Prinsip Keadilan Dalam Pemungutan Pajak Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Sanksi Pajak Pada KPP Pratama Tangerang Serpong

(1)

iii

rangka pemungutan pajak. Apabila pelaksanaan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak tidak optimal maka akan timbul sanksi pajak. Sanksi pajak tidak akan terjadi bila prinsip keadilan diterapkan sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi, sanksi pajak, dan keterkaitan antara prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif dan metode vertifikatif. Untuk mengetahui keterkaitan antara prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak digunakan pengujian statistik sebagai berikut, analisis regresi linier sederhana, koefisien korelasipaerson, koefisien determinasi, dan uji hipotesis yang memakai aplikasi SPSS 18.0for windows.

Hasil analisis statistik menunjukan adanya keterkaitan kuat dan searah (positif) antara prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak. Peningkatan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi akan diikuti peningkatan juga sanksi pajak. Kesimpulan dari analisis statistik tersebut adalah terdapat keterkaitan yang signifikan antara prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan sanksi pajak.

Kata kunci: Prinsip Keadilan Dalam Pemungutan Pajak, Sanksi Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi.


(2)

iv

tax collection. If the application of the principle of fairness in taxation is not optimal then there will be taxpenalties. Tax penalties will not occur when the principles of justice appl ied in accordance with the General Provisions Act Taxation. The purpose of this study is to investigate the principle of fairness in taxation for individual taxpayers, tax penalties, and the relationship between the principle of fairness in taxation for pe rsonal taxpayers to the tax penalty in Tangerang Serpong Small Taxpayers Office.

The research method used is descriptive method and the method vertifikatif. To determine the relationship between the principle of fairness in taxation for individual taxpayer s to use tax penalty following statistical tests, simple linear regression analysis, paerson correlation coefficient, determination coefficient and hypothesis test using SPSS 18.0 for Windows applications.

Statistical analysis showed a strong relationship and the direction (positive) between the principle of fairness in taxation for individual taxpayers to tax penalties. Increased fairness in taxation for personal tax payers will be followed by an increase in tax penalties as well. Conclusion from statistic al analysis is that there is a significant relationship between the principle of fairness in taxation for individual taxpayers with tax penalties.

Keywords: Equity Principle of Tax Collection, Tax Penalties, Individual Taxpayers.


(3)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari partisipasi masyarakat. Negara berwenang memungut pajak dari rakyatnya karena pajak digunakan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat. Sistem pemungutan pajak yang dipakai saat ini adalah self assessment system yaitu sistem pemungutan yang memberi kepercayaan kepada Wajib P ajak untuk menghitung, melaporkan hutang pajaknya yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT ), kemudian menyetor kewajiban perpajakannya. Pemberian kepercayaan yang besar kepada Wajib Pajak sudah sewajarnya diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu fiskus diberi kewenangan un tuk melakukan pemeriksaan pajak. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya perbedaan atau selisih, fiskus berwenang mengeluar kan Surat Ketetapan Pajak (SKP ) yang berfungsi sebagai Surat Tagihan. Dalam praktek seringkali terjadi perbedaan perhitungan antara fiskus dengan Wajib Pajak, inilah salah satu sebab timbulnya sengketa pajak. Dalam kerangka negara hukum, dalam hal terjadi suatu sengketa pajak, wajib pajak berhak mendapat perlindungan hukum yang bertujuan menyelesaikan sengketa. Adapun jalur penyele saian sengketa yang diberikan antara lain keberatan, banding, dan gugatan.

Dalam pelaksanaan Undang -Undang Perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dar i pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu, selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang


(4)

harus dijalankan oleh pemerintah perlu juga dib arengi dengan upaya penegakan hukum (tax low enforcement). Diwujudkannya dalam pengenaan sanksi, tujuannya untuk mencapai tingkat keadilan yang diha rapkan dalam pemungutan pajak. Penegakan hukum dalam self assessment system merupakan hal penting, karena tuntutan peran aktif dari Wajib P ajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, maka kepatuhan dari wajib sangatlah penting. Sedangkan kepatuhan Wajib Pajak perlu ditegakkan melalui tax law enforcement, salah satunya dengan adanya sanksi pajak (tax penalties). (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006:131)

Adapun fenomena yang terjadi saat ini pemerintah diharapkan tidak hanya mempertimbangan fungsi angg aran (budgeter) dalam pemungutan pajak dari Wajib Pajak. Pemerintah harus pula mempertimbangkan fungsi reguler supaya mencerminkan rasa keadilan bagi Wajib P ajak. Selain itu, sudah saatnya dibangun pemahaman yang sama mengenai konsep penghasilan menurut pemerintah sebagai pemungut pajak dan W ajib Pajak itu sendiri. Menyadari perkembangan permasalahan pajak dewasa ini, kami memandang perlu memberikan pendapat akademis agar menjadi pertimbangan pemerintah, setidaknya ter dapat lima persoalan yang harus diperbaiki dalam persoalan pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah selama ini. Pertam a, selama ini pajak penghasilan (PPh) dikenakan kepada Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan. Menurut Undang-Undang Perpajakan, penghasilan harus memenuhi dua kriteria. Pertama, adanya pertambahan kemampuan ekonomi, dan kedua, adanya pertambahan harta W ajib Pajak. Seringkali kedua kriteria tersebut diabaikan pemungut pajak (fiskus)


(5)

sehingga kurang mencerminkan rasa keadilan. Hal ini mendorong Wajib Pajak untuk tidak jujur. Sebagai contoh atas ketidakadilan yang terjadi itu adalah pada saat terjadi inflasi. Pada kondisi inflasi, misalnya yang terjadi justru penurunan kemampuan ekonomis Wajib Pajak namun besarnya pajak tetap. (Harian Analisa, 16 Februari 2010 )

Dari hasil rekapitulasi persentase total skor data tanggapan responden Wajib Pajak orang pribadi di KPP Pratama Tangerang Serpong bahwa prinsip keadilan dalam pemungutan pajak termasuk kedalam kategori cukup. Artinya pada saat inflasi, penerapan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi yang mempuny ai kemampuan ekonomi lebih cenderung akan merasa adil terhadap besarnya pajak yang dikenakan oleh petugas pajak (fiskus), sedangkan sebaliknya prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai kemampuan ekonomi kurang atau sedikit cenderung akan merasa tidak adil terhadap besarnya pajak yang dikenakan oleh petugas pajak (fiskus).

Sementara itu, fenomena lainnya adalah bagi Wajib Pajak, timbul permasalahan mengenai berapa besar pajak yang akan dihitung dan berapa besar pajak yang akan dibayar oleh Wajib Pajak, sehingga menimbulkan pelanggaran yang terjadi karena masih belum sadarnya Wajib Pajak atas kewajiban Wajib Pajak dalam melaksanakan pembayaran pajak kepada negara dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam jangka waktu tertentu dengan mengulur-ulur waktu untuk melaksanakan pembayaran atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tidak benar seperti dengan sengaja


(6)

memanipulasikan total laba yang terjadi dalam perusahaan. Jika laba sebuah perusahaan menghasilkan laba sekecil mungkin maka jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada negara untuk pembayaran pajak pun menjadi sekecil mungkin, dan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang berakibat merugikan negara atas kewajiban untuk menyetorkan pajak yang ditentukan dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan.

Jika terjadi memanipulasikan data dengan kesengajaan yang bertujuan untuk melakukan pembayaran pajak yang dapat membuat pembayaran pajak menjadi seefisien mungkin. Atau tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam kurun waktu tertentu, maka akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan yaitu dapat berupa sanksi denda, bunga, dan kenaikan.

