Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Atas Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Bandung Cibeunying
DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG CIBEUNYING
The Influence of Tax Payers’ Perception of Taxation Sanctions to Tax Payers’ Compliance at Bandung Cibeunying Taxation Office
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
ESTER TAMBUNAN 21107064
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2011
(2)
Wajib Pajak diperkirakan tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT pada saat keadaan perekonomian mereka menurun, para petugas yang tidak tegas dalam menerapkan sanksi perpajakan pada Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan dan wajib pajak masih belum sadar atas kewajiban mereka dalam membayar pajak kepada Negara atas pelaporan SPT tidak tepat waktu berakibat menghambat pembangunan Negara. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang berjumlah 100 orang sebagai sampel pendukung. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan kolerasi pearson, regresi linear berganda, koefisien determinasi, uji hipotesis, dan juga menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 16.0 for windows.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan secara keseluruhan baik,. Sedangkan untuk variabel kesadaran wajib pajak termasuk dalam kriteria tinggi Serta untuk variabel kepatuhan wajib pajak termasuk dalam kriteria tinggi .Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berdampak positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak baik sacara parsial maupun simultan. Kemudian dampak secara simultan lebih besar dari secara parsial. Hal ini berarti persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak sebaiknya diselaraskan sehingga menciptakan kepatuhan wajib pajak.
Kata Kunci: Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak, kepatuhan wajib pajak.
(3)
This research was held at Bandung Cibeunying Taxation office. The phenomenon occurred is the Tax Payers are estimated having no time to submit their Annual Tax Report (SPT) when they are in a weak economic condition, the tax officers are not strict enough to take action against those who break the rule. Tax payers have not realized the importance of being punctual on paying the tax to the government. That unpunctuality may hamper the development of the nation. The purpose of this research is to know the influence of tax payers’ perception on taxation sanction and tax payers’ awareness of taxation obedience at Bandung Cibeunying Pratama Taxation Office.
Method applied in the research is both qualitative and quantitative. Analysis unit of the research is 100 tax payers as supporting samples. Statistic test used is the calculation of Pearson correlation, multiple lineal regression, coefficient of determination, hypothesis testing, and SPSS 16.0 for windows.
The research result shows that in general the tax payers’ perception of taxation sanctions is good, while the variable of tax payers’ awareness is high. The tax payers’ obedience is also high. The tax payers’ perception of taxation sanctions and awareness result in positive and significant impact both partially and simultaneously. The partial impact is more significant than the simultaneous one. Thus, it is advisable to balance the tax payers’ perception of taxation sanctions and awareness should balance in order to result in the taxpayers’ compliance.
Keywords : tax payers’ perception of taxation sanctions, tax payers’ awareness, tax payers’ compliance.
(4)
Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Kasih dan Karunia-Nya, yang senantiasa memberikan kekuatan dan pengharapan sehingga penulis dapat menyelesainya penelitian, penulisan, dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Atas Sanksi Perpajakan
dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying” .
Tentunya dalam proses penelitian, penulisan serta penyusunan skripsi ini banyak kendala yang dihadapi penulis, namun berkat bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Berkaitan dengan hal di atas maka penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra, SE, M.Si sebagai dosen pembimbing. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan dari dasar hati yang paling dalam kepada:
1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M. Sc, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia
2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra, SE, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia
3. Sri Dewi Anggadini, SE, M.Si, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia
4. Seluruh Dosen Akuntansi Universitas Komputer Indonesia 5. Ibu Senny dan Ibu Donna atas bantuan kesekertariatan selama ini
(5)
7. Petra, Gita, Estiqomah dan semua teman-temanku kelas Akuntansi 2 dan Konsentrasi Pajak,
8. Semua Pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Kiranya Tuhan memberkati setiap pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Bandung, Juli 2011 Penulis
Ester Tambunan NIM. 211 07 064
(6)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) di mana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Pembiayaan belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar memerlukan penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri tanpa harus bergantung dengan bantuan atau pinjaman dari luar negeri. Hal ini berarti bahwa semua pembelanjaan negara harus dibiayai dari pendapatan negara, dalam hal ini yaitu penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. (M. Said, 2003)
Sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan di dalam negeri khususnya di bidang penerimaan pajak dan kepatuhan perpajakan, maka mulai tahun 1983 pemerintah telah mengadakan Tax Reform/pembaharuan di bidang perpajakan, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang (UU) Pajak baru dengan diberlakukannya self assessment system.
Menurut Mardiasmo dengan adanya beberapa kali perubahan pada sistem perpajakan nasional tersebut ternyata tidak merubah ciri dan corak sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu sistem “self assessment”, yang berarti
(7)
bahwa Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mardiasmo, 2009).
Dengan diberlakukannya sistem ini jumlah wajib pajak dari tahun ke tahun semakin bertambah namun terdapat kendala yang dapat menghambat upaya peningkatan tax ratio, kendala tersebut adalah kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Sebanyak 5.899.624 wajib pajak orang pribadi dan badan dilaporkan tidak patuh memenuhi kewajiban mereka menyampaikan surat pemberitahuan Pajak Penghasilan tahunan pada 2010. Mereka diperkirakan tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT atau sengaja tidak melaporkan SPT karena merasa sudah kehilangan pekerjaan (Erlangga Djumena, 2011).
Menurut Kepala Subdirektorat Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemantauan, Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak pada 2010, 14.101.933 wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT. Yang menyampaikan SPT masih 8.202.309 wajib pajak atau dengan tingkat kepatuhan 58,16 persen. Ini masih naik dibanding tahun 2008 yang hanya 33,08 persen dan 54,15 persen pada 2009 (LIberti Pandiangan, 2011).
(8)
Data Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak menyebutkan rasio kepatuhan pajak melampaui target 57,5 persen. Berdasarkan data Ditjen Pajak, pada 2009 terdapat 10.682.099 wajib pajak terdaftar, 9.996.620 wajib pajak terdaftar wajib SPT, dan 5.413.114 SPT tahunan PPh sehingga rasio kepatuhannya sebesar 54,15 persen. Pada tahun 2010 terdapat 14.101.933 wajib pajak terdaftar wajib SPT dan 8.202.309 SPT tahunan PPh sehingga rasio kepatuhannya sebesar 58,16 persen. Pada tahun ini, Ditjen Pajak menargetkan rasio kepatuhan sebesar 62,5 persen dengan wajib pajak yang terdaftar per Januari 2011 sebanyak 18.116.000 wajib pajak. Berikut data kepatuhan Wajib Pajak dalam mengembalikan SPT di Indonesia periode 1996-2005.
