapi para saksi dipesan oleh wali nikah untuk merahasiakan perkawinan yang mereka saksikan, ulama besar berbeda pendapat. Imam Malik memandang perkawinan itu pernikahan sirri dan harus difasakh, karena yang menjadi syarat mutlak sahnya perkawinan adalah pengumuman. Keberadaan saksi hanya pelengkap. Maka perkawinan yang ada saksi tetapi tidak ada pengumuman adalah perkawinan yang tidak memenuhi syarat. Namun Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibnu Mundzir berpendapat bahwa nikah semacam itu adalah sah. Abu Hanifah dan Syafi’i menilai nikah semacam itu bukanlah nikah sirri karena fungsi saksi itu sendiri adalah pengumuman. Karena itu kalau sudah disaksikan tidak perlu lagi ada pengumuman khusus. Kehadiran saksi pada waktu melakukan aqad nikah sudah cukup mewakili pengumuman, bahkan meskipun minta dirahasiakan, sebab menurutnya tidak ada lagi rahasia kalau sudah ada empat orang. Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa kawin sirri itu berkaitan dengan fungsi saksi. Ulama sepakat bahwa fungsi saksi adalah pengumuman kepada masyarakat tentang adanya perkawinan. 107 107 Analisa tentang kawin kontrak di Indonesia Acara SIGI, http:yoancicilia.blogspot. com200803analisa-tentang-kawin-kontrak-di.html, 10 Agustus 2011, pukul 21.45 WIB. Universitas Sumatera Utara Istilah kawin sirri atau nikah di bawah tangan di Indonesia sendiri mulai dikenal setelah lahirnya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mengharuskan pencatatan terhadap setiap peristiwa perkawinan, masyarakat lebih memerhatikan keabsahan perkawinan dari sudut pandang agama, tanpa melihat manfaat perkawinan bila perkawinan dicatatkan. 108 Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya telah diatur tata cara melakukan perkawinan, maka harus dipenuhi persyaratan administrasinya, baru dilangsungkan akad nikah, yang kemudian baru dikeluarkan bukti adanya pernikahan. 109 Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No.1 tahun 1974 menegaskan : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Hal senada diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 5 ayat 1 : “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.” Lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 pada ayat 1 : “Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut Agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. 110 Dengan adanya keharusan mencatat perkawinan oleh Undang-undang, maka lahirlah istilah nikah sirri untuk menyebut pernikahan yang dilakukan tanpa pencatatan. Atau nikah dibawah tangan bagi pernikahan yang meskipun dicatat, 108 IKAHI, Op.Cit., hal. 49 109 Satria Effendi, MA, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 41 110 Ibid. Universitas Sumatera Utara tapi tidak oleh petugas yang ditunjuk undang-undang. Selain pandangan yang membedakan antara nikah sirri dengan nikah dibawah tangan, ada pula pandangan yang menyamakan keduanya. Nikah sirri disebut juga dengan kawin syar’i, kawin modin dan kawin kyai. Pada dasarnya perkawinan sirri adalah suatu perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama saja tanpa tunduk pada peraturanundang- undang yang berlaku. Berdasarkan pada harapan masyarakat kita, dalam rangka terciptanya kepastian hukum perkawinan, maka dalam tubuh Undang-undang No.1 Tahun 1974 telah diletakkan beberapa asas atau dasar tentang hukum perkawinan nasional. Salah satunya adalah pasal 2 ayat 1 yang menerangkan bahwa: “Perkawinan itu adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayannya itu”. 111 Berdasarkan pasal ini, secara eksplisit menentukan berlakunya hukum Islam di masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Selanjutnya pasal 2 ayat 2 menetukan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dari pasal 2 ayat 2 dapat dimengerti agar setiap perkawinan hendaknya dicatatkan pada kantor pencatat nikah yang ditunjuk oleh pemerintah. 112 Memang secara nyata pengertian perkawinan sirri tidak terlihat dalam pasal itu, namun apabila kita mau memahami hakikat yang tersirat dalam pasal 2 terutama ayat 1 maka nyatalah bahwa perkawinan sirri itu tercakup didalamnya. Namun perkawinan sirri memenuhi unsur-unsur larangan yang tersirat dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tetang Perkawinan yang tidak 111 Ibid. hal. 95. 112 Ibid. Universitas Sumatera Utara mengakui bahkan tidak memperbolehkan adanya perkawinan sirri atau perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor yang berwenang untuk itu. Karena perkawinan sirri itu merupakan perkawinan yang tidak terdaftar maka menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tetang Perkawinan khususnya pasal 2 ayat 2, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pasal 2 dan pasal 10 ayat 3, perkawinan sirri itu tidak dibenarkan. Berdasarkan uraian teresebut di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan sirri adalah perkawinan yang terjadi sehubungan dengan terpenuhinya unsur-unsur perkawinan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang khususnya hanya terjadi pada masyarakat yang menganut Agama Islam. 