Sanksi administrasi adalah pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa denda, bunga dan kenaikan. Sanksi yang berupa denda dapat dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan, sanksi yang berupa bunga dapat dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak, sedangkan sanksi kenaikan berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material. Penerapan sanksi perpajakan kepada Wajib Pajak dimaksudkan agar Wajib Pajak tidak melalaikan kewajibannya untuk mentaati peraturan perundang- undangan perpajakan. Sanksi tersebut diatur dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang perubahan ke-3 atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(7)

Terjadinya sanksi administrasi pajak penghasilan Wajib Pajak badan dikarenakan adanya Wajib Pajak badan yang melakukan pelanggaran ketentuan perpajakan, khususnya Wajib Pajak masih belum sadar atas kewajiban mereka dalam membayar pajak kepada negara atas pelaporan Surat Pemberitahuan tidak tepat waktu atau melakukan pelanggaran atas kesengajaan menghindar untuk tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tidak benar, sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang berakibat merugikan negara. (Pajakonline.com, 19 Mei 2010)

Fenomena sanksi pajak lainnya adalah ahli perpajakan Universitas Indonesia (Ul) Darussalam berpendapat, jika Wajib P ajak bersedia membayar pajak yang terutang, sebaiknya sanksi pidana tidak digunakan, karena tujuan pajak adalah untuk penerimaan negara dan b ukan untuk memenjarakan orang, k ecuali untuk kasus restitusi pajak fiktif.

Pernyataan Darussalam menimp ali kasus pajak PT Asian Agri. Sementara itu, pengamat ekonomi Universit as Gajah Mada (UGM) menuturkan, kalau masalahnya merupakan mumi perselisihan pajak, sebaiknya lebih mengutamakan penerimaan pajak negara dan segera d iselesaikan. Kalau ada unsur pidana, diselesaikan dengan huk um pidana.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Inti I ndosawit Subur (HS), anak usaha Asian Agri, Semion Tarigan mengatakan, pihaknya telah meminta Dirjen Pajak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak. Kami bersedia melaksanakan kewajiban pembayaran pajak, jika ada temuan pajak kurang bayar.


(8)

Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis mendesak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera menerbitkan surat ketetapan pajak PT Asian Agri, karena manajemen perusahaan tersebut telah bersedia membayar kekurangan jika terda pat temuan pajak kurang bayar . Penerbitan surat ketetapan itu juga untuk menghormati proses hukum yang dijalankan aparat pajak dalam proses pemeriksaan pembayaran pajak. S epanjang pengadilan tidak mempersoalkan substansi permasalahannya, pemerintah masih memiliki peluang untuk mendapat potensi pajak dari Asian Agri. Namun, jika peluang renegosiasi lebih besar mengembalikan potensi pajaknya dibanding pengadilan, langkah renegosiasi patut dipertimbangkan. (Investor Daily Indonesia, 19 September 2008)

Dari hasil rekapitulasi persentase to tal skor data tanggapan responden Wajib Pajak orang pribadi di KPP Pratama Tangerang Serpong bahwa sanksi pajak termasuk kedalam kategori cukup. Artinya jika Wajib Pajak bersedia membayar utang pajak maka sanksi pidana tidak perlu digunakan melainkan hanya Surat Teguran Pajak atau sanksi administrasi yang berupa sanksi denda, bunga, maupun kenaikan, sedangkan sebaliknya apabila Wajib Pajak melalaikan pembayaran utang pajak maka pengenaan sanksi administrasi atau sanksi pidana perlu digunakan sesuai peraturan perpajakan .

Sementara itu, fenomena yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tangerang Serpong ialah tidak sedikit masyarakat yang masih melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan timbulnya hutang


(9)

pajak. Indikasi lain yang menyatakan bahwa Wajib P ajak melalaikan kewajiban perpajakannya dapat dilihat dari masih banyaknya ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak, berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Teguran. STP dan SKP berfungsi sebagai instrument pengawasan terhadap Wajib P ajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.Dilihat dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan setelah pemeriksaan oleh KPP Pratama Tangerang Serpong tahun 2008 dan 2009.

Tabel 1.1

Penerbitan SKPKB dan STP tahun 2008 dan 2009 di KPP Pratama Tangerang Serpong

Sumber: KPP Pratma Tangerang Serpong

STP merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda berdasarkan h asil penelitian fiskus atas SPT yang disampaikan Wajib P ajak dan SKP yang diterbitkan setelah pemeriksaan oleh KPP Pratama Tangerang Serpong mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa Wajib P ajak melakukan penghindaran p ajak atau juga dapat dikatakan Wajib Pa jak belum melaksanakan kewajiban perpaja kan sebagaimana mestinya.

Surat Ketetapan Pajak Kura ng Bayar diterbitkan bila mana Wajib P ajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang -undangan perpajakan. Diketahuinya bahwa Wajib P ajak tidak atau kurang

Tahun Diterbitkan SKPKB Diterbitkan STP

2008 73 1024


(10)

membayar pajak adala h karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib P ajak. Kemudian alasan lain diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 3 UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan dalam jangka waktunya sebagaimana ditentukan surat teguran.

Jika dilihat dari SKPKB yang diterbitkan setelah pemeriksaan oleh KPP Pratama Tangerang Serpong mengalami penurunan setiap tahunnya. Walaupun terjadi penurunan setiap tahunnya akan tetapi masih banyak ada i ndikasi yang menunjukan adanya Wajib P ajak yang menghindari pajak atau belum melakukan kewajiban perpajakan, sehingga Wajib Pajak belum merasa adil dalam penge naan sanksi yang diberikan dan Wajib Pajak melakukan tindakan penyelewengan terhadap pajak salah satunya dengan cara mengurangi beban pajak terutang.

Pernyataan ini sesuai dengan jurnal penelitian yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu, 2008 mengenai Analisis Persepsi Wajib Pajak atas Prinsip Keadilan Pemungutan Pajak yang Mempengaruhi Penyelundupan Pajak (Tax Evasion) di Kanwil Jawa Bagian Barat II yang meny atakan bahwa pengaruh persepsi Wajib Pajak atas prinsip keadilan pemungutan pajak berpengaruh positif yang signifikan terhadap penyelundupan pajak (Tax Evasion).

Sedangkan Menurut Agus Nugroho Jatmiko, 2006 mengenai Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus, dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang menyatakan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, bahwa sikap Wajib P ajak terhadap pelaksanaan sanksi


(11)

denda, sikap Wajib Pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap Wajib P ajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki peng aruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib P ajak.

Sistem perpajakan yang adil adalah adanya perlakuan yang sama terhadap orang atau badan yang berada dalam situasi level ekonomi yang sama, penghasilan yang diperoleh sama, maka akan dikenakan pajak dengan jumlah yang sama. Hal tersebut dikatakan sebagai keadilan secara horizontal (horizontal equity). Memberikan perlakuan yang berbeda terhadap orang atau badan yang berada dalam keadaan ekonomi yang berbeda tingkatannya, penghasilan yang diperoleh masing-masing individu berbeda, maka akan dikenakan jumlah pajak yang berbeda berdasarkan kepada tingkat penghasilan seseor ang. Semakin besar penghasilan maka akan semakin besar pula pajak yang harus ditanggungnya, sebaliknya semakin kecil penghasilan seseorang maka jumlah pajak tentu lebih kecil bahkan tidak dikenakan pajak karena ada batas minimum pengenaan pajak. Keadilan seperti ini lebih dikenal sebagai keadilan secara vertical (vertical equity). (Siti Kurnia Rahayu, 2010:66)

Berdasarkan uraian diatas , maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Prinsip Keadilan Dalam Pemungutan Pajak Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Sanksi Pajak Pada KPP Pratama Tangerang Serpong”.


