PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN TIPE THINK PAIR SHARE

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN TIPE THINK PAIR SHARE

(Studi Pada Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

AMELIA SUSANTKA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipetwo stay two stray (TSTS) dan think pair share (TPS). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam lima belas kelas. Sampel peelitian adalah siswa kelas X TAV 1 dan X TAV 2 yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Data penelitian ini diperoleh melalui tes pemahaman konsep matematis. Analisis yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata yaitu uji t. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep matematis siswa yaitu pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi dari TPS.


(2)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN TIPE THINK PAIR SHARE

(Studi Pada Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh Amelia Susantika

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN TIPE THINK PAIR SHARE

(Studi Pada Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh

AMELIA SUSANTIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 12

1. Belajar dan Pembelajaran... 12

2. Pembelajaran Kooperatif ... 15

3. Pembelajaran Kooperatif tipe TSTS ... 18

4. Pembelajaran Kooperatif tipe TPS... 21

5. Pemahaman Konsep Matematis ... 24

B. Kerangka Pikir ... 28

C. Anggapan Dasar ... 31


(8)

vii III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... 32

B. Desain Penelitian... 33

C. Prosedur Penelitian ... 33

D. Data Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Analisis Data ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

1. Data Indeks Gain Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 45

2. Data Ui Kesamaan Dua Proporsi ... 46

3. Data Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 47

B. Pembahasan ... 48

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

x DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas TSTS ... 54

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas TPS ... 69

A.3 Lembar Kegiatan Peserta Didik TSTS... 84

A.4 Lembar Kegiatan Peserta Didik TPS ... 99

B. Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal Posttest ... 115

B.2 Posttest ... 117

B.3 Kunci Jawaban Soal Posttest ... 118

B.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 123

B.5 Surat Keterangan Validitas Tes ... 124

C. Analisis Data C.1 Analisis Reliabilitas Soal Hasil Uji Coba ... 126

C.2 Uji Normalitas Skor Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas TSTS... 129

C.3 Uji Normalitas Skor Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas TPS ... 130


(10)

xi C.4 Uji Homogenitas Varian Skor Pemahaman Konsep Matematis

Siswa Kedua Kelas Eksperimen ... 131 C.5 Uji Hipotesis Pemahaman Konsep Siswa Antara Kelas

Eksperimen TSTS dan Kelas Eksperimen TPS ... 133 C.6 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Kelas Eksperimen TSTS ... 136 C.7 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Kelas Eksperimen TPS ... 139 C.8 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis

Siswa Kelas Eksperimen TSTS ... 142 C.9 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis

Siswa Kelas Eksperimen TPS... 143 C.10 Uji Kesaman Dua Proporsi ... 144


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep ... 27

3.1 Distribusi Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Bandar Lampung ... 32

3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas... 38

3.3 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Peneitian ... 40

4.1 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 45

4.2 Hasil Uji t-test Kemampuan PemahamanKonsep Matematis Siswa... 46

4.3 Data Uji Kesamaan Dua Proporsi Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 47

4.4 Data Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 48


(12)

(13)

MOTO

...Sesungguhnya Allah tidak pernah merubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri....

(QS. Ar Ra d : 11)

Belajar dari Masa Lalu, Menikmati Masa Kini, untuk Memperbaiki

Masa Depan


(14)

P

ersembahan

Alhamdulillahirobbil Alamin

Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna

Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Uswatun Hasanah

Rasululloh Muhammad SAW

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku

kepada :

Ibunda Dra. Sulistyani Isti Sujatmi dan Ayahanda Drs. Ihsanuddin Zulkifli

Suamiku Tercinta Febry Sandy, S.E.

Ayunda Shelly Bintang Sari, S.E. dan Adinda Tri Dewi Andalassari

Keluarga Besarku

Sahabat-sahabat Terbaikku dan Teman-teman Seperjuangan

Almamater Universitas Lampung Tercinta


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 27 Mei 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ihsanuddin Zulkifli dan Ibu Sulistyani Isti Sujatmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Raden intan Bandar Lampung pada tahun 1995. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Kampung Sawah Lama, Bandar Lampung. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 25 Bandar lampung. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Arjuna Bandar Lampung pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Mandiri. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti organisasi yaitu sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Eksakta (Himasakta). Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Negeri 3 Sukadana Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukadana Tegah Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur.


(16)

ii SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dengan Think Pair Share (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMK Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda Dra. Sulistyani Isti Sujatmi dan Ayahanda Drs. Ihsanuddin Zulkifli, atas perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini, yang tidak pernah lelah memberi dan mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya. 2. Suamiku tercinta Febry Sandy, S.E., atas limpahan kasih sayang dan

pengorbanan untuk berpisah jarak dengan penulis demi menyelesaikan pendidikan penulis di Universitas Lampung.

3. Anak kami yang saat ini sedang berada dalam kandungan penulis, terimakasih atas kebahagiaan yang engkau berikan untuk Ayah dan Bunda.


(17)

iii 4. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembimbing akademik dan dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi ter-selesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah mem-berikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

7. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya

8. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.

9. Bapak Dr. Haninda Bharata M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unila.

10. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 11. Ayunda Shelly Bintang Sari, S.E., Adinda Tri Dewi Andalassari, dan

keluarga besarku, terima kasih atas doa, semangat, dan dukungannya.

12. Bapak Ramli Jumadi, S.Pd. S.T. selaku Kepala SMK Negeri 2 Bandar Lampung beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.


(18)

iv 13. Ibu Zulia Zahra, S.Pd., selaku guru mitra dan Siswa-Siswi Kelas X SMK Negeri 2 Bandar Lampung yang telah banyak membantu penulis selama me-lakukan penelitian.

14. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2008 Mandiri yang memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini : Asep, Reza, Mete, Dwi, Rini, Dila, Elva, Dedi, Persi, Adi, Angge, Agita, Ratna, Eka, Lina, Martina, Helda, Tutik, Dewi, Susi, Sri Ari, Decky, Endah, Ferny, Cici, Nay, Taufik, Evi, Ayip, Nia, Fepy, Yuni, Yeni, Kahepi, Meta, Made, Qori, Radit, Siska, Antoni, Andika, Eko, Savitri, Kiki, Rico, Agung, Riko, Wahidin, dan Alvi. 15. Teman-teman seperjuangan matematika di G atas : Vera Hidaya, Pebrianto

UBP, Vindy Antika, Masniari, Adi Suripto, Yosse Pratama, Lia Putri, Arini Alhaq, Risa Safera, Ebta Aprilia, Tri Hendarti, Asih Purwaningsih, Fitri Aprilia dan lainnya atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

16. Kakak tingkat 2004, 2005, 2006, dan 2007, serta adik tingkat 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 atas kebersamaannya.