Tabel 1.1
Kepatuhan wajib Pajak dalam
Mengembalikan SPT di Indonesia Periode 1996-2005
Tahun SPT dikirim SPT masuk
%SPT masuk/SPT
dikirim
1996 1.650.722 737.897 44.70
1997 1.762.522 731.850 41.52
1998 1.841.297 695.016 37.75
1999 1.949.322 690.012 35.40
2000 1.988.669 701.394 35.27
2001 2.270.870 815.985 35.93
2002 2.583.960 1.068.467 41.35
2003 2.582.550 1.141.516 44.20
2004 2.608.362 1.212.729 44.23
2005 2.712.205 1.235.409 45.54
2009 9.996.620 5.413.114 54.12
2010 14.101.933 8.202.309 58.16
(9)
Tabel 1.2
Rata-rata Kepatuhan Wajib Pajak dalam Mengembalikan SPT tepat waktu di wilayah Kota Bandung
Tahun SPT dikirim SPT masuk
%
SPTmasuk/SPT Dikirim
2005 2006 2007 2008 2009
15.725 16.729 17.992 17.929 18.650
6.981 6.591 7.050 8.750 9.077
44.39 39.40 39.18 43.91 48.67
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
Sementara itu, berdasarkan informasi yang didapat dari Petugas KPP Pratama Bandung Cibeunying, tidak sedikit masyarakat yang masih melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan utang pajak. Indikasi lain yang menyatakan bahwa wajib pajak melalaikan kewajiban perpajakannya dapat dilihat dari masih banyaknya ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Teguran (Rukhiyadin, 2011).
Apabila Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (benar dan lengkap), maka secara teoritis kewajiban perpajakannya itu menjadi “rampung”. Namun dalam kenyataannya hal tersebut bisa saja terjadi sebaliknya, oleh karena itu dalam rangka untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak yang telah mendapatkan kepercayaan menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak-pajaknya yang terhutang, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang meliputi kegiatan penelitian, pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana di bidang
(10)
perpajakan harus secara terus menerus dilaksanakan. Maka dari itu perlu adanya sanksi perpajakan yang mengatur mengenai permasalahan tersebut (Gunadi, 2002). Didukung pula oleh pernyataan bahwa perkembangan jumlah Wajib Pajak dan jumlah penyetoran pajak yang kurang menggembirakan dari tahun ketahun, maka secara yuridis pelaksanaan penegakan hukum tersebut harus dilakukan secara optimal, yaitu sampai kepada penjatuhan sanksi secara tegas (Suharno, 2005).
Menurut Kepala Bagian Pengawasan dan Konsultasi KPP Pratama Bandung Cibeunying, jika dilihat dari SKPKB yang diterbitkan setelah pemeriksaan oleh KPP Pratama Bandung Cibeunying mengalami penurunan setiap tahunnya. Walaupun terjadi penurunan setiap tahunnya akan tetapi masih banyak indikasi yang menunjukan adanya Wajib Pajak yang menghindari pajak atau belum melakukan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, penegakan aturan perpajakan pun lemah. Para petugas yang tidak tegas dalam menjalankan tugas dalam menerapkan sanksi perpajakan pada Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan . Jelas sekali bahwa praktek tersebut tidak akan membudaya bila aparat pajak tidak membuka peluang. Integritas aparat pajak untuk menjalankan tugasnya secara benar dan bersih adalah kata kunci untuk menegakkan segala aturan perpajakan. Dengan demikian, secara otomatis masyarakat akan sadar untuk memenuhi kewajiban perpajakannya (Rukhiayadi, 2011).
Namun selain penerapan sanksi perpajakan kesadaran wajib pajak pun perlu ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan
(11)
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Masyarakat masih belum merasakan adanya keberimbangan antara kewajiban pajak yang telah dipenuhinya, dengan pelayanan publik yang diberikan aparat pemerintah. Hal ini pula yang harus mendapat perhatian, sehingga kesadaran memenuhi kewajiban di bidang pajak tumbuh subur karena masyarakat benar-benar merasakan manfaat dari membayar pajak (Danny Darusalam, 2008).
Disampaikan kembali oleh Petugas KPP, Wajib Pajak masih belum sadar atas kewajiban mereka dalam membayar pajak kepada Negara atas pelaporan Surat Pemberitahuan tidak tepat waktu yang berakibat menghambat pembangunan Negara (Andri Sumawilaga, 2011).
Kesadaran untuk menjadi wajib pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul di setiap kalbu wajib pajak yang hidup bermasyarakat. Dengan demikian, maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan wajib pajak itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita – cita rakyat / penduduk hidup dalam negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar Pajak bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi (A.T Salamun, 1993).
(12)
Seperti diketahui bersama bahwa sampai saat ini persepsi masyarakat khususnya dunia usaha mengenai pajak masih negatif. Pajak masih menjadi momok bagi banyak orang. Menurut Judiseno hal ini dipicu oleh trauma masa lalu, yaitu pada zaman penjajahan di mana masyarakat umum beranggapan bahwa pembayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa. Sebaliknya, mereka tidak menyadari bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui pelayanan umum seperti membiayai pendidikan, memperbaiki fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat (M.Said, 2003).
Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004).
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisa keterkaitan antara persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dengan perspektif WP Orang Pribadi. Penelitian dan analisa ini dikembangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul
(13)
“PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK ATAS SANKSI PERPAJAKAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIBEUNYING”.
