Analisis Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Hukum Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung

(1)

The Analisys of Tax Audit and Tax Penalties to Corporate

Taxpayer Compliance at Small Taxpayer Offices

in Bandung City

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Disusun oleh :

VITA NOVIANI 21107032

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

vi

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak badan hukum, sedangkan verifikatif untuk mengetahui pengaruh antara pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan hukum. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Pearson, regresi berganda, koefisien determinasi, uji hipotesis, dan juga menggunakan bantuan program aplikasi SPSS18for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung. Sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan hukum pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung. Pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung dengan pengaruh sebesar 57,6%.

Kata kunci: Pemeriksaan Pajak, Sanksi Perpajakan, dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan Hukum


(3)

v

This research was conducted at Small Taxpayer Offices in Bandung City. The purpose of this study is to find an influence tax audit and tax penalties to corporate taxpayer compliance at Small Taxpayer Offices in Bandung City.

The method used in this research are descriptive and verification methods. Descriptive method used to describe the variable of the tax audit, tax penalties, and corporate taxpayer compliance, while the verification to find the relationship between the tax audit and tax penalties on corporate taxpayer compliance. The test statistic used is the calculation of Pearson correlation, multiple regression, determination coefficient, hypotesis test and also use the help of an application program of SPSS 18 for Windows.

The results of this study indicate that the tax audit impact significantly partial to corporate taxpayer compliance at Small Taxpayer Offices in Bandung City. Tax penalties impact significantly partial to corporate taxpayer compliance at Small Taxpayer Offices in Bandung City. Tax audit and tax penalties impact significantly simultaneously to corporate taxpayer compliance at Small Taxpayer Offices in Bandung City that is equal to 57,6%.


(4)

vii

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN HUKUM PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI WILAYAH KOTA BANDUNG” yang sesuai dengan tujuan dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Baik penyajian maupun isinya, hal ini disebabkan masih terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat Bapak Juan Kasma, SE., M.Ak., BKP selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan doa, semangat ikhtiar penulis mampu melewatinya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.


(5)

viii

4. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

5. Ibu dan Bapak, orang tua tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materil serta cinta kasih yang tiada henti yang diberikan kepada penulis untuk keberhasilan penulis.

6. Staf Dosen dan Karyawan Universitas Komputer Indonesia.

7. Sahabat-sahabatku Deby, Dini, Rika, Silvia, Revy, Alvin, Ivan, Yudi, Dadan, dan I Gusti Ketut yang selalu memberi dukungan dan bantuan kepada penulis. 8. Teman-teman di kelas 4 Ak 1, yang telah memberikan bantuan dan dukungan

kepada penulis.

9. Rekan-rekan, sahabat, saudara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga budi baik semua pihak yang telah diberikan kapada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT dan penulis berharap semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca serta pihak - pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, Juli 2011

Penulis

Vita Noviani 21107032


(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan perekonomian di era globalisasi ini, pemerintah dituntut untuk terus menjalankan pembangunan. Semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk program pembangunan mendorong pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya. Terdapat berbagai sumber penghasilan suatu negara (Public Revenues), antara lain kekayaan alam, laba perusahaan negara, royalty, retribusi, kontribusi, bea, cukai, denda dan pajak. Salah satu sumber pendapatan pemerintah yang cukup potensial adalah melalui pajak. (Nurmantu, 2003)

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Wikipedia, 2009)

Setiap negara yang melakukan pemungutan pajak pasti mempunyai tujuan, yaitu untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti halnya dengan Indonesia, tujuan melakukan pemungutan pajak


(7)

adalah untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka melindungi segenap Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berpartisipasi menertibkan dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (pembukaan Undang-undang Dasar 1945). Oleh karena itu negara memerlukan dana dari rakyat, salah satunya adalah berupa uang pembayaran pajak dari rakyat. (Minarty, 2009)

Berdasarkan telaah pustaka terdapat dua fungsi utama pajak yaitu fungsi

budgetair dan fungsi regulerend, sedangkan fungsi tambahannya ada tiga adalah fungsi demokrasi, fungsi redistribusi, dan fungsi stabilitas. Fungsi budgetair

memiliki kegunaan untuk memberi pemasukan bagi kas negara sebagai biaya untuk pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan namun jika terdapat sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. Fungsi regulerend memiliki kegunaan sebagai pengatur bagi usaha-usaha pemerintah untuk turut berpartisipasi dalam segala bidang yang bertujuan menyelenggarakan target-target lain yang ingin dicapai diluar bidang keuangan atau sektor swasta, seperti untuk merangsang investor asing maupun nasional untuk menanam modalnya di Indonesia. Fungsi demokrasi memiliki kegunaan bagi wajib pajak yang telah membayar pajak namun tidak mendapatkan pelayanan (prestasi) yang semestinya untuk mengajukan protes (complaint) kepada pemerintah. Fungsi redistribusi memiliki kegunaan untuk menimbulkan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat dalam membayar pajak. Misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak tinggi bagi


(8)

masyarakat yang berpenghasilan besar dan mengenakan pajak rendah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Fungsi stabilitas memiliki kegunaan bagi pemerintah untuk mencari dana dalam hal menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. (Wikipedia, 2009)

Fungsi pajak lebih kepada manfaat pokok atau kegunaaan pokok dari pajak itu sendiri, pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk membiayai APBN. Pelaksanaan pemungutan pajak diharapkan dapat mencerminkan keadilan, dengan besarnya pajak yang dibebankan sesuai dengan objek pajak yang dimiliki oleh rakyat. Sedangkan besarnya objek pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu pelaksanaan pemungutan pajak juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, termasuk didalamnya ekonomi rakyat secara individu. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. (Maksum Priangga, 2009)

Apabila dalam suatu negara tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sangat tinggi dengan sendirinya tentu akan meningkatkan penerimaan pajak. Dengan demikian, pertanyaan kuncinya adalah bagaimana meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tentunya dengan cara memaksimalkan


(9)

alokasi anggaran yang berasal dari pajak tersebut untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran wajib pajak. Selain itu, sebagai bentuk penghargaan kepada wajib pajak yang telah membiayai pembangunan negara, sudah sepantasnya wajib pajak harus diberikan pelayanan sebaik mungkin dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (Danny Darussalam, 2010)

Tabel 1.1

Jumlah Wajib Pajak Badan yang Mengembalikan SPT Tahunan PPh Badan Di Wilayah Kota Bandung

Periode 2006-2010

Tahun SPT Dikirim SPT Masuk % SPT Masuk/

SPT Dikirim

2006 16.729 9.119 54,51

2007 17.992 9.294 51,65

2008 17.929 9.896 49,65

2009 18.650 8.987 48,18

2010 20.515 9.713 47,34

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat suatu kondisi yang menunjukan bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal penyetoran/penyampaian SPT Tahunan PPh Badan masih banyak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Setiap tahunnya rata-rata yang dikembalikan sekitar 50% dari jumlah SPT yang dikirim, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah SPT yang dikirimkan dan rata-rata SPT yang dikembalikan hanya setengah dari yang dikirim.