17. Rekan-rekan KKN Tematik Unila dan PPL SD Negeri 3 Sukadana Kabupaten Sukadana Tengah tahun 2012 : Thata, Shara, Hany, Ajeng, Heni, Lisa, Uti, Eva, Icha, Pipit, Eko dan Mardian atas persaudaraannya selama ini, dan semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

18. Almamater yang telah mendewasakanku.


(19)

v Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, April 2014 Penulis,


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting. Kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berperan dalam menciptakan insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan inovasi sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan agar mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut John Dewey dalam Sagala (2008: 3) pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia kepada sesamanya.


(21)

2 Berdasarkan pandangan tersebut, pendidikan adalah segala aktivitas yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung seumur hidup dalam segala lingkungan, sebab pendidikan merupakan penghubung antara individu yang sedang tumbuh dan nilai sosial, intelektual, serta moral yang menjadi tanggung jawab pendidik dan individu itu sendiri.

Mengingat pentingnya peranan pendidikan maka perlu adanya upaya dari pemerintah, lembaga, dan masyarakat yang peduli untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan berkaitan erat dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi tentunya diperlukan adanya SDM yang kreatif, sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa salah satu di antara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah mata pelajaran matematika. Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dimulai dari Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) untuk membekali peserta didik dengan berfikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mampu bekerja sama. Kemampuan tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk ber-tahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.


(22)

3 Survey yang dilakukan oleh TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386. Nilai tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007, yaitu peringkat 36 dari 49 negara dengan skor rata-rata 397. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih tergolong rendah. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan tersebut adalah siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS, yang subtansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi, dan kreativitas dalam penyelesaiannya (Wardhani & Rumiati, 2011: 2). Hal tersebut karena dalam proses pembelajaran siswa tidak dapat menemukan konsep secara mandiri, juga tidak terlatih untuk berdiskusi dan mengemukakan pendapatnya, sehingga dalam menyelesaikan suatu soal mereka cenderung mengikuti cara yang biasa digunakan oleh gurunya. Oleh karena itu, siswa tidak dapat mengembang-kan ide dan konsep yang mereka miliki dalam berbagai bentuk representasi. Akibatnya, kemampuan pemhaman konsep matematis siswa tidak berkembang secara optimal.

PISA(Programme for International Student Assesment)tahun 2012, Indonesia hanya menduduki rangking 63 dari 64 negara peserta pada rata-rata skor 375, padahal rata-rata skor internasional adalah 494. Rata-rata skor 375 menunjukkan bahwa kemampuan matematis siswa Indonesia terletak pada level terbawah.

Faktor yang memengaruhi pemahaman konsep matematis siswa adalah proses pembelajaran yang dialami siswa itu sendiri. Berkenaan dengan ini Markaban


(23)

4 (2006: 3) menyatakan bahwa tingkat pemahaman konsep matematis seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Dengan demikian, pembelajaran akan baik jika siswa diberikan kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar sendiri.

Berdasarkan pemikiran tersebut, beberapa ahli telah menciptakan dan memperkenalkan berbagai macam model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep dengan baik. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi satu sama lain. Lie (2007: 7) mengatakan bahwa dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas belajar untuk dapat saling bekerja sama antar siswa dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan suasana belajar yang dapat membuat siswa bekerja sama dengan baik secara bergotong royong antarsiswa atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam suatu tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sesuai dengan teori Damon dalam Slavin (2005: 36) yang menyatakan bahwa “interaksi di antara berkaitan dengan tugas-tugas untuk meningkatkan penguasaan konsep mereka”. Menurut Slavin terdapat dukungan besar terhadap gagasan bahwa interaksi di antara teman sebaya dapat membantu siswa memahami konsep dengan baik. Oleh sebab itu siswa akan saling belajar satu sama lain karena dalam diskusi mengenai materi, konflik kognitif akan muncul, alasan yang kurang pas akan dikeluarkan, dan pemahaman konsep dengan kualitas


(24)

5 tinggi akan muncul. Berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar, sehingga terjadi saling memperkaya di antara anggota kelompok. Ini berarti, siswa didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga pemahaman terhadap materi akan mudah dicapai. Siswa didorong untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap materi atau masalah yang sama, untuk kemudian membangun sudut pandang atau mengkonstruksi pengetahuannya secara bersama pula.

Terdapat beberapa macam model pembelajaran kooperatif antara lain adalah model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dan Think Pair Share ( TPS). Model pembelajaran TSTS tidak hanya membantu siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berfikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan model pembelajaran yang sistem belajarnya yaitu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu kelompok terdiri dari empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan dua siswa lagi bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah.

Menurut Lie (2007: 59) model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu, model ini juga mendorong siswa untuk lebih siap saat diskusi kelompok, meningkatkan semangat kerja sama antar siswa, meningkatkan komunikasi antar siswa, dan bertanggung jawab atas jawaban yang telah disimpulkan dalam kelompok belajarnya.


(25)

6 Solusi lain yang dapat digunakan untuk membuat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa meningkat adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini siswa akan melaksanakan tiga tahapan. Pada tahapan yang pertama yaitu tahap Think (berfikir). Pada tahapan ini siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, sehingga siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ide dan gagasannya. Selanjutnya, tahap Pair (berpasangan), yaitu siswa diminta untuk mendiskusikan dengan pasangannya tentang apa yang telah dipikirkannya secara individu. Tahapan terakhir yaitu tahapshare(berbagi). Setelah tercapai kesepakatan, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh temannya di kelas apa yang menjadi kesepakatan dalam diskusi. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS, maka siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis yang mereka temukan secara mandiri lalu mendiskusikan kembali bersama pasangannya.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan dan tipe TPS menekankan pada pengembangan kemampuan siswa untuk mengonstruksi pemahaman mereka sendiri. Perbedaaan kedua model pembelajaran kooperatif ini terletak pada tahap awal pembelajaran. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS siswa diminta untuk berdiskusi secara kelompok. Sementara itu, Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe TPS dapat mendorong siswa untuk mengomunikasikan ide-ide yang mereka temukan secara mandiri. Siswa dibiasakan untuk menyelesaikan permasalahan secara mandiri dan mengungkapkannya kepada kelompok. Pembelajaran tersebut


(26)

7 diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

SMK Negeri 2 Bandar Lampung adalah salah satu sekolah yang memiliki karak-teristik seperti Sekolah Menengah Kejuruan pada umumnya di Bandar Lampung. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika SMK Negeri 2 Bandar Lampung diperoleh informasi bahwa tingkat pemahaman konsep mata pelajaran matematika siswa masih rendah, terutama pada siswa kelas X. Ini diketahui dari rata-rata nilai ujian mid semester tahun pelajaran 2014/2015 kelas X hanya 54,95 dan hanya 55% siswa yang tuntas belajar dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah tersebut untuk mata pelajaran matematika adalah 65.

