Seleksi Bakteri Kitinolitik Asal Tanah Jambi Sebagai Biokontrol Colletotrichum Capsici.
SELEKSI BAKTERI KITINOLITIK ASAL TANAH
JAMBI SEBAGAI BIOKONTROL Colletotrichum capsici
GABY MAULIDA NURDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Bakteri
Kitinolitik Asal Tanah Jambi sebagai Biokontrol Colletotrichum capsici adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor
Bogor, September 2015
Gaby Maulida Nurdin
NRP G351130031
RINGKASAN
GABY MAULIDA NURDIN. Seleksi Bakteri Kitinolitik Asal Tanah Jambi
sebagai Biokontrol Colletotrichum capsici. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA
MUBARIK dan LISDAR I SUDIRMAN.
Colletotrichum capsici merupakan salah satu cendawan patogen penyebab
antraknosa pada cabai. Infeksi antraknosa dapat menyebabkan kerugian hasil
panen sekitar 50-100%. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan C. capsici ialah dengan menggunakan bakteri
kitinolitik. Kitin yang terdapat pada dinding sel cendawan dapat dihidrolisis oleh
enzim kitinase yang berasal dari bakteri kitinolitik. Kitinase menghidrolisa
polimer kitin pada cendawan menjadi monomer N-asetilglukosamin. Tujuan
penelitian ini adalah menseleksi bakteri kitinolitik asal tanah Jambi berdasarkan
indeks kitinolitik dan kemampuannya menghambat pertumbuhan C. capsici.
Sebagai tambahan dilakukan identifikasi secara molekuler dari isolat kitinolitik
terpilih dan karakterisasi kitinase ekstraseluler. Enzim kitinase dari bakteri terpilih
selanjutnya digunakan untuk menghambat pertumbuhan C. capsici.
Berdasarkan hasil penyeleksian diperoleh dua isolat terbaik berdasarkan
kemampuannya mendegradasi kitin dan penghambatannya terhadap C. capsici.
Isolat KAHN 15.12 teridentifikasi sebagai Serratia marcescens dan SAHA 12.12
sebagai Bacillus thuringiensis berdasarkan gen 16S rRNA. Aktivitas spesifik
kitinase tertinggi isolat KAHN 15.12 sebesar 52.03 U/mg pada jam ke-36
inkubasi dan SAHA 12.12 sebesar 45.67 U/mg pada jam ke-24 inkubasi.
Pemekatan kedua isolat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat (b/v).
Aktivitas kitinase hasil pengendapan memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari
kitinase ekstrak kasar. Hasil pemekatan menunjukkan bahwa kitinase KAHN
15.12 mengendap pada konsentrasi 40% dengan kemurnian enzimnya meningkat
sebesar 1.92 kali dibandingkan aktivitas enzim kasarnya dengan perolehan sebesar
1.47 %. Isolat SAHA 12.12 mengendap pada konsentrasi 60% dan kemurnian
enzim sebesar 3.14 kali dengan perolehan sebesar 1.47 %.
Kitinase KAHN 15.12 hasil pengendapan memiliki aktivitas optimum
pada pH 7 dan pada suhu 60 oC. Kitinase SAHA 12.12 hasil pengendapan
memiliki aktivitas optimum pada pH 8 dan pada suhu 40 oC. Kitinase ini stabil
pada suhu optimum selama 180 menit. Hasil pemisahan protein dengan SDSPAGE menunjukkan bahwa bobot molekul dari hasil pengendapan SAHA 12.12
ialah 109.13, 75.99, 61.79, 52.91, dan 43.03 kDa. Analisis zimogram
menunjukkan satu protein yang memiliki aktivitas kitinase dengan bobot molekul
sebesar 52.91 kDa. Enzim hasil pengendapan SAHA 12.12 memiliki 2 pita
dengan bobot molekul 80.02 dan 68.51 kDa. Kedua bobot molekul tersebut
memiliki aktivitas kitinase. Hasil uji penghambatan secara in vitro terhadap
C. capsici menunjukkan bahwa enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan kedua
isolat memiliki efektivitas penghambatan terhadap C. capsici. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa kitinase isolat tersebut dapat digunakan sebagai agens
biokontrol untuk pengendalian antraknosa pada cabai.
