Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Keluarga Berencana (Sitikencana) Pada Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung

(1)

SKRIPSI

Ditujukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Disusun oleh: SOFIA DEKEN

41707012

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

BANDUNG


(2)

v ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

SISTEM INFORMASI KELUARGA BERENCANA(SITIKENCANA) PADA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA

BERENCANA (BPPKB) KOTA BANDUNG

Perkembangan e-government saat ini menuntut adanya suatu sistem yang dapat menunjang berbagai kegiatan aparatur pemerintahan di dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Kemajuan e-government memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintahan. E-government dapat dimanfaatkan untuk membantu instansi Pemerintahan dalam mengolah data dan mengelola informasi dengan lebih baik. Sehingga implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA yang dibuat BPPKB Kota Bandung ini, bertujuan untuk pengolahan data Pencatatan dan Pelaporan keluarga berencana di Kota Bandung. Kendala yang dihadapi dalam penerapan e-government melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung tersebut hendaknya tidak dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintahan yang menerapkan e-government.

Teori yang digunakan adalah Implementing Policy yang dikemukan oleh Edward III dalam buku Implementing Public Policy. Berdasarkan teori tersebut untuk mencapai implementasi kebijakan dilihat dari Communication, Resources, Dispositions, dan Bureaucratic Structure yang mempengaruhi proses implementasi secara langsung maupun tidak langsung, melalui interaksinya satu sama lain.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive. Teknik Pengumpulan data yaitu observasi, studi pustaka, dan wawancara. Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang meliputi pengumpulan data, display data dan pengambilan keputusan dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi Kebijakan SITIKENCANA pada BPPKB Kota Bandung yang di tentukan oleh komunikasi pelaksanaan kebijakan SITIKENCANA sudah baik, hal tersebut dapat di lihat dari proses komunikasi tidak berbelit-belit dari aparatur BPPKB Kota Bandung langsung ke aparatur Kecamatan Coblong. Sumber daya cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari masih ada aparatur BPPKB Kota Bandung yang belum ahli dalam komputerisasi. Disposisi dapat dikatakan sudah baik, diwujudkan dengan cara penegakan kedisiplinan, keramahan dan kesopanan. Struktur Birokrasi sudah baik, hal ini bisa terlihat dari struktur birokrasi bagian kepegawaian bertugas sudah sesuai dengan tugasnya masing-masing.


(3)

vi ABSTRACT

POLICY IMPLEMENTATION

FAMILY PLANNING INFORMATION SYSTEMS (SITIKENCANA) BOARD TO EMPOWER WOMEN AND FAMILY PLANNING (BPPKB)

BANDUNG CITY

The development of e-government currently requires a system that can support various activities of government officers in carrying out its duties and functions, Progress of e-government has great potential to be used in government activities. E-government can be utilized to assist government agencies in processing data and managing information better. So that the implementation of policies concerning SITIKENCANA made BPPKB Bandung, the data processing aimed to Recording and Reporting of family planning in the city of Bandung. Constraints faced in implementing e-government through SITIKENCANA in BPPKB Bandung period should not excuse a government delay in implementing e-government.

The theory used is the Implementing Policy is raised by Edward III in the book Implementing Public Policy. Based on the theory to achieve the implementation of the policy views of Communication, Resources, dispositions, and Bureaucratic Structure affecting the implementation process directly or indirectly, through their interactions with each other.

The research method used is descriptive research method with qualitative approaches. Mechanical determination of informants using purposive technique. The data collection technique is observation, book study and interview. Data analysis technique used is descriptive qualitative which includes data collection, data display and decision-making and verification.

The results showed that the Policy Implementation BPPKB SITIKENCANA in Bandung which is determined by the communication of policies SITIKENCANA is good, it can be viewed from the communication process was straightforward from the apparatus BPPKB Bandung District small hole directly into the apparatus. Resources well enough, it can be seen from the still existing apparatus BPPKB Bandung that are not expert in computerized. Can be said to have a good disposition, realized by way of enforcing discipline, friendliness and politeness. Bureaucratic structure is good, it can be seen from the personnel in charge of the bureaucratic structure is in conformity with their respective duties.


(4)

vii

Puji dan Syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Keluarga Berencana (SITIKENCANA) di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung. Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu kelulusan Program Sarjana Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unikom Bandung.

Penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil apabila dilakukan oleh peneliti sendiri, tetapi skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo. Drs., MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

2. Nia Karniawati S. IP., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan 3. Poni Sukaesih S.IP., M.Si selaku Pembimbing skripsi yang telah bersedia

menjadi pembimbing dan meluangkan waktu untuk berbagi ilmu. Semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat.

4. Tatik Rohmawati. S.IP selaku dosen wali IP 2007

5. Seluruh dosen IP: Dewi Kurniasih S. IP, M.Si, Tatik Fidowaty S.IP, dan Rino Adibowo S.IP terimakasih atas bantuannya.

6. Sekertariatan Airinawati, A.Md. terimakasih atas bantuannya kepada peneliti. 7. Narasumber dari BPPKB Kota Bandung, yang telah membantu peneliti untuk

mendapatkan data-data dan informasi.

8. Drs. Sudirman Ayahanda Hebat, Ibunda Muktini Almh, Nofan Deken (Kakak), Fadli Deken (Adik), Diah Srisusika (Adik Sepupu) dan tercinta yang selalu memberikan Doa, kasih sayang dan dukungannya kepada peneliti.


(5)

viii Heri,Giri dkk)

11. Sahabat Kost Windi & Diane yang selalu membantu peneliti

12. Teman-teman senasib seperjuangan di IP 2007, Yang memberikan semangat dan bantuanya dalam mengerjakan usulan penelitian ini.

13. Seluruh Pimpinan dan Staf-Staf di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga berencana Kota Bandung Yang telah memberikan Peneliti bantuan dalam menyusun usulan penelitian ini.

Semua pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandung, Agustus 2011

Peneliti


(6)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Di negara-negara maju, hasil dari pemanfaatan teknologi digital (electronic digital service) telah melahirkan sebuah bentuk mekanisme birokrasi pemerintahan yang baru, yang mereka istilahkan sebagai electronic government (e-government). Berbagai definisi yang ada mengenai e-government (tergantung dari negara yang bersangkutan) memperlihatkan sebuah keinginan yang sama, yaitu bertransformasinya bentuk-bentuk interaksi antara pemerintah dengan masyarakatnya yang terlampau birokratis, menjadi mekanisme hubungan interaksi yang jauh lebih bersahabat.

Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang demikian pesat telah membuka peluang bagi seluruh institusi pemerintahan maupun swasta untuk memanfaatkannya. Kemajuan TI memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintahan. TI dapat dimanfaatkan untuk membantu instansi pemerintahan dalam mengolah data dan mengelola informasi dengan lebih baik. Pemanfaatan TI secara luas dapat membuka peluang bagi pengaksesan, pengolahan, dan pendayagunaan informasi yang besar secara cepat dan akurat. Potensi TI dapat dikembangkan untuk mendukung hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.


(7)

Pemanfaatan TI dalam pemerintahan dikenal dengan electronic Government (e-Government). e-Government seperti yang disebutkan dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government merupakan suatu upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik. Kebijakan penerapan e-Government dilakukan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi. Kebijakan penerapan e-Government dikembangkan untuk membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah secara terpadu. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut meliputi pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik. Keberadaan kebijakan penerapan e-Government merupakan salah satu infrastruktur penting dalam pemerintahan. Kebijakan penerapan e-Government telah menjadi kebutuhan sekaligus tuntutan publik yang menginginkan informasi secara akurat, transparan serta accountable.

