Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pada kurikulum yang menjadi salah satu ilmu dasar dan memegang peran penting dalam kehidupan. Matematika selalu berkembang sesuai dengan dinamika pengetahuan dan teknologi, memberikan sumbangan dalam mengembangan ilmu pengetahuan lain dan kehidupan sehari-hari. Matematika memberikan sumbangan yang penting kepada siswa dalam pengembangkan nalar, berpikir logis, sistimatik, kritis dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan Sumarmo, 2014, hlm.25. Dalam upaya mempersiapkan dan memenuhi harapan di masa datang perlu mengembangkan kemampuan matematika yang dimiliki siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarmo 2014, hlm.25 yang menyatakan tentang dua arah visi bidang studi matematika, yaitu: “Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika pada pemahaman konsep dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika serta ilmu pengetahuan lainnya. Visi yang kedua dalam arti yang lebih luas dan mengarah ke masa depan, matematika, serta bersikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. ” Melihat pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan ilmu yang abstrak bersistem deduktif-aksiomatik, yang dimulai dengan unsur-unsur yang tidak terdefinisi. Hal ini berarti bahwa matematika merupakan aktivitas mental, sehingga kegiatan berfikir matematika tidak dapat dilepaskan dari kegiatan kognitif Akip, 2003, hlm.1. Kegiatan kognitif berfikir dalam matematika menuntut untuk mampu menguasai konsep dan prinsip matematika. Penguasaan konsep tercapai bila disajikan dalam bentuk materi yang terkait antara satu sama lain. Berkaitan dengan pembelajaran matematika, proses kegiatan berfikir tersebut sejalan dengan pembelajaran umum matematika pada National Council of 1 Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Teachers of Mathematics NCTM, 2000 yang menggariskan bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Supaya hal itu dapat terwujud, dirumuskan lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu: 1 belajar untuk berkomunikasi mathematical communication, 2 belajar untuk bernalar mathematical reasoning, 3 belajar untuk memecahkan masalah mathematical problem solving, 4 belajar untuk mengaitkan mathematical connections, dan 5 pembentukan sikap positif terhadap matematika positive attitudes to wards mathematics. Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah dalam Sumarmo 2014, hlm.126 menerbitkan kurikulum baru yang mengacu pada prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif, prinsip “learning how to learn” yang rinciannya termuat dalam empat pilar pendidikan UNESCO, serta memuat kompetensi dan sikap yang harus dimiliki siswa setelah mereka belajar. Prinsip learning how to learn mengarahkan guru agar mampu menciptakan pembelajaran yang tidak berpusat pada siswa untuk menghafal tetapi siswa membangun pengetahuannya sendiri. Adapun rincian prinsip learning how to learn pada empat pilar pendidikan yang menjadi pedoman dalam pembelajaran matematika Sumarmo, 2014, hlm127, yaitu: 1. Belajar Memahami learning to know, pembelajaran diarahkan agar siswa belajar memahami pengetahuan matematika konsep, prinsip, idea, teorema, dan hubungan di antara mereka. 2. Belajar berbuat atau melaksanakan learning to do, pembelajaran diarahkan agar siswa belajar melaksanakan proses matematika sesuai dengan kemampuan dasar matematika jenjang sekolah yang bersangkutan. 3. Belajar menjadi diri sendiri learning to be, pembelajaran diarahkan agar siswa belajar menjadi dirinya sendiri, belajar memahami dan menghargai produk dan proses matematika dengan cara menunjukkan sikap kerja keras, ulet, disiplin, jujur, mempunyai motif prestasi dan disposisi matematik. 4. Belajar hidup dalam kebersamaan learning to live together, pembelajaran diarahkan agar siswa belajar memahami orang lain, bekerja sama, menghargai dan memahami pendapat yang berbeda, serta saling menyumbang pendapat. Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Dengan pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir sehingga akhirnya siswa dapat memecahkan segala permasalahan yang ada di kehidupannya. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir tersebut, peserta didik dituntut untuk terlebih dahulu memahami konsep-konsep matematis yang berhubungan dengan materi-materi sebelumnya. Pemahaman siswa pada satu materi akan membantu memahami materi lainnya. Hal ini dapat terjadi jika peserta didik mampu memahami materi-materi matematika sebelumnya. Salah satu materi dalam pembelajaran matematika adalah geometri. Geometri adalah salah satu materi dalam kajian matematika yang menggunakan unsur visualisasi, penalaran spasial dan pemodelan. Geometri merupakan pengetahuan dasar yang sudah lama dikenal anak-anak sejak usia dini. Materi geometri di Sekolah Dasar seharusnya diajarkan dengan cara sederhana dari konkrit ke abstrak. Hal tersebut dimaksudkan agar proses pembelajaran menjadi bermakna dan