(10)

Tabel 1.2

Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang

Mengembalikan SPT Tahunan PPh Badan Tepat Waktu Di Wilayah Kota Bandung

Periode 2006-2010

Tahun SPT Dikirim SPT Masuk % SPT Masuk/

SPT Dikirim

2006 16.729 6.591 39,40

2007 17.992 7.050 39,18

2008 17.929 8.750 43,91

2009 18.650 8.077 43,30

2010 20.515 9.288 45,27

Berdasarkan tabel tersebut dapat kita lihat bahwa kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan dengan tepat waktu belum terlaksana dengan baik. Jumlah diatas menunjukkan bahwa jumlah Wajib Pajak yang menjalankan kewajiban penyampaian SPT tepat waktu hanya di bawah 50% dari jumlah SPT yang dikirimkan. Dapat dilihat bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan belum dilaksanakan dengan baik oleh wajib pajak. Fenomena ini dapat menggambarkan bahwa pelaksanaan self assesment system

oleh Wajib Pajak belum dilakukan sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan oleh Undang-undang perpajakan. Masih banyak Wajib Pajak yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Menurut Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro (2010), kesadaran membayar pajak yang rendah merupakan kendala paling utama untuk menambah wajib pajak baru. Dari 220 juta penduduk Indonesia, hanya 14 juta yang menjadi wajib pajak. Itu pun 70 persennya merupakan wajib pajak badan bukan perseorangan. Yang sehat 70 persen perorangan dan 30 persen badan. Kodrat Wibowo (2010), mengatakan


(11)

kesadaran membayar pajak pada masyarakat memang masih sangat rendah. Ini dibuktikan dengan tingkat penghindaran pajak (tax avoidance) sangat tinggi. Bahkan perusahaan besar sekelas Pertamina dan grup Bakrie saja mencoba mengemplang pajak dengan melaporkan pendapatan lebih rendah.

Selain itu, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution (2009) mengeluhkan masih banyaknya Wajib Pajak yang belum membayar pajak dengan benar. Banyak Wajib Pajak yang mengisi SPT tidak sesuai dengan penghasilannya dan banyak Wajib Pajak yang kurang bayar sehingga hal ini berdampak pada penerimaan negara.

Sejalan dengan pernyataan salah seorang Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung (2011) yang mengatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya masih kurang. Sebagai contoh yaitu masih banyak Wajib Pajak yang terlambat dan tidak menyampaikan SPT Tahunan padahal telah dilakukan himbauan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan sebelum batas waktu penyampaian berakhir.

Sejak diterapkannya sistem self assessment dalam undang-undang perpajakan Indonesia, peranan positif Wajib Pajak dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya menjadi semakin mutlak diperlukan. Dengan sistem ini, Wajib Pajak dipercaya penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Sebagai konsekuensinya Direktorat Jenderal Pajak berkewajiban untuk melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan penerapan sanksi perpajakan. (Nur Hidayat, 2010)


(12)

Salah satu bentuk penegakan hukum (law enforcement) adalah melalui pemeriksaan pajak. Berkaitan dengan pemeriksaan pajak, pemeriksaan adalah mekanisme pengawasan yang digunakan dalam sistem perpajakan Indonesia. Pemeriksaan ditujukan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya apakah telah sesuai dengan peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini senada dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 10/PJ.04/2008 Tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan sebagai berikut: “Tujuan pemeriksaan meliputi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Pemeriksaan pajak yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak, Pemeriksaan juga berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan penerimaan jika hasil akhirnya adalah ketetapan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. (M. Taufik Umar, 2010)

Pada prinsipnya Wajib Pajak mempunyai kesempatan yang sama untuk dilakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak adalah satu hal yang paling dihindari oleh setiap Wajib Pajak. Dalam kenyataannya, Wajib Pajak seringkali harus membayar lagi sejumlah pajak yang dianggap kurang dibayar. Tidak tanggung-tanggung, sangat mungkin jumlah yang harus dibayar itu besarnya puluhan atau bahkan ratusan kali lipat dari jumlah pajak yang telah dibayar. Di sisi lain, hal ini ditambah lagi dengan kualitas Wajib Pajak sendiri yang selalu


(13)

mencoba mencari cara baik atau buruk untuk menghindar dari membayar pajak (Aris Aviantara, 2009).

Salah satu bentuk pengawasan dan pembinaan bagi wajib pajak adalah melalui pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan sistem pengimbang dari kepercayaan penuh yang diberikan kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri pajak terutang tersebut. Karena dari penelitian yang dilakukan para ahli pajak, ditemukan indikasi bahwa wajib pajak melakukan penghindaran dan penyelundupan pajak dengan beberapa sebab, yaitu : tarif pajak yang tinggi, tidak adanya keadilan dimana terdapat kecenderungan dan persepsi dari wajib pajak yang sudah lapor malah dicurigai dan diawasi terus sementara yang tidak pernah lapor malah tidak ada sanksi, pelayanan yang tidak baik, dan pengisian formulir perpajakan yang sulit. (Tulus Suparto, 2007)

Pelaksanaan pemeriksaan seringkali menimbulkan keluhan dari Wajib Pajak yang diperiksa. Wajib Pajak sering merasa pemeriksa terlalu sewenang– wenang dalam melaksanakan pemeriksaan. Wajib Pajak banyak mengeluhkan ketidakadilan, karena sebagian Wajib Pajak merasa lebih sering diperiksa dibandingkan Wajib Pajak lainnya. Wajib Pajak juga mengeluhkan prosedur pemeriksaan yang berbelit-belit dan hanya mencari-cari kesalahan, seakan-akan tidak diberi kepercayaan. Adapun sebaliknya bagi pemeriksa itu sendiri kadang banyak juga ditemui Wajib Pajak yang tidak memiliki indikasi yang baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga sulit sekali bagi pemeriksa untuk hanya menemui Wajib Pajak ataupun meminjam dokumen–dokumen guna mendukung lancarnya pemeriksaan. (M. Taufik Umar, 2010)


(14)

Selain itu, menurut salah seorang Kepala Seksi Pemeriksaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung (2011) mengatakan kecenderungan Wajib Pajak badan diperiksa lebih besar dibanding Wajib Pajak orang pribadi, dan dalam pelaksanaan pemeriksaan sering terjadi kesulitan dalam peminjaman dokumen Wajib Pajak yang berkaitan dengan usahanya.