E-government menjadi salah satu upaya Pemerintah dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektik dan efesien . e-Government merupakan penggunaan teknologi informasi oleh kantor-kantor pemerintahan untuk pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, dunia usaha dan untuk memfasilitasi kerjasama antar insitusi pemerintah. Kecenderungan-kecenderungan masyarakat yang terjadi dari masa ke masa dapat termotivasi sejalan dengan kemajuan teknologi. Masyarakat melakukan tuntutan terhadap


(8)

kualitas dan pelayanan dari pemerintah. Para aparatur diharapkan dapat memperbaiki suatu kinerja yang mengacu pada perkembangan teknologi informasi.

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahan lingkungan strategis baik lokal, regional, nasional, maupun global, untuk pengelolaan kependudukan dan KB, dilahirkan UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga pada 29 Oktober 2009. Sebagai pengganti UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Dengan UU itu diharapkan dapat lebih memperkokoh arah dan tujuan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan program KB dalam mendukung pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kependudukan khususnya di Kota Bandung telah disusun strategi dan kebijakan kependudukan yang tertuang dalam Arah Kebijakan Umum Tahun 2010 dengan sasaran prioritas Pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatan Keluarga Sejahtera. Untuk mencapai sasaran diatas telah disusun dalam 5 (lima) program pokok Keluarga Berencana dan data mikro keluarga sebagai landasan dalam penetapan kebijakan dan strategi operasional Program Keluarga Berencana.

Untuk memenuhi kebutuhan data mikro keluarga, maka Pendataan Keluarga merupakan bagian dari informasi manajemen Program Keluarga Berencana yang dilaksanakan setiap tahun sejak Tahun 1985, kegiatan Pendataan ini mengalami perubahan sesuai dengan dinamika perkembangan program.


(9)

Kegiatan Pendataan Keluarga Tahun 2010 merupakan kegiatan strategis yang memiliki intergritas dalam Program Keluarga Berencana Nasional yang mampu menyajikan informasi data Mikro Keluarga yang meliputi data demografi walaupun secara sederhana, Tahapan Keluarga Keluarga Sejahtera, Jumlah Pasangan Usia Subur dan Kesertaan ber KB serta data Individu Keluarga yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat terutama para stakeholder. Data dan informasi yang diperoleh dari hasil pendataan keluarga mempunyai kekuatan yang luar biasa, antara lain merupakan milik masyarakat karena pengumpulannya dilakukan oleh kader masyarakat sendiri, sangat rinci, merupakan bagian opersional, dapat dipertanggung jawabkan, dan dapat melengkapi serta menyempurnakan data lain yang telah ada di tingkatb RT/RW.

Data dan informasi hasil pendataan keluarga ini selain digunakan untuk keperluan operasional Program KB, juga telah banyak dimanfaatkan oleh sektor pembangunan lainnya, khusus untuk menentukan sasaran program dukungan pemberian bantuan kepada keluarga Pra KS yang dapat dikatagorikan sebagai keluarga miskin atau tidak mampu.

BPPKB Kota Bandung, Badan yang Membantu Walikota dalam menyelenggarakan Pemerintahan Kota dibidang keluarga berencana meliputi bidang informasi keluarga, pengendalian keluarga berencana dan pemberdayaan keluarga. Dalam rangka memberikan informasi tentang keluarga berencana yang lebih optimal kepada masyarakat.

Pelaksanaan pemutakhiran dan pemeliharaan data base penduduk dan keluarga di setiap wilayah pemutakhiran dan pendataan, khususnya yang


(10)

mengalami mutasi (perbaikan, perubahan dan pembaharuan) data keluarga; meliputi data Demografi, KB, Tahapan KS dan individu anggota keluarga dalam kurun waktu satu tahun masa priode pemutakhiran dan pendataan keluarga sebelumnya.

Pemutakhiran dan pemeliharaan data base penduduk dan keluarga merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan dengan pelaksanaan operasional program KB, baik dimasa lalu maupun saat ini dalam suasana dan nuansa otda, karena pemutahiran data keluarga memiliki nilai strategis untuk membuat perencanaan yang tepat, pelaksanaan yang benar dan dukungan yang efektif, sehingga dapat memenuhi saran yang dituju. Sehingga pelaksanaan pemutakhiran dan pemeliharaan data base dan keluarga dalam pengolahannya menggunakan sistem komputerisasi dalam rangka peningkatan kualitas data, sehingga memudahkan penganalisaannya. Melalui dukungan teknologi informasi, dari pendataan sebelumnya telah dapat dihasilkan data keluarga seluruh wilayah Kota Bandung, namun belum seluruh keluarga dapat dientry melalui data base komputer.

SITIKENCANA merupakan sistem informasi yang menginformasikan mengenai data demografis, keluarga berencana, tahapan keluarga sejahtera dan lain-lain, data tersebut di tampikan melalui SITIKENCANA dan dapat diakses secara online melalui http://www.bppkbkotabandung.go.id Kota Bandung.

Kendala yang dihadapi dalam penerapan e-government melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung tersebut hendaknya tidak dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintahan yang menerapkan e-government. Inpres


(11)

No 3 Tahun 2003 menekankan setiap intansi pemerintah harus menerapkan e-government. Melihat dari kebijakan penerapan e-government yang ada di Indonesia dapat di lihat bahwa penerapan e-government di BKKBN telah berjalan sejak Tahun 2003 sampai dengan sekarang berarti sudah tujuh tahun di terapakan. Pemerintah hendaknya mencari solusi yang tepat agar penerapan e-government tersebut efektif.

Kebijakan e-Government diantaranya diimplementasikan dalam proses pelayanan kesehatan keluarga yang diberikan oleh BPPKB Kota Bandung. BPPKB Kota Bandung. BPPKB merupakan Badan yang menyelenggarakan dibidang keluarga berencana meliputi bidang informasi keluarga, pengendalian keluarga berencana dan pemberdayaan keluarga, Pelaksanaan Pengelolaan informasi keluarga, pengendalian keluarga berencana serta pemberdayaan keluarga serta Pelaksanaan pelayanan teknis Ketatausahaan Badan.

Dalam mengimplementasikan SITIKENCANA jelas tertera berapa jumlah wanita dewasa yang telah menikah dan menggunakan alat kontrasepsi dikota bandung, namun tidak semua kecamatan memiliki datanya hal tersebut mengakibatkan ada sebuah kendala dalam pengumpulan data tentang keluarga berencana melalui sistem informasi.maka perlu adanya komunikasi dari aparatur dalam memberikan arahan tentang bagaimana pengumpulan data yang perlu dilakukan.

SITIKENCANA menyajikan data mengenai jumlah demografi yang meliputi kelompok umur, kelompok umur kerja, anak tidak sekolah , dan anak usia sekolah, Jumlah pengguna alat kontrasepsi dan jumlah keluarga sejahtera.


(12)

Kendala yang signifikan dalam penerapan e-government melalui SITIKENCANA ini adalah kemampuan sumber daya manusia, yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh BPPKB Kota Bandung. Kendala teknis yang dihadapi dalam BPPKB dalam melaksanakan e-government melalui SITIKENCANA yakni seperti komputer yang di pakai rusak atau kena virus.