Kata kunci: Bakteri kitinolitik, Biokontrol, Colletotrichum capsici, Kitinase
SUMMARY
GABY MAULIDA NURDIN. Selection of Chitinolityc Bacteria from Jambi Soil
as Biological Control of Colletotrichum capsici. Supervised by NISA
RACHMANIA MUBARIK and LISDAR I SUDIRMAN.
Colletotrichum capsici is one of fungi that cause anthracnose in chilli plants.
Anthracnose infection was reported cause of yield losses of up to 50% and 100%.
One alternative is to use biological control derived from chitinolytic bacteria.
Chitin is found in the cell walls of fungi can be hydrolyzed by the enzyme
chitinase derived from chitinolytic bacteria. Chitinase hydrolyze the polymer of
chitin into monomers of N-acetylglucosamine. The objectives of this study were
to screen chitinolytic bacteria isolated from soil of Taman Nasional Bukit
Duabelas, Jambi, Indonesia. Isolates were selected based on chitinolytic index and
antagonism activity of C. capsici. In addition, some steps were done, i.e.
molecular identification of selected isolates and characterization. Chitinase
enzyme from selected isolates investigated for its growth inhibition of C. capsici.
Two chitinolytic bacteria were selected based on their ability to degrade
colloidal chitin and inhibit of the growth of C. capsici. Those isolates were
KAHN 15.12 and SAHA 12.12, identified as Serratia marcescens and Bacillus
thuringiensis respectively based on 16S rRNA gene. The chitinase maximum
specific activity of isolate KAHN 15.12 was 52.03 U/mg after 36 hours of
incubation and SAHA 12.12 was 45.67 U/mg after 24 hours of incubation. The
enzyme was precipitated by ammonium sulfate (w/v). The activity of precipitated
chitinase was higher than activity of crude extract of chitinase. The results showed
that the concentration of chitinase KAHN 15.12 was precipitated in 40%
ammonium sulfate increase 1.92 fold higher than the specific activity with a yield
of 1.47%. Isolate SAHA 12.12 was precipitated in 60% ammonium sulfate and
the activity increase up to 3.14 fold with a yield of 1.47%.
The optimum pH and temperature of precipitate KAHN 15.12 were pH 7.0
and 60 ° C. Precipitate SAHA 12.12 showed optimum activity at pH 8.0 with
optimum temperature at 40 ⁰C. Both chitinases were relatively stable at maximum
pH and temperature up to 180 min of incubation. The result of SDS-PAGE
showed S. marcescens KAHN 15.12 was estimated 109.13, 75.99, 61.79, 52.91
and 43.03 kDa respectively. Zymogram analysis showed one protein molecule
which had chitinase activity with molecular weight of 52.91 kDa. Precipitate
SAHA 12.12 was detected with molecular mass of 80.02 and 68.51 kDa moreover
the both molecular mass have chitinase activity. The results of inhibition against
C. capsici via in vitro showed the crude enzyme and chitinases were effective as
biocontrol of C. capsici. So, the enzyme was effective as biological control for
anthracnose in chilli.
Keywords: Biological control, Chitinase, Chitinolytic bacteria, Colletotrichum
capsici
.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SELEKSI BAKTERI KITINOLITIK ASAL TANAH JAMBI
SEBAGAI BIOKONTROL Colletotrichum capsici
GABY MAULIDA NURDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Suryani, MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 hingga Mei 2015
ini ialah Seleksi Bakteri Kitinolitik Asal Tanah Jambi sebagai Biokontrol
Colletotrichum capsici.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik,
MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Lisdar I Sudirman selaku
anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk,
motivasi dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis
ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr Suryani, MSc dan Prof Dr
Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang telah
memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian sidang tesis.
Terima kasih kepada DIKTI melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa Program
Pascasarjana Dalam Negeri) 2013/2014 atas kepercayaannya untuk memberikan
beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Nurdin Nonci,
SPd, ibunda Fathia, SPdi, kakanda Erpi Nurdin, SSi, MKes, adinda Mar’ie Muh.