Selain pemeriksaan pajak penegakan hukum diwujudkan dengan memberikan sanksi perpajakan kepada wajib pajak yang melanggar peraturan perpajakan. Seharusnya wajib pajak aktif mempelajari dan memahami semua ketentuan peraturan yang berlaku, terutama berkaitan dengan kegiatan dunia usaha yang dijalankannya, mulai dari undang-undang sampai dengan petunjuk teknis pelaksanaannya berupa Peraturan Dirjen Pajak. Wajib pajak yang sudah memahami aturannya pun bisa keliru. Dalam berbagai kegiatan melaksanakan kewajiban pajak sering terjadi beda persepsi, karena tidak mengikuti perubahan peraturan, atau sebab lainnya. Apalagi jika Wajib Pajak tidak berupaya memahami, sudah pasti timbul permasalahan yang akhirnya justru membebani wajib pajak dan usahanya. Masih banyak wajib pajak yang dibebani dengan sanksi perpajakan yang justru lebih memberatkan seperti: bunga, denda dan kenaikan. Wajib Pajak seharusnya berupaya memahami keseluruhan undang-undang perpajakan dan ketentuan peraturan pelaksanaannya agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar, termasuk dalam hal kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pencatatan, kewajiban menyetor dan melaporkan pajak yang terutang. (Irwansyah Lubis, 2010)


(15)

Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution (2009), pesimistis semua wajib pajak mau menyerahkan SPT tepat waktu. Menurutnya, masih ada saja orang yang merasa karena dendanya tidak berat dan daripada berdesak-desakan, makanya lebih baik terlambat memasukan SPT. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan penerapan sanksi denda yang kurang tegas. Selain itu, menurut salah seorang Kepala Seksi Waskon pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung (2011) menjelaskan bahwa masih banyak Wajib Pajak badan yang dikenakan sanksi administrasi perpajakan berupa denda karena keterlambatan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan.

Menurut Ekonom Institute for Development Economy and Finance Fadhil Hasan (2007), jika wajib pajak tak menyampaikan SPT dengan benar memang harus ada hukuman. Menurutnya, jika tak ada denda akan berdampak kontraproduktif bagi pembangunan. Namun Fadhil berpendapat, besaran denda 100 persen sampai 200 persen tentu sangat memberatkan bagi wajib pajak, jadi perlu dicari angka yang pas dan enforcable (mendorong penegakan hukum).

Berdasarkan pada uraian tersebut, penulis tertarik dan ingin melakukan penelitian mengenai pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak dengan judul: “Analisis Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Hukum Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung“


(16)

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan menjadi beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung sering terjadi kesulitan dalam peminjaman dokumen Wajib Pajak. 2. Masih banyaknya Wajib Pajak badan pada KPP Pratama di Wilayah Kota

Bandung yang dikenakan sanksi denda perpajakan karena keterlambatan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan.

3. Penerapan sanksi denda yang kurang tegas kepada Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT Tahunan.

4. Kepatuhan Wajib Pajak badan pada KPP Pratama di Wilayah Kota Bandung masih kurang dan dapat dilihat dari masih banyaknya Wajib Pajak badan yang terlambat dan tidak menyampaikan SPT Tahunan.

5. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dapat dilihat dari 220 juta penduduk Indonesia hanya 14 juta yang menjadi wajib pajak.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.


(17)

2. Bagaimana sanksi perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

3. Bagaimana kepatuhan Wajib Pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

4. Seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan hukum secara parsial dan simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakanterhadap kepatuhan Wajib Pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui sanksi perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.


(18)

4. Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan hukum secara parsial dan simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian yang dilaksanakan dalam penyusunan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan mengenai pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan dalam menunjang kepatuhan Wajib Pajak badan hukum sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait dengan pemeriksaan dan sanksi perpajakan.

2. Bagi Pegawai Instansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan, sehingga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi kinerja masing-masing pegawai.


(19)

1.4.2 Kegunaan Akademis

Adapun kegunaan akademis dari hasil penelitian ini yang diharapkan dapat berguna bagi:

1. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tentang keterkaitan pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan hukum.

2. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan, pemikiran dan referensi dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Analisis Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

3. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan, serta memperoleh gambaran langsung tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.


(20)

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung.

Tabel 1.3 Tempat Penelitian

No Nama KPP Alamat

1

KPP Pratama Bandung Karees Jalan Ibrahim Adjie No. 372 2

KPP Pratama Bandung Cicadas Jalan Soekarno Hatta No. 781 3

KPP Pratama Bandung Tegalega Jalan Soekarno Hatta No. 216 4

KPP Pratama Bandung Cibeunying Jalan Purnawarman No. 19-21 5

KPP Pratama Bandung Bojonagara Jalan Ir. Sutami No. 1

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu yang ditempuh dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Waktu penelitian dirinci dalam tabel berikut:


(21)

Tabel 1.4 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Maret

2011

April 2011

Mei 2011

Juni 2011

Juli 2011

I

Tahap Persiapan:

1. Bimbingan dengan dosen pembimbing

2. Membuat outline dan proposal skripsi 3. Mengambil formulir

penyusunan skripsi 4. Menentukan tempat

penelitian

II

Tahap Pelaksanaan :

1. Mengajukan outline dan proposal skripsi

2. Meminta surat pengantar ke perusahaan

3. Penelitian di perusahaan 4. Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan :

1. Menyiapkan draft skripsi 2. Sidang akhir skripsi 3. Penyempurnaan laporan

skripsi


(22)

17

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak

2.1.1.1Pengertian Pajak

Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaan pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor swasta (wajib pajak yang membayar pajak) ke sektor negara dan diperuntukan bagi keperluan pembiyaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2009:1)adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Pengertian pajak menurut S.I. Djajadiningrat yang dikutip oleh Siti Resmi (2003:1) menyatakan bahwa :

“Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemeriktah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak


(23)

ada jasa timbal balik negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”.