Kendala teknis lain yang dihadapi belum siapnya aparatur bidang informasi keluarga BPPKB Kota Bandung dalam melaksanakan tugas pemerintah dalam mengelola data KB melalui sistem informasi. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merasa tertarik untuk mengambil judul : “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Keluarga Berencana (SITIKENCANA) di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung”.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka untuk mempermudah arah dan proses pembahasan, peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Komunikasi Aparatur dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA Di BPPKB di Kota Bandung?

2. Bagaimana Sumber Daya dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung?

3. Bagaimana Sikap Aparatur dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung?

4. Bagaimana Struktur Birokrasi dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung?


(13)

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana Implementasi Kebijakan Dalam Sistem Informasi Keluarga Berencana dan tujuan yang diteliti adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis komunikasi aparatur dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui Sumber Daya dalam implementasi kebijakan tentang

SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui bagaimana sikap aparatur dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui Struktur Birokrasi dalam implementasi kebijakan tentang SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan bagi Penulis

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang Implementasi Kebijakan SITIKENCANA pada BPPKB di Kota Bandung.


(14)

2. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini untuk mengembangkan teori Implementasi Kebijakan yang peneliti gunakan pada permasalahan dalam skripsi, dan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pemikiran dan informasi bagi ilmu pemerintahan.

3. Kegunaan Praktis

Memberikan masukan kepada BPPKB Kota Bandung mengenai Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Keluarga Berencana (SITIKENCANA) pada BPPKB Kota Bandung.

1.5Kerangka Pemikiran

Penggunaan teknologi sekarang ini sudah merambah ke instansi pemerintahan, mungkin itu disebabkan oleh kelebihan dari teknologi tersebut. Tuntutan masyarakat yang menginginkan pelayanan yang optimal dalam informasi data keluarga berencana menjadi salah satu pendorong bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Implementasi sistem komputerisasi dalam informasi data keluarga berencana merupakan reaksi pemerintah dalam perbaikan sistem Informasi data.

Pelayanan dengan menerapkan sistem komputerisasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Implementasi merupakan tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan, tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan aktivitas atau


(15)

kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Menurut Van Meter dan Vanhorn dalam buku The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework, menjelaskan Implementasi:

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-Individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan” (Meter dan Vanhorn, 1975:447).

Implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Kebijakan pada dasarnya adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan tindakan- tindakan yang terarah (Islamy, 1995:14).

Sedangkan menurut Solichin Abdul Wahab dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara.

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran


(16)

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh aparatur, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan . M.Irfan Islamy juga mengemukakan pengertian kebijakan dalam bukunya yang berjudul Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Kebijakan adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah (Islamy, 1995:14).

Menurut Riant Nugroho dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publlik Implementasi Kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. (Nugroho, 2004:158). Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Sedangkan menurut Budi Winarno dalam bukunya yang berjudul Teori dan Proses Kebijakan Publik menjelaskan pengertian implementasi kebijakan, sebagai berikut :

“Implementasi kebijakan merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

diinginkan” (Winarno, 2005:101).

Definisi tersebut menjelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan kegiatan administrasif yang legitimasi hukumnya ada. Pelaksanaan kebijakan melibatkan berbagai unsur dan diharapkan dapat bekerjasama guna mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Edward III dalam bukunya yang berjudul “Implementing public policy” mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai berikut :


(17)

Policy implementation as we have seen,is the stage of policy making between the establishment of a policy such as the passage of a legislative act, the issuing of an excutive order, the handing down of a judicial decision, or the promulgation of regulatory rule and the consequences of the policy for the people whom it affects” (Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah Undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan , atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupanya).

(Edward ,1980:1).

Definisi tersebut menjelaskan bahwa jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Namun bahkan sebuah kebijakan yang brilliant sekalipun jika diimplementasikan buruk bias gagal untuk mencapai tujuan para perencanganya.

Pengertian implementasi kebijakan di atas, maka Edward III mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi adalah :

Communications, resources,dispositions, and bureaucratic structure influence implementation indirectly as well as directly, through their interaction with each other”.(Komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan stuktur birokrasi yang mempengaruhi proses implementasi secara langsung maupun tidak langsung, melalui interaksinya satu sama lain)”(Edward,1980:147)


(18)

Model proses implementasi kebijakan Edward III digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1

Dampak langsung dan tidak langsung dalam Implementasi

Sumber: Edward III, George C., Implemetation Public Policy, Washington DC. Congressional Quarterly Inc., 1980:148

Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan kita adalah meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari

Communicatio

Resorces

Implementation

Disposition

Bureaucratic Structure


(19)

faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi.

Pertama, Komunikasi implementasi mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Selain itu juga dalam komunikasi implementasi kebijakan terdapat tujuan dan sasaran kebijakan yang harus disampaikan kepada kelompok sasaran, hal tersebut dilakukan agar mengurangi kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain dimensi transformasi (transmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).

Transmission yaitu menghendaki agar kebijakan public disampaikan tidak hanya kepada pelaksana kebijakan, tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga penyampaian informasi begitu penting untuk dapat dilaksanakan dengan baik.

Clarity berarti menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana sasaran kebijakan dapat diterima dengan jelas. Hal ini supaya diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan dari kebijakan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak


(20)

membingungkan atau tidak ambigu atau bermakna ganda yang menimbulkan keraguan. Hal ini supaya pasti sehingga kejelasan dapat terealisasi sesuai harapan.

Consitency yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan dalam pelaksanaannya. Hal ini penting supaya tidak terjadi kebingungan atau ketidakpastian, jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementers mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi mendefinisikan Komunikasi yaitu:

”komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab”Mulyana (2005:61-69). Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, target group dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga dapat diketahui yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran.


(21)

Kedua, Sumber daya meskipun isi kebijakan sudah di komunikasikan secara jelas dan konsisten ,tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementator. Adapun indikator-indikator sumber daya meliputi staff (pegawai), facilities (peralatan/fasilitas) dan information and authority (informasi dan kewenangan).

Staff atau pegawai yang merupakan orang yang mempunyai actor sebagai pelaksana tugas serta kewajibannya yang dimana efektifitas pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada sumber daya aparatur yang bertanggung jawab melaksanakan suatu kebijakan. Sumber daya manusia yang tidak memadai baik jumlah maupun kemampuan berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Penambahan jumlah staff dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan yaitu berkompeten dan kapabel dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan.

Information, yaitu informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Informasi merupakan sumber daya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Informasi penting untuk menyelesaikan kebijakan atau program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan juga penting untuk pendukung


(22)

kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan Undang-Undang. Autority atau kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melaksanakan kebijakan atau program seperti dana dan sarana prasarana didalam implementasi kebijakan. Tanpa fasilitas ini mustahil kebijakan ataupun program dapat berjalan dengan baik.

Facilities atau peralatan yaitu sumber daya peralatan yaitu sumber daya peralatan yang merupakan sarana dalam melaksanakan operasionalisasi implementasi suatu kebijakan. Fasilitas fisik merupakan factor penting dalam implementsi kebijakan. Implementor atau pelaksana mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung seperti sarana dan prasarana maka implementsi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

Sumber daya peralatan juga merupakan sumber daya yang mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kegagalan suatu implementasi, menurut Edward III Sumber daya peralatan yaitu:

“Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk

operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan”. (Edward III, 1980:102).