Setelah melakukan observasi di kelas X diketahui bahwa proses pembelajaran matematika dimulai dari guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, kemudian memberikan contoh soal, tanya jawab, latihan soal, dan pemberian tugas. Terlihat sebagian besar siswa kurang memperhatikan dan tidak aktif saat proses pembelajaran berlangsung. Hanya beberapa siswa yang aktif dan memperhatikan saat pembelajaran. Sedangkan dalam menyelesaikan soal, beberapa siswa hanya mengikuti langkah-langkah penyelesaian soal yang di contohkan oleh guru. Hal ini memungkinkan siswa dalam memahami konsep matematis menjadi kurang optimal karena siswa tidak dituntut untuk menemukan konsep matematika sendiri.

Untuk menyelesaikan masalah di atas, penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan


(27)

8 kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Dengan model pembelajaran kooperatif maka siswa diharapkan dapat aktif berpikir dan bekerja secara kelompok dan saling mendukung agar setiap anggota kelompok dapat menyelesaikan masalahnya. Model pembelajaran tersebut antara lain model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray(TSTS) dan model pembelajaran kooperatif tipethink pair share(TPS)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pembelajaran kooperatif tipe TPS ?

2. Manakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pembelajaran kooperatif tipe TPS ?

3. Apakah ada perbedaan ketuntasan belajar antara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?

4. Manakah ketuntasan belajar siswa yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?


(28)

9 C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Untuk mengetahui perbedaan ketuntasan belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe TPS.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan matematika berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS serta hubungannya dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mengadakan perbaikan mutu pembelajaran matematika.

b. Bagi guru dan calon guru, sebagai bahan masukan mengenai pembelajaran matematika yang melibatkan diskusi kelompok dan memberikan susasana baru dalam pembelajaran yang mendorong peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.


(29)

10 c. Bagi peneliti lain, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri, menambah pengalaman, wawasan baru dan pengetahuan peneliti terkait dengan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS serta sebagai referensi untuk penelitian lain yang sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Model pembelajaran kooperatif tipeTwo Stay Two Stray (TSTS), yaitu suatu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu kelompok terdiri dari empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan dua siswa lagi bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah.

2 Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model pembelajaran yang mengembangkan cara berpikir dan komunikasi siswa. Langkah-langkah pembelajarannya terdiri atas tiga tahapan, yaitu:

a. Think: siswa secara individu membaca LKPD dan mencoba memikirkan langkah penyelesaian permasalahan yang diberikan.

b. Pair: siswa berdiskusi secara berpasangan untuk membahas hasil ga-gasan yang diperolehnya dalam tahap sebelumnya.

c. Share: siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari diskusinya di depan kelas dan siswa lain menanggapi.


(30)

11 3 Pemahaman konsep siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep pelajaran matematika yang dapat dilihat dari nilai hasil tes pemahaman konsep. Indikator pemahaman konsep berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004 adalah:

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

e. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. f. Mengaplikasikan konsep.


(31)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Menurut Nasution (2003: 8) belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas, kuantitas seperti peningkatan pengetahuan, sikap, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain yang bersifat positif. Menurut Slameto (2003 :6) belajar adalah proses kegiatan dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, dan tidak bisa menjadi bisa. Sedangkan menurut Slavin (2005: 9), belajar mempunyai tiga macam rumusan yaitu :

1. Rumusan kuantitatif

Belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyak materi yang dikuasai siswa.


(32)

13 2. Rumusan institusional

Belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya dengan proses mengajar. 3. Rumusan kualitatif

Rumusan kualitatif ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dihadapi siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku (perilaku) dalam upaya mengembangkan pengetahuan, potensi, ide, bakat, dan lain sebagainya dalam diri setiap individu dari latihan dan pengalaman.

Menurut Sanjaya (2011: 65) tujuan pendidikan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman setiap usaha pendidikan. Hal ini berarti bahwa setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan dapat membentuk manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


(33)

14 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pencapaian tujuan pendidikan diharapkan dapat memiliki perubahan perilaku setelah adanya proses belajar karena pengalaman dan latihan. Perubahan perilaku tidak dilihat dari perubahan sifat fisik, melainkan perubahan yang termasuk dalam hasil belajar seperti berpikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah, berbuat kreatif, dan lain sebagainya. Namun perlu diingat bahwa perubahan-perubahan itulah yang akan membentuk pribadi, karakter dan pola pengembangan bakat yang ada pada diri suatu individu. Dalam situasi ini, pendidik memiliki andil besar dalam pembentukan perubahan perilaku individu tersebut.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Knirk dan Gustafson dalam Sagala (2008: 64) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melakukan tahapan perancangan pembelajaran. Selain itu, Dimyati dan Mudjiono (2009: 157) berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa, sehingga belajar dapat memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2008: 63) mengatakan bahwa proses pembelajaran mempunyai dua kompetensi utama, yaitu kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran dan kompetensi metodologi pembelajaran. Artinya


(34)

15 jika guru menguasai materi pelajaran, guru juga diharuskan dapat menguasai metode pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pembelajaran merupakan proses interaksi guru dalam membelajarkan siswa secara sistematis (teratur) melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam suatu lingkungan belajar. Interaksi antara pendidik, peserta didik, masyarakat, lingkungan sekolah, dan lain sebagainya merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran diperlukan perkembangan kemampuan berpikir peserta didik dengan proses interaksi terhadap lingkungannya agar dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan karakteristik yang mereka konstruksi sendiri.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan proses yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu mengajar. (Slameto, 2003)

2. Pembelajaran Kooperatif

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama


(35)

16 siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slavin (2008: 4):

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam memahami mata pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing- masing.

Daryanto dan rahardjo (2012: 241) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Huda (2011: 32) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif megacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.

Tiga konsep utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 33), yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Menurut Rusman (2011: 40) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

(1) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan bersama; (2) Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; (3) Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, jenis kelamin yang berbeda pula; dan (4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.


(36)

17 Menurut Slavin (2008: 33) tujuan paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan dan pemahaman yang mereka butuhkan, supaya menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.

Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2004: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif; (2) Tanggung jawab perseorangan; (3) Tatap muka; (4) Komunikasi antar anggota; (5) Evaluasi proses kelompok.

Untuk menciptakan proses kerja sama yang baik antar anggota kelompok, serta membina anggota kelompok dalam mengembangkan kerja sama dan interaksi antar anggota kelompok, maka diperlukan sebuah pengelolaan kelas yang baik. Menurut Lie (2007: 38) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas, terutama dalam model pembelajaran koperatif, yaitu: (1) Pengelompokkan; (2) Semangat Gotong Royong; dan (3) Penataan Ruang Kelas.

Menurut Rusman (2011: 211), model pembelajaran kooperatif memiliki enam langkah utama, dimulai dengan langkah guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, menyajikan informasi, mengorganisasi siswa kedalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi,hingga diakhiri dengan langkah memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.


(37)

18 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dan peran aktif siswa sebagai individu untuk bekerja sama dalam kelompok guna mencapai tujuan pembelajaran dan diarahkan untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi kelompok sesuai dengan prosedur atau langkah-langkah yang teratur agar pembelajaran semakin terarah.

3. Pembelajaran Kooperatif tipeTwo Stay Two Stray(TSTS)

Model pembelajaran kooperatif tipeTwo Stay Two Stray (TSTS) dikembangkan oleh Kagan (1992), menurutnya model pembelajaran ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Lie (2004: 61) mengungkapkan bahwa struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok dapat terlaksana.


(38)

19 Setiap model pembelajaran memiliki tahapan dalam penerapannya agar tercapai tujuan dari pembelajaran yaitu hasil belajar yang optimal. Menurut Lie (2004: 62), tahap-tahap dalam model TSTS adalah: “(1) siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa; (2) setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain; (3) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka; (4) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain; (5) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.”

Pada penelitian ini disajikan gambar Model TSTS sebagai berikut.

Keterangan:

: siswa yang bertamu ke kelompok lain

: siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok Sumatra

A B

C D

C D

Jawa

K L

I J

I J

Sulawesi

M N O P

O P Bali

E F

G H G H


(39)

20 Berdasarkan gambar di atas, dijelaskan bahwa dalam satu kelompok masing-masing beranggotakan 4 orang siswa. Setelah menyelesaikan soal atau masalah yang diberi-kan oleh guru, maka masing-masing kelompok diberi waktu untuk mencari informasi atau membagi hasil dengan kelompok lain. Pada gambar, kelompok 1 adalah kelompok Sumatra yang terdiri dari A, B, C dan D. Dari keempat anggota kelompok tersebut, A dan B berperan sebagai tuan rumah atau yang tinggal pada kelompok mereka yang bertanggung jawab untuk membagi hasil kepada tamu yang datang ke kelompok mereka, sedangkan C dan D berperan sebagai tamu pada kelompok 2 yaitu kelompok Jawa yang bertugas untuk mencari informasi dari kelompok itu yang tidak mereka dapatkan pada kelompok mereka. Begitu pula dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama sampai pada kelompok 4 yaitu kelompok Bali. Setelah masing-masing kelompok selesai membagi atau mencari informasi sebanyak-banyaknya dengan kelompok lain, maka anggota kelompok kembali ke kelompok mereka masing-masing untuk menyampaikan temuan yang mereka dapat dari kelompok lain kepada anggota kelompok yang tinggal di kelompok mereka.

Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan. Implikasi selanjutnya adalah metode pembelajaran TSTS dapat mengasah keterampilan berfikir dan menalar sehingga tercapailah hasil belajar yang optimal.


(40)

21

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi informasi dan hasil dengan kelompok lain, dimana dalam satu kelompok terdiri dari empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan dua siswa lagi bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah. Pengalaman belajar dan pengetahuan yang mereka peroleh akan bertambah dan melalui kegiatan pembelajaran dengan model TSTS diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

4. Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair Share(TPS)

Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Menurut Trianto (2007: 61) TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi pola suasana diskusi kelas. TPS merupakan jenis pem-belajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Interaksi dalam hal ini meliputi interaksi antar sesama siswa maupun antara siswa dengan guru.

Menurut Huda (2011: 132) TPS merupakan metode yang sederhana, namun sangat bermanfaat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lie (2004: 57) yang menyatakan bahwa TPS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif


(41)

22 sederhana yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.

Adapun langkah-langkah yang ada dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Sharemenurut Trianto (2007: 61) adalah sebagai berikut:

1) Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Selanjutnya guru meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan atau permasalahan tersebut secara individu.

2) Berpasangan (Pairing)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh dari proses berpikir (thinking) sebelumnya. Interaksi yang dilakukan oleh siswa selama proses ini dapat menyatukan jawaban, ide atau gagasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

3) Berbagi (Sharing)

Pada tahap ini guru meminta pasangan-pasangan yang telah dibentuk untuk membagikan hasil diskusinya kepada seluruh kelas. Secara bergiliran masing-masing kelompok (pasangan) mendapatkan kesempatan untuk melaporkan hasil diskusi tersebut di depan kelas. Tahap ini berakhir sampai hampir sebagian dari seluruh kelompok (pasangan) mendapat kesempatan melaporkan.


(42)

23 Beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS menurut Ibrahim, dkk (2000:6) adalah (1) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, (2) memperbaiki kehadiran, (3) angka putus sekolah berkurang, (4) sikap apatis berkurang, (5) penerimaan terhadap individu lebih besar, (6) hasil belajar lebih mendalam, dan (7) meningkatkan kebaikan budi. Sedangkan kelemahan TPS menurut Syamsu Basri dalam Riyanto (2009:302) adalah (1) membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas, (2) membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas, (3) peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Oleh karena itu, guru harus membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa medel kooperatif tipe TPS diawali dengan proses Think (berfikir) yaitu siswa terlebih dahulu berfikir secara individu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, kemudian dilanjutkan oleh tahap Pair(berpasangan), yaitu siswa diminta untuk mendiskusikan dengan pasangan-pasangannya tentang apa yang telah dipikirkannya secara individu, dan bisa dilanjutkan berdiskusi dengan pasangan lainnya dan kemudian diakhiri dengan share (berbagi), setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang menjadi kesepakatan dalam diskusinya kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat melaporkan mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.


(43)

24 5. Pemahaman Konsep Matematis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 636) pemahaman berasal dari kata paham yang berarti pengertian, pendapat; pikiran, aliran; haluan; pandangan, mengerti benar (akan); tahu benar (akan), pandai dan mengerti benar (tentang suatu hal). Selanjutnya, pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Understanding atau pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari.