Sedangkan pengertian pajak menurut Waluyo (2008:2) mendefinisikan sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak yaitu suatu kewajiban yang dikenakan pada rakyat yang dikenakan kewajiban perpajakan. Pajak tersebut dipungut berdasarkan undang-undang perpajakan yang dapat dipaksakan untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak negara.

2.1.1.2Fungsi Pajak

Pajak memiliki kegunaan pokok dan manfaat pokok sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak juga memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkat kesejahteraan umum. Berdasarkan pengertian-pengertian dan ciri-ciri yang dijelaskan, terlihat pemerintah yang memungut pajak semata-mata hanya untuk mengisi kas negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).

1. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)

Fungsi budgetair yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2009:1) adalah sebagai berikut:


(24)

“Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya”.

Sedangkan fungsi budgetair yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2003:2) adalah sebagai berikut :

“Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara”.

2. Fungsi regulerend (mengatur)

Fungsi regulerend seperti yang ditulis oleh Mardiasmo(2009:2) menyatakan bahwa :

“Fungsi mengatur (regulerend) artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi”.

Sedangkan fungsi regulerend yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2003:3) adalah sebagai berikut:

“Fungsi regulerend yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi budgetair pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara dengan mengukur sampai sejauh mana kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Sedangkan fungsi regulerend sangat erat kaitannya dengan keinginan pemerintah untuk


(25)

mengatur penerimaan pajaknya agar dapat digunakan secara efisien untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

2.1.1.3Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan. Sistem pemungutan pajak yang pernah dilakukan di Indonesia menurut Mardiasmo (2009:7) ada 3 yaitu :

1. Official Assesment System.

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.


(26)

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.1.4Pengelompokan Pajak

Pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis dilihat dari berbagai segi, yaitu misalnya dilihat dari segi golongannya, dari segi sifatnya, dan pembagian pajak menurut lembaga pemungutnya.

1. Berdasarkan Golongannya

Pengelompokan pajak menurut golongannya seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2009:5)adalah sebagai berikut :

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

Sedangkan pengelompokan pajak menurut golongannya seperti yang ditulis oleh Siti Resmi (2003:6-7)adalah sebagai berikut:


(27)

a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak ddapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain atau orang lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh waib pajak yang bersangkutan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak.

2. Berdasarkan sifatnya

Pengelompokan pajak menurut sifatnya seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2009:5)adalah sebagai berikut:

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Sedangkan pengelompokan pajak menurut sifatnya seperti yang ditulis oleh Siti Resmi (2003:7)adalah sebagai berikut:

a. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.


(28)

b. Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek pajak (wajib Pajak) maupun tempat tinggal.

3. Berdasarkan lembaga pemungut

Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya, dinyatakan oleh Mardiasmo (2009:6) adalah sebagai berikut :

a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri atas :

1. Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

2. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.

Sedangkan pengelompokan pajak menurut lembaga pemungut, yang dijelaskan oleh Siti Resmi (2003:8) adalah:


(29)

1. Pajak negara (pajak pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

Contohnya: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

Contoh pajak daerah tingkat I (propinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya.

Contoh pajak daerah tingkat II (kabupaten/kotamadya): Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame, Pajak anjing, dan lain-lain.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembagian pajak menurut golongannya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung merupakan pajak yang secara ekonomis tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain dengan kata lain harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Sedangkan pengertian pajak tidak langsung merupakan pajak yang secara ekonomis dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Dan pengelompokan pajak menurut sifatnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif yaitu pajak yang dalam pengenaannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi


(30)

wajib pajak. Jika penghasilan wajib pajak besar maka pajaknya pun akan besar begitu pula sebaliknya. Jadi tarif pajak disesuaikan dengan kondisi wajib pajak. Sedangkan pajak objektif yaitu tarif pajak ditentukan berdasarkan nilai dari objek pajak tersebut dan tidak memperhatikan keadaan dan kondisi wajib pajak. Selain penulis dapat menyimpulkan bahwa pajak menurut lembaga pemungutnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Dimana pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Sedangkan pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.1.2 Pemeriksaan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pengertian pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2009:50) adalah sebagai berikut:

“Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan”.

Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

data, keterangan, daya/bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan


(31)

Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menurut Mardiasmo (2009:51) yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk mencari adanya :

a. Interpretasi undang-undang yang tidak benar. b. Kesalahan hitung.

c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.

d. Pemotongan dan pengurangan tidak susungguhnya, yang dilakukan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Tax audit yang dilakukan secara professional oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus dijalankan oleh pemerintah perlu juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum

(tax enforcement). Diwujudkan dalam pengenaan sanksi, tujuannya untuk mencapai tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 84/KMK.01/2008 strategi yang ditempuh dalam rangka peningkatan pelayanan kepada wajib pajak,


(32)

adalah perbaikan manajemen pemeriksaan pajak. Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan pengembangan risk analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan sistem administrasi pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching sebagai basis electronic audit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak menurut John Hutagaol yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:260) antara lain adalah :

1. Teknologi informasi (information technology)

Kemajuan teknologi informasi telah luas dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Seiring dengan perkembangan tersebut maka pemeriksa harus juga memanfaatkan perangkat teknologi informasi dengan sebutan Computer Assisted Audit Technique (CAAT).

2. Jumlah sumber daya manusia (the number of human resources)

Jumlah sumber daya manusia harus sebanding dengan beban kerja pemeriksaan. Jika jumlah tidak dapat memadai karena pengadaan sumber daya manusia melalui kualifikasi dan prosedur recruitment terbatas, maka untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas adalah dengan meningkatkan kualitas pemeriksa dan melengkapinya dengan teknologi informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan.

3. Kualitas sumber daya (the quality of human resources)

Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan pendidikan. Dan kualitas pemeriksa akan mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan. Solusi agar kesenjangan kualitas pemeriksa teratasi


(33)

adalah dengan melalui pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan dan sistem mutasi yang terencana serta penerapan reward and punishment.

4. Sarana dan prasarana pemeriksaan (audit facilities)

Sarana prasarana pemeriksaan seperti computer Sangay diperlukan. Audit Command Language (ACL), contohnya Sangay membantu pemeriksa di dalam mengolah data untuk tujuan analisa dan penghitungan pajak.