Terbatasnya fasilitas peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan menyebabkan gagalnya pelaksanaan kebijakan, karena dengan terbatasnya fasilitas sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat, tepat, andal, dan dapat dipercaya akan sangat merugikan pelaksanaan akuntabilitas. Sumber daya informasi dan kewenangan juga menjadi faktor penting dalam implementasi,


(23)

informasi yang relevan dan cukup tentang berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan.

Informasi tentang kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, dimaksudkan agar para pelaksana tidak akan melakukan suatu kesalahan dalam menginterpretasikan tentang bagaimana cara mengimplementasikan. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan. Menurut Edward III menegaskan bahwa: “ Kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan”. (Edward III, 1980:103)

Ketiga, disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan, disposisi itu seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratik. Apabila pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik atau watak yang baik, maka dia akan melaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan. Komitmen adalah kesepakatan menginyakan sesuatu dan akan melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab dengan tujuan, baik yang bertujuan positif. Kejujuran adalah sikap keterbukaan memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan kebenaran dan dalam praktek dan penerapannya. Sifat demokratik adalah

Keempat, struktur birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur Organisasi merupakan yang bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan. Didalam struktur birokrasi terdapat dua hal


(24)

penting yang mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP ini merupakan pedoman bagi pelaksana kebijakan dalam bertindak atau menjalankan tugasnya. Selain SOP yang mempengaruhi struktur birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi, Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.

Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul Perilaku Birokrasi mendefinisikan Struktur Birokrasi yaitu:

“Struktur birokrasi sebagai penentuan bagaimana pekerjaan dibagi, dibagi, dan dikelompokkan secara formal. Sedangkan organisasi merupakan unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih, dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus-menerus guna mencapai

serangkaian tujuan bersama”. (Robbins,2007:85)

Pengertian sistem, data dan informasi menurut M. Khoirul Anwar dalam bukunya yang berjudul SIMDA: Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi, yaitu “seperangkat komponen yang saling

berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan” (Anwar,

2004:4).

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa sistem merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan. Penjelasan dari uraian tersebut senada dengan pandangan Azhari Susanto dengan judul bukunya Sistem Informasi Akuntansi, mendefinisikan sistem sebagai berikut ;

“Sistem adalah kumpulan atau group dari sub sistem atau bagian atau komponen apapun baik fisik ataupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai suatu


(25)

Definisi tersebut menyebutkan bahwa sistem harus terdiri dari beberapa subsistem yang saling berkaitan dan bekerjasama antara yang satu dengan yang lainnya. Hubungan antara subsistem harus berjalan harmonis guna tercapainya tujuan sistem.

Pengertian data dalam bukunya Wahyono yang berjudul Sistem:Informasi Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi, data yaitu bahan baku informasi, didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, tindakan, benda dan sebagainya (Wahyono,2004:2). Berdasarkan pengertian tersebut maka data dapat diterjemahkan sebagai bahan informasi berupa simbol-simbol yang telah tertata. Sedangkan definisi informasi yang dikemukakan oleh Wahyono, yaitu:

“Informasi adalah hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih

berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan

suatu keputusan” (Wahyono, 2004:3).

Suatu informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya, dan suatu informasi mengambarkan kejadian-kejadian nyata yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan. Pengolahan data secara elektronik merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi dengan menggunakan komputer yang mencakup pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan dan pengawasan hasil pengolahan tersebut.


(26)

Mc Leod berpandangan bahwa suatu informasi berkualitas harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Akurat artinya informasi harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya pengujian terhadap hal ini biasanya dilakukan melalui pengujian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berbeda dan apabila hasil pengujian tersebut menghasilkan hasil yang sama maka dianggap data tersebut dianggap.

2. Tepat waktu artinya informasi itu harus tersedia atau ada pada saat informasi tersebut diperlukan, tidak besok atau tidak beberapa jam lagi. 3. Relevan artinya informasi yang diberikan harus sesuai dengan yang

dibutuhkan, kalau kebutuhan informasi ini untuk suatu organisasi maka informasi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan informasi di berbagai tingkatan dan bagian yang ada dalam organisasi tersebut.

4. Lengkap artinya informasi harus diberikan secara lengkap. Misalnya informasi tentang penjualan.

(Mc Leod,2001:61)

Informasi yang berkualitas seperti yang dikemukakan di atas harus mempunyai empat ciri yang pertama yaitu suatu informasi harus akurat. Akuratnya informasi karena telah melakukan pengujian dan apabila pengujian tersebut berhasil maka informasi tersebut dianggap data. Kedua suatu informasi harus tepat waktu, karena suatu informasi harus ada jika informasi tersebut diperlukan. Ketiga suatu informasi harus relevan, karena suatu informasi yang diberikan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan yang keempat, adalah suatu informasi haruslah lengkap tidak boleh kurang, jika informasi tersebut kurang maka suatu informasi masih diragukan.

Setelah menguraikan tentang sistem, data dan informasi di atas, maka sistem informasi dapat disimpulkan menurut Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem Informasi, yaitu :

“Sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, komputer,


(27)

menjadi informasi), dan dimaksudkan untuk mencapai suatu sasaran dan

tujuan” (Kadir, 2003:10).

Definisi tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sistem informasi adalah prosedur kerja yang diproses melalui media elektronik. Manusia sebagai operator memproses data melalui komputer guna dijadikan informasi. Informasi yang dihasilkan dari komputerisasi tersebut diharapkan dapat beramanfaat sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat terwujud.

Sistem informasi merupakan bagian dari hasil pengolahan data dengan memanfaatkan teknologi. Pengolahan data secara elektronik merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi dengan menggunakan komputer yang mencakup pengumpulan, pemprosesan, penyimpanan, dan pengawasan hasil pengolahan tersebut.

Dengan adanya aplikasi teknologi pemerintahan yang dinamakan dengan e-government. Maka kesiapan aparatur perlu diseimbakan dengan kualitas Sumber

Daya Manusia yang mampu mengaplikasikan penerapan e-government. menurut Edhy Sutanta e-government memiliki arti sebagai berikut:

e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak luar. Penggunaan teknologi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru, seperti pemerintah kepada masyarakat, pemerintah kepada pemerintah dan

pemerintah kepada bisnis atau pengusaha”.(Sutanta,2003:150).

Dengan demikian munculnya e-government dapat meningkatkan kinerja aparatur dalam mengimplementasikan kebijakan informasi data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

Sistem informasi keluarga berencana (SITIKENCANA) merupakan suatu sistem informasi diseluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka


(28)

penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat mengenai program penggunaan KB. Informasi ini sangat berguna bagi masyarakat supaya masyarakat mengetahui bagai mana menggunakan alat kontrasepsi sesuai prosedur yang pemerintah canangkan.

Implementasi kebijakan sistem informasi keluarga berencana (SITIKENCANA) dalam pengelolaan informasi diseluruh tingkat pemerintah. Sebagai sarana pengelolaan informasi, maka implementasi kebijakan sistem informasi keluarga berencana (SITIKENCANA) dalam pengelolaan informasi diharapkan dapat mampu memberikan informasi sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan harapan semuanya.

Berdasarkan penjelasan teori dan konsep di atas, peneliti membuat definisi operasional sebagai berikut:

1. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Bandung adalah Badan yang Membantu Walikota dalam menyelenggarakan Pemerintahan Kota dibidang keluarga berencana meliputi bidang informasi keluarga, pengendalian KB dan pemberdayaan keluarga.