113 Membahas masalah perkawinan, tidak bisa terlepas dari hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Perkawinan ini merupakan perwujudan dari tata cara hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk suatu keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu masalah perkawinan tidak berhubungan dengan masalah pribadi semata, akan tetapi juga berhubungan dengan masalah keagamaan. 114 Sebagai masalah keagamaan sudah pasti hukum agama memiliki peran yang sangat penting. Hukum ini berisi ketentuan atau ajaran yang mengatur tentang kehidupan manusia. Sehingga sebagai pemeluk agama harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang berada dalam ajaran agama yang mereka anut. 113 Ibid. 114 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Perdana Media, 2004, hal. 19. Universitas Sumatera Utara Begitu juga dengan masalah perkawinan, hal ini tidak boleh terlepas dari ketentuan-ketentuan yang diatur oleh agama yang mereka anut. Dalam kenyataannya di negara kita, pengaruh agama yang paling dominan terhadap peraturan-peraturan hukum masyarakat kita adalah di dalam hukum perkawinan. 115 Perkawinan yang bahasa arabnya disebut nikah adalah aqad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara keduanya. Perkawinan dalam arti luas adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat Islam. Sedangkan sirri berasal dari kata sirriyyun yang berarti secara rahasia atau secara sembunyi-sembunyi. Jadi, perkawinan sirri adalah perkawinan yang dilaksanakan secara rahasia atau sembunyi-sembunyi, itu dimaksudkan bahwa perkawinan itu dilakukan semata-mata untuk menghindari berlakunya hukum negara yaitu Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. 116 Dalam praktiknya perkawinan sirri ini adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Indonesia, yang memenuhi baik rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan atau dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah seperti yang diatur dan ditentukan oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. 117 115 Ibid. 116 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hal.243 117 Ibid. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan namanya, perkawinan sirri ini umumnya merupakan perkawinan yang dilakukan secara rahasia, terselubung, atau sembunyi-sembunyi. Praktik kawin sirri ini telah banyak dikenal dan dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Sementara itu jika dilihat dari perespektif hukum pemerintahan dan norma sosial sering dinilai sebagai suatu penyimpangan. 118 Banyak hal yang bisa dijadikan faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan sirri dalam masyarakat Indonesia, diantaranya adalah : Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan sirri adalah aqad nikah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang pelaksanaannya hanya didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam agama Islam saja tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengharuskan setiap perkawinan itu harus dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang untuk mendapatkan perlindungan hukum.

B. Faktor-faktor Terjadinya Perkawinan Sirri

Dokumen yang terkait

Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat Setelah Perkawinan Dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

9 108 156

Tinjauan Yuridis Pernikahan Siri Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

3 77 140

Kedudukan Perjanjian Perkawinan Dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

0 35 116

Anak luar nikah dalam undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974: analisis putusan MK tentang status anak luar nikah

0 3 86

Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah)

0 5 80

Pembatalan Perkawinan Dan Akibat Hukumnya Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Semarang)

0 18 159

Tinjauan Yuridis Mengenai Perkawinan Antara Bibi dan Keponakan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA TIDAK ADANYA IZIN POLIGAMI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

0 0 1

Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah).

0 0 3

Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Segi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 (Studi kasus di Desa Bontoloe Kec. Bissappu kab. Bantaeng) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 80