2.1.2.3 Tahapan Pemeriksaan Pajak

Dalam melakukan pemeriksaan pajak, ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh pemeriksa pajak, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010: 286-304) menjelaskan tahapan pemeriksaan pajak sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan Pemeriksaan

Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:

- Mempelajari berkas wajib pajak /berkas data

- Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak - Mengidentifikasi masalah

- Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak - Menentukan ruang lingkup pemeriksaan - Menyusun program pemeriksaan


(34)

- Menyediakan sarana pemeriksaan

Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai wajib pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

a. Mengumpulkan dan mempelajari Berkas Wajib Pajak (Data Internal dan Eksternal)

Kegiatan mengumpulkan berkas WP dan berkas data dimulai dengan meminjam berkas dari seksi terkait dan memanfaatkan data internal yang terdapat didalam sistem administrasi kantor pajak yang bersangkutan. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah menjalankan sistem administrasi modern, berkas Wajib Pajak (WP) dapat diperoleh dari seksi pelayanan atau dapat dilihat pada system informasi yang terhubung dengan seluruh komputer pegawai di KPP yang bersangkutan.

1. Sistem Informasi Administrasi 2. Data Tunggakan Wajib Pajak

3. Laporan Hasil Pemeriksaan terdahulu serta Kertas Kerja Pemeriksaannya

4. Riwayat Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali

Selain data internal, pemeriksa dapat mengumpulkan informasi dari sumber-sumber data eksternal antara lain:

a. Media massa (media cetak dan elektronik) b. Internet


(35)

b. Identifikasi Wajib Pajak (Tax Payer Profile)

Seluruh data dan informasi yang didapat baik itu dari internal maupun eksternal dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil Wajib Pajak). Profil Wajib Pajak meliputi: Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, Alamat Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Tanggal Pengukuhan PKP, Kode Lapangan Usaha (KLU), Jenis Usaha, Merk Dagang, Contact Person, Pemegang Saham, Hubungan Istimewa, Pengurus (Direksi dan komisaris)dan lain-lain.

c. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif

Untuk data-data berupa laporan keuangan wajib pajak dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan serta untuk menentukan beberapa perkiraan buku besar yang diprioritaskan dan/atau akan dikembangkan pemeriksaannya. d. Mengidentifikasi masalah dan Menentukan cakupan (ruang lingkup)

pemeriksaan

Setelah dilakukan analisis data baik kuantitatif maupun kualitatif Pemeriksa akan mengetahui pos-pos apa saja yang memerlukan perhatian khusus dan masalah-masalah apa saja yang mungkin ada pada Wajib Pajak.

Atas alternatif-alternatif permasalahan tersebut Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi penyebab paling mungkin atas terjadinya masalah tersebut serta menentukan pos-pos atau rekening apa saja yang berkaitan dengan masalah yang ada. Pos-pos atau rekening inilah yang nantinya


(36)

akan dilakukan pendalaman lebih jauh. Identifikasi masalah dan cakupan pemeriksaan yang telah ditentukan akan digunakan sebagai bahan untuk membuat program pemeriksaan.

e. Menyusun program pemeriksaan dan menetukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam

Program pemeriksaan adalah suatu daftar langkah-langkah pemeriksaan atau pengujian yang dilakukan terhadap objek yang diperiksa. Program pemeriksaan disusun berdasarkan cakupan pemeriksaan dan hasil penelaahan yang diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya. Program pemeriksaan harus merujuk kepada identifikasi permasalahan serta cakupan (ruang lingkup) yang telah ditentukan. Hal ini perlu dilakukan agar arah pemeriksaan tidak terlalu melebar sehingga tidak fokus.

Program pemeriksaan meliputi prosedur-prosedur yang perlu dilaksanakan oleh pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan. Berdasarkan program pemeriksaan dapat diidentifikasi buku-buku atau catatan yang akan dipinjamkepada Wajib Pajak.

f. Menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan

Agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, maka sebelum melakukan pemeriksaan perlu dipersiapkan sarana-sarana.


(37)

2. Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi:

- Memeriksa di tempat Wajib Pajak,

- Melakukan penilaian atas Sistem Pengendalian Intern, - Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

- Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen

- Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga,

- Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, - Melakukan sidang penutup (Closing Conference)

a. Pemeriksaan di Tempat Wajib Pajak

Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan Pemeriksa di tempat/lokasi Wajib Pajak untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya guna mengetahui dan mendapatkan fakta-fakta yang berkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, mengetahui dan menilai Sistem Pengendalian Intern, serta untuk meyakinkan kebenaran atau keberadaan fisik aktiva tetap yang dilaporkan dan kepemilikannya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Melakukan Penilaian Atas Sistem Pengendalian Intern (SPI)

Sistem ini terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa


(38)

tujuan dan sasaran satuan usaha dapai dicapai. Kebijakan dan prosedur ini seringkali disebut pengendalian, dan secara bersama-sama membentuk struktur pengendalian intern suatu bentuk usaha.

Untuk mengetahui lemah/kuatnya Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebagai dasar untuk menentukan luasnya cakupan pemeriksaan dan dalamnya pengujian-pengujian yang akan/harus dilakukan.

c. Menyesuaikan Cakupan dan Program Pemeriksaan

Agar pemeriksaan lebih terarah kepada permasalahan yang faktual sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Setelah kita melakukan penilaian SPI maka akan terlihat kearah mana sebaiknya program pemeriksaan dilakukan. Proram pemeriksaan yang telah dibuat sebelumnya akan dimutakhirkan seirama dengan hasil penilaian dan pengujian SPI.

d. Melakukan Pemeriksaan Buku, Catatan, dan Dokumen

Pemeriksaan buku, catatan, dan dokumen merupakan jantung dari tahap pelaksaan pemeriksaan. Seluruh rangkaian persiapan pemeriksaan sampai dengan langkah penilaian SPI tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan langkah pemeriksaan buku-buku, catatan dan dokumen Wajib Pajak. Temuan atau koreksi bukanlah suatu sulap yang bias hadir begitu saja hanya dengan menjentikan jari.

Langkah pemeriksaan buku, catatan dan dokumen dilakukan dengan berpedoman pada program pemeriksaan yang telah disusun dan


(39)

dimutakhirkan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan suatu teknik dan metode-metode tertentu.

e. Melakukan Konfirmasi Kepada Pihak Ketiga

Menegaskan kebenaran dan kelengkapan data atau informasi dari Wajib Pajak dengan bukti –bukti yang diperoleh dari pihak ketiga.

f. Memberitahukan Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak

1. Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal dan perhitungan pajak terutang kepada Wajib Pajak.