2. Sistem Informasi Keluarga Berencana (SITIKENCANA) adalah sistem informasi yang menginformasikan mengenai data demografis, keluarga berencana, tahapan keluarga sejahtera dan lain-lain, data tersebut di tampikan melalui sistem informasi keluarga berencana (SITIKENCANA) dan dapat diakses secara online melalui http://www.bppkbkotabandung.go.id Kota Bandung.


(29)

3. Implementasi adalah proses pengelolan data KB sebagai upaya memberikan informasi mengenai keluarga berencana melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

4. Kebijakan adalah tindakan aparatur dalam mengelola data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

5. Implementasi Kebijakan SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung adalah tindakan yang dilakukan oleh aparatur BPPKB Kota Bandung dalam mengelola data KB melalui SITIKENCANA, Dalam mengukur suatu keberhasilan Implementasi Kebijakan SITIKENCANA di lihat dalam indikator sebagai berikut:

1) Komunikasi adalah penyampaian pesan aparatur BPPKB Kota Bandung dalam pengelolaan data KB kepada aparatur Kecamatan Coblong melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung. Komunikasi dalam penelitian ini meliputi:

a. Transmisi adalah penyaluran komunikasi yang baik oleh aparatur BPPKB Kota Bandung dalam pengelolaan data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

b. Kejelasan adalah tujuan yang telah ditentukan dan tidak menyimpang dari ketentuan dalam pelaksanaannya harus jelas dan konsisten dan sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh BPPKB Kota Bandung dalam implementasi kebijakan SITI KENCANA harus konsisten.

c. Konsistensi adalah unsur kejelasan dimana perintah-perintah implementasi yang tidak konsisten akan mendorong aparatur BPPKB


(30)

Kota Bandung dalam mengambil tindakan dan menafsirkan serta mengimplementasikan kebijakan yang dibuat dalam menetapkan sistem informasi KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung .

2) Sumber daya adalah aparatur BPPKB Kota Bandung yang mengelola informasi data KB kepada aparatur Kecamatan Coblong dalam mengelola data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung, sumber daya meliputi :

a. Staf adalah pelaku kebijakan dan memiliki kewenangan yang diperlukan dalam kebijakan SITIKENCANA oleh aparatur BPPKB Kota Bandung kepada aparatur Kecamatan Coblong sehingga implementasi kebijakan SITIKENCANA dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.

b. Informasi adalah informasi data KB yang dikelola oleh aparatur BPPKB Kota Bandung dalam memberikan informasi data KB kepada Kecamatan Coblong melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

c. Wewenang otoritas adalah hak aparatur BPPKB Kota Bandung dalam memberikan informasi data KB kepada aparatur Kecamatan Coblong melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

d. Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang diberikan aparatur BPPKB kepada aparatur Kecamatan Coblong mengenai informasi data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.


(31)

3) Disposisi atau sikap adalah sikap aparatur dalam memberikan informasi data keluarga berencana melalui SITIKENCANA . Disposisi meliputi: a. Komitmen adalah kesepakatan aparatur BPPKB Kota Bandung dalam

memberikan informasi data KB kepada aparatur Kecamatan Coblong melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

b. Kejujuran adalah sikap keterbukaan aparatur BPPKB kepada aparatur Kecamatan dalam memberikan informasi data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

c. Sikap demokratik adalah keadilan yang di miliki aparatur BPPKB kepada aparatur Kecamatan dalam memberikan informasi data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

4) Struktur Birokrasi adalah aparatur yang memiliki hubungan baik dalam menjalankan kebijakan dalam memberikan informasi data keluarga berencana melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung. Secara singkat, stuktur birokrasi meliputi :

a. (standard operating procedures atau SOP) adalah pedoman bagi aparatur BPPKB dalam bertindak atau menjalankan SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

b. Fragmentasi adalah upaya aparatur BPPKB dalam mempertanggung jawabkan tugasnya dalam mengelola data KB melalui SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.


(32)

Berdasarkan teori dan konsep, pada definisi operasional dan indikator-indikator di atas, maka peneliti membuat model kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.2

Model Kerangka Pemikiran

1.6Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu hanya memaparkan situasi atau peristiwa yang sedang berlangsung. Hal itu sejalan dengan pendapat Moh.Nazir mendefinisikan metode deskriptif sebagai berikut:

“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran / lukisan secara sistematis, faktual

Implementasi Kebijakan Informasi Data Keluarga Berencana Melalui

SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung Sumber Daya

1.Staf 2.Informasi 3.Wewenang 4.Fasilitas

Tercapainya Penyampaian Informasi Keluarga Berencana Kepada Masyarakat

Kota Bandung Disposisi

1. Komitmen 2. Kejujuran 3. Sikap

Demokratik Struktur Birokrasi 1.SPO 2.Fragmentasi Komunikasi 1. Transmisi 2. Kejelasan 3. Konsistensi


(33)

dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara

fenomena yang diselidiki” (Nazir, 1999:63)

Metode ini menggambarkan atau menjelaskan sesuatu hal kemudian diklasifikasikan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai penerapan kebijakan sistem informasi keluarga berencana. Berdasarkan metode yang digunakan, penyusun menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berupa gambaran dari jawaban informan. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.

Dengan mencermati definisi-definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif merupakan metode penelitian yang memberikan gambaran dan uraian yang jelas, sistematis, faktual dan akurat dalam sebuah penelitian serta peneliti merupakan instrumen kunci dalam sebuah penelitian yang mengutamakan kualitas data, artinya data yang disajikan dalam bentuk kata atau kalimat (tidak menggunakan analisis statistika). Berdasarkan metode tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu:

“Pendekatan yang berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati, tidak berbentuk angka-angka atau koefisien antar variabel. Data yang dianalisis tidak untuk menerima atau menolak hipotesis, cenderung digunakan untuk gejala yang berhubungan dengan perilaku sosial/manusia dengan berbagai

argumentasi” (Subana, 2001:17).

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena Peneliti mendeskripsikan Implementasi Kebijakan SITIKENCANA dalam meningkatkan pelayanan informasi data KB di BPPKB Kota Bandung.


(34)

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh Peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara, yaitu peneliti melakukan tanya jawab dengan narasumber yang mengetahui dan memahami lebih jauh khususnya mengenai implementasi kebijakan SITIKENCANA dalam meningkatkan pelayanan informasi data KB di BPPKB Kota Bandung.

2. Observasi non partisipan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung permasalahan yang ada dengan menggunakan indera penglihatan di BPPKB Kota Bandung selaku pihak yang berkompenten dalam pelayanan informasi penyediaan informasi data KB di BPPKB Kota Bandung.

3. Studi Pustaka, yaitu dengan membaca dan mencari buku-buku, undang-undang dan lainnya yang berhubungan langsung dengan implementasi kebijakan SITIKENCANA tentang pengolahan data, serta data berupa catatan atau dokumen yang tersedia pada BPPKB Kota Bandung. Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka peneliti dapat memperoleh informasi yang diharapkan.

4. Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan buku, buku, majalah dan sebagainya. Metode ini dimaksudkan untuk mempelajari dan mengkaji secara mendalam data-data mengenai implementasi kebijakan SITIKENCANA dalam meningkatkan pelayanan informasi di BPPKB Kota Bandung mengenai pengolahan data.