Nurdin, dan Fathul Muh. Nurdin serta seluruh keluargaku atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dr Widodo, MSi dan pihak IPBCC yang telah memberikan bantuan berupa isolat
kepada penulis, Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku teknisi Laboratorium
Mikrobiologi IPB, Ibu Ika, Mas Asril, Mas Sipriadi, Azizah, Nisalicious 2013,
Susi, Putri, Daya, Meryani, Ayu, Phika, Gita, serta seluruh teman-teman di
Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama
penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen
dan staf Departemen Biologi IPB, terkhusus program studi Mikrobiologi atas
ilmu, arahan, dan semangat yang diberikan selama menempuh pendidikan
Magister. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana
Mikrobiologi IPB angkatan 2013 serta seluruh pihak yang telah memberikan doa
dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Gaby Maulida Nurdin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Kitinolitik
Enzim Kitinase
Kitin
Colletotrichum capsici
2
2
3
4
4
3 METODE
Kerangka Penelitian
Bahan
Waktu dan Tempat Penelitian
Peremajaan Bakteri dan Colletotrichum capsici
Seleksi Bakteri Kitinolitik
Identifikasi Molekuler Bakteri Terpilih
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Produksi Enzim Kitinase
Pengukuran Aktivitas Enzim Kitinase dari Isolat Bakteri Terpilih
Penentuan Kadar Protein
Pemekatan dan Karakterisasi Enzim Kitinase
SDS-PAGE dan Zimogram
Pengaruh Kitinase terhadap Colletotrichum capsici
Lisis Dinding Sel dengan Enzim Kitinase
5
5
7
7
7
7
8
8
9
9
9
10
10
11
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi Bakteri Kitinolitik dan Indeks Kitinolitiknya
Identifikasi Molekuler Isolat SAHA 12.12
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Aktivitas Kitinase dari Isolat KAHN
15.12 dan SAHA 12.12
Kitinase Hasil Pemekatan
Karakterisasi Enzim Kitinase
SDS-PAGE dan Zimogram
Pengaruh Kitinase terhadap Colletotrichum capsici
Lisis Dinding Sel dengan Enzim Kitinase
Pembahasan
12
12
12
13
13
5 SIMPULAN
23
14
15
16
17
18
19
20
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL
1
Seleksi bakteri dari 5 isolat asal tanah perkebunan di Taman Nasional
Bukit Duabelas, Jambi, Indonesia
2 Hasil pengendapan protein kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
12
16
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Jalur degrdadasi kitin secara enzimatik
Struktur kitin
Morfologi cendawan Colletotrichum capsici
Diagram alir penelitian
Hasil pewarnaan Gram Isolat KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA isolat SAHA 12.12
Konstruksi pohon filogenetik SAHA 12.12 berdasarkan gen 16S rRNA
Pengamatan makroskopis Colletotrichum capsici
Pengamatan mikroskopis Colletotrichum capsici
Pertumbuhan sel dan aktivitas kitinase pada media NB yang dimodifikasi
dengan koloidal kitin 0.3%
Pengaruh penambahan konsentrasi amonium sulfat terhadap pengendapan
kitinase
Karakterisasi enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan enzim isolat
KAHN 15.12 dan SAHA 12.12 berdasarkan pH dan suhu
Stabilitas enzim pada suhu dan pH optimum selama 180 menit isolat
KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
SDS PAGE dan zimogram kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Efektivitas penghambatan kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
terhadap Colletotrichum capsici pada media PDA setelah 7 hari inkubasi
Persentase penghambatan kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
terhadap Colletotrichum capsici pada media PDA setelah 7 hari inkubasi
Kadar NAG yang dibebaskan selama terjadinya lisis dinding sel
Colletotrichum capsici setelah penambahan enzim kitinase
3
4