1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, penulis menarik berbagai masalah di antaranya:
1. Wajib Pajak diperkirakan tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT atau sengaja tidak melaporkan SPT karena merasa telah kehilangan pekerjaanya
2. Para petugas yang tidak tegas dalam menjalankan tugas dalam menerapkan sanksi perpajakan pada Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan 3. Wajib Pajak masih belum sadar atas kewajiban mereka dalam membayar
pajak kepada Negara atas pelaporan Surat Pemberitahuan tidak tepat waktu yang berakibat menghambat pembangunan Negara
(14)
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan di KPP Pratama Cibeunying
2. Bagaimana kesadaran wajib pajak di KPP Pratama Cibeunying
3. Bagaimana kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Cibeunying
4. Seberapa besar pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi secara simultan dan parsial di KPP Pratama Cibeunying
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan mengumpulkan data dan informasi yang kemudian dianalisa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi atas sanksi perpajakan di KPP Pratama Cibeunying
2. Untuk mengetahui kesadaran wajib pajak di KPP Pratama Cibeunying 3. Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama
(15)
4. Untuk mengetahui pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak secara simultan dan parsial di KPP Pratama Cibeunying
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau bahan dokumentasi mengenai keterkaitan antara Persepsi Wajib Pajak atas Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Bagi Peneliti
Penelitian diharapkan dapat memberi pemahaman teoritis lebih mendalam mengenai Persepsi Wajib Pajak atas Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan mengetahui aplikasinya di kehidupan nyata sehingga dapat menjadi tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang kajian yang sama, yaitu Persepsi Wajib Pajak atas Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan tingkat Kepatuhan Wajib PajakOrang Pribadi.
(16)
1.4.2 Kegunaan Praktis
Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Pengaruh Persepsi Wajib Pajak atas Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Cibeunying.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berencana melaksanakan penelitian pada KPP Pratama Cibeunying. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada Maret 2011 sampai dengan Juli 2011.
Tabel 1.3 Waktu Penelitian
No Kegiatan
Maret 2011 April2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011
Pra Survei : a. Persiapan Judul b. Persiapan teori
c. Pengajuan Judul Skripsi d. Mencari Perusahaan Proses Usulan Penelitian: a. Penulisan UP
b. Bimbingan UP c. Seminar UP d. Revisi UP Pengumpulan Data Analisis dan Inpretasi Data Proses Penyusunan Skripsi: a. BimbinganSkripsi
b. Sidang Skripsi c. Revisi Skripsi
(17)
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Pembangunan ekonomi diarahkan pada upaya untuk mewujudkan perekonomian negara yang mandiri dan andal untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata, dengan demikian pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan bangsa Indonesia, dimana sedang mengalami krisis ekonomi sedangkan roda pemerintahan dan pembangunan tidak mungkin dapat digerakkan tanpa dukungan dana terutama berasal dari pendapatan dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah berusaha terus – menerus meningkatkan peranan sumber penerimaan negara, terutama penerimaan yang berasal dari non migas. Penerimaan dari non migas ini sebagian akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak. Misi utama Direktorat Jendral Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang – Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2.1.1 Persepsi atas Sanksi Perpajakan
Persepsi menurut Rakhmat Jalaludin (1998:51), adalah
“Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.”
(18)
Pengertian persepsi menurut Bimo Walgito (2002:54) adalah:
“Pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas integrated dalam diri individu.”
Menurut Agus Nugroho Jatmiko (2006:19) menyatakan bahwa:
“Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan” Menurut Mardiasmo (2008:57) dalam bukunya Perpajakan, menyatakan bahwa:
“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.”
Menurut M. Zain (2008:78) persepsi atas sanksi perpajakan adalah:
“Interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan.” Menurut M.Zain (2008:83) agar pelaksanan sanksi dapat berjalanan dengan baik diharapkan sanksi yang ditegakan memiliki beberapa kriteria,di antaranya:
1. Sanksi perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat
2. Pengenaan sanksi merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak
3. Penegakan Sanksi pajak dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi Jadi dapat disimpulkan bahwa Persepsi atas Sanksi Perpajakan merupakan gambaran yang terstruktur dan bermakna pada hukuman yang dikenakan kepada wajib pajak yang tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
Berikut adalah sanksi-sanksi Perpajakan menurut Pasal 36, 37 UU No 16 tahun 2000
(19)
1. Sanksi Bunga
Pengertian Sanksi Berupa Bunga menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:198) adalah sebagai berikut:
“Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.”
Sedangkan pengertian sanksi berupa bunga menurut Soemarso (2007:145) adalah sebagai berikut:
“Sanksi Bunga adalaah Wajib Pajak diharuskan untuk mebayar utang pajaknya dalam jumlah yang benar dan pada waktu yang tepat.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, bunga merupakan sanksi administrasi yang dikenakan pada wajib pajak yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak dalam jumlah yang benar dan pada waktu yang tepat. Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa denda menurut UU No.28 Tahun 2007
Tabel 2.1 Sanksi Bunga
Masalah Besar/lamanya sanksi
Cara
membayar/menagih
Dasar Hukum
Pembetulan
sendiri SPT yang mengakibatkan
utang pajak
menjadi lebih besar
2% perbulan atas jumlah pajak
yang kurang
dibayar, dihitung
sejak saat
penyampaian SPT berakhir s.d tanggal
pembayaran karena
pembetulan SPT itu
SSP Pasal 8 ayat
(2) Undang-Undang
Nomor 16
(20)
Berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain
pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar
2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan sejak saat terutangnya
pajak atau
berakhirnya Masa/bagian tahun/tahun pajak s.d.
diterbitkannya SKPKB
SKP Pasal 13 ayat
(2)
Pada saat jatuh tempo pembayaran
pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar
2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian
dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
STP Pasal 19 ayat
(1)
Wajib Pajak yang diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak
2% sebulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
SSP/STP Pasal 19 ayat
(2)
Wajib Pajak
diperbolehkan menunda
penyampaian SPT
2% sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat
Pemberitahuan sampai dengan tanggal
SSP/STP Pasal 19 ayat
(21)
dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
b Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung
2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24
(dua puluh
empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau
Bagian Tahun
Pajak atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak
STP Pasal 14 ayat
(3)
Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan setelah lewat
waktu 10
tahun
48% dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang
ditambahkan dalam SKPKB
SKP Pasal 13 ayat
(5)
Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakn setelah lewat waktu 10 tahun
48% dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang
ditambahkan dalam SKPKBT
SKP Pasal 15 ayat
(4)
(22)
2. Sanksi Berupa Denda
Pengertian Sanksi berupa Denda menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:198) adalah sebagai berikut:
“Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.”