(12)

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena latar belakang penelitian, maka penulis membuat identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Pemungut pajak (fiskus) kurang mencerminkan rasa keadilan . 2. Terjadinya inflasi mendorong Wajib P ajak berlaku tidak jujur.

3. Tidak menyampaikan SPT dalam kurun waktu tertentu maka akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan.

4. Jika Wajib Pajak bersedia membayar pajak yang terutang, sebaiknya sanksi pidana tidak digunakan .

1.2.2 Perumusan Masalah

Sebagaimana gambaran deskriptif (penjelasan) latar belakang pada pemaparan tersebut, untuk memperjelas permasalahan pada pembahasan, maka penulis merumuskan masalah yang akan diberikan terkait pembahasan di atas yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong .

2. Bagaimana sanksi pajak untuk Wajib P ajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

3. Bagaimana prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak pada KPP Pratama Tangerang Serpong.


(13)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memper oleh pemahaman mengenai prinsip keadilan dalam pemungutan pajak dan sanksi pajak dengan mengumpulkan data dan informasi yang kemudian dianalisa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dari penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong . 2. Untuk mengetahui sanksi pajak untuk Wajib P ajak orang pribadi pada

KPP Pratama Tangerang Serpong .

3. Untuk mengetahui prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

Adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat bermanfaat secara akademis sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Penelitian diharapkan dapat memberi pemahaman teoritis lebih mendalam mengenai prinsip keadilan dan sanksi pajak serta


(14)

mengetahui bagaimana aplikasinya di kehidupan nyata sehingga dapat menjadi tambahan pengetahuan yang bermanfaat.

2. Bagi Instansi

Hasil penelitian dapat memberikan masukan pada KPP Pratama Tangerang Serpong mengenai prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang kajian yang sama, yaitu prinsip keadilan dan sanksi pajak.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang berguna bagi pelaksanaan prinsip keadilan dan penetapan sanksi pajak sehingga untuk perkembangan selanjutnya menjadi semakin bai k.

1.5 LokasiPenelitian dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis berencana melaksanakan penelitian pada KPP Pratama Tangerang Serpong yang berlokasi di Jalan Raya Serpong Sektor VIII Blok 405 No. 4 Bumi Serpong Damai Tangerang 15310.

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Februari 2011.


(15)

Tabel 1.2 Waktu Penelitian N o Kegiatan September 2010 Oktober 2010 November 2010 Desember 2010 Januari 2011 Februari 2011 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Pra Survei : a. Persiapan Judul b. Persiapan teori c. Pengajuan Judul Skripsi

d. Mencari Perusahaan

2

Usulan Penelitian: a. Penulisan UP b. Bimbingan UP c. Seminar UP d. Revisi UP 3 Pengumpulan Data 4 Pengolahan Data

5

Penyusunan Skripsi:

a. BimbinganSkripsi b. Sidang Skripsi c. Revisi Skripsi d. Pengumpulan draf skripsi


(16)

14 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Pajak

Untuk lebih jelas mengenai pengertian dari pajak ini akan dikemukakan oleh para ahli perpajakan diantaranya:

Menurut UU KUP (Yustinus Prastowo, 2009:8) pajak adalah:

”Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang -undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Erly Suandy (2008 :1) menyatakan bahwa definisi pajak adalah sebagai berikut: “Pajak merupakan pungutan berdasarkan Undang-Undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk penyediakan barang dan jasa publik”.

Sedangkan menurut menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:21 -22), beberapa pengertian pajak berdasarkan pendapat para ahli , antara lain sebagai berikut:

“1. H.C Adams dalam buku The Science of Finance merumuskan pajak sebagaia contribution from the citizen to the public powers.

2. Prof. Dr. Rochmat Soemitro S. H., dalam Dasar -Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan merumuskan; Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sector partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang -undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan u ntuk membiayai pengeluaran umum”. Berdasarkan teori terse but maka penulis berpendapat bahwa pajak merupakan suatu pungutan wajib oleh pemerintah atau suatu kontribusi wajib dari setiap warga negara yang dapat dipaksakan sesuai dengan ketentuan undang


(17)

-undang yang berlaku untuk kepentingan rakyat banyak meskipun t anpa ada kontraprestasi secara langsung.

2.1.2 Prinsip Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak yang pada mulanya diwarnai dengan bentuk -bentuk penindasan dan kesewenangan penguasa hanya untuk kesenangan penguasa sementara, melayani penguasa (service for the lord) dan juga hanya untuk kepentingan perluasan daerah kekuasaan, lambat laun mengalami perubahan. Masalah hak asasi manusia kemudian lebih di kedepankan. PiagamMagna Charta di Inggris menjadi tonggak hak asasi manusia. Pernyataan dalam piagam tersebut salah satunya adalah “…taxes should not be imposed without the consent of the common council of the realm”.

Perkembangan zaman membuat orang lebih menghargai hak asasi manusia, tindakan kesewenang -wenangan merupakan pelanggaran kepada hak asasi manusia. Pemikir dan ahli ekonomi makin banyak memikirkan hal -hal yang terbaik untuk memberi kewenangan penguasa untuk memungut pajak. Maka, prinsip-prinsip dasar pemungut pajak dibuat oeh penulis, pemikir, ahli, dan filsuf pada zamannya.

Prinsip-prinsip yang selayaknya diperhatikan oleh pemerintah dalam memungut pajak, pembentukan suatu sistem perpajakan yang baik mendapat perhatian para serjana pemikir, antara lain Adam Smith (pada permulaan abad XVIII), Keynes, E.R.A. Saligman, dan Fritz Neumark (awal abad XX). Prinsip-prinsip tersebut adalah Prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum, convenience, dan efisiensieconomic.


(18)

Pada abad XVIII, Adam Smith (1723 -1790), seorang penulis dan filsuf yang dianggap sebagai bapak aliran ekonomi klasik, dalam bukunya yang terkenal yaitu An Inquiry into the Nature and causes of the Wealth of Nations (Kemakmuran Bangsa -Bangsa) yang ditulis tahun 1776 memberikan pedoman bagi peraturan perpajakan, dimana pemungut pajak dalam memungut pajaknya harus membuat peraturan dan mengikuti peraturan terse but yang memenuhi rasa keadilan, yaitu dengan memenuhi prinsip certainty, equality, convenience, dan economic (efisiensi). Keempat prinsip tersebut disebut sebagai “the four cannons of Adam Smith”atau sering juga disebut “the four maxims”.

2.1.2.1 Definisi Prinsip Keadilan(Equality)

Menurut Yustinus Prastowo (2009:10), prinsip keadilan atau equality adalah: “Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib P ajak. Dalam hal ini, negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib P ajak”.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:64), berikut definisi-definisi mengenai prinsip keadilan berdasarkan pendapat para pakar , antara lain sebagai berikut:

“1. Menurut Adam Smith, Equality mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Equality atau kesamaan dalam sistem perpajakan lazimnya disebut nondiscrimination sehingga orang asing da n warga negara Indonesia yang berada dalam keadaan yang sama akan diperlakukan sama dan dikenakan pajak yang sama besar.

2. John F. Due mengemukakan bahwa pada hakikatnya masalah keadilan dalam perpajakan adalah masalah pertimbangan nilai (value judgement) dan tidaklah mungkin untuk melakukan pendekatan ilmiah guna merumuskan konsep keadilan tersebut.

3. E.R.A Seligman menulis buku “The Shifting and Incidence of Taxation (1892) dan The Income Tax (1911)” merumuskan prinsip-prinsip pemungutan pajak, yaitu fiscal, administrative, economic, dan ethical.