5
6
12
13
13
14
14
15
15
16
17
18
18
19
20
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Seleksi bakteri kitinolitik asal tanah perkebunan Jambi berdasarkan
indeks kitinolitik dan penghambatan terhadap Colletotrichum capsici
Urutan nukleotida hasil sekuen gen 16S rRNA isolat SAHA 12.12
Hasil BLAST-N sekuen gen 16S rRNA dengan data GenBank isolat
SAHA 12.12
Metode pengujian aktivitas kitinase (Toharisman et al. 2005 dengan
modifikasi)
Metode pengukuran kadar protein (Bradford 1976)
28
29
29
32
33
6 Kurva standar isolat KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
7 Penghitungan bobot molekul kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
8 Kurva standar N-asetilglukosamin (NAG) yang direaksikan dengan
reagens dinitrosalycilic acid (DNS)
9 Interaksi antara C. capsici dan isolat KAHN 15.12 secara mikroskopis
10 Prosedur pembuatan reagens yang digunakan dalam penelitian
34
35
36
37
37
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kitin adalah polimer linier yang tersusun oleh monomer -1.4-N-asetil-Dglukosamin (GlcNac) yang merupakan salah satu senyawa paling melimpah di
alam setelah selulosa. Kitin memiliki distribusi spektrum yang luas seperti kulit
crustaseae, eksoskeleton serangga (25-58%), dan dinding sel cendawan sekitar
22-40% (Gohel et al. 2006; Mukherjee dan Sen 2006). Degradasi kitin oleh enzim
kitinase terjadi melalui dua tahapan, yaitu endokitinase (EC 3.2.1.14)
menghidrolisis secara acak dengan memutuskan ikatan -1.4-glikosida, dan
eksokitinase (EC 3.2.1.52) menghidrolisis kitin dari ujung nonreduksi
(Toharisman et al. 2005). Kitinase dilaporkan memainkan peran protektif terhadap
cendawan patogen karena kemampuan untuk menyerang dinding sel cendawan
secara langsung. Kitinase melepaskan oligo-N-asetilglukosamin yang berfungsi
sebagai elisitor untuk aktivasi respon pertahanan pada sel inang (Gohel et al.
2006).
Colletotrichum capsici merupakan salah satu jenis cendawan penyebab
antraknosa pada tanaman cabai (Amusa et al. 2004). Cendawan ini dilaporkan
menyerang berbagai jenis tanaman dan dapat menginfeksi cabang, ranting, daun,
dan buah di lapangan maupun setelah panen (Shenoy et al. 2007). Gejala
antraknosa dapat ditemukan adanya bercak konsentris dengan bintik-bintik hitam
yang merupakan aservulus di permukaan buah, dan adanya jaringan nekrotik pada
batang, daun, dan buah (Shenoy et al. 2007; Than et al. 2008). Antraknosa
merupakan masalah pada produksi tanaman perkebunan di sebagian besar wilayah
yang menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar hingga 50 %
(Pakdeevaraporn et al. 2004). Infeksi antraknosa dilaporkan di India, Amerika
Utara dan Afrika tropis yang menyebabkan penurunan buah cabai sebesar 50%
dan 100 % (Amusa et al. 2004), sedangkan di Indonesia dapat mencapai
10% - 80% di musim hujan dan 2% - 35% di musim kemarau (Widodo 2007).
Upaya pengendalian terhadap penyakit antraknosa hingga saat ini masih
menggunakan pestisida sintetis. Tetapi pengendalian tersebut dapat menyebabkan
beberapa masalah, antara lain terjadinya polusi terhadap lingkungan,
perkembangan resistensi dan berbahaya untuk organisme (Chang et al. 2003;
Gohel et al. 2006). Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengendali
penyakit tanaman ialah dengan menggunakan agens biologi yang berasal dari
bakteri kitinolitik. Bakteri tersebut merupakan bakteri yang dapat mendegradasi
kitin yang terdapat pada dinding sel cendawan karena kemampuannya
memproduksi enzim kitinase (Merzendorfer 2013; Han et al. 2014). Beberapa
genus bakteri kitinolitik berasal dari Bacillus, Aeromonas, Vibrio, Enterobacter,
Serratia, dan Pseudomonas (Thompson et al. 2001).