Sedangkan Sanksi berupa denda menurut Soemarso (2007:147) adalah sebagai berikut:
“Sanksi Denda juga dapat muncul oleh tindakan Wajib Pajak sendiri atau dimunculkan oleh pihak pajak. Sanksi Denda pada umumnya disebabkan oleh kesalahan atau tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan tertentu.” Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Denda merupakan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak atas kewajiban pelaporannya.Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa denda munurut UU No.28 Tahun 2007.
Tabel 2.2 Sanksi Denda
Masalah Besar/lamanya
sanksi
Cara
membayar/menagih
Dasar Hukum
SPT tidak disampaikan atau disampaikan melebihi batas waktu
a.Rp 50.000 untuk SPT Masa
b.Rp 100.000 untuk SPT Tahunan
STP Pasal 7
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 a. Pengusaha yang tidak
dikukuhkan sebagai
2% dari DPP STP Pasal 14
(23)
Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak;
b. Pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
Wajib Pajak yang
mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya
sebelum dilakukan
penyidikan
dua kali
jumlah pajak yang kurang bayar
SKP Pasal 8
ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Penghentian penyidikan
tindak pidana dibidang perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan negara
empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan
SKP Pasal
44B ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
3. Sanksi Pidana
Tabel 2.3 Pidana Penjara
Masalah Sanksi Dasar Hukum
Setiap orang yang dengan sengaja: pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
(24)
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar Tidak mendaftarkan diri, atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 memperlihatkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen Iain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara,
Melakukan lagi tindak pidana perpajakan sebelum lewat waktu 1 tahun, terhitung sejak selesainya pidana penjara
Pidana dilipatkan menjadi dua kali
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib
Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
(25)
Pajak Pejabat yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp10. 000.000, 00 (sepuluh juta rupiah )
Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
Setiap orang yang menurut Pasal 35 Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000, 00 (sepuluh juta rupiah)
Pasal 41A Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 41B Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud Pasal 39 Pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda ssetinggi-tingginya empat kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
Pidana penjara
selama-lamanya 1 tahun dan
Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
(26)
sebagaimana dimaksud Pasal 41A denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000 yang menyeluruh melakukan, yang
turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud Pasal 41B Pidana penjara selama-lamanya 3 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000
Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
Tabel 2.4 Pidana Kurungan
Masalah Sanksi Dasar Hukum
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat
Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 4.000. 000, 00 (empat juta rupiah)
Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28
(27)
Wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 43 ayat (1) Jo Pasal
38
Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000
4. Kenaikan
Tabel 2.5 Sanksi Kenaikan
No Masalah Sanksi
Cara Membayar/
Menagih
Dasar Hukum
1 Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan
50% dari jumlah pajak yang kurang bayar
SKP Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
2 SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur tidak disampaikan pada waktunya
a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar
dalam satu
Tahun Pajak b. 100% dari PPh
yang tidak atau kurang dipotong atau atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut teapi
tidak atau
kurang disetorkan;
SKP Pasal 13 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
(28)
3 Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya
dikompensasi selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%
100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
SKP Pasal 13 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
4 Kewajiban Pasal 28, 29 tidak dipenuhi
a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar
dalam satu
Tahun Pajak b. 100% dari PPh
yang tidak atau kurang dipotong atau atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut teapi
tidak atau
kurang disetorkan; c. 100% dari PPN
dan PPnBM
yang tidak atau kurang dibayar
SKP Pasal 13 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
5 Ditemukan data baru dan/atau data yang
semula belum
terungkap yang
menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang
100% dari jumlah kekurangan pajak
SKP Pasal 15 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
6 Diterbitkan SKPKB
atas Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
100% dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak
SKP Pasal 17C
ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007
(29)
2.1.2 Kesadaran Wajib Pajak
Safri Numatu (2005:103) menyatakan bahwa:
Wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran Liana Ekawati (2010:77) apabila sesuai dengan hal-hal berikut:
“(1)Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan. (2)Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
(3)Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4)Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.”
Irianto (2005 : 36) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:
“1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.
2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
3. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu sikap menyadari, mengetahui dan mengerti perihal kewajiban wajib pajak dan menyadari fungsi pajak sebagai sumber pembiayaan Negara dalam guna menyejahterakan masyarakat.
“Kesadaran Wajib Pajak menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar.”
(30)
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1012) menyatakan bahwa:
“Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan”
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Sony Devano (2006:110) menyatakan bahwa:
“Dalam Perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.”
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (2006: 111) sebagai:
“Suatu iklim kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
1. Mengisi formuir pajak dengan lengkap dan jelas 2. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 3. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya” Menurut Kiryanto (2006:16) menyatakan bahwa:
“Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan ang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan”
Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa :
”Kriteria kepatuhan wajib pajak patuh adalah sebagai berikut :
- Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
(31)
- Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
- Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
- Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. - Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di
audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.”
Menurut Safri Nurmantu (2006:110), mengatakan bahwa Kepatuhan perpajakan adalah sebagai berikut :
”Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dalam melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan yaitu :
1. Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan
2. Kepatuahan Material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substansif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuham Material juga meliputi kepatuhan Formal”.
Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112) memberikan pendapatnya mengenai kepatuhan adalah sebagai berikut :
”Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan dalam melaksanakan ketentuan perpajakan yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak.
(32)
2.1.4 Keterkaitan antar Variable Penelitian
2.1.4.1 Pengaruh Persepsi atas Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Liberti Pandiangan (2010 : 174) menyatakan bahwa:
“Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya”
Menurut Suyatmin (2004) menyatakan bahwa:
“Agar undang-undang dan peraturan dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak”
Menurut Gatot S. M Faisal (2009 : 37) menyatakan bahwa:
“Walaupun ada potensi penerimaan Negara pada setiap sanksi, namun motivasi penerapan sanksi adalah agar Wajib Pajak patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya”
Didukung pula oleh penelitian Liana Ekawati dan Wirawan Endro Dwi Radianto (2010: 82) yang menyatakan bahwa:
“Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Pelayanan Pajak Pratama Yogya.”
Jadi dapat disimpulkan persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
(33)
2.1.4.2 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Oliver Oldman (2006:119) menyatakan bahwa:
“Melalaikan pemenuhan kewajiban perpajakan disebabkan oleh ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.”
Menurut Safri Nurmantu (2005:103) menyatakan bahwa:
“Kesadaran Perpajakan menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak”
Disampaikan pula oleh Suyatmin (2004:34) bahwa:
“Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak”.