(19)

Dalam prinsip ethical, terdapat kesamaan pengertian dengan equality Adam Smith. Prinsip ethical meliputi uniformity dan universality. Pengertiannya adalah persamaan dalam perpajakan, keadilan bukan merupakan keadilan mutlak, m elainkan suatu keadilan sebanding yang relative. Jadi menggambarkan kesamaan perlakuan yang sama terhadap para pembayar pajak.

4. Fritz Neumark, seorang guru b esar dalam ilmu keuangan negara di Universitas Geothe, Frankfurt, Jerman, mengemukakan bahwa sistem perpajakan diberbagai negara dewasa ini sanagat bervariasi, namun beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemungutan pajak adalah revenue productivity, social justice, economic goals, ease administration and compliance”.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip keadilan (equality)merupakan salah satu dari prinsip utama dalam pemungutan pajak , yang menjelaskan bahwa setiap warga n egara berpartisipasi dalam pemb iayaan fungsi pemerintah suatu negara, secara proporsional sesuai de ngan kemampuan masing-masing.

2.1.2.2 Jenis-Jenis Prinsip Keadilan

Dalam prinsip Social Justice pengertiannya sama dengan prinsip equality Adam Smith. Diterangkan oleh Fritz Neumark, keadilan sosial dalam sistem perpajakan harus memperhatikan :

- Universality Principle (Prinsip Kebebasan)

Setiap orang yang mampu membayar pajak, harus dipajaki secara universal, artinya kepada orang-orang tersebut diberi beban pajak yang sama. Dan bahwa pembebasan-pembebasan dari setiap Wajib Pajak harus meliputi se mua bidang dan lapangan sosial ekonomi masyarakat.

- The Equality principle (Prinsip Ekonomi)

Orang-orang atau badan dalam posisi ekonomi yang sama harus menanggung utang pajak yang sama pula.


(20)

- The Ability to pay principle (Prinsip Kemampuan Membayar)

Jumlah beban pajak dipikul oleh individu sesuai dengan kemampuannya untuk memikul beban pajak itu, dengan memperhatikan semua sifat -sifat yang melekat pada individu, sehingga kerugian yang timbul sebagai akibat pengenaan pajak akan menjadi sama.

- The principle of redisrtribution

Prinsip ini menghendaki bahwa distribusi beban pajak diantara penduduk harus mempunyai akibat untuk memperkecil perbedaan penghasilan dan kekayaan yang disebabkan oleh mekanisme pasar bebas. (Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kur nia Rahayu, 2010:65-66)

Jenis-jenis prinsip keadilan yang telah diuraikan diatas ada lah indikator ukuran untuk menentukan seberapa besar bila dik aitkan dengan prinsip keadilan, karena prinsip pemungutan pajak dalam hal membayar kewajiban perpajakannya. 2.1.3 Sanksi Perpajakan

Menurut Early Suandy (2008:155), sanksi perpajakan adalah:“Merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati atau dipatuhi”.

Dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pecegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran sua tu norma dapat dikenai sanksi administrasi, sanksi pidana, atau sanksi administrasi dan sanksi pidana.


(21)

2.1.3.1 Pengertian Sanksi Administrasi

Menurut Early Suandy (2008:155), sanksi administrasi adalah : “Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya berupa bunga dan kenaikan”.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (20 10:213), pengertian sanksi administrasi dapat berupa:

“a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b. Bunga adalah sanksi adminis trasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentua n material”.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi administrasi dijatuhkan apabila Wajib P ajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi administrasi bunga, denda, dan kenaikan.

2.1.3.2 Ketentuan Sanksi Administrasi

Ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan terdapat tiga macam sanksi administrasi, yaitu:

1) Denda

Denda dikenakan terhadap keterlambatan pelaporan atau penyampaian SPT (PPh), tidak membuat faktur pajak atau membuat tetapi tidak tepat waktu, tidak mengisi faktur pajak, melaporkan tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak (PPN). Dalam hal ini terdapat pengecualian, yaitu penetapan denda pasal 25 ayat 9 jika keberat an ditolak atau dikabulkan sebagian. Sanksi


(22)

administrasi ini termasuk katagori denda karena dilakukan untuk menghindari pengenaan bunga dua kali. Sehubungan dengan sanksi untuk utang pajak jatuh tempo yang tidak dibayar dikenakan bunga sebesar 2% per bulan sesuai pasal 19 ayat 1 KUP.

No Masalah Besarnya Denda

1 2 3 4 Tidak/terlambat memasukkan/ menyampaikan SPT

Pembetulan sendiri , SPT Tahunan atau SPT Masa tetapi belum disidik

Khusus PPN :

a. Tidak melaporkan usahanya

b. Tidak membuat/mengisi faktur

c. Melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan) Khusus PBB :

a. SPT, SKPKB tidak/kurang atau terlambat dibayar b. Dilakukan pemeriksaan,

pajak kurang dibayar

Rp 500.000,00 untuk SPT Masa PPN Rp 100.000,00 untuk SPT Masa

Rp 1.000.000,00 untuk SPT Tahunan Badan Rp 100.000,00 untuk SPT Tahunan Orang Pribadi

Ditambah 150%

Ditambah 2% denda dari dasar pengenaan pajak (DPP)

(Maksimum 24 bulan) SKPKB denda administrasi dari selisih pajak yang terutang

Sumber: Early Suandy (2008:156)

Dari ketentuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, denda merupakan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib P ajak atas kewajiban pelaporannya. Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa denda menurut UU No.28 Tahun 2007 :


(23)

- Sanksi Berupa Denda

a. Pasal 7 Ayat 1, apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 3 atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 4, diken ai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp 100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Lainnya, dan sebesar Rp 1.000.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasi lan Wajib Pajak Badan serta sebesar Rp 100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

b. Pasal 8 Ayat 3, walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenara n yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan d isertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

c. Pasal 14 Ayat 4, terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena P ajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai


(24)

sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

d. Pasal 44b Ayat 2, penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah deng an sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

2) Bunga 2% per Bulan

No Masalah

1 2

3 4 5

Pembentukan sendiri SPT (SPT Tahunan atau SPT Masa) tetapi belum diperiksa

Dari penelitian rutin :

a. PPh Pasal 25 tidak/kurang dibayar

b. PPh Pasal 21, 23, 25 dan 26 serta PPh yang terlambat dibayar c. SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang atau terlambat dibayar d. SPT salah tulis/salah hitung

Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibaya r (maksimum 24 bulan) Pajak diangsur/ditunda : SKPKB, SKKP, STP

SPT Tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar Sumber: Early Suandy (2008:155)

Catatan :

- Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penghasilan, dan bunga ketetapan.

- Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT. Dengan


(25)

demikian, bunga pembayaran umumnya dibayar deng an menggunakan SSP, meliputi :

1) Bunga karena pembetulan SPT,

2) Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran, 3) Bunga karena terlambat membayar,

4) Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dengan pajak sementara.

- Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penaguhan umumnya ditagih dengan STP (lihat pasal 19 ayat 1 KUP).

- Bunga ketetapan adala h bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak sebagai tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 ayat 2 KUP).

Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa, bunga merupakan sanksi administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak dalam jumlah yang benar dan pada waktu yang tepat. Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa bunga menurut UU No.28 Tahun 2007 : - Sanksi Berupa Bunga

a. Pasal 8 Ayat 2, dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan dan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga


(26)

sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

b. Pasal 9 Ayat 2a, pembayaran atau penyetoran pajak s ebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tangg al pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

c. Pasal 13 Ayat 2, jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi b erupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

d. Pasal 13 Ayat 5, walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah p ajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau


(27)

tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengad ilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

e. Pasal 14 Ayat 3, jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

f. Pasal 15 Ayat 3, apabila jangka waktu 5 (lim a) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar , dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

g. Pasal 19 Ayat 1, apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang m asih harus


(28)

dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

h. Pasal 19 Ayat 2, dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dik enai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. i. Pasal 19 Ayat 3, dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda

penyampaian Surat Pemberit ahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (s atu) bulan.