2. Melakukan pembahasan atas temuan dan koreksi fiskal serta perhitungan pajak terutang dengan Wajib Pajak.

3. Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai temuan dan koreksi fiskal yang telah dilakukan.

g. Melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Tujuan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah sebagai upaya memperoleh pendapat yang sama dengan Wajib Pajak atas temuan pemeriksaan dan koreksi fiscal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa. Hasil pembahasan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang harus ditandatangai oleh Wajib Pajak dan pemeriksa disertai lampiran yang menyebutkan jumlah koreksi dan jumlah pajak terutang yang disetujui oleh Wajib Pajak dan Pemeriksa.


(40)

3. Tahap Pelaporan Pemeriksaan

Laporan pemeriksaan pajak laporan yang dibuat oleh pemeriksa pajak pada akhir pelaksanaan pemeriksaan yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak – pihak lain untuk mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan dengan pencarian informasi – informasi tertentu, maupun dalam rangka pengujian kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif.

Setelah dilakukannya tahapan-tahapan pemeriksaan maka harus dibuat laporan hasil akhir pemeriksaan yang berisi laporan mengenai proses pemeriksaan yang perlu dipertanggungjawabkan oleh pemeriksa pajak. Laporan hasil pemeriksaan merupakan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang sifatnya terikat hukum yang memiliki pengaruh terhadap wajib pajak maupun pemeriksa pajak. Dalam penerbitan SKP harus mengikuti persyaratan legal formalnya, berbagai data dan informasi, perhitungan, teknik dan metode yang digunakan dalam pemeriksaan, proses pengambilan kesimpulan, hingga pengikhtisaran dalam suatu Laporan Pemeriksaan Pajak dilakukan dengan teliti, akurat, logis, dan mengacu pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan LPP supaya dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa berikutnya antara lain, gambaran kegiatan usaha wajib pajak, gambaran sistem akuntansi, daftar buku dan dokumen yang dipinjam, produksi data, dan usulan pemeriksa yang


(41)

berisi apabila dikemudian hari ditemukan data baru dan atau data lain yang belum terungkap dalam pemeriksaan ini maka diusulkan untuk diterbitkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Laporan pemeriksaan disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Umum

Memuat keterangan-keterangan mengenai, identitas wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan wajib pajak, penugasan dan alasan pemeriksaan, data dan informasi yang tersedia dan daftar lampiran.

2. Pelaksanaan pemeriksaan

Memuat penjelasan secara lengkap mengenai, pos-pos yang diperiksa, penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa, dan temuan-temuan pemeriksa.

3. Hasil pemeriksaan

Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan mengenai besarnya pajak-pajak yang terutang.

4. Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Memuat hasil pemeriksaan dalam bentuk, perbandingan antara pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, data/informasi yang diproduksi, dan usul-usul pemeriksa.


(42)

2.1.3 Sanksi Perpajakan

2.1.3.1 Pengertian Sanksi Perpajakan

Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam masing-masing pasal Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Sanksi perpajakan dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.

Adapun konsep dari sanksi perpajakan menurut Mardiasmo (2009:57) menyatakan bahwa:

“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan”.

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

2.1.3.2 Sanksi Administrasi

Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian sanksi administrasi berikut akan diuraikan pengertian sanksi menurut beberapa pendapat para ahli perpajakan. Pengertian sanksi administrasi menurut Mardiasmo (2009:57) adalah sebagai berikut :


(43)

“Sanksi administrasi merupakan pembayaran kepada negara khususnya

yang berupa bunga dan kenaikan.”

Dapat disimpulkan bahwa pada intinya yang dimaksud dengan sanksi administrasi merupakan pembayaran atas kerugian kepada negara dan pembayaran atas kerugian ini dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.

1. Jenis Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga). Adapun jenis-jenis sanksi menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:198) adalah sebagai berikut :

a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.

Berdasarkan pengertian diatas maka maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sanksi administrasi dapat dibagi menjadi tiga yaitu denda yang dikenakan karena pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan pelaporan dalam hal ini berkaitan dengan pelaporan SPT, bunga yang dikenakan karena pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan pembayaran pajak, dan kenaikan yang dikenakan karena pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban yang telah diatur dalam ketentuan material.


(44)

Dalam pelaksanaan pengenaan sanksi ini Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan besarnya tarif sanksi yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak dan penetapan besarnya tarif sanksi ini tentunya telah dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Ketentuan besarnya tarif sanksi administrasi diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparat pajak, sehingga mereka tidak menetapkan sanksi sewenang-wenang dan yang pada akhirnya justru memberatkan bahkan mungkin merugikan Wajib Pajak. Sanksi perpajakan yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakandijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Sanksi Administrasi Bunga 2% per bulan

No Masalah Cara Membayar/Menagih

1 Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa

SSP/STP

2 Dari penelitian rutin:

PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.

PPh pasal 21, 22, 23 dan 26 serta PPN yang terlambat dibayar.

SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar.

SPT salah tulis/salah hitung.

SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP

3 Dilakukan pemeriksaan pajak kurang dibayar (maksimum 24 bulan)

SSP/SKPKB

4 Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, STP SSP/STP

5 SPT Tahunan PPh ditunda, pajak kurang bayar SSP/STP


(45)

Catatan:

1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan.

2. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi antara lain:

a. Bunga karena pembetulan SPT

b. Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran c. Bunga karena terlambat membayar

d. Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak sementara.

3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan dalam waktu batas pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP. 4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukan dalam surat ketetapan pajak

ditambah pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB.


(46)

Tabel 2.2

Sanksi Administrasi Denda

No Masalah Cara Membayar/Menagih

1 Tidak/terlambat memasukan/menyampaikan SPT. STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000,-

2 Pembetulan sendiri, SPT Tahunan atau SPT Masa tetapi belum disidik.

SSP ditambah 150%

3 Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha. b. Tidak membuat/mengisi faktur.

c. Melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan).

SSP/SKPKB (ditambah 2% denda dari dasar pengenaan)

4 Khusus PBB:

a. SPT, SKPKB tidak/kurang bayar atau terlambat dibayar.

b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang bayar.

STP + denda 2% (maksimum 24 bulan).

SKPKB + denda administrasi dari selisih pajak terutang.