Skemp (dalam Muaddab, 2010) membedakan pemahaman menjadi dua yaitu pemahaman instruksional (instructional understanding) dimana siswa hanya sekedar tahu mengenai suatu konsep namun belum memahami mengapa hal itu bisa terjadi dan pemahaman reliasional (relational understanding) yaitu dimana siswa telah memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi dan dapat menggunakan konsep dalam memecahkan masalah-masalah sesuai dengan kondisi yang ada.

Sagala (2008: 71) berpendapat bahwa konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, dan pengalaman melalui generalisasi dan berpikir abstrak.Pengertian konsep yang lain dikemukakan oleh Rosser dalam Sagala (2008: 73) bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut, sifat-sifat, atau ciri-ciri umum yang sama.


(44)

25 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 723), matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang dipergunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Uno (2011: 124) berpendapat bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat hierarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Soedjadi (2000:11) mendefinisikan matematika kedalam beberapa pengertian, yaitu sebagai berikut:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisir secara sistematik.

2. Matematika adalah pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi.

3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran yang logik dan berhubungan dengan bilangan.

4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta–fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Oleh karena itu, pemahaman suatu konsep matematis sangat diperlukan siswa agar dapat memahami konsep pada materi ajar berikutnya. Bennu (2010: 1) berpendapat bahwa pemahaman matematika merupakan kemampuan mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengkombinasikan-nya ke dalam rangkaian penalaran logis.

Sponsel (2003: 40) berpendapat bahwa pemahaman konsep matematis juga dapat ditingkatkan melalui ada nya :

a. Keseimbangan antara abstraksi dan kontekstualisasi. Pembelajaran akan terjadi dengan baik jika terdapat kombinasi antara pembelajaran konsep abstrak dengan ilustrasi konkrit yang dapat memotivasi dan mendorong proses


(45)

26 transfer kognitif siswa.

b. Keseimbangan antara eksplorasi dan latihan. Siswa akan mengingat lebih lama informasi yang dikonstuksinya sendiri secara aktif dari pada yang diterimanya secara pasif, tetapi mereka pun dapat mengingat informasi dengan baik jika informasi itu disajikan dengan baik pula.

c. Keseimbangan antara bekerja secara individual dan kelompok. Bekerja secara kelompok mungkin cocok untuk aspek tertentu dari suatu kompetensi, tetapi tidak efisien untuk melatih aspek keahlian yang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis adalah kemampuan untuk dapat mengerti dan memahami suatu objek abstrak seperti notasi dan simbol dalam matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengombinasikannya kedalam rangkaian penalaran yang logis dengan memenuhi indikator pemahaman konsep.

Keller (dalam Hamalik,2004: 28) menyatakan bahwa hasil belajar adalah “prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar.”Hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk menentukan terkuasai atau tidaknya konsep yang telah diajarkan kepada siswa selama kegiatan pembelajaran. Menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 penilaian perkembangan anak didik dicantumkan dalam indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika. Dalam penelitian ini, hasil belajar tersebut berupa nilai yang diperoleh siswa berdasarkan hasil tes pemahaman konsep.


(46)

27 Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini, beserta pedoman penskorannya:

Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep

No Indikator Ketentuan Skor

1. Menyatakan ulang suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah

1 c. Menyatakan ulang suatu konsep

dengan benar

2 2 Mengklasifikasi objek

menurut sifat tertentu sesuai dengan konsep-nya

a. Tidak menjawab 0

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya.

1

c. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

2

3 Memberi contoh dan

noncontoh

a. Tidak menjawab 0

b. Memberi contoh dan noncontoh tetapi salah

1 c. Memberi contoh dan noncontoh

dengan benar

2

4 Menyajikan konsep

dalam berbagai bentuk representasi matematika

a. Tidak menjawab 0

b. Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika tetapi salah

1 c. Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematika dengan benar 2 5 Mengembangkan syarat

perlu dan syarat cukup suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep tetapi salah

1

c. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep dengan benar

2

6 Menggunakan,

meman-faatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu

a. Tidak menjawab 0

b. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tetapi salah

1 c. Menggunakan, memanfaatkan, dan

memilih prosedur dengan benar

2

7 Mengaplikasikan konsep a. Tidak menjawab 0

b. Mengaplikasikan konsep tetapi tidak tepat

1 c. Mengaplikasikan konsep dengan tepat 2


(47)

28 B. Kerangka Pikir

Tingkat keberhasilan kegiatan belajar matematika bergantung dari bagaimana proses belajar yang terjadi dan dapat dilihat dari hasil belajar dan tingkat kemampuan matematis siswa. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan pemahaman konsep matematis. Menyadari akan peran penting kemampuan pemahaman konsep matematis dalam pembelajaran matematika, maka kemampuan pemahaman konsep perlu ditingkatkan.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dan peran aktif siswa sebagai individu untuk bekerja sama dalam kelompok guna mencapai tujuan pembelajaran dan diarahkan untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran. Kerja sama dan peran aktif siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran, agar siswa dapat memahami konsep dalam suatu materi pelajaran dengan baik. Pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share(TPS).

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam bahasa Indonesia berarti Dua Tinggal Dua Tamu. Model pembelajaran TSTS adalah salah satu tipe model pem-belajaran kooperatif yang menekankan pada struktur yang dirancang khusus untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan bertujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut.


(48)

29 Teknik pembelajaran ini berupa diskusi kelompok yang terdiri dari empat orang, dimana dua diantaranya akan tinggal dalam kelompok sebagai pemberi informasi pada kelompok lain yang datang bertamu, sedangkan dua orang lagi akan berkunjung ke kelompok lain guna mencari informasi lebih lanjut mengenai tugas yang ada.

Pada saat diskusi kelompok berlangsung, setiap anggota saling bekerja sama dalam menggali pengetahuan seputar pelajaran Matematika. Kemudian saatstayataustray, siswa saling berbagi informasi dan hasil diskusi. Sedangkan saat presentasi hasil kerja kelompok, siswa diberikan kesempatan untuk menanggapi. Pembelajaran dengan model TSTS mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu pada saat diskusi dalam kelompok, saat stay atau stray, dan saat presentasi hasil kerja kelompok.