3) Kenaikan

Kenaikan dikenakan terhadap hasil pemeriksaan terkait dengan pengungkapan ketidakbeneran yang berhubungan dengan pembukuan, data SPT


(29)

yang tidak benar, NPWP jabatan, kewajiban terkait pemeriksaan, dan tidak menyampaikan SPT.

No Masalah Besarnya Denda

1

2

3

Dikeluarkan SKPKB dengan penghitungan secara jabatan :

a. Tidak memasukan SPT : 1. SPT Tahunan (PPh 29) 2. SPT Tahunan (PPh 21, 23, 26,

dan PPN)

b. Tidak menyelenggarakan

pembukuan sebagaimana dimaksud pasal 28.

c. Tidak memperlihatkan

buku/dokumen, tidak memberi keterangan, tidak member bantuan kelancaran pemeriksaan,

sebagaimana dimaksud pasal 29 Dikeluarkan SKPKBT, karena ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB Khusus PPN :

Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya

mengompensasi selisih lebih, menghitun g tarif 0%, diberi restitusi pajak

Ditambah kenaikan 50% Ditambah kenaikan 100%

50% PPh pasal 29

100% PPh pasal 21, 23, 26 dan 50% PPN

50% PPh pasal 29, 100% PPh pasal 21, 23, 26 dan PPN

100% untuk semua pajak

100% dari jumlah pajak

Sumber: Early Suandy (2008:157)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, kenaikkan merupakan sanksi administrasi yang berupa kenaikkan oleh karena kekeliruan dalam hal jumlah pajak yang harus dibayar, dan melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material. Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa kenaikan menurut UU No.28 Tahun 2007 :


(30)

- Sanksi Berupa Kenaikan

a. Pasal 8 Ayat 5, pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak ya ng kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

b. Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:

a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;

b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang dise tor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau

c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. c Pasal 15 Ayat 2, Jumlah kekurangan pajak yang t erutang dalam Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

d Pasal 17c Ayat 5, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat


(31)

Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

2.1.3.3 Pengertian Sanksi Pidana

Menurut Early Suandy (2008:155), sanksi pidana adalah: “Merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi”.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengenaan sanksi perpajakan diterapkan akibat tidak dipatuh inya kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Perpajakan. Apabila pengenaan sanksi administrasi belum cukup maka sanksi yang sifatnya lebih berat akan diterapkan dalam hal ketidakpatuhan akan pemenuhan kewajiban perpajakan sudah merupakan unsur kealpaan atau bahkan sudah merupakan unsur kesengajaan, yaitu dengan menerapkan sanksi pidana.

2.1.3.4 Ketentuan Sanksi Pidana

Ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan terdapat tiga macam sanksi pidana, yaitu:

1) Denda Pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib P ajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak, ada juga yang diancam kepada pejabat pajak atau pihak ketiga


(32)

yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun yang bersifat kejahatan.

2) Denda Kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan pada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditunjukan kepada Wajib P ajak atau pihak ketiga. Karena pidana kurungan yang diancamkan kepada si pelanggar nor ma ketentuannnya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka denda pidana dapat diganti dengan denda kurungan.

3) Pidana Penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Ancaman pidana penjara tidak ad a ditunjukan kepada pihak ketiga, melai nkan kepada pejabat dan kepada W ajib Pajak. Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1 994 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang pajak bumi dan bangunan).

Catatan :

- Pidana penjara dan/atau denda pidana (karena melakukan tindak kejahatan terhadap perpajakan) dapat dilipat duakan, apabila melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak


(33)

selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana pe njara yang dijatuhkan.

- Penuntutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari orang yang kerahasiaannya dilanggar. Jadi, pidana terhadap pejabat merupakan delik aduan.

- Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lamp au 10 tahun. 2.1.4 Surat Tagihan Pajak

Pengertian Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No 16 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: ”Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda”.

Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang berfungsi untuk melakukan tagihan pajak dengan menyertakan sanksi administrasi didalamnya. Surat Tagihan P ajak ini juga memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (3) UU Ketentuan Umum Perpajakan Tahun 2000 Surat Tagihan Pajak harus dilunasi satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Dengan kata lain, tanggal jatuh tempo Surat Tagihan Pajak tersebut adalah satu bulan sejak tanggal diterbitkan. 1. Fungsi Surat Tagihan Pajak

Fungsi STP adalah:

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;


(34)

b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda; c. Sarana untuk menagih pajak.

2. Penerbitan Surat Tagihan Pajak

Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh undang-undang. Merujuk pada Pasal 14 ayat (3) UU Ketentuan Umum Perpajakan No. 16 Tahun 2000 maka Surat Tagihan Pajak dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengukur penerapan sanksi administrasi. Adapun penjelasan lebih rinci mengenai isi Pasal 14 UU Ketentuan Umum Perpajakan No 16 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa de nda dan/ atau

bunga;

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang -undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebag ai Pengusaha Kena Pajak


(35)

f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.

(2) Surat Tagihan Pajak seb agaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administras i berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

(4) Terhadap Pengusaha atau Pengus aha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, masing -masing dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

(5) Tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

3. Cara Melunasi Surat Tagihan Pajak

Untuk melunasi Surat Tagihan Pajak maka Wajib Pajak harus membayarnya di bank -bank yang menerima pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Dan jangan sampai lupa u ntuk mencantumkan nomor Surat Tagihan Pajak dalam Surat Setoran Pajak tersebut di bagian Nomor Ketetapan. Kelalaian pencantuman nomor Surat Tagihan Pajak ini biasanya akan


(36)

mengakibatkan permasalahan di kemudian hari karena Wajib Pajak akan dianggap belum membayar Surat Tagihan Pajak tersebut. Untuk menyelesaikannya biasanya Wajib Pajak harus melalui proses pemindah bukuan yang cukup memakan waktu.

2.1.5 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:180-181) adalah sebagai berikut :

“Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang harus dibayar. Penerbitan SKPKB ini dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang pajak atau tahun pajak”. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar merupakan surat keputusan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang harus dibayar.

Dalam Pasal 13 Ayat 1 disebutkan hal -hal yang menyebabkan diterbitkan SKPKB adalah :

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang atau kurang bayar.

b. Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 3 UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan dalam jangka waktunya sebagimana ditentukan surat teguran.


(37)

c. Berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai paj ak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah ternyata tidak seharusnya dikenakan tarif 0%.

d. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (pembukuan) dan Pasal 29 (pemeriksaan) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

2.1.6 Hubungan Prinsip Keadilan Dalam Pemungutan Pajak T erhadap Sanksi Pajak

Menurut Pakde Sofa berdasarkan penelitiannya (2008), dalam jurnal Justifikasi Pemungutan Pajak, Hukum Pajak, dan Hutang Pajak menyebutkan bahwa:

“Sanksi pajak dapat dikenakan terhadap pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik yai tu adanya jaminan hukuman bagi Wajib P ajak untuk diperlakukan adil dengan berdasarkan pada prinsip -prinsip perpajakan. Maka dengan adanya prinsip keadilan akan berperan dalam mengatasi pengenaan sanksi pajak yang nantinya setiap Wajib P ajak akan merasa adil dalam melaksanakan kewajiban perpajakan”.

Dari pernyataan di atas, penulis berpendapat bahwa menyidik pengelak pajak tetap menjadi tujuan untuk kepentingan penerimaan negara dalam memenuhi rasa keadilan bagi mereka yang belum membayar pajak. Melunasi utang pajak plus sanksi tentu menjadi hukuman cukup berat d an adil bagi kepentingan negara. Persoalan tindak pidana pajak sebenarnya tidak hanya karena Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT yang tidak benar. Seseorang yang tidak mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak sudah bisa dikategorikan melakukan pidana pajak.