(35)

1.6.2 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive (pengambilan informan berdasarkan tujuan). Teknik penentuan informan ini adalah siapa yang akan diambil sebagai anggota informan diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Menurut Sanapiah Faisal teknik pengambilan sampel purposive adalah:

“Teknik pengambilan sampel yang didasarkan atas kriteria atau

pertimbangann tertentu; jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random. Sampel ditetapkan secara sengaja

oleh peneliti”. (Faisal, 1996:67).

Pengambilan informan, peneliti mengambil beberapa orang aparatur di BPPKB Kota Bandung yang dianggap cukup memahami informasi mengenai SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung dan aparatur Kecamatan Coblong di Kota Bandung yang menjadi team pelaksana kegiatan (TPK) SITIKENCANA menggunakan teknik purposive.

Informan aparatur BPPKB Kota Bandung yang menjadi sumber informan, adalah sebagai berikut :

1) Subag Umum dan Kepegawaian BPPKB Kota Bandung, alasan peneliti memilih Subag Umum dan Kepegawaian BPPKB karena beliau dianggap dapat memberikan informasi mengenai SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

2) Koordinator IT BPPKB Kota Bandung, alasan peneliti memilih Koordinator IT BPPKB karena beliau merupakan obyek yang dapat memberikan informasi penuh dan detail mengenai SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.


(36)

3) Subag Keuangan dan Program BPPKB Kota Bandung, alasan peneliti memilih Subag Keuangan dan Program BPPKB karena beliau dianggap obyek yang dapat memberikan informasi penuh mengenai dibuatnya SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

4) Bidang Informasi Keluarga BPPKB Kota Bandung, alasan peneliti memilih Bidang informasi keluarga BPPKB karena beliau merupakan obyek yang dapat memberikan informasi penuh dan detail mengenai SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung.

Informan aparatur Kecamatan Coblong Kota Bandung yang menjadi sumber informan, adalah sebagai berikut

1) Koordinator PKB Kecamatan Coblong, dipilih karena data KB di Kecamatan Coblong sudah online melaui SITIKENCANA.

2) PKB Lebak Siliwangi dan Dago, dipilih karena data KB di kelurahan Lebak Siliwangi dan Dago sudah online melaui SITIKENCANA.

3) TPK Kelurahan Sadang Serang, Lebak Gede, Siliwangi,dan Dago dipilih karena data KB di kelurahan Sadang Serang, Lebak Gede, Siliwangi dan Dago sudah online melalui SITIKENCANA.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data. Untuk menganalisa data yang diperoleh dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu penelitian kualitatif. Menurut Moleong bahwa:


(37)

“Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Moleong, 2005: 248).

Sesuai dengan definisi di atas, analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan berdasarkan data yang ada. Data dipilih dan dikelola berdasarkan jenisnya. Pola analisis ditentukan berdasarkan temuan data. Setelah dipelajari, maka hasil analisis tersebut disimpulkan. Kesimpulan analisis tersebut merupakan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain.

Menurut Winarno, bahwa analisa data dalam penelitian deskriptif mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data: dilakukan dengan teknik dokumentasi atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh baik data primer maupun sekunder. Kemudian pengamatan tentang peranan aparatur dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Yang terakhir dengan pelengkap wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam hal-hal yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. 2. Penilaian data: pada tahap ini masalahnya adalah validitas dan obyektifitas

sehingga perlu melakukan kategorisasi data primer dan sekunder dengan pencatatan serta mereduksi data sekunder, kemudian diseleksi agar relevan dengan masalah penelitian.

3. Interpretasi data: yakni memberikan penilaian (penafsiran), menjelaskan pola atau kategori serta mencari dan menggambarkan hubungan pengaruh antar berbagai konsep. Langkah ini dilakukan berdasarkan pemahaman intelektual dalam arti dibangun berdasar pengamatan empiris. Untuk ini, memerlukan seperangkat konsep yang telah tersusun, yang dalam penelitian ini berupa teori-teori tentang peranan aparatur, kualitas pelayanan publik dan e-government.

4. Menarik kesimpulan atau generalisasi: yaitu ditujukan untuk menjawab pertanyaan dalam permasalahan yang dirumuskan dengan melihat dasar analisis yang dilakukan, kemudian disusul dengan komentar terhadap hasil kesimpulan.

(Winarno, 2002:133)

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berdasarkan pada pengumpulan data. Pengumpulan data primer maupun data sekunder berdasarkan dokumentasi atau penelitian. Penilaian data untuk menyeleksi kategorisasi data


(38)

primer atau data sekunder. Interpretasi data dilakukan untuk menafsirkan data-data yang ditemui di lapangan. Kesimpulan dihasilkan berdasarkan generalisasi dari pertanyaan-pertanyaan tentang permasalahan.

1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan BPPKB Kota Bandung Jalan Maskumambang No.4 Kota Bandung Telepon (022) 7305023, E-mail : bkb[at]bandung.go.id. Adapun waktu penelitian ini berlangsung pada bulan Januari sampai bulan Agustus 2011.

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan 2010 2011

Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli

1 Studi pustaka 2 Observasi awal 3 Pengajuan judul U.P 4 Penyusunan U.P 5 Seminar U.P 6 Pengajuan surat ijin 7 Pelaksanaan

observasi

8

Pengumpulan data - Observasi - Wawancara - Dokumentasi 12 Pengolahan dan

analisa data 13 Bimbingan skripsi 14 Penulisan skripsi 15 Sidang skripsi


(39)

34 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan 2.1.1 Pengertian Implementasi

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :

“Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan

kegiatan”(Usman, 2002:70).

Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.


(40)

Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :

“Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif”(Setiawan, 2004:39).

Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.

Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :

“Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program”(Harsono, 2002:67)

Jadi, implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.


(41)

2.1.2 Pengertian Kebijakan

Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata

wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kebijakan merupakan pernyataan umum perilaku daripada organisasi. Kebijakan membatasi ruang lingkup yang dalam dengan menetapkan pedoman untuk pemikiran pengambilan keputusan dan menjamin bahwa keputusan yang diperlukan akan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penyelesaian tujuan yang menyeluruh. Menurut pendapat Harold Koontz yang dikutip Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya Manajemen Dasar pengertian dan Masalah

mendefinisikan pengertian kebijakan, yaitu:

“Kebijakan adalah pernyataan-pernyataan atau pengertian-pengertian umum yang memberikan bimbingan berfikir dalam menentukan keputusan yang fungsinya adalah menandai lingkungan sekitar yang dibuat sehingga memberikan jaminan bahwa keputusan-keputusan itu akan sesuai dengan

tercapainya tujuan” (dalam Hasibuan, 1996:99).

Berdasarkan uraian di atas, bahwa kebijaksanaan merupakan suatu pedoman yang menyeluruh guna mencegah terjadinya penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Kebijaksanaan juga merupakan suatu rencana yang mengarah pada daya pikir dari pengambilan keputusankearah tujuan yang diinginkan. Kebijakan mungkin terjadi dan berasal dari seperangkat keputusan yang tampaknya tetap untuk hal-hal yang sama.

Kebijakan diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Menurut Fredrickson dan Hart kebijakan adalah:

“Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan / mewujudkan sasaran yang diinginkan (dalam Tangkilisan, 2003:12).”


(42)

Adapun menurut Woll kebijakan merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (dalam Tangkilisan, 2003:2). Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan tindakan-tindakan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah, dimana tindakan atau keputusan dimaksud memiliki pengaruh terhadap masyarakatnya.