Dalam pembelajaran TSTS, siswa dibimbing untuk mengembangkan berbagai kemampuan, seperti: kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis, bertanggung jawab, percaya diri, kerja sama, saling menghargai, dan saling berbagi,. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan kesempatan pada siswa untuk berbagi informasi dan hasil dengan siswa lain sehingga para siswa diharapkan tertarik pada pelajaran yang lebih lanjut diharapkan siswa dapat memahami konsep matematis dengan baik.

Seperti halnya model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, model pembelajaran kooperatif tipe TPS juga dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Model Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model


(49)

30 pembelajaran yang menekankan pada kemampuan berpikir dan kerjasama siswa. Dalam pembelajaran ini, guru menyampaikan isi materi secara garis besar di awal proses pembelajaran. Kemudian guru akan melontarkan permasalahan yang harus dipikirkan (think) oleh setiap siswa. Pada tahap ini siswa diberikan waktu untuk berpikir secara mandiri sehingga secara aktif siswa akan menggali kemampuan berpikir, mencari informasi yang diperlukan sehingga membuat siswa lebih siap untuk berdiskusi. Tahap selanjutnya adalah siswa dipasangkan (pair) dengan siswa lain di sebelahnya untuk mendiskusikan hasil pemikiran permasalahan dan hasil representasi yang telah mereka miliki sebelumnya. Tahap ini mempunyai peranan penting karena adanya diskusi siswa akan lebih mudah bertukar ide atau pendapat masing-masing kepada pasangannya sehingga setiap permasalahan matematika yang umumnya dipandang sulit oleh para siswa saat berpikir mandiri akan terlihat lebih mudah. Tahap akhir pada model ini melatih keberanian siswa untuk berbagi informasi (share), bertanya, atau mengungkapkan pendapatnya dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka fikirkan dan diskusikan dalam kelompoknya. Tahap ini akan semakin memperkaya pengetahuan pemahaman konsep matematis siswa, karena siswa akan berbagi informasi dari berbagai kelompok.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, siswa dilatih untuk mengembangkan ide secara kelompok dari awal hingga akhir pembelajaran, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa dilatih untuk mengembangkan ide secara individual melalui kerjasama dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa akan terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep


(50)

31 matematis antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

C. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar yaitu

1. Semua siswa kelas X semester ganjil SMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa, selain model pembelajaran dianggap memiliki kontribusi yang sama.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Terdapat perbedaan ketuntusan belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada siswa kelas XI semester ganjil SMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015.


(51)

32

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Bandar Lampung.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester ganjilSMK Negeri 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 535 siswa dan terdistribusi dalam lima belas kelas yaitu kelas X TKJ 1, X TKJ 2, X TGB 1, X TGB 2, X TSP, X TKK, X TBB, X TSM 1, XTSM 2, X TKR 1, X TKR 2, X TAV 1, X TAV 2, X TITL 1 dan X TITL 2.Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yaitudengan mengambil 2 kelas yang memiliki rata-rata kemampuan matematika yang sama atau mendekati sama yang ditunjukkan dengan hasilmid semester ganjiltahunajaran 2014/2015dan diajar oleh guru yang sama. Sampel dalam penelitian ini terpilih kelas X Teknik Audio Visio (TAV) 1 yang terdiri dari 36 siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, dan kelas X TAV 2 yang terdiri dari 36 siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas VIII SMK Negeri 2 Bandar Lampung No Kelas Banyak Siswa Rata-rata NilaiMid SemesterGanjil

1 X TKJ 1 36 54,79

2 X TKJ 2 36 56,30

3 X TGB 1 36 55,04

4 X TGB 2 36 54,79

5 X TSP 36 54,81


(52)

33

7 X TBB 36 54,86

8 X TSM 1 36 54, 62

9 X TSM 2 36 53,92

10 X TKR 1 36 55,18

11 X TKR 2 36 54,78

12 X TAV 1 36 55,43

13 X TAV 2 36 55,35

14 X TITL 1 36 56, 02

15 X TITL 2 36 53,76

Sumber: SMK Negeri 2 Bandar Lampung TP 2014/2015

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment (eksperimen semu) karena peneliti tidak dapat mengendalikan semua variabel yang mungkin berpengaruh terhadap variabel yang diteliti. Desain penelitian yang dipergunakan adalah posttest only control design yang merupakan bentuk desain penelitian eksperimen semu. Pada penelitian ini, satu kelas eksperimen diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas eksperimen lainnya diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, kemudian di akhir pertemuan dilakukan posttest untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kedua model pembelajaran tersebut terhadap kemampuan representasi matematis siswa.

C. Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Tahap Awal

a. Menghubungi pihak-pihak yang terkait di sekolah, yaitu kepala sekolah untuk meminta izin melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.


(53)

34 b. Observasi awal untuk melihat kondisi lapangan atau tempat penelitian. Pada observasi awal peneliti mencari informasi seperti banyak kelas, jumlah siswa, cara guru mengajar, dan karakteristik siswa.

c. Membuat rencana pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTSdan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

d. Menyusun lembar Aktivitas siswa yang akan diberikan kepada siswa pada saat diskusi berlangsung pada pembelajaran kooperatif tipe TSTSdan pembelajaran kooperatif tipe TPS.

e. Mempersiapkan perangkat untuk instrumen tes. 2. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTSdan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kedua kelas eksperimen.

b. Mengadakanposttestpada kedua kelas eksperimen. 3. Pengumpulan data

4. Pengolahan data

5. Pelaporan berdasarkan penelitian

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian adalah data kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang berupa data kuantitatif, yang diperoleh setelah dilakukan tes pemahaman konsep matematis siswa yang dilakukan di akhir pokok bahasan terhadap kelas yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas yang menggunakan model pembelajaran


(54)

35 kooperatif tipe TPS.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes tertulis. Tes diberikans esudah pembelajaran (posttest) pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami konsep yang diperoleh melalui soal-soal matematika yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis yang dibahas dalam pembelajaran.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah perangkat tes pemahaman konsep matematis siswa berupa butir soal berbentuk uraian. Materi yang diteskan adalah pokok bahasan Barisan dan Deret. Skor jawaban disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep matematis.Penyusunan instrumen tes dimulai dengan menentukan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan menentukan indikator pemahaman konsep yang akan diukur. Selanjutnya menyusun kisi-kisi tes didasarkan pada kompetensi dasar dan indikator yang telah dipilih, dan diakhiri menyusun instrumen tes berdasarkan kisi-kisi yang dibuat.