siswa lebih mengerti serta dapat mengingat materi pelajaran lebih lama dari pada melihat contoh nyata, sehingga siswa dapat memahami konsep geometri. Namun, selama ini keadaan yang berlangsung di lapangan bukan seperti yang diharapkan. Materi geometri justru diajarkan secara abstrak, tidak memberikan contoh nyata yang dekat dengan lingkungan siswa. Hal ini menyebabkan siswa kesulitan untuk memahami konsep geometri sehingga pembelajaran materi geometri menjadi tidak bermakna bagi siswa. Pembelajaran materi geometri yang diterima siswa hanya dalam bentuk konsep yang harus dihafalkan, bukan sebagai konsep yang bermakna. Kecenderungan menghafal gambar suatu bentuk geometri tanpa dipahami sifat dari bentuk bangun-bangun tersebut. Ini tidak sesuai dengan prinsip learning how to learn yang mengandung arti bahwa pembelajaran harus membuat siswa belajar bagaimana caranya belajar Sumarmo, 2014, hlm.127. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki peserta didik itu senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu di lingkungannya. Dengan mengaitkan pembelajaran dengan permasalahan- permasalahan yang ada di lingkungan kehidupan peserta didik, akan mampu membawa pemahaman konsep matematis siswa dengan adanya pembelajaran yang merupakan hasil dari pemecahan masalah dari kehidupan sehari-hari. Proses pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar di kelas, sedangkan keberhasilan kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama antara guru dan siswa. Siswa dan guru merupakan dua faktor yang saling mendukung dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. Mengingat pentingnya kedua faktor tersebut dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, untuk itu perlu diadakan pembenahan pada komponen-komponen pendukung pendidikan. Pembenahan perlu dilakukan dalam berbagai aspek seperti kualitas mengajar, penyampaian materi oleh guru, dan kualitas siswa dalam proses belajar di dalam kelas. Pada proses ini, kegiatan mengajar merupakan salah satu faktor penting dan tidak dapat dipisahkan dari proses belajar. Mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar berlangsung kegiatan belajar yang bermakna dan optimal, dengan demikian akan dapat mengoptimalisasikan kegiatan belajar dengan hasil yang bermakna. Usaha untuk menjadi seorang pengajar yang baik tentunya harus memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan siswa baik itu kesulitan dalam belajar ataupun pemilihan metode pembelajaran yang tepat sebagai penunjang kegiatan mengajar. Pemilihan metode yang kurang tepat ataupun kurang variatif menyebabkan menurunnya minat siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran juga diharapkan terjadi perubahan tingkah laku siswa. Perubahan yang terjadi tidak hanya mencakup pengetahuan kognitif, tetapi perubahan tingkah laku afektif pada sikap dan keterampilan psikomotor Komalasari, 2013, hlm.2. Aspek kognitif berupa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa perlu dikembangkan. Selain itu adanya aspek afektif merupakan kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau perilaku, sedangkan aspek psikomotor merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Sehingga, ketiga aspek tersebut baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pada siswa saling berkaitan erat dan saling ketergantungan. Untuk dapat menunjang terjadinya keberhasilan proses pembelajaran dibutuhkan aspek afektif yang menjadikan seseorang berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan baik. Sabandar 2007 mengungkapkan seseorang dikatakan berhasil dalam pembelajaran jika terjadi perubahan dalam kemampuan kognitif dan perubahan afektif khususnya dalam tingkah laku. Salah satu perubahan tingkah laku afektif yang harus ada pada diri siswa yaitu self-efficacy. Self-efficacy merupakan suatu keyakinan yang harus dimiliki siswa agar berhasil dalam proses pembelajaran. Kemampuan self-efficacy harus dikembangkan dalam diri siswa agar dapat memaknai proses pembelajaran matematika dalam kehidupan nyata, sehingga proses pembelajaran terjadi secara optimal, dan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika. Keberhasilan dan kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang sebagai suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan self-efficacy siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehingga kemampuan pemahaman konsep matematis akan meningkat. Dengan self-efficacy yang positif dalam pembelajaran siswa dapat mencapai tujuan pelajarannya dan mencapai prestasi belajar yang maksimal. Yuliana 2014 menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan pemahaman konsep dengan sikap matematis pada siswa yang menggunakan pembelajaran scientific dalam pendekatan tematik integratif di Kelas IV SD. Dengan adanya hubungan positif antara kemampuan pemahaman konsep dan sikap matematis pada siswa, akan membawa siswa berhasil dalam proses pembelajaran. Ini menandakan dalam mengembangkan pemahaman