Kebijakan sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, istilah kebijakan seringkali disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Jika diuraikan terdapat perbedaan antara kebijakan dengan kebijaksanaan. Adapun pengertian kebijaksanaan lebih ditekankan kepada pertimbangan dan kearifan seseorang yang berkaitan dengan dengan aturan-aturan yang ada. Sedangkan kebijakan mencakup seluruh bagian aturan-aturan yang ada termasuk konteks politik, karena pada dasarnya proses pembuatan kebijakan sesungguhnya merupakan suatu proses politik. Menurut M. Irafan Islamy berpendapat bahwa:

“kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh lagi (lebih menekankan kepada kearifan seseorang), sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya sehingga policy lebih tepat diartikan sebagai kebijakan, sedangkan kebijaksanaan merupakan pengertian dari kata wisdom (Islamy, 1997:5).”

Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan pada dasarnya suatu tindakan yang mengarah kepada tujuan tertentu dan bukan hanya sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan seyogyanya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh


(43)

pemerintah. Menurut Brian W. Hogwood and Lewis A. Gunn secara umum kebijakan dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Proses pembuatan kebijakan merupakan kegiatan perumusan hingga dibuatnya suatu kebijakan.

2. Proses implementasi merupakan pelaksanaan kebijakan yang sudah dirumuskan.

3. Proses evaluasi kebijakan merupakan proses mengkaji kembali implementasi yang sudah dilaksanakan atau dengan kata lain mencari jawaban apa yang terjadi akibat implementasi kebijakan tertentu dan membahas antara cara yang digunakan dengan hasil yang dicapai (dalam Tangkilisan, 2003:5).

Dengan adanya pengelompokan tersebut, maka akan memudahkan untuk membuat suatu kebijakan dan meneliti kekurangan apa yang terjadi. Adapun menurut Woll terdapat tingkatan pengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yaitu:

1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan dari tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mempengaruhi kehidupan rakyat.

2. Adanya output kebijakan dimana kebijakan yang diterapkan untuk melakukan pengaturan/penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan rakyat.

3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi masyarakat. (dalam Tangkilisan, 2003:2)

Berdasarkan tingkat pengaruh dalam pelaksanaan kebijakan di atas, pada dasarnya kebijakan bertujuan untuk mempengaruhi kehidupan rakyat. Dengan demikian dalam membuat sebuah kebijakan pemerintah harus dapat melakukan suatu tindakan yang merupakan suatu bentuk dari pengalokasian nilai-nilai masyarakat itu sendiri.


(44)

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan menurut Riant Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melaluiformulasi kebijakan.

Pengertian implementasi kebijakan di atas, maka Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Comunication (Komunikasi) 2. Resources (Sumber Daya) 3. Disposition (Disposisi)

4. Bureaucratic Structur (Struktur Birokrasi) (Edward 1980:147)

Implementasi kebijakan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Yang dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam buku

Implementacion and policy, yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan :

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang -undang,namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan, lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang akan dicapai, dan

berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses


(45)

Implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat, kelompok-kelompok pemerintah ataupu swasta yang diarahkan pada terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan-kebijakan (wahab, 2004:65).

Berdasarkan pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang atau kepentingan baik pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan, implementasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan atau merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yangtelah idrencakanak, karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai.


(46)

2.1.4 Faktor-Faktor Implementasi Kebijakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implmentasi Van Meter dan Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5. Sikap para pelaksana, dan

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik (Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79).

Berdasarkan pendapat diatas implementasi kebijakan yaitu kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedomanpedoman kebijakan negara. Model Mazmania dan Sabtier di sebut model kerangka analisis implementasi. Mereka mengkalsifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel: 1. Mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang di kehendaki.

2. Kemampuan kebijakan untuk merekstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksanan dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar dan variable di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

3. Tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar (Mazmania, Sabatier,1983:20-39).


(47)

2.1.5 Unsur-Unsur Implementasi Kebijakan

George C. Edward III dalam buku Implenting Public Policy mengungkapkan komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III, 1980:10-11). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya. Implementasi merupakan sebuah kegiatan yang memiliki tiga unsur penting dan mutlak dalam menjalankannya. Adapun unsur-unsur implementasi kebijakan meliputi :

1. Adanya program yang dilaksanakan

2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.

3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut (Wahab, 1990:45).

Berdasarkan pengertian di atas maka penerapan mempunyai unsur yaitu program, target dan pelaksanaan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan. Sehingga dalam pelaksanaannya kecil kemungkinan terjadi kesalahan, kalaupun ada kesalahan maka akan dapat disadari dengan cepat. Van Meter dan Vanhorn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan:

1. Kompetisi dan ukuran staf suatu badan;

2. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana;

3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota-anggota legislative dan eksekutif);


(48)

5. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu diluar organisasi;

6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau “pelaksanan keputusan”.(Meter dan Vanhorn, 1975:471)

Pendapat yang diungkapkan Van Meter dan Vanhorn ini adalah hal yang sangat penting, karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun ciri-ciri dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan.

2.2 E-Government

Pemerintahan berbasis elektronik atau dikenal dengan e-Government menjadi populer seiring perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah dalam hal ini sebagai organisasi kekuasan harus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kemampuan pemerintah sebagai organisasi kekuasaan seharusnya dapat menerapkan berbagai hal, termasuk di dalam penerapan e-Government yang menyediakan layanan dalam bentuk elektronik. Italy mungkin termasuk salah satu negara yang paling lengkap dan detail dalam mendefinisikan e-government, yaitu:

“The use of modern ICT in the modernization of our administration, which comprise the following classes of action:

1. Computerization designed to enhance operational efficiency within individual departments and agencies;


(49)

2. Computerization of services to citizens and firms, often implying integration among the services of different departments and agencies;

3. Provision of ICT access to final users of government services and information”

(dalam Indrajit, 2004:15)

Adapun e-Government itu sendiri ditandai dengan adanya penggunaan jaringan komunikasi dengan tingkat konektivitas tertentu yang mampu menghubungkan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Misalnya pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan kalangan bisnis, pemerintah dengan pemerintah dan pemerintah dengan pegawai. Selain itu, e-Government dapat meningkatkan performa kinerja pemerintah dan memperbaiki proses administratif. Beberapa pengertian yang ada terdapat kesamaan karekteristik dari setiap definisi e-Government, kesamaan karakteristik tersebut adalah :

“Merupakan suatu mekanisme interaksi baru (modern) antara pemerintah

dengan masyarakat (stakeholder); dimana melibatkan penggunaan teknologi informasi(terutama Internet); dengan tujuan memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yang selama berjalan (Indrajit, 2004:4-5).

Penerapan e-Government menginginkan adanya perubahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, sebagaimana yang dikatakan M. Khoirul Anwar dan Asianti Oetojo S bahwa suatu sistem untuk penyelenggaraan pemerintahaan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi terutama yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. (Anwar dan Oetojo, 2003:136).

Dengan demikian keberadaan e-Government tersebut mempunyai kontribusi yang baik bagi pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap masyarakat. Keberadaan e-Government memudahkan kinerja


(50)

aparatur dan lebih mengefektifkan dalam pelayanan-pelayanan yang telah menjadi tugas dari pemerintahan.

2.3 Pengertian Sistem Informasi 2.3.1 Pengertian Sistem

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan. Murdick dan Ross mendefinisikan sistem sebagai seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan yang lainnya untuk tujuan bersama (Murdick dan Ross, 1993:6). Pandangan para ahli terhadap sistem berbeda-beda, mengatakan sistem terdiri dari unsur-unsur seperti masukan (input), pengolahan (processing) serta keluaran (output) (scott, 1996:69). Sementara Mc Leod mendefinisikan :

“Sistem sebagai kelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan

maksud yang sama dalam mencapai tujuan akan tetapi secara umum proses yang dilakukan organisasi dalam mencapai tujuannya adalah dengan mengubah sumber daya input menjadi sumber daya output” (Mc Leod, 1995:14-18).