(55)

36 Setelah perangkat instrumen tes tersusun, dilakukan uji validitas isi yang selanjutnya instrumen tes diujicobakan pada kelas uji coba penelitian. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar instrumen penelitian yang digunakan mendapatkan data yang akurat, yaitu valid dan reliabel. Untuk mengetahui apakah butir soal telah memenuhi kualifikasi soal yang layak digunakan untuk tes, maka harus memenuhi kriteria tes yang baik diantaranya:

a. Validitas Isi

Validitas isi dari instrumen tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan pemahaman konsep matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Butir soal dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas X. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas X SMKN 2 Bandar Lampung mengetahui dengan benar kurikulum SMK maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftarcecklistoleh guru. (LampiranB.6 )

b. Reliabilitas

Setelah dinyatakan valid, maka instrumen diujicobakan. Uji reliabilitas tes di-gunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya. Hal ini


(56)

37 sesuai dengan pernyataaan Budiyono (2003:65) bahwa suatu instrumen disebut reliabel apabila hasil pengukuran dengan instrumen tersebut adalah sama apabila pengukuran tersebut dilakukan pada orang yang sama pada waktu yang berlainan atau pada orang-orang yang berlainan (tetapi mempunyai kondisi yang sama) pada waktu yang sama atau pada waktu berlainan. Suatu instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi apabila instrumen yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diinginkan. Untuk mengukur reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha dalam Arikunto (2011: 109), yaitu:

= keterangan:

= koefisien reliabilitas tes

n = banyaknya item tes yang digunakan dalam tes = jumlah varians skor tiap-tiap item

= varians total dimana: 2 2 2                  

N X N X

St i i

keterangan:

2 t

S =varians total

N =banyaknya data

Xi =jumlah semua data


(57)

38 Harga r11 yang diperoleh diimplementasikan dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

Antara 0,00 s.d 0,20 Reliabilitas sangat rendah Antara 0,20 s.d 0,40 Reliabilitas rendah

Antara 0,40 s.d 0,70 Reliabilitas sedang Antara 0,70 s.d 0,90 Reliabilitas tinggi

Antara 0,90 s.d 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

Ruseffendi (Noer, 2010:22) Harga

r

11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas. Menurut Arikunto (2007: 109) suatu tes memiliki reliabilitas yang baik apabila koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,70. Butir tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kriteria tinggi atau sangat tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh nilai koefisien reliabilitas tes adalah 0,78. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes ini memiliki realibilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Perhitunngan selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran C.2.

G. Analisis Data

Analisis data pemahaman konsep matematis siswa dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan. Data pada penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu skor yang dihitung berdasarkan tes kemampuan pemahaman konsep matematis yang diperoleh dari posttest. Pemberian skor ditentukan oleh jawaban yang benar, sehingga diperoleh skor posttest. Analisis kesamaan dua rata-rata perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas data.


(58)

39 1. Uji Normalitas

Uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat dan uji Shapiro-Wilk. Uji Chi Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis

Ho: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b. Taraf signifikan : α = 0,05 c. Statistik uji

= ( )

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan d. Keputusan uji

Tolak H0jika sig < 0,05

Selanjutnya, uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan meng-gunakansoftwareSPSS versi 17.0.

Hipotesis:

Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Kriteria pengujiannya yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari


(59)

40 Setelah dilakukan uji normalitas terhadap data kemampuan pemahamankonsep matematis siswa, diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 3.8

Tabel 3.8 Rekapitulasi uji normalitas data pemahaman konsep matematis dengan uji Kolmogorov-Smirnov

Kelompok Penelitian

Banyaknya Siswa Kolmogorov-Smirnov

Probabilitas (Sig)

TSTS 36 0.133 0,107

TPS 36 0,138 0,081

Berdasarkan Tabel 3.8 diketahui bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas TSTS dan kelas TPS lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesisHoditerima. Dengan demikian,

berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dapat disimpulkan bahwa data pemahaman konsep matematis kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran C.3.

2. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kedua kelompok tersebut dikatakan homogen. Langkah-langkah yang digunakan untuk uji homogenitas menurut Sudjana (2005 : 249) adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis

Ho: = (varians homogen)

H1: (varians tidak homogen)


(60)

41

c. Satitistik Uji

=

d. Keputusan uji

Tolak jikasig < 0,05

Dalam penelitian ini, uji homogenitas juga dilakukan dengan uji Levena dengan bantuan software SPSS versi 17.0. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari = 0,05, maka hipotesis Ho diterima

(Trihendradi, 2005:145).

Setelah dilakukan perhitungan terhadap data pemahaman konsep matematis siswa, diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesisHo

diterima. Dengan demikian, hasil perhitungan uji homogenitas menunjukkan bahwa data kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dari kedua kelompok populasi memiliki varians yang sama atau homogen. Rincian perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran C.4

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data post-test berasal dari populasi yang berdistibusi normal dan memiliki varians yang homogen. Dengan demikian, untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS, digunakan uji kesamaan dua


(61)

42 rata-rata yaitu uji t. Langkah-langkah yang digunakan untuk uji kesamaan dua rata-rata, uji dua pihak menurut Sudjana (2005: 239) adalah:

a. Hipotesis

=

>

Keterangan:

= rata-rata data kemampuanpemahamanmatematis siswa yang belajar menggunakan model pembelajarankooperatif tipe TSTS.

= rata-rata data kemampuanpemahamanmatematis siswa yang belajar dengan model pembelajarankooperatif tipe TPS.

b. TarafSignifikan : α = 0,05 c. Statistik Uji

Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:

=

+

Dengan

keterangan:

= rata-rata data kemampuanpemahamanmatematis kelas TSTS = rata-rata data kemampuanpemahamanmatematis kelas TPS n1 = banyaknya subyek kelas TSTS

n2 = banyaknya subyek kelas TPS

= varians kelompok TSTS = varians kelompok TPS

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(62)

43 = varians gabungan

d. Keputusan Uji

Tolak jikasig < 0,05

Dalam penelitian ini, untuk melakukan uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan ujit dengan bantuan SPSS versi 17.0. Kriteria pengujian yang digunakan dalam software SPSS adalah jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari = 0,05, maka hipotesis Hoditerima (Trihendradi, 2005:145).