Sumber: Mardiasmo (2009:58)

Tabel 2.3

Sanksi Administrasi Kenaikan 50% dan 100%

No Masalah Cara Menagih

1 Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan:

a. Tidak memasukan SPT: 1. SPT Tahunan (PPh 29)

2. SPT Tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN) b. Tidak menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam pasala 28 KUP c. Tidak memperlihatkan buku/ dokumen, tidak

memberikan keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29

SKPKB ditambah kenaikan 50% SKPKB ditambah kenaikan 100% SKPKB

50% PPh pasal 29

100% PPh pasal 21, 23, 26 dan PPN SKPKB

50% PPh pasal 29

100% PPh pasal 21, 23, 26 dan PPN

2 Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah

dikeluarkan SKPKB.

SKPKBT 100%

3 Khusus PPN:

Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya mengkompensasi selisih lebih menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak.

SKPKB 100%


(47)

2. Perubahan Sanksi Denda Administrasi atas Keterlambatan Atau Tidak Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan maka terdapat perubahan sanksi denda administrasi dimana perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4

Perubahan Nilai Sanksi Administrasi

NO JENIS SPT KETENTUAN

LAMA

KETENTUAN BARU

1 2

1 2

SPT MASA

SPT Masa PPN SPT Masa Lainnya

SPT TAHUNAN

SPT Tahunan PPh WP BADAN SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi

Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-

Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-

Rp. 500.000,- Rp. 100.000,-

Rp. 1.000.000,- Rp. 100.000,-

Sumber: ortax.org, 2011

Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008. Perubahan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.


(48)

2.1.3.3 Sanksi Pidana

Pengertian sanksi pidana menurut Mardiasmo (2009:57) dijelaskan sebagai berikut:

“Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat

terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma

perpajakan dipatuhi”.

Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada tiga macam sanksi pidana yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara. Adapun penjelasan macam sanksi pidana sebagai berikut:

1. Denda pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

2. Pidana kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.


(49)

3. Pidana penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.

Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur atau ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. (Mardiasmo, 2009:60)

Berikut ini merupakan tabel ketentuan sanksi pidana yang terdapat dalam undang-undang perpajakan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan UU No.28 Tahun 2007 dan UU UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Tabel 2.5

Ketentuan Sanksi Pidana Yang dikenakan

Sanksi Pidana

Norma Sanksi Pidana

I. Setiap Orang 1. Kealpaan tidak

menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi tidak benar/lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

2. Sengaja tidak

menyampaikan SPT, tidak meminjamkan

pembukuan, catatan atau dokumen lain, dan hal-hal lain sebagaimana

Didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajakan terutama yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga bulan) atau paling lama 1 (satu) tahun.

Pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (tahun) dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terurtang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau


(50)

dimaksud dalam pasal 39 KUP.

3. Melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak.

kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan /atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

4. Sengaja tidak

menyampaikan SPOP atau menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 24 UU PBB. 5. Dengan sengaja tidak

menyampaikan SPOP, memperlihatkan/ meminjamkan surat/ dokumen palsu, dan hal lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 UU PBB.

Pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak terutang.

a. Pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau setinggi-tingginya 5 (lima) kali jumlah pajak terutang.

b. Sanksi (a) dapat dilipat duakan jika sebelum lewat satu tahun terhitung sejak selesainya menjalani sebagian/ seluruh pidana yang dijatuhkan melakukan tindak pidana lagi. II. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi

kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 UU KUP (tindak pelanggaran).

Sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 UU KUP (tindak kejahatan).

Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).

Pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah).


(51)

III.Pihak Ketiga Sengaja tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB.

Pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah).

Sumber : Mardiasmo (2009:60-62) Catatan:

1. Pidana penjara dan atau denda pidana (karena melakukan tindak kejahatan terhadap perpajakan) dapat dilipatduakan, apabila melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.

2. Penuntutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari orang yang kerahasiaannya dilanggar. Jadi pidana terhadap pejabat merupakan delik aduan.

3. Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau 5 tahun.

2.1.3.4 Ketentuan Sanksi Perpajakan

Ketentuan sanksi perpajakan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat diringkas sebagai berikut:


(52)

Tabel 2.6

Ketentuan Sanksi Perpajakan

Pasal Kesalahan Sanksi

Administrasi

Sanksi Pidana

Pasal 7 (1) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai apabila SPT tidak

disampaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak

Denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)

Pasal 7 (1) SPT Masa lainnya apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak

Denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)

Pasal 7 (1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP badan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)

Pasal 7 (1) SPT Tahunan PPh WP orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)

Pasal 8(2) WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar

Pasal 8 (2a)

WP membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar

Pasal 8 (5) Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan

Kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar

Pasal 9 (2a)

Penyetoran pajak pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak

Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran Pasal 9 (2b)

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak dilakukan setelah

Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari


(53)

tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan

berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran Pasal 39 (1)

a.tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

c.tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

d.menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; e.menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; f. memperlihatkan pembukuan,

pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;

g.tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;

h.tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau

i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara

Denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

Pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun


(54)

Pasal 39 A a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau

b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak

Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun

Pasal 41A Setiap orang yang wajib

memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar

Denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)

Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun

Pasal 41B Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

Denda paling banyak Rp75.000.000,00

Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

Pasal 41C (1)

Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) UU KUP

Denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun

Pasal 41C (2)

Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1)

Denda paling banyak Rp800.000.000,00

Pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan

Pasal 41C (4)

Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara

Denda paling banyak Rp500.000.000,00

Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun


(55)

2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complience) merupakan tulang punggung dari self assesment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138), menyatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan

hak perpajakannya”.

Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari:

1. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan; 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang; dan 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112), menyatakan bahwa:


(56)

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan

kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.

Pengertian Wajib Pajak Badan Menurut Siti Resmi (2008:21) dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007, menjelaskan bahwa:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak badan merupakan suatu tindakan patuh dan sadar terhadap ketertiban pembayaran dan pelaporan kewajiban perpajakan masa dan tahunan dari wajib pajak yang berbentuk sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan usaha sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

2.1.4.2 Jenis Kepatuhan

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:110) adalah:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu


(1)

170

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Aviantara, A. (2009). Pemeriksaan Pajak. Diakses pada 2 Maret, 2011 dari: www.aviantara.wordpress.com

Barker et al. (2002). Research Methods In Clinical Psychology. John Wiley & Sons Ltd. England

Burton, Richard. (2002). Penerapan Sanksi Pidana dan Sanksi Administrasi Dalam Hukum Pajak. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol. 1. No. 6 Januari 2002

Damodar N. Gujarati (2003). Basic Econometrics fourth edition McGraw-Hill. New York

Darussalam, Danny (2011). Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Komite Pengawas Perpajakan. Diakses pada 2 Juni, 2011 dari: www.ortax.org Devano, Sony dan Rahayu, Siti Kurnia (2006). Perpajakan: Konsep, Teori, dan