konsep matematis dan sikap matematis dalam hal ini self-efficacy perlu merubah pola pikir guru dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran tidak lagi hanya pembelajaran yang berpusat pada guru teacher oriented, namun pembelajaran yang secara langsung melibatkan peserta didik student oriented untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pelaksanaan proses belajar Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu mengajar menuntut guru untuk mampu menyajikan materi pembelajaran secara maksimal, oleh karena itu diperlukan sebuah kreativitas dan ide yang baru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran di sekolah. Kreativitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang guru dalam memilih model dan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam penyajian materi pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan SAVI Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual. Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual diharapkan siswa akan mampu mengeksplor pengetahuannya sendiri dan memperoleh pengetahuan secara utuh sehingga akan tercipta pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran bermakna di sini yaitu pembelajaran yang membawa siswa untuk terjun langsung secara konteks dalam kehidupannya sehari-hari sehingga siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata. Dengan kata lain belajar adalah suatu pemahaman bukan menghafal. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Chumairoh 2012 di kelas IV SD, menemukan bahwa adanya peningkatan prestasi belajar matematika pada siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual dengan melihat dari hasil peningkatan rata-rata dan presentase ketuntasan siswa. Proses pembelajaran yang mampu diciptakan guru secara alamiah yaitu pembelajaran bermakna dimana siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui apa yang dipelajarinya. Kenyataan telah membuktikan, pembelajaran yang berorientasi pada tingkat penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan persoalan dalam jangka panjang terutama dalam pelajaran Matematika. Selain kurangnya self-efficacy dan pemahaman konsep yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal Matematika, kemampuan awal matematis KAM siswa juga memberikan pengaruh terhadap penguasaan kemampan pemahaman konsep matematis. KAM yang tidak homogen yaitu siswa yang memiliki kemampuan rendah, sedang dan tinggi. Perbedaan kemampuan yang Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu dimiliki siswa merupakan faktor bawaan dari lahir, tetapi juga bisa terjadi karena faktor lingkungan. Rendahnya tingkat penguasaan terhadap materi Matematika yang ada, mengakibatkan beban bagi para pendidik dalam melanjutkan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Pemilihan model pembelajaran harus diarahkan agar mampu mengakomodasi kemampuan siswa yang heterogen. Adanya kecendrungan siswa yang kemampuannya sedang atau rendah, namun apabila model dan pendekatan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan siswa tersebut, maka pemahaman siswa terhadap konsep akan menjadi lebih baik. Dengan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan SAVI Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual akan mampu membawa siswa mengalami situasi pembelajarannya dan berorientasi pada siswa yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan melibatkan semua indera sehingga akan berpengaruh besar pada pembelajaran. Bukan hanya mengakomodasi level kemampuan siswa yang heterogen, dengan pendekatan SAVI Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual akan memfasilitasi gaya belajar siswa yang berbeda pula. Dengan somatis belajar dengan bergerak dan berbuat, auditori belajar degan berbicara dan mendengar, visual belajar dengan mengamati mengambarkan, dan intelektual belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Sehingga ketika siswa terlibat langsung dalam pembelajaran tersebut dan dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua indera dapat berpengaruh besar pada pembelajaran, siswa akan merasa yakin akan kemampuannya untuk mengerjakan tugas berupa soal-soal matematika dengan baik. Selain itu siswa akan memahami konsep pembelajaran matematika dan mampu mengembangkan self-efficacy yang dimiliki oleh dirinya. Dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan SAVI Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual siswa diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis dan self-efficacy siswa. Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingkan Model Eva Astuti Mulyani , 2014 PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV Sekolah Dasar Kota Pekanbaru Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan SAVI Somatic, Auditory, Visual, Intellectual dan Direct Instruction untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Self-Efficacy Matematis Siswa Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah Penelitian