Liana Ekawati (2009 : 78) menyatakan bahwa:
“Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dam melaksanakan ketentuan perpajakan dengan dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahamanan dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin tinggi”.
Dari teori yang telah dikemukakan di atas di atas dapat disimpulkan bahwa sikap sadar wajib pajak akan kewajiban perpajakannya dansadar akan fungsi pajak akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
(34)
2.2 Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan Negara yang pendapatannya berasal dari pajak dan migas. Sedangkan sejak tahun 1990 pemerimaan Negara lebih ditekankan dari sektor pajak di mana pajak mengambil peran yang sangat besar pada APBN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebagai instansi pemerintahan di bawah Departemen Keuangan sebagi pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih modern.
Dengan self assessment system diharapkan wajib pajak akan melakukan kewajiban perpajakannya sendiri. Maka diharapkan wajib pajak akan menjadi patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Tetapi kepatuhan itu sendiri pun perlu didorong dengan adanya kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Semakin besar kesadaran wajib pajak akan fungsi negara maka semakin besar tingkat kepatuhannya dalam membayar pajak.Begitu pula dengan diterapkannya sanksi perpajakan pada setiap pelanggaran yang terjadi akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
(35)
Tabel 2.6
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya
Judul/Pengarang Hasil Persamaan Perbedaan
Pengaruh Persepsi Sanksi Perpajakan dan Kesadaran
Wajib Pajak
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak/ Liana
Ekawati dan
Wirawan Endro Dwi Radianto
Tax Penalties and Tax Complience /
Michael Doran
Strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak/John
Hutagaol
1.Persepsi atas Sanksi Perpajakan secara parsial bepengaruh
positif dan
signifikan pada kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Orang Pribadi 2.Kesadaran Wajib
Pajak Orang
Pribadi secara parsial
bepengaruh
positif dan
signifikan pada kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jogja
Sanksi perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan perpajakan
Sanksi perpajakan perlu diterapkan agar wajib pajak patuh
Meneliti mengenai
pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran
wajib pajak
terhadap
kepatuhan wajib pajak
Penerapan sanksi perpajakan
berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak
Adanya sanksi perpajakan
berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak
Pada penelitian sebelumnya: Meneliti pengaruhnya
hanya secara
parsial
Pada Penelitian ini: Meneliti pengaruh baik secara parsial maupun simultan
Penelitian
sebelumnya:Hanya mengalisis tentang pengaruh sanksi terhadap
kepatuhan
Penelitian
sebelumnya:Hanya mengalisis tentang pengaruh sanksi terhadap
(36)
2.3 Hipotesis
Gambar 2.1
Skema kerangka pemikiran Negara
Penerimaan Dalam Negeri Penerimaan Luar Negeri
Migas
Wajib Pajak Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran Perpajakan Sanksi Perpajakan
Self
Assesment System
Beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:
1.pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.
2.penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.
3.pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.
Bantuan/Pinjaman Luar Negeri
Hipotesis:
Persepsi wajib pajak pada sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
persepsi tentang sanksi perpajakan tersebut dapat diukur dengan:
1.Sanksi Perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat
2.Pengenaan sanksi merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak
3.Penegakan Sanksi pajak dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi
(37)
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010:93) hipotesis adalah sebagai berikut:
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalh penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”.
Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ha: Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak baik secara simultan maupun parsial
Persepsi WP atas sanksi
perpajakan (X1)
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
(38)
33
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif. Pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2005:32) adalah sebagai berikut :
“Objek Penelitian merupakan Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu.
Objek yang penulis gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak sebagai
variable bebas dan dapat mempengaruhi (variable independent).
2. KepatuhanWajib Pajak sebagai variable terikat dan hanya dapat dipengaruhi (dependent).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Sugiyono (2009:3) Metode Penelitian adalah :
“Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
(39)
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode penulisan studi kasus dan metode deskriptif dan verifikatif.
Menurut Sugiyono (2010 : 29) mendefinisikan bahwa :
„‟Metode Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas‟‟
Metode deskriptif ini merupakan metode yang bertujuan untuk mengetahui sifat serta hubungan yang lebih mendalam antara tiga variabel dengan cara mengamati aspek-aspek tertentu secara lebih spesifik untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang ada dengan tujuan penelitian, dimana data tersebut diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar teori-teori yang telah dipelajari sehingga data tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Sedangkan metode verifikatif menurut Mashuri (2009:45) menyatakanbahwa : “Penelitian verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan .”
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap Y yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.
(40)
Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini menggunakan Metode Survei Penjelasan ( Explanatory Survey Method). Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, dalam penelitian akan digunakan telaah statistika yang cocok, untuk itu dalam analisis menggunakan multiple regrestion (regresi berganda).
Penulis menggunakan metode tersebut, karena penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying. Sedangkan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif, karena data persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak, serta kepatuhan wajib pajak dari penelitian ini berupa data kuantitatif.
Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan di kumpulkan, diolah, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan dapat ditarik kesimpulan.
(41)
3.2.1 Desain Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan perencanaan penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, sistematis serta efektif. Desain penelitian menurut Moh. Nazir (2006:84),
“Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.”
Adapun pengertian dari desain penelitian menurut Husein Umar (2000:54-55) adalah
“Desain penelitian merupakan rencana dan struktur penyelidikan yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian.”
Demikian halnya Umi Narimawati (2010:30) mengatakan bahwa desain penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti, dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu. Tahapan atau langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian,
selanjutnya dapat ditetapkan judul yang akan diteliti. Dalam penelitian ini permasalahan yang terjadi difokuskan pada persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak, serta kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu penulis mengambil judul Persepsi Atas Sanksi Perpajakan (X1) dan Kesadaran Wajib Pajak (X2) sebagai variabel bebas dan Kepatuhan Wajib Pajak (variabel Y) sebagai variabel terikat.
(42)
3. Menetapkan rumusan masalah
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Proses penemuan masalah merupakan tahap penelitian yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik jika masalahnya tidak dirumuskan secara jelas. Menetapkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Cibeunying.
4. Menetapkan hipotesis penelitian, berdasarkan fenomena dan dukungan teori. Penulis menetapkan hipotesis dalam penelitian ini. Pengukuran dengan skala ordinal karena data yang diukurnya berupa tingkatan, namun akan dilakukan proses interval dengan metode MSI.