Isu, Jakarta: Kencana

Doran, M. (2009). Tax Penalties and Tax Compliance. Harvard Journal on Legislation Vol 46

Gunadi (2005). Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Pajak (Tax Compliance). Jurnal Perpajakan Indonesia Volume 4 Nomor 5 Februari 2005

Hutagaol, J., Winarno W.W., Pradipta A. (2007). Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntabilitas Vol.6 No.2 Maret 2007

Hutagaol, John (2006). Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Penerapan Strategi Pelayanan dan Penegakan Hukum. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol. 5 No.6 Agustus-September 2006

Hutagaol, John (2007). Perpajakan Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu Lubis, I. (2010). Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis Dengan Pelaksanaan Hukum. Diakses pada 7 Maret, 2011 dari: www.hukumpotensipajak.blogspot.com

M.Taufik Umar (2010). Pemeriksaan Pajak Sebagai Pembuktian Modernisasi Wajib Pajak dan Petugas Pajak. Diakses pada 7 Maret, 2011 dari: www.pusatperpajakan.blogspot.com


(2)

171

Maksum Priangga (2009). Fungsi—fungsi Dasar Pajak. Diakses pada 9 Maret, 2011 dari: www.maksumpriangga.com

Mardiasmo (2009). Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi Moh. Nazir (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia lndonesia

Mohammad Zain (2007). Manajemen Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat

Muhammad Kasyfil Warits Syakirin (2011). Meningkatkan Masyarakat Sadar Pajak. Diakses pada 13 Maret, 2011 dari: www.id.shvoong.com

Muliari, N.K., Setiawan P.E. (2010). Pengaruh Persepsi tentang Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur

Narimawati, Umi (2007). Riset Manajemen Sumber Daya Manusia: Aplikasi Contoh dan Perhitungannya. Jakarta: Agung Media

Narimawati, Umi, Anggadini, S.D. & Ismawati, L. (2010). Penilisan Karya Ilmiah: Panduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir Aplikasi Pada Fakultas Ekonomi UNIKOM. Bekasi: Genesis

Nasucha, Chaizi (2004). Reformasi Admnistrasi Publik. Jakarta: Grasindo Niu, Y., Ph. D. (2010). Tax Audit Impact on Voluntary Compliance. MPRA Paper

Nur Hidayat (2010). Penyimpangan Pemeriksaan Pajak. Diakses pada 13 Maret, 2011 dari: www.pencerahanpajak.blogspot.com

Nur, Hidayat (2010). Penyimpangan Pemeriksaan Pajak. Diakses, 8 Maret, 2011 Nurmantu, Safri (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta:Granit

Pandiangan, Liberti (2008). Modernisasi dan Reformasi Perlayanan Perpajakan Berdasarkan Undang-undang Terbaru. Jakarta: Gramedia

Rahayu, Siti Kurnia (2010). Perpajakan Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu Resmi, Siti (2003). Perpajakan Teori dan Kasus, Yogyakarta: Salemba Empat Saefudin, D. (2010). Sanksi Perpajakan. Diakses pada 2 Maret, 2011 dari:

www.dedensaefudin.wordpress.com

Singgih Santoso (2002). SPSS 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo


(3)

172

Slamet, J. (2010). Kesadaran Membayar Masih Rendah. Diakses pada 7 Maret, 2011 dari: www.bataviase.co.id

Suandy, Erly (2002). Perpajakan. Yogyakarta: Salemba Empat

Sugiyono (2006). Metode Penelitian dan Bisnis. Bandung: CV Alfabeta Sugiyono (2009). Metode Penelitian dan Bisnis. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta

Supangat, Andi (2007). Statistika: Dalam Kajian Deskriptif, Inferensial, dan Nonparametik Edisi 1. Jakarta: Kencana

Tulus Suparto (2007). Analisis pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Diakses pada 7 Maret, 2011 dari: www.eprints.ui.ac.id

Umar, Husein (2002). Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Waluyo (2008). Akuntansi Pajak. Edisi pertama. Jakarta: Salemba Empat

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2006. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia: 199/PMK.03/2007. Tanggal: 28-12-2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


(4)

173

Alfian, Mohammad. 2011. Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Komite Pengawas Perpajakan, Diakses Maret, 2011

Nur, Hidayat. 2010. Penyimpangan Pemeriksaan Pajak.

Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Melalui Komite Pengawas Perpajakan

Posted on May 23, 2011 by mohammad alfian

PENYIMPANGAN PEMERIKSAAN PAJAK

Oleh: Nur Hidayat

Kandidat Doktor Akuntansi PPs FE UNPAD Bandung

Dimuat di Harian Kontan, 16 Pebruari 2010

Chaizi Nasucha, 2004, Reformasi Admnistrasi Publik, Grasindo Jakarta Yamit, Z. 2002, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Ekonisia, Yogyakarta. Kotler, Philip, Alih Bahasa benyamin Molan, 2005, manajemen pemasaran, edsisi kesebelas, jlid 2, jakarta:PT. Indek kelompok gramedia .... jili1


(5)

174

Sonny Devano. 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan Perpajakan Terhadap Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan: Jurnal Akuntansi dan Keuangan.

Dr. Salip, MSc, Akt dan Tendy Wato, SE. 2006. Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak (Study Kasus: di KPP Jakarta Kebon Jeruk): Jurnal Keuangan Publik

Suryadi. 2006. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak (Suatu Survey Di Wilayah Jawa Timur): Jurnal Keuangan Publik


(6)

228

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi:

Nama : Vita Noviani

NIM : 21107032

Program Studi : Akuntansi

Fakultas : Ekonomi

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 13 November 1989

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Kalijati 2 No.41

Email : [email protected]

Data Pendidikan

Pendidikan Formal :

1. Tahun 1995 - 2001 : SD St. Melania Bandung 2. Tahun 2001 - 2004 : SMP Negeri 7 Bandung 3. Tahun 2004 - 2007 : SMA Negeri 23 Bandung

4. Tahun 2007 - 2011 : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung

Pendidikan Informal :


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

2 44 65

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

1 37 33

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 61 59

Prosedur Penagihan Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

0 57 85

Analisis Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Hukum Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung

0 6 1

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Pada 4 Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah Kota Bandung)

0 7 35

Analisis Pemeriksaan Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Di Wilayah Kota Bandung

0 3 1

Analisis Atas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wiliyah Kota Bandung

8 99 165