Seleksi isolat merupakan tahap awal pemilihan biokontrol. Beberapa
antagonis dari bakteri kitinolitik telah banyak dilaporkan aktivitas
penghambatannya terhadap beberapa cendawan patogen (Zarei et al. 2011; Asril
et al. 2014; Xiao et al. 2014). Namun, belum ada laporan tentang seleksi bakteri
kitinolitik Indonesia yang dijadikan sebagai agens biokontrol Colletotrichum
capsici penyebab antraknosa pada tanaman cabai. Oleh karena itu, dilakukan
2
penyeleksian bakteri kitinolitik asal tanah perkebunan Jambi yang telah diisolasi
oleh Haryanto (2013) dan memiliki aktivitas penghambatan terhadap cendawan
patogen lain. Kitinase yang diperoleh dari bakteri terpilih itulah yang
dikarakterisasi dengan harapan dapat meningkatkan aktivitas penghambatannya
dan dapat diaplikasikan sebagai agens biokontrol.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu menyeleksi bakteri kitinolitik asal tanah
perkebunan Jambi berdasarkan kemampuannya menghambat pertumbuhan
cendawan Colletotrichum capsici. Sebagai tambahan, dilakukan identifikasi
secara molekuler dari isolat terpilih, dan karakterisasi enzim kitinase untuk
meningkatkan penghambatan terhadap C. capsici.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi
mengenai potensi isolat kitinolotik asal tanah perkebunan Jambi sebagai agens
biokontrol untuk menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici penyebab
penyakit antraknosa pada tanaman cabai.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Kitinolitik
Enzim kitinase pada bakteri merupakan enzim ekstraseluler untuk
pengambilan nutrisi dan parasitisme. Bakteri memproduksi enzim kitinase untuk
mendegradasi kitin sehingga memperoleh N-asetilglukosamin sebagai sumber
nutrisi berupa karbon dan nitrogen untuk proses metabolisme bakteri hingga
menghasilkan energi, CO2, H2O, dan NH3 (Thompson et al. 2001). Bakteri
kitinolitik sudah diketahui secara luas dapat digunakan sebagai penghambat
pertumbuhan cendawan dan lebih dari itu, digunakan untuk mengontrol penyakit
tanaman yang disebabkan oleh cendawan. Enzim yang dapat mendegradasi kitin
adalah kitinase atau enzim kitinolitik. Organisme yang dapat mendegradasi kitin
tersebar luas di alam, termasuk organisme yang tidak memiliki kitin seperti
bakteri, virus, tumbuhan tingkat tinggi, dan hewan yang memiliki peran penting
dalam fisiologi dan ekologi. Mikrob mendegradasi kitin dengan mensekresikan
enzim yang memiliki spesifitas tertentu untuk menghidrolisis kitin menjadi
monomer N-asetilglukosamin (Matsumoto 2006).
Beberapa genus bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinolitik
menurut Thompson et al. (2001) ialah Aeromonas, Bacillus, Enterobacter,
Pseudomonas, dan Serratia. Beberapa bakteri lain yang diketahui mampu
menghasilkan enzim kitinolitik ialah Chromobacterium violaceum (Chernin
et al. 1995), Streptomyces, Myxobacterium, Vibrio (Wiwat et al. 1999),
3
Paenibacillus (Han et al. 2014), Clostridium aminovalericum (Simunek et al.
2004), dan Xanthomonas (Gohel et al. 2006). Bakteri kitinolitik digunakan
sebagai bioinsektisida dan biofungisida yang dapat menghambat pertumbuhan
cendawan patogen, seperti yang dilaporkan oleh Vivekanathan et al. (2003)
bahwa Pseudomonas dan Bacillus dapat menekan secara efektif penyakit
antraknosa yang disebabkan Colletotrichum pada mangga dengan menginduksi
enzim kitinase dan beberapa enzim hidrolitik lainnya.
Enzim Kitinase
Kitinase (EC 3.2.1.14) merupakan enzim yang mampu menghidrolisa
polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin yang
terjadi secara sinergis dan berurutan (Patil et al. 2000). Enzim ini dihasilkan oleh
bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Berdasarkan cara kerjanya, kitinase
dibedakan menjadi 2 kelompok utama, yaitu endokitinase dan eksokitinase.