5. Menetapkan sumber data, teknik penentuan sampel dan teknik pengumpulan data. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Teknik penentuan sampel menggunakan rumus Slovin, dengan teknik stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi.
6. Melakukan analisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik inferensial. Metode deskriptif dan Verifikatif, dan analisis regresi berganda.
(43)
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma hubungan dua variable bebas dengan satu variable tergantung (terikat).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diuraikan desain dari penelitian ini, seperti pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang
digunakan Unit Analisis Time Horizon
T - 1 Descriptive Descriptive dan
Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 2 Descriptive Descriptive dan
Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 3 Descriptive Descriptive dan
Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 4 Descriptive Descriptive dan
Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 5 Descriptive &
Verifikatif
Descriptive dan eksplanatory Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 6 Descriptive &
Verifikatif
Descriptive dan eksplanatory Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Desain Penelitian Persepsi WP atas sanksi
perpajakan (X1)
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Kesadaran perpajakan (X2)
(44)
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Pengertian variabel menurut Sugiyono (2010: 31) adalah
“sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.”
Sedangkan definisi operasionalisasi variabel menurut Nur Indriantoro (2002:69) sebagai berikut:
“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran constructyang lebih baik.”
Operasionalisasi variabel diperlukan dalam menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam suatu penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar.
1. Variabel Bebas / Independent (variabel X1)
Sugiyono (2010:33) mengemukakan bahwa,
“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen)”.
Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi.
(45)
Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini ada dua, pertama (X1) adalah persepsi atas sanksi perpajakan dan kedua (X2) adalah kesadaran wajib pajak.
a. Persepsi atas Sanksi Perpajakan (X1)
Persepsi atas Sanksi Perpajakan interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan (M. Zain: 2008)
b. Kesadaran Wajib Pajak (X2)
2. Variabel tergantung / Dependent (Variabel Y)
Variabel tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Menurut Sugiyono (2010:39), “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
Berdasarkan uraian di atas, operasionalisasi variabel penelitian ini dapat dijelaskan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
Kesadaran Wajib Pajak menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Safri Nurmantu : 2005)
(46)
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Jenis skala pengukuran yang digunakan yaitu ordinal, dimana oleh Zainal Mustafa (2009:55) dikemukakan bahwa :
”Skala Ordinal merupakan suatu instrument yang menghasilkan nilai atau skor yang bertingkat atau berjenjang (bergradasi)”.
Variabel Konsep variable Indikator Skala
Persepsi atas Sanksi Perpajakan (X1)
Persepsi atas Sanksi Perpajakan adalah Persepsi wajib Pajak tentang Sanksi Perpajakan
interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan
( M. Zain : 2008)
persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan tersebut dapat diukur dengan:
1.Sanksi Perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat
2.Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak
3.Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi
(M.Zain:2008)
Ordinal
Kesadaran Wajib Pajak (X2)
Kesadaran Wajib Pajak menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan menggerakan
masyarakat untuk mematuhi
kewajibannya untuk membayar pajak ( Safri Numatu : 2005)
Beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:
1.pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.
2.penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.
3.pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.
(Irianto:2005)
Ordinal
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Dalam Perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. (Siti Kurnia Rahayu dan Sony Devano:2006)
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai suatu iklim kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
1. Mengisi formuir pajak dengan lengkap dan jelas
2. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
3. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
(47)
Dalam operasionalisasi variabel ini semua variabel diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala likert. Skala likert menurut Sugiyono (2009:134) adalah sebagai berikut:
”Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”.
Untuk pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan (item positif) atau tidak mendukung pernyataan (item negatif). Skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan positif adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Skor pernyataan positif
No. Keterangan Skor
1. 2. 3. 4. 5. A B C D E 5 4 3 2 1 Sumber: Sugiyono, 2009
Sedangkan skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan negatif adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Skor Pernyataan Negatif
No Keterangan Skor
1 2 3 4 5 A B C D E 1 2 3 4 5 Sumber: Sugiyono,2009
(48)
3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1Sumber Data
Jenis data yang digunakan peneliti pada penelitian mengenai Pengaruh Persepsi atas Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah data primer dan data sekunder.
Menurut Sugiyono (2009:137) menjelaskan data primer sebagai berikut: “Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.”
Menggunakan data primer karena peneliti mengumpulkan sendiri data-data yang dibutuhkan yang bersumber langsung dari objek pertama yang akan diteliti. Setelah data-data terkumpul, data tersebut akan diolah sehingga akan menjadi sebuah informasi bagi peneliti tentang keadaan objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil observasi, hasil wawancara dan penyebaran kuesioner.
3.2.3.2Teknik Penentuan Data
Adapun Teknik Penentuan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu populasi dan sampel. Pengertian dari populasi dan sampel itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Populasi Penelitian
Adapun Pengertian populasi menurut Sugiyono (2006:72) mengemukakan bahwa:
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.”
(49)
Berdasarkan pengertian di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian maka yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying.
2. Sampel
Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan
Jugdemental Sampling berdasarkan unit lokasi wajib pajak.
Alasan menggunakan metode ini adalahyang dijadikan responden adalah Wajib Pajak di KPP Pratama Cibeunying yang memiliki criteria sebagai berikut:
1. Pernah melihat/mengerti/memahami tentang persepsi atas wajib pajak atas sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak
2. Telah menjadi/melakukan/merasakan persepsi atas sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak
Metode yang digunakan untuk menentukan sampel oleh peneliti adalah pendekatan Slovin, pendekatan ini dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi
e = batas kesalahan yang ditoleransi (1%, 5%, 10%) N
n =
1 + Ne²
(50)
Berdasarkan rumus diatas, maka dapat diketahui sampel yang akan diambil dalam penelitian ini melalui perhitungan berikut :
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan cara:
a. Observasi (Pengamatan Langsung)
Dengan cara melakukan pengamatan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying untuk memperoleh data yang diperlukan.
b. Wawancara Langsung
Teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara ke bagian yang berkaitan yaitu
65978 n =
1 + 65978.0,1² 65978 =
660,78 = 99,85 -> 100
(51)
mengenai persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.