(38)

2.2 Kerangka Pemikiran

Dalam pemungutan pajak terdapat justifikasi (pembenaran atau dasar), sehingga fiskus berwenang untuk memungut pajak. Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak, maka dalam h ukum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum, yaitu pemungutan pajak harus dilakukan salah satunya berdasarkan prinsip keadilan.

Menurut Yustinus Prastowo (2009:10), prinsip keadilan atau equality adalah: “Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib P ajak. Dalam hal ini, negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak”.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:64), berikut definisi-definisi mengenai prinsip keadilan berdasarkan pendapat para pakar, antara lain:

“1.Menurut Adam Smith, Equality mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Equality atau kesamaan dalam sistem perpajakan lazimnya disebut nondiscrimination sehingga orang asing dan warga negara Indonesia yang berada dalam keadaan yang sama akan diperlakukan sama dan dikenakan pajak yang sama besar.

2. John F. Due mengemukakan bahwa pada hakikatnya masalah keadilan dalam perpajakan adalah masalah pertimbangan nilai (value judgement) dan tidaklah mungkin untuk melakukan pendekatan ilmiah guna merumuskan konsep keadi lan tersebut.

3. E.R.A Seligman menulis buku “The Shifting and Incidence of Taxation (1892) dan The Income Tax (1911)” merumuskan prinsip-prinsip pemungutan pajak, yaitu fiscal, administrative, economic, dan ethical. Dalam prinsip ethical, terdapat kesamaan pengertian dengan equality Adam Smith. Prinsip ethical meliputi uniformity dan universality. Pengertiannya adalah persamaan dalam perpajakan, keadilan bukan merupakan keadilan mutlak, melainkan suatu keadilan sebanding yang relative. Jadi menggambarkan kesamaan perlakuan yang sama terhadap para pembayar pajak.

4. Fritz Neumark, seorang guru b esar dalam ilmu keuangan negara di Universitas Geothe, Frankfurt, Jerman, mengemukakan bahwa system perpajakn diberbagai negara dewasa ini sanagat berva riasi, namun


(39)

beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemungutan pajak adalah revenue productivity, social justice, economic goals, ease administration and compliance”.

Adanya prinsip keadilan memberikan anggapan bagi Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak orang pribadi untuk melakukan pembetulan SPT, melakukan pembayaran yang kurang pajak yang jika Wajib P ajak tidak atau kurang membayar kewajiban perpajakannya, dan termasuk pembayaran sanksi -sanksi pajak diantaranya -sanksi administrasi maupun -sanksi pidan a. Karena keadilan dianggap sebagai keadilan dari pih ak Wajib Pajak maupun fiskus. Dengan memberikan sanksi karena kurang bayar pajak berarti hak negara dapat terpenuhi karena adanya kesalahan dari wajib pajak. Dan sebaliknya jika memang terjadi kelebihan bayar pajak, maka bunga akan diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal ini maka hak Wajib P ajak sudah terpenuhi.

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

NO. JUDUL HASIL PENELITIAN PERSAMAAN PERBEDAAN

1 Analisis Persepsi Wajib Pajak atas Prinsip Keadilan Pemungutan Pajak yang Mempengaruhi Penyelundupan Pajak (Tax Evasion) di Kanwil Jawa Bagian Barat II .

Siti Kurnia Rahayu (2008)

pengaruh persepsi Wajib P ajak atas prinsip keadilan

pemungutan pajak berpengaruh positif yang signifikan terhadap penyelundupan pajak (Tax Evasion)

Meneliti prinsip keadilan dalam pemungutan pajak atas Wajib Pajak orang pribadi Tempat, waktu penelitian dan penelitian ini dilakukan hanya kepada satu variabel


(40)

Hasil penelitian Siti Kurnia Rahayu (2008) menunjukan bahwa pengaruh persepsi Wajib Pajak atas prinsip keadilan pemungutan pajak berpengaruh positif yang signifikan terhadap penyelundupan pajak (Tax Evasion). Hal ini mengindikasikan bahwa prinsip keadilan dalam pemungutan pajak memiliki celah besar untuk melakukan penggelapan pajak.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak akan menciptakan peluang besar bagi Wajib Pajak untuk melakukan penyelundupan atau penggelapan pajak (tax evasion). Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo dan Wirawan B. Ilyas ( 2005) yang mengungkapkan bahwa pemungutan pajak kepada rakyat ternyata bukan jaminan bahwa rakyat akan sejahtera, walaupun salah satu syarat pemungutan pajak adalah asas keadilan. Ternyata asas keadilan yang dimaksud dalam sistem hukum pajak oleh pemerintah menjadi bumerang bagi rakyat. Sebab, dalam pemungutan pajak masih ada masyarakat yang merasakan ketidak adilan, sehingga timbullah perlawanan

2 Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus, dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang. Agus Nugroho Jatmiko (2006)

Bahwa sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap Wajib Pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang

signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Meneliti sikap Wajib Pajak orang pribadi pada pelaksanaan sanksi denda Tempat, waktu penelitian dan penelitian ini dilakukan hanya kepada satu variabel


(41)

pasif maupun aktif dari Wajib Pajak. Oleh karena itu, pajak diberlakukan atas seluruh rakyat yang memenuhi ketentuan sebagai Wajib P ajak, apabila pembayaran pajak tersebut tidak sesuai dengan ketentuan pajak ya ng dibuat oleh pemerintah maka Wajib P ajak akan dikenakan tambahan beban pembayaran dengan sanksi perpajakan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak belum merasakan keadilan dalam pemungutan pajak sehingga Wajib P ajak tidak patuh dalam kewajiban perpajakannyadan Wajib P ajak melakukan penyelundupan atau penggelapan atas pajak. Hal ini dikarenakan sistem pemungutan pajak yang kurang maksimal yang rentan sekali menimbulkan kecurangan dan juga masih rendahnya kepatuhan pajak dari Wajib P ajak maupun fiskus.

Sanksi perlu prinsip keadilan karena dalam pemungu tan pajak apabila ada Wajib Pajak yang teledor atau tidak atau belum membayar kewajiban pajaknya maka disitu akan perlunya sanksi pajak. Sanksi yan g sedikitnya dapat menyadarkan Wajib Pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya.

Menurut L. Purba (2007) dalam penelitiannya mengenai Pengadilan Pajak dikatakan bahwa hukum yang adil adalah :

“Hukum yang memberi ruang kepada para pencari keadilan untuk didengar dan dipertimbangkan keberatan keberatannya manakala hak -haknya dilanggar oleh orang lain atau kepadanya dibebankan suatu kewajiban melebihi yang sepatutnya diembannya”.

Menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurmia Rahayu (2010:65 -66), keadilan sosial dalam sistem perpajakan harus memperhatikan :

“1. Universality Principle(Prinsip Kebebasan)

Setiap orang yang mampu membayar pajak, harus dipajaki secara universal, artinya kepada orang -orang tersebut diberi beban pajak


(42)

yang sama. Dan bahwa pem bebasan-pembebasan dari setiap Wajib Pajak harus meliputi semua bidang dan lapangan s osial ekonomi masyarakat.

2. The Equality Principle(Prinsip Ekonomi)

Orang-orang atau badan dalam posisi ekonomi yang sama harus menanggung utang pajak yang sama pula.

3. The Ability To Pay Principle(Prinsip Kemampuan Membayar)

Jumlah beban pajak dipikul oleh individu sesuai dengan kemampuannya untuk memikul beban pajak itu, dengan memperhatikan semua sifat -sifat yang melekat pada individu, sehingga kerugian yang timbul sebagai akibat pengenaan pajak akan menjadi sama.

