Pada tahun 1958 ia dianugrahi gelar doctor honoris causa oleh Universitas al-Azhar, Mesir setelah menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul Pengaruh
Muhammad Abduh di Indonesia. Gelar doktor honoris causa juga diperoleh Hamka dari Universitas Kembangan Malaysia pada 1974.
114
Dalam pergerakan Islam di Indonesia, Hamka layak ditempatkan sebagai pemikir Muslim terkemuka. Di samping itu, ia juga di
kenal seorang Da‟i. Ceramah-ceramahnya yang terkesan sejuk dan mencerahkan. Hamka pernah
bergelut di bidang politik sebagai anggota konstituante mewakili partai Masyumi, pada tahun 1979 Hamka terpilih menjadi Ketua Umum Majlis Ulama Inonesia.
Hamka wafat pada hari Jum‟at 24 Juli 1981, jam 10.41, dalam usia 73 tahun 5 bulan.
115
Beberapa lama sebelum Hamka wafat, ia mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia, sehubungan dengan kontroversi
peredaran fatwa tentang pengharaman keikutsertaan Muslim dalam perayaan Natal.
2. Metodologi Tafsir
Metode yang digunakan oleh Hamka dalam tafsir al-Azhar adalah metode tahlīli metode analisis. Buku-buku tafsir yang menggunakan metode tahlīli pada
umumnya menggunakan urutan pe nafsiran sesuai dengan urutan Sūrah dan ayat
sebagaimana tercantum dalam mushaf al- Qur‟an. Buku tafsir al-Azhar, juga
dis usun berurutan seperti urutan Sūrah yang tercantum dalam al-Qur‟an, di mulai
dari Sūrah al-Fatihah sebagai induk al-Qur‟an, dan diakhiri dengan Sūrah an-Nas. Sebagaimana jumlah Sūrah yang terdapat dalam mushaf al-Qur‟an, dalam buku
114
Yunus Amirhamzah, Hamka Sebagai Pengaruh Roman Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h. 6-7
115
Rusydi, Pribadi dan Martabat, h. 230
Tafsir al-Azhar juga terdapat 114 Sūrah yang ditafsirkn dengan amat baik oleh
Hamka. Sūrah-sūrah yang terdapat pada kitab itu dibagi ke dalam tiga puluh jilid.
Sebagaimana dikemukakan di atas, buku tafsir al-Azhar, karya Hamka ini menggunakan metode tahlīli. Metode tahlīli adalah suatu metode tafsir yang
digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat al- Qur‟an
dari berbagai aspek dengan menguraikan ayat demi ayat sesuai dengan susunan ayat-ayat yang terdapat dalam mushaf al-
Qur‟an, melalui pembahasan kosa kata, sebab al-Nuzul, munasabah, dan menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat-
ayat sesuai kecendrungan serta keahlian sang mufassir.
116
Metode tahlīli ini disebut juga oleh Baqir al-
Shadir, ulama Syi‟ah Irak yang terkemuka, sebagai metode tajzi‟i.
117
3. Corak Tafsir
Corak penafsiran Hamka adalah Tafsir bi al- Ra‟y, dan ia pun sangat
tertarik pada tafsir al-Manar karangan Sayyid Rasyid Ridha yang terkenal dengan corak penafsiran, yaitu corak Tafsir bi al-
Ra‟y dengan mendemontrasikan pengetahuannya yang luas untuk menafsirkan sebuah ayat. Lalu pendekatannya
yang dilakukan dengan tafsirnya adalah adaby al- Ijtima‟i.
Tafsir adaby adalah merupakan corak tafsir baru, muncul pada abad XIV Hijriah, yang tidak memberi perhatian kepada segi nahwu, bahasa, istilah-istilah
dalam balaghah dan perbedaan-perbedaan mazhab; sebuah tafsir yang tidak menyajikan berbagai segi dari al-
Qur‟an, yang segi itu justru menjauhkan
116
M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur’an Bandung: Mizan, 1993, h. 117
117
M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur’an Bandung: Mizan, 1993, h. 86
pembaca dari inti al- Qur‟an.
118
Dinamakan Adaby dengan hipotesa bahwa Hamka adalah seorang punjangga yang mengetahui sastra, sehingga setiap karyanya
dipengaruhi nilai- nilai sastra, sedangkan Ijtima‟i karena menyajikan persolan
kemasyarakatan.
4. Sistematika Penafsiran
Sistematika penafsirannya adalah sebagai berikut: a.
Menyajikan ayat di awal pembahasan: dalam menafsirkan, Hamka terlebih dahulu menyajikan satu sampai lima ayat yang menurutnya ayat-ayat
tersebut satu topik. b.
Terjemahan dari ayat: untuk memudahkan penafsiran, terlebih dahulu Hamka menerjemahkan ayat tersebut ke dalam bahasa Indonesia, agar
mudah dipahami pembaca. c.
Menjauhi pengertian kata: dalam menafsirkan, Hamka tidak memberikan pengertian kata, karena mungkin pengertian tersebut telah tercakup dalam
terjemah. d.
Memberikan uraian terperinci: setelah menerjemahkan ayat secara global, Hamka memulai tafsirnya terhadap ayat tersebut dengan luas dan
terkadang dikaitkan dengan kejadian pada zaman sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al-
Qur‟an sebagai pedoman sepanjang ma
118
M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur’an Bandung: Mizan, 1993, h. 73
69
BAB IV ARGUMEN SANGGAHAN ATAS PANDANGAN ISLAM
WATCH DENGAN PENAFSIR MODERN
A. Tafsir Sūrah al-Fāti
ḥah Menurut Islam Watch
Islam Watch menafsirkan S ūrah al-Fātiẖah Sūra al-Fātiḥa dalam situsnya
www.islam-watch.org pada halaman index pada laman urutan ke 3 dari 70 artikel lainnya pada situs tersebut.
119
Tafsir Sūrah al-Fātiḥah dituliskan dalam bahasa
inggris dan Screenshot atau cuplikan tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1. Potongan cuplikan artikel penafsiran Islam Watch terhadap S
ūrah al-Fātiḥah. Berdasarkan gambar tersebut kita dapatkan informasi bahwa artikel
tersebut diterbitkan pada tanggal 09 Maret 2014 pada pukul 02:52 oleh Ibn
119
Status pada 03 September 2014