c. Kuesioner
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk kemudian dijawabnya. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup yang telah diberi skor, dimana data tersebut nantinya akan dihitung secara statistik Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan yang ditunjukkan kepada responden yang berhubungan dalam penelitian ini. Hasil dari kuesioner ini yaitu berupa data-data mengenai persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Sebelum kuesioner digunakan untuk pengumpulan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi penelitian. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan (Validitas) dan kekonsistenan (reliabilitas) alat ukur penelitian, sehingga diperoleh item-item pertanyaan-pertanyaan yang layak untuk digunakan sebagai alat ukur untuk pengumpulan data penelitian.
d. Dokumen-dokumen
Pengumpulan data dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan penelitian ini diharapkan akan memperoleh data
(52)
mengenai pengaruh persepsi atas pelaksanaan sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
3.2.4.1 Uji Validitas
Menurut Cooper (2006:720) validitas adalah :
”Validity is a characteristic of measuraenment concerned with the extent that a test measures what the researcher actually wishes to measure”. Berdasarkan definisi diatas, maka validitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik dari ukuran terkait dengan tingkat pengukuran sebuah alat test (kuesioner) dalam mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk diukur.
Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi diantara masing-masing pernyataan dengan skor total. Adapun rumus dari pada korelasi pearson adalah sebagai berikut :
r =
N Y Y
N X X
N Y X
xy
2 2
2 2
Keterangan :
r = Koefisien korelasi pearson
X = Skor item pertanyaan
Y = Skor total item pertanyaan
N = Jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrument Hasil uji validitas dengan menggunakan program SPSS 12 for window.
(53)
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang dalam bentuk kuesioner benar-benar dapat menjalankan fungsinya. Seperti telah dijelaskan bahwa untuk menguji valid tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui nilai koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor totalnya. Apabila koefisien korelasi butir pernyataan dengan skor total item lainnya > 0,30 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid.
Berdasarkan uraian diatas, maka suatu karakteristik dari ukuran terkait dengan tingkatan pengukuran sebuah alat test kuesioner untuk mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk dilakukan dan mengukur yang seharusnya diukur.
Tabel 3.5
Standar Penilitian Untuk Validitas Keterangan Validity
Good 0,50
Acceptable 0,30
Marginal 0,20
Poor 0,10
3.2.4.2 Uji Reliabilitas
Menurut Cooper (2006:716) reliabilitas adalah :
”Reliability is a characteristic of measurenment concerned with acuracy, precision, and consistency”.
Berdasarkan definisi diatas, maka reliabilitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik terkait dengan keakuratan, ketelitian dan kekonsistenan.
(54)
Setelah melakukan pengujian validitas butir pertanyaan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas untuk menguji kehandalan atau kepercayaan alat pengungkapan dari data. Dengan diperoleh nilai r dari uji validitas yang menunjukkan hasil indeks korelasi yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara dua belahan instrumen. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah Split Half Method (Spearman–Brown Correlation) Tehnik Belah Dua. Metode ini menghitung reliabilitas dengan cara memberikan tes pada sejumlah subyek dan kemudian hasil tes tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan genap–ganjil). Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
a. Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian dikelompokkan dalam kelompok I dan kelompok II
b. Skor untuk masing–masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor total untuk kelompok I dan kelompok II
c. Korelasikan skor total kelompok I dan skor total kelompok II
Ґb
+Ґb
d. Hitung angka reliabilitas untuk keseluruhan item dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Ґ1
Dimana :
Ґ1 = reliabilitas internal seluruh item
Ґb
(55)
Ґb = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua
Tabel 3.6
Standar Penilaian Untuk Reliabilitas Keterangan Reliability
Good 0,80
Acceptable 0,70
Marginal 0,60
Poor 0,50
3.2.3.3Pengujian Validitas dan Reabilitas Kuesioner
3.2.3.3.1Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Persepsi atas Sanksi Perpajakan (X1)
Hasil pengujian validitas kuesioner persepsi atas sanksi perpajakan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 3.5
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Persepsi atas Sanksi Perpajakan
Variabel No
item r-hitung r-tabel kesimpulan
koefisien
reliabilias titik kritis kesimpulan
Persepsi Wajib Pajak atas
Sanksi Perpajakan
(X1)
1 0,557 0,300 Valid
0,739 0,700 Reliabel
2 0,457 0,300 Valid
3 0,436 0,300 Valid
4 0,810 0,300 Valid
5 0,423 0,300 Valid
6 0,703 0,300 Valid
7 0,678 0,300 Valid
8 0,313 0,300 Valid
(56)
Hasil pengujian validitas kuesioner penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X1 (persepsi atas sanksi perpajakan) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas 0,700, yakni 0,739. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel persepsi atas sanksi perpajakan dinyatakan reliabel.
3.2.3.3.2Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesadaran Wajib Pajak (X2)
Hasil pengujian validitas kuesioner kesadaran wajib pajakdapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini.
Tabel 3.6
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesadaran Perpajakan
Variabel No
item r-hitung r-tabel kesimpulan
koefisien
reliabilias titik kritis kesimpulan
Kesadaran Wajib
Pajak (X2)
9 0,634 0,300 Valid
0,784 0,700 Reliabel
10 0,728 0,300 Valid
11 0,356 0,300 Valid
12 0,670 0,300 Valid
13 0,712 0,300 Valid
14 0,414 0,300 Valid
15 0,409 0,300 Valid
16 0,534 0,300 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
Hasil pengujian validitas kuesioner penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X2 (kesadaran perpajakan) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas 0,700, yakni 0,784. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel kesadaran wajib pajak dinyatakan reliabel.
(1)
131 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan secara keseluruhan baik , Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan secara keseluruhan baik, hal ini berarti bahwa wajib pajak menilai bahwa pajak yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat, para wajib pajak mengetahui bahwa pengenaan sanksi merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak, dan dalam hal penegakan sanksi pajak, petugas dalam penegakannya tanpa toleransi.
2. Kesadaran wajib pajak termasuk dalam kriteria tinggi .Hal ini menujukan bahwa wajib pajak sadar bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan Negara dan wajib pajak menyadari bahwa pajak yang ditetapkan oleh undang-undang dan dapat dipaksakan.