Berdasarkan pengertian diatas, sistem merupakan jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

Menurut Carl J. Friedrich dalam buku Man and His Government

mengungkapkan sistem sebagai:

“Suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan

fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik maka akan mempengaruhi keseluruhannya itu” (Friedrich, 1963:79).


(51)

Kedua pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu komponen yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, komponen tersebut saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama. Jika komponen-komponen tersebut yang membentuk sistem tidak saling berhubungan dan tidak bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan maka komponen tersebut atau kumpulan tersebut bukanlah sistem. Maka suatu sistem sangat diperlukan untuk menentukan dan mencapai suatu tujuan tertentu.

Suradinata menjelaskan bahwa pada dasarnya sistem dapat dilihat dari karakteristiknya, yakni:

1. Adanya komponen sistem (sub sistem) yang saling berinteraksi dan bekerja sama membentuk suatu kesatuan yang mempunyai sifat-sifat sistem.

2. Terdapat batas sistem baik antar subsistem maupun antar sistem yang dikenal dengan lingkungan.

3. Lingkungan luar sistem adalah semua yang berada diluar sistem yang mempengaruh operasional sistem.

4. Penghubung sistem adalah media antar subsistem yang memungkinkan mengalirnya sumber daya.

5. Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai. (Suradinata, 1996:8-9).

Dari kelima karakteristik diatas, unsur sistem dapat mempengaruhi keberhasilan suatu tujuan sistem. Tanpa adanya salah satu dari unsur tersebut diatas, maka suatu sistem tidak akan berjalan. Karena sistem merupakan gabungan dari elemen-elemen yang berbeda.


(1)

131

Dengan demikian stuktur birokrasi kebijakan SITIKENCANA dalam menjalankan tugas aparatur di BPPKB Kota Bandung sudah baik, karena struktur birokrasi di BPPKB Kota Bandung bertugas sudah sesuai dengan ketentuannya masing-masing tugasnya. Mereka menjalankan tugas secara profesional, hal tersebut dilakukan bertujuan agar pelaksanaan Implementasi Kebijakan SITIKENCANA dalam menciptakan akselerasi akan lebih efektif dan efisien.


(2)

132 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi kebijakan sistem informasi keluarga berencan (SITIKENCANA) dapat diambil kesimpulan

bahwa kebijakan SITIKENCANA adalah:

1. Komunikasi pelaksanaan kebijakan SITIKENCANA sudah baik, proses komunikasi disini dikatakan sudah baik karena proses komunikasi mengenai Implementasi kebijakan SITIKENCANA tidak berbelit-belit dari aparatur BPPKB Kota Bandung langsung ke aparatur Kecamatan Coblong.

2. Sumber daya dalam Implementasi kebijakan SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung cukup baik. Tetapi belum maksimal di karenakan masih ada aparatur BPPKB Kota Bandung yang belum ahli dalam komputerisasi.

3. Disposisi dalam Implementasi Kebijakan SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung dapat dikatakan sudah baik, hal ini bisa terilhat dalam menjalankan tugas oleh aparatur diwujudkan dengan cara penegakan kedisiplinan, keramahan dan kesopanan.

4. Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan SITIKENCANA di BPPKB Kota Bandung sudah baik, hal ini bisa terlihat dari struktur


(3)

133

birokrasi bagian kepegawaian bertugas sudah sesuai dengan tugasnya masing-masing.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti merekomendasikan saran sebagai berikut:

1. BPPKB Kota Bandung harus lebih meningkatkan kejelasan dan ketepatan informasi yang disampaikan kepada seluruh Aparatur selaku pengelola dari Aplikasi SITIKENCANA.

2. BPKB Kota Bandung lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk Implementasi Kebijakan SITIKENCANA.

3. BPPKB Kota Bandung harus lebih meningkatkan pola-pola hubungan dan menaati peraturan yang ada untuk dapat menciptakan Pelaksanaan aparatur yang Efektif dan Efisien melalui SITIKENCANA.

4. BPPKB Kota Bandung harus bertugas sesuai dengan ketentuannya masing-masing dengan lebih menekankan kepada profesonalitas kerja untuk menciptakan pelaksanaannya efektif dan efisien akan lebih maksimal.


(4)

134

DAFTAR PUSTAKA

Buku - Buku

Anwar, M. Khoirul. 2004. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah, SIMDA. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Edward III George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington: Congressioanal Quarterly Press

Faisal, Sanapiah. 1996. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Indrajit, Richardus, Eko. 2006. Electronic Government :Strategi Pembangunan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta:Andi Islamy, M. Irfan. (1995). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara.

Jakarta:Sinar Grafika.

Khoirul & Asianti. 2004 SIMDA Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Mc Leod, Raymond. 2001. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta:PT.Prenbalindo. Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda. Nasir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta : PT. Elex Media Koputindo. Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Jilid 2. Jakarta : Salemba Empat Subana, M. Dan Sudrajat. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV

Pustaka Pelajar.

Susanto, Azhar. 2002. Sistem Informasi Akutansi. Bandung:Lingga Jaya Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen.Yogyakarta :Andi Offset.

Usman, Husaini dan Akbar Purnomo 2009. Metode Penelitian Sosial . Jakarta : Bumi Aksara.


(5)

135

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijaksanaan:Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Wahyono, Teguh. 2004. e-Government Sistem Informasi:Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Winarno, B. (2005). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.

Rujukan Elektronik

Website Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Bandung melalui: http://bppkb.bandung.go.id/ diakses pada tanggal 19 Februari 2011 jam 15:30 wib.

Dokumen –Dokumen

Inpres Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pengembangan Electronic Government Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Peraturan Menteri dalam Negeri no. 13 / 2007 Permendagri No. 59 / 2009

Peraturan Pemerintah Nomor 41/2007

Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 476/2583/Pem.Um Surat Kementerian Dalam Negeri Nomor 411.4/2180/SJ

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.


(6)

TTL : CIREBON, 20 FEBRUARI 1989 TGL KELULUSAN (SIDANG) : 30 JULI 2011

JURUSAN/PROGRAM : ILMU PEMERINTAHAN / S1

ALAMAT : TUBAGUS ISMAIL BAWAH NO. 20 C

BANDUNG

NO TELP. : 082127260016

ALAMAT TETAP (ORANG TUA) : DESA GIRINATA RT 01 RW 02 KEC. DUKUPUNTANG KAB. CIREBON

NO. TELP : 081324206403

ALAMAT EMAIL : VIAFEBRIANY@YAHOO.COM

PEMBIMBING : PONI SUKAESIH K, S.IP., M.SI

JUDUL SKRIPSI : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM

INFORMASI KELUARGA BERENCANA

(SITIKENCANA) PADA BADAN

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN

KELUARGA BERENCANA (BPPKB) KOTA BANDUNG

JUDUL SKRIPSI (DLM. B. INGGRIS) : POLICY IMPLEMENTATION FAMILY PLANNING INFORMATION SYSTEMS (SITIKENCANA) BOARD TO EMPOWER WOMEN AND FAMILY PLANNING (BPPKB) BANDUNG CITY