4. The Principle Of Redistribution

Prinsip ini menghendaki bahwa distribusi beban pajak diantara penduduk harus mempunyai akibat untuk memperkecil perbedaan penghasilan dan kekayaan yang disebabkan oleh mekanisme pasar bebas”.

Dalam pelaksanaan Undang -Undang Perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dar i pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu, selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus dijalankan oleh pemerintah perlu juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum (tax low enforcement). Diwujudkannya dalam pengenaan sanksi, tujuannya untuk mencapai tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak. Penegakan hukum dalam self assessment system merupakan hal penting, karena tuntutan peran aktif dari Wajib P ajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, maka kepatuhan dari wajib sangatlah penting. Sedangkan kepatuhan Wajib Pajak perlu ditegakkan melaluitax law enforcement.

Adapun pengertian sanksi perpajakan menurut Early Suandy (2008:155), sanksi perpajakan adalah: “Merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati atau dipatuhi”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila Wajib P ajak dalam membayar kewajiban perpajakannya disertai dengan adanya rasa patuh a tau


(43)

ditaati atau dipenuhi maka Wajib P ajak tidak akan dikenai sanksi dan tidak melanggar norma perpajakan.

Pendapat tersebut sesuai dengan penelitian Agus Nugroho Jatmiko (2006), menyatakan bahwa sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap Wajib P ajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini mengindikasikan Wajib P ajak akan patuh karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak. Tindakan pemberia n sanksi tersebut terjadi jika Wajib P ajak terdeteksi dengan administrasi baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak.

Sedangkan menurut Maria Karanta yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:141), menyatakan bahwa:

“Persepsi Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya menitikberatkan pada kesederhanaan prosedur pembayaran pajak, kebutuhan perpajakan Wajib P ajak, asas keadilan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain itu faktor keahlian aparat dalam melakukan pelayanan dan koreksi laporan dalam pemeriksaan pajak merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja badan perpajakan. Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung pada masalah -masalah teknik saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peratura n perundang-undangan perpajakan. Disamping itu juga tergantung pada kemauan Wajib Pajak juga, sampai mana Wajib P ajak tersebut akan mematuhi kete ntuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa pengenaan sanksi perpajakan diterapkan sebagai akibat tidak dipenuh inya kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak sebagaimana telah tertulis dalam perundang -undangan


(44)

perpajakan. Apabila pengenaan sanksi administrasi masih belum cukup maka sanksi yang bersifat lebih berat akan diterapkan dalam hal ketidakpatuhan akan memenuhi kewajiban perpajakan sudah merupakan unsur kealpaan atau bahkan sudah merupakan unsur kesengaja an, yaitu dengan menerapkan sanksi pidana.

Adapun menurut Siti Kurnia Rahayu (20 10:213), pengertian sanksi administrasi dapat berupa:

“a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material”.

SedangkanMenurut Early Suandy (2008:155), sanksi pidana adalah: “Merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi”.

Sanksi pajak dirasa adil atau tidak bagi Wajib P ajak yaitu bila dalam pemungutan pajak baik pada tingkat horizontal maupun vertik al, yang besarnya pajak terutang sesuai dengan obje k yang diterima atau diperoleh Wajib P ajak untuk mendapatkan pemungutan paj ak yang adil tersebut diperlukan data yang akurat dan dengan adanya prinsip keadilan akan berperan dalam mengatasi pengenaan sanksi pajak yang nantinya setiap Wajib P ajak merasa adil dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan uraian diatas, p enulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut :


(45)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka yang dapat disajikan oleh penulis adalah penulis berhipotesis bahwa:

“Prinsp Keadilan Dalam Pemungutan Pajak Untuk Wajib Pajak Orang PribadiTerhadap Sanksi Pajak”.

Tax Law Enforcement Prinsip Pemungutan Pajak

Prinsip Keadilan Sanksi Pajak

 Denda

 Bunga

 Kenaikan

 Pidana

 Universality Principle

 The Equality Principle

 The Ability To Pay Principle  The Principle of Redistribution

Konsep Penghubung


(46)

44 3.1 Objek Penelitian

Menurut Husein Umar (2008:303) dalam bukunya menerangkan bahwa: “Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu. Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah prinsip keadilan dalam pemungutan pajak terhadap sanksi pajak.

3.2 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:5), metode penelitian bisnis adalah:

“Cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis”.

Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara yang yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data untuk memberikan solusi terhadap suatu kondisi yang bermasalah.

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.


(47)

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2008:21) adalah sebagai berikut: “Metode deskriptif adalah mteode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.

Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lajut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.

Sedangkan menurut Mashuri (2008:45) pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:

“Penelitian verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X terhadap Y yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.

Dengan menggunakan metode penelitian dan analisis statistik, maka akan diketahui hubungan antar variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.


(48)

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu dilakukan perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

Moh. Nazir (2003:26) memaparkan bahwa desain penelitian adalah: “Semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian”.

Berdasar pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desain penelitian merupakan rencana penelitian yang dipakai peneliti sebagai pedoman melakukan proses penelitian. Oleh karena itu, membuat desain penelitian sangat penting agar dalam melaksanakan penelitian yang terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Proses penelitian menurut Sugiyono (2008:26) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sumber masalah 2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan.

Berdasarkan proses penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber masalah

Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan. Identifikasi masalah diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di masyarakat, seperti prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak yang terjadi.


(49)

2. Rumusan masalah

Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Berikut rumusan masalah:

1. Bagaimana prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

2. Bagaimana sanksi pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

3. Bagaimana prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak terhadap sanksi pajak pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah pada variabel prinsip keadilan dan sanksi pajak. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual). Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah prinsip


(50)

keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi memiliki keterkaitan dengan sanksi pajak.

5. Metode penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama dan kedua, yaitu:

1) Bagaimana prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

2) Bagaimana sanksi pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

Sedangkan metode verifikatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah ketiga, yaitu bagaimana prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi terhadap sanksi pajak pada KPP Pratama Tangerang Serpong.

6. Menyusun instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data berbentuk kuesioner. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setelah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Pada penelitian ini untuk menguji adanya hubungan


(51)

antara prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi (variabel X) dengan sanksi pajak (variabel Y) digunakan korelasi pearson product moment, sedangkan untuk menguji adanya prinsip keadilan dalam pemungutan pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi (variabel X) terhadap sanksi pajak (variabel Y) digunakan koefisien determinasi.

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir berupa jawaban atas rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Definisi operasionalisasi variabel menurut Nur Indriantoro (2002:69) sebagai berikut:

“Penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik”.

Variabel itu sendiri menurut Sugiyono (2008:59) adalah: “Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”. Variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen (X).

Variabel independen adalah variabel yang tidak terikat oleh faktor-faktor lain, tetapi mempunyai pengaruh terhadap variabel lain. Seperti yang


(52)

dikemukakan oleh Sugiyono (2008:59): “Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen”.

Variabel independen pada penelitian ini adalah prinsip keadilan. 2. Variabel Dependen (Y).

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Menurut Sugiyono (2008:59), variabel dependen adalah: “Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Variabel dependen di sini adalah sanksi pajak.