3. Kepatuhan wajib pajak termasuk dalam kriteria tinggi yang berarti wajib pajak telah mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas kemudian wajib pajak menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
4. Persepsi wajib pajak atas Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada KPP Pratama Cibeunying baik secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan arah hubungan positif. Artinya semakin baik persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan
(2)
132
kesadaran wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sebaliknya semakin buruk persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak akan menurunkan kepatuhan wajib pajak.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan telah terbukti membawa pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak maka peneliti memberikan saran yang dapat dijadikan masukkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying sebagai berikut:
1. Jika dilihat dari menegakan sanksi perpajakan pada pelanggar aturan perpajakan diharapkan aparat pajak diharapkan dalam hal pengenaan sanksi lebih tegas kepada para pelanggar aturan.
2. Lebih baik jika pihak KPP Pratama Cibeunying lebih mempertegas fungsi pajak terhadap negara sehingga wajib pajak sadar akan pentingnya pajak yang mereka bayarkan untuk pembangunan Negara sehingga mereka tidak akan melakukan penundaan pembayaran pajak yang akan merugikan negara.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Agus Wicaksono. (2010). Pajak Daerah Masuk, Tax Ratio Indonesia Bisa Naik. Diakses pada 4 April, 2011 dari World Wide Web: http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php?artid=7784.
Anggadini, S.D., Ismawati, L., & Narimawati, U. (2011). Penulisan Karya Ilmiah. Bekasi: Genesis.
Arles Ompusunggu (2010). Dilema Tax Ratio RAPBN 2011. Diakses pada 4
April, 2011 dari World Wide Web:
http://indotaxclear.blogspot.com/2010/09/dilema-tax-ratio-rapbn 2011. html.
Burton, Richard. (2005). Menuju Wajib Pajak Patuh. Jurnal Perpajakan Indonesia, 5(1), 8-11.
Csontos, L., Győrgy, T. & Kornai, J. (1998). Tax Awareness And Reform Of The Welfare State: Hungarian Survey Results. Economics of Transition, 6(2), 287-312.
Darusalam. (2011). Pajak Dibayar, Sanksi Pidana Tak Digunakan. Diakses Pada
15 April, 2011 dari World Wide Web:
http://www.pajak.go.id/index.php?view=article&id=7593%3Apajak-dibayar-sanksi-pidana-tak-digunakan&option=com_content&Itemid=125 Darusalam, Danny. (2008, 26 Februari). Rendahnya Kesadaran Pajak. Suara
Pembaruan.
Devano, S., & Rahayu, S., K. (2006). Perpajakan Konsep, Teori dan Isu. Jakarta: Prinadi Media Group.
Direktorat Jenderal Pajak. (2001). Surat Edaran Nomor SE-06/PJ.9/2001, Tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak Dan Intensifikasi Pajak. Direktorat Jenderal Pajak. (2010). Surat Edaran Direkorat Jenderal Pajak No.
SE-10/PJ/2010 tentang Daftar Kanwil DJP Berdasarkan Kelompok Target Rasio Kepatuhan SPT Tahun 2010.
Djumena, Erlangga. (2011). 5,89 Juta Wajib Pajak Tak Patuh. Diakses pada 4 April, 2011
dari World Wide Web:
http://nasional.kompas.com/read/2011/03/07/07054923/5.89.Juta.Wajib.P ajak.Tak.Patuh.
(4)
Faisal, G.S.M. (2009). How To Be A Smarter Taxpayer. Jakarta: Grasindo.
Gunadi. (2002, 15 Maret). Penyidikan Dan Penagihan Pajak, Berita Pajak, hal.18.
Hutagaol, J., Pradipta, A., & Winarto, W.W. (2007). Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Akuntabilitas, 6(2), 186-193.
Irianto, S. E. (2005). Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara. Yogyakarta: UII Press.
Jatmiko , A.N. (2006). Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus, dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang. Universitas Diponegoro: Tesis Megister Akuntansi
Jalaludin, Rahman. (1998). Psikologi Komunikasi (12th ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Judiseno, Rimsky, K. (2005). Pajak dan Strategi Bisnis, Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kiryanto . (2000). Analisis Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya. EKOBIS, Vol. 1 No. 1, hlm. 41 – 52.
Mardiasmo. (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Andi.
Miyasmo. (1997). Sistim Perpajakan Nasional Dalam Era Global. Semarang: Universitas Diponegoro.
Narimawati, Umi. (2007). Riset Manajemen Sumber Daya Manusia Aplikasi Contoh dan Perhitungan. Jakarta: Agung Media.
Nurmantu, Safri. (2005). Pengantar Perpajakan.. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pandiangan, Liberti. (2010). Hindari Kesalahan Pajak, Rakyat Senang Jika Anda Patuhi, 37 Larangan Perpajakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
(5)
R, Ikhsan. (2007). Kajian Terhadap Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik, 3(3), 288-310.
Said, M. (2003). Fenomena Pajak. Berita Pajak, No. 1488/Tahun XXXV, hlm. 21 – 26.
Salamun, A. T. (1993). Pajak, Citra dan Upaya Pembaruannya, Revisi Dari Buku Pajak, Citra Dan Bebannya. Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara. Soetrisno, Loekman. (1994). Optimalisasi pemungutan pajak bumi dan bangunan
di perkotaan: Suatu Perspektif Sosiologis. Jakarta Direktorat Jenderal Pajak. Diskusu terbatas:”Penyempurnaan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan Serta Pemungutan Kembali Bea Balik Nama Tanah Atas Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Sudarto. (1986). Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Suharno, (2005). Peranan Smart-Map (SIGPBB) Dalam Pelaksanaan Ekstensifikasi Dan Intensifikasi Perpajakan, , hal.3.
Supranto, J. (2005). Ekonometri Buku Kesatu. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Suryadi. (2006). Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan
Wajib Pajak Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak. Jurnal Keuangan Publik, 4(1), 105-121.
Suyatmin . (2004). Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan : Studi Empiris di Wilayah KP PBB Surakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.
Walgito, Bimo. (2002). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : ESTER TAMBUNAN
NIM : 21107064
Program Studi : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Tempat tanggal lahir : Sukabumi, 04 Oktober 1989
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Perum Bumi Sekarwangi Blok C-15 Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
DATA PENDIDIKAN
SD Negeri 12 Cibadak 1995-2001 SMP Negeri 1 Cibadak 2001-2004 SMA Negeri 1 Cibadak 2004-2007 Universitas Komputer Indonesia 2007-2011