4. Uji Kesamaan Dua Proporsi

Uji kesamaan dua proporsi digunakan untuk mengetahui perbedaan ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe TPS, yaitu dikatakan tuntas jika persentase nilai siswa yang mencapai kriteria ketuntasan belajar, yaitu nilai 65adalah lebih dari atau sama dengan 65% yang dapat dilihat dari nilai posttest tes kemampuan pemahaman konsep. Berikut adalah langkah-langkah pengujian proporsi menurut : (Sudjana, 2005:235)

a. Hipotesis

H0: = (tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kelas TSTS dan

kelas TPS)

H1: (terdapat adanya perbedaan yang nyata antara kelas TSTS

dan kelas TPS) b. Taraf signifikan: =0,05 c. Statistik uji


(63)

44

zhitung= ( ) ( )

{(1 ) + (1 )}

Keterangan:

x = banyaknya siswa yang telah tuntas belajar n = jumlah sampel

p = q =1- p

d. Kriteria uji : terima Ho jika ( ) < < ( ). Harga ( )

diperoleh dari daftar normal baku dengan peluang (1 ). e. Tolak Ho untuk hargazlainnya

.


(64)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yaitu kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipethink pair share.

2. Rata-rata pencapaian indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada model pembelajarantwo stay two stray lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaranthink pair share.

3. Ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipetwo stay two stray lebih tinggi dari ketuntasan belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipethink pair share.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:


(65)

53 1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two straydan tipethink pair share sebagai alternatif untuk meningkatkan kemam-puan pemahaman konsep matematis siswa, namun dalam materi barisan dan deret lebih baik digunakan model pembelajaran two stay two stray daripada think pair share.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan tipe think pair sharehendaknya:

a. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama b. Melakukan pengukuranan kemampuan pemahaman konsep awal

c. Mempertimbangkan karakter siswa dalam menerapkan model pembelajar-an ypembelajar-ang sesuai

d. Menerapkan kedua model pembelajaran pada kedua kelas secara bergantian.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Badan Penelitaian dan Pengembangan. 2011. Survei Internasional TIMMS. [on line]. Tersedia http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php/id=214 (24 Mei 2013).

Bennu, Sudarman. 2010.Pemahaman Konsep. [online]. Tersedia: http://sudar-manbennu.blogspot.com/2010/02/pemahaman-konsep.html. [14 Mei 2012] Depdiknas.2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: CV Eko Jaya

_________. 2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka Dimyati, dan Mudjiono.2009.BelajardanPembelajaran.Jakarta: RinekaCipta Huda, Miftahul. 2011.Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar Isjoni. 2011.Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. 2007.Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.Jakarta:Grasindo

Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. (Online),

(http://58.145.171.59/web/PPP/PPP_Penemuan terbimbing.pdf, diakses 15 November 2011).

Muaddab, Hafis. 2010. Pemahaman Siswa. [on line]. Tersedia: http://hafismuaddab.wordpress.com/ 2010/01/13/pemahaman-siswa/. (tanggal 03 Desember 2010).

Rusman. 2011.Model-Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sagala, Syaiful. 2008.Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung:Alfabeta


(67)

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Simanjuntak.1993.Efektivitas pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Slameto, Nasution. 2003.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.345 hlm

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Sutikno, M. Sobry. 2005.Pembelajaran Efektif.Mataram: NTP Pres

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana : Surabaya.


(1)

= varians gabungan

d. Keputusan Uji

Tolak jikasig < 0,05

Dalam penelitian ini, untuk melakukan uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan ujit dengan bantuan SPSS versi 17.0. Kriteria pengujian yang digunakan dalam software SPSS adalah jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari = 0,05, maka hipotesis Hoditerima (Trihendradi, 2005:145).

4. Uji Kesamaan Dua Proporsi

Uji kesamaan dua proporsi digunakan untuk mengetahui perbedaan ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe TPS, yaitu dikatakan tuntas jika persentase nilai siswa yang mencapai kriteria ketuntasan belajar, yaitu nilai 65adalah lebih dari atau sama dengan 65% yang dapat dilihat dari nilai posttest tes kemampuan pemahaman konsep. Berikut adalah langkah-langkah pengujian proporsi menurut : (Sudjana, 2005:235)

a. Hipotesis

H0: = (tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kelas TSTS dan kelas TPS)

H1: (terdapat adanya perbedaan yang nyata antara kelas TSTS dan kelas TPS)

b. Taraf signifikan: =0,05 c. Statistik uji


(2)

44

zhitung= ( ) ( )

{(1 ) + (1 )}

Keterangan:

x = banyaknya siswa yang telah tuntas belajar n = jumlah sampel

p = q =1- p

d. Kriteria uji : terima Ho jika ( ) < < ( ). Harga ( ) diperoleh dari daftar normal baku dengan peluang (1 ).

e. Tolak Ho untuk hargazlainnya .


(3)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yaitu kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipethink pair share.

2. Rata-rata pencapaian indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada model pembelajarantwo stay two stray lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaranthink pair share.

3. Ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipetwo stay two stray lebih tinggi dari ketuntasan belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipethink pair share.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:


(4)

53 1. Guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two straydan tipethink pair share sebagai alternatif untuk meningkatkan kemam-puan pemahaman konsep matematis siswa, namun dalam materi barisan dan deret lebih baik digunakan model pembelajaran two stay two stray daripada think pair share.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan tipe think pair sharehendaknya:

a. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama b. Melakukan pengukuranan kemampuan pemahaman konsep awal

c. Mempertimbangkan karakter siswa dalam menerapkan model pembelajar-an ypembelajar-ang sesuai

d. Menerapkan kedua model pembelajaran pada kedua kelas secara bergantian.


(5)

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Badan Penelitaian dan Pengembangan. 2011. Survei Internasional TIMMS. [on line]. Tersedia http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php/id=214 (24 Mei 2013).

Bennu, Sudarman. 2010.Pemahaman Konsep. [online]. Tersedia: http://sudar-manbennu.blogspot.com/2010/02/pemahaman-konsep.html. [14 Mei 2012] Depdiknas.2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: CV Eko Jaya

_________. 2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka Dimyati, dan Mudjiono.2009.BelajardanPembelajaran.Jakarta: RinekaCipta Huda, Miftahul. 2011.Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar Isjoni. 2011.Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta

Lie, Anita. 2007.Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.Jakarta:Grasindo

Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. (Online),

(http://58.145.171.59/web/PPP/PPP_Penemuan terbimbing.pdf, diakses 15 November 2011).

Muaddab, Hafis. 2010. Pemahaman Siswa. [on line]. Tersedia: http://hafismuaddab.wordpress.com/ 2010/01/13/pemahaman-siswa/. (tanggal 03 Desember 2010).

Rusman. 2011.Model-Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sagala, Syaiful. 2008.Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung:Alfabeta


(6)

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Simanjuntak.1993.Efektivitas pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Slameto, Nasution. 2003.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.345 hlm

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Sutikno, M. Sobry. 2005.Pembelajaran Efektif.Mataram: NTP Pres

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana : Surabaya.