Adapun table operasionalisasi sesuai dengan kedua variable tersebut adalah: Tabel 3.1

Operasional Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Skala

Ukur Nomor Kuesioner Prinsip Keadilan (Equality) (X)

“Prinsip keadilan atau equality adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan

penghasilan Wajib Pajak”. (Yustinus Prastowo:2009)

1. Universality Principle 2. The Equality

Principle

3. The Ability To Pay Principle

4. The Principle of

Redistribution (Safri Nurmantu:2005)

Ordinal

1, 2, 3 4 5, 6


(53)

Dalam operasionalisasi variabel ini semua variabel menggunakan skala ordinal. Pengertian dari skala ordinal menurut Nur Indriantoro dan Bambang (2002:98) adalah sebagai berikut: “Skala ordinal adalah skala pengukuran yang tidak hanya menyatakan kategori, tetapi juga menyatakan peringkat construct diukur”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal dengan tujuan untuk memberikan informasi berupa nilai pada jawaban. Variabel-variabel tersebut diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner berskala ordinal yang memenuhi pernyatan-pernyataan tipe skala likert.

Skala likert menurut Sugiyono (2008:132) adalah sebagai berikut: “Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”.

Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan (positif) atau tidak mendukung pernyataan (negatif).

Sanksi Pajak

(Y)

“Sanksi Pajak adalah merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati atau dipatuhi atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak

melanggar norma perpajakan”. (Early Suandy:2008) 1.SanksiDenda 2.SanksiBunga 3.SanksiKenaikan 4.SanksiPidana (Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007)

Ordinal

1, 2 3, 4, 5, 6, 7

8 9, 10


(54)

Tabel 3.2

Scoring Untuk Jawaban Kuesioner

Sumber: Sugiyono (2008:133)

3.2.3 Teknik Penarikan Sampel

Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:

1. Populasi

Definisi populasi menurut Sugiyono (2008:115) yaitu: “Wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Berdasarkan definisi di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak orang pribadi KPP Pratama Tangerang Serpong yang menerima SKPKB pada tahun 2009 berjumlah 66 orang.

2. Sampel

Dengan meneliti secara sampel, diharapkan hasil yang telah diperoleh akan memberikan kesimpulan gambaran sesuai dengan karakteristik populasi.

Jawaban Responden Skor

Sangat Negatif 1

Negatif 2

Ragu-ragu 3

Positif 4


(55)

Sugiyono (2008:115) menyatakan bahwa sampel yaitu: “Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Penentuan pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan teknik probabilitas sampling. Probabilitas Sampling menurut Sugiyono (2008:118) adalah: ”Teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel”.

Adapun cara pengambilan sampel ini disajikan dengan cara simple random sampling yang menurut Sugiyono (2008:118) adalah: ”Pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu”.

Keterangan: n : Ukuran sampel N: Ukuran Populasi

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilansampel dalam penelitian ini di ambil nilai e = 5%. n 2 ) 05 , 0 ( 66 1 66 + = n ) 0025 , 0 ( 66 1 66 + = n 165 , 0 1 66 + = n 165 , 1 66 =

n = 56,652361

n = 57 hasil pembulatan

Sumber: Husein Umar (2008:78)

(

1 Ne2

)

n

+ = N


(1)

Assalamu’alaikum Wr. W

Dengan segala ke menyampaikan segala pu Asmahul Husna dan pem tetap tercurah kepada Na Muhammad SAW, kelua taufik, hidayah dan inay judul “Prinsip Keadila Orang Pribadi Terha Pratama Tangerang Se

Dalam skripsi in teknik penulisan maup keterbatasan ilmu dan pe skripsi ini, penulis bany dari berbagai pihak. Ol kepada semua pihak yan pertama penulis ingin m

telah memberikan do’a

perhatian dan curahan k

v

KATA PENGANTAR

. Wb.

kerendahan hati dan rasa syukur yang tak terhingg puji dan syukur bagi ALLAH SWT yang memiliki pemelihara alam semesta. Shalawat beserta salam Nabi besar pembawa ri salah dan suri tauladan y luarga dan sahabat beliau. Penulis menyadari bahw ayah -Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan m

ilan Dalam Pemungutan Pajak Untuk Waj

hadap Sanksi Pajak Pada Kantor Pelayanan Serpong”.

ini, penulis menemukan berbagai kekurangan ba upun dalam penyajiannya, hal ini disebabka n pengal aman yang dimiliki penulis. Dengan tersele nyak sekali mendapat bimbingan, petunjuk, dan Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan ter yang telah membantu dalam peny elsaian skripsi n mengucapkan kepad a kedua orang tua (ayah dan

do’a dan dukungan baik secara moril maupun ma

n kasih sayang yang dapat memberikan semanga

ngga, penulis liki segenap lam semoga n yaitu Nabi bahwa karena

n mengambil

ajib Pajak

ayanan Pajak

n baik dalam bkan karena elesaikannya an motivasi terima kasih psi ini. Yang dan ibu) yang

ateril serta


(2)

vi

penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan pada Ely Suhayati, S.E., M.Si., Ak., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan waktu, koreksi, bimbingan dan saran yang berguna selama menyusun skripsi ini . Serta penulis pun ingin mengucapkan rasa terima k asih kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M .Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M.Si., Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Sri Dewi Anggadini, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia .

4. Siti Kurnia Rahayu, S.E., M.Ak., Ak., dan Ony Widilestariningtyas, S.E., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberi pengarahan dalam perbaikan skripsi ini.

5. Surtikanti, S.E., M.Si., selaku dosen wali yang sudah membantu penulis dalam proses perkuliahan dari awal semester .

6. Seluruh Dosen UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

7. Segenap pimpinan dan sta f KPP Pratama Tangerang Serpong yang telah memberikan waktu, tenaga d an bantuannya yang berharga untuk memberikan kesempatan kepada penulis dalam melakukan penelitian. 8. Ahmad Tajus Suryana dan Della Fatihah selaku adikku yang telah


(3)

vii

9. Keluarga besar yang selalu membuat hidup menjadi “berwarn a” dengan

berbagai macam suka dan duka yang telah dilewati bersama.

10. Untuk Ayu Kartika Sari malaikat hatiku, cintamu penyemangat dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih untuksupportdan do’anya.

11. Rezki, Ocky, Eki, Septian, Muhtasun, Endi, Rio, Kani , Kiki, Desi, Awat, Elfa, Ajat, Yuyun atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya .

12. Teman-teman Ak2 angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan semuanya terima kasih atas dukungannya .

13. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu di atas karena keterbatasan penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis . Semoga do’a, dorongan, perhatian dan semangat yang telah diberikan semua pihak kepada penulis mendapatkan balasan pahala yang berlipat dari Allah SWT ,amin.Terima kasih.

Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Bandung, Februari 2011 Penulis

Asep Imron Mawardi NIM : 21106047


(4)

(5)

Motto dan Motivasi

“Hal terindah dalam hidup adalah misteri.

Misteri adalah sumber semua seni sejati dan semua ilmu pengetahuan ”.

“Jika belum merasa memiliki keunggulan saat ini, mungkin kita belum memiliki

semangat yang tinggi dan motivasi yang kuat dalam rangka menggali potensi diri

sendiri. Untuk meraih keunggulan lebih tinggi kita memerlukan bantuan orang lain ”.

“Tidak ada waktu yang lebih baik selain sekarang untuk memulai hidup yang baik.

Tidak perlu untuk menciptakan ulang kehidupan di waktu y ang sudah lewat.

Mulailah meskipun hanya dengan satu langkah, yang penting memulai

dan jangan ditunda untuk besok”.

Zikong Stupid People

Kupersembahkan karya kecil ini untuk kedua orang tuaku tercinta (Badrunaim, S.Ag dan Hj. Suryanah, S.Pdi) ,

juga adik-adikku (Ahmad Tajus Suryanah dan Della

Fatihah) dan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan do’a dan dukungan baik secara moril maupun materil serta perhatian dan curahan kasih sayang yang dapat memberikan semangat dalam menyelesaikan karya kecil ini.


(6)