Endokitinase memotong polimer kitin secara acak menghasilkan dimer, trimer,
tetramer atau oligomer kitin. Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non
reduksi. Bila hasil potongan berupa monomer maka enzim tersebut dinamakan Nasetilheksosaminidase, namun bila potongan yang dihasilkan berupa dimer maka
enzim tersebut disebut sitobiosidase (Cohen dan Chet 1998).
KITIN
Kitinase (EC 3.2.1.14)
Kitin deasetilase (EC 3.5.1.14)
OLIGOMER KITIN
KITOSAN
GlNAc-ase (EC 3.2.1.30)
Kitosanase (EC 3.2.1.132)
N-ASETILGLUKOSAMIN
OLIGOMER KITOSAN
Β-D-glukosaminidase
Deasetilase
GLUKOSAMIN
Gambar 1 Jalur degradasi kitin secara enzimatik (Gooday 1994)
Jalur degradasi kitin di alam terdiri atas 2 jalur yaitu jalur pertama diawali
dengan hidrolisis ikatan -1.4 glikosida. Ikatan tersebut diputus oleh enzim
endokitinase sehingga terbentuk oligomer kitin. Selanjutnya oligomer kitin
dipecah menjadi N-asetilglukosamin (kitibiosa) oleh kitobiosidase hingga
dihasilkan monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) oleh N-asetilglukosaminidase
(kitibiosa). Monomer GlcNAc kemudian mengalami deasetilasi menjadi
glukosamin oleh enzim N-asetilglukosamin-deasetilase. Jalur degradasi kitin
lainnya adalah deasetilasi kitin menjadi kitosan oleh enzim kitin-deasetilase.
4
Kitosanase akan mendegradasi kitosan menjadi oligomer kitosan. Oligomer
kitosan selanjutnya akan didegradasi menjadi glukosamin oleh glukosaminidase
(Gooday 1994).
Kitin
Kitin merupakan polimer linier yang tersusun dari 2000–3000 monomer
N-asetil-D-glukosamin yang dihubungkan dengan ikatan -1.4-glikosida. Kitin
memiliki spektrum yang luas di biosfer seperti pada kulit crustacea (kepiting,
udang, lobster), eksoskeleton zooplankton (coral, ubur-ubur), serangga
(kupu-kupu, kumbang), protista (amoeba, diatom), serta dinding sel fungi dan
bakteri (Gohel et al. 2006). Kitin mengalami biodegradasi melalui mekanisme
dengan melibatkan kompleks enzim (Mukherjee dan Sen 2006).
Berdasarkan susunan N-asetilglukosamin, kitin dapat dibedakan menjadi
α-kitin (antiparalel), -kitin (paralel), dan –kitin (antiparalel-paralel). Struktur
α-kitin memiliki susunan N-asetilglukosamin yang lebih rapat dan lebih banyak
dijumpai di alam, contohnya pada protista, eksoskeleton invertebrata, dan fungi.
Struktur -kitin memiliki susunan N-asetilglukosamin yang tidak rapat dan
banyak dijumpai pada diatom. Sedangkan –kitin merupakan gabungan dari
α-kitin dan -kitin yang tersusun dari N-asetilglukosamin yang rapat dan tidak
rapat, contohnya pada kumbang Ptinus tectus dan Rhynchaenus fagi (Gooday
1994; Svitil et al. 1997).
Gambar 2 Struktur kitin. a Struktur kimia kitin, b Struktur antiparalel (α-kitin)
atau paralel ( -kitin) (Seidl 2008)
Colletotrichum capsici
Genus Colletotrichum merupakan cendawan anamorfik, termasuk dalam
subdivisi Deuteromycotina, kelas Deuteromycetes, subkelas Coelomycetidae,
ordo Melanconiales, famili Melanconiaceae (Alexopoulus dan Mims 1996).
5
Beberapa spesies dari Colletotrichum dapat menyebabkan penyakit antraknosa
pada tanaman cabai antara lain C. gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium,
dan C. capsici yang dapat menyebabkan kerugian sekitar 50 - 100% (Amusa et al.
2004; Pakdeevaraporn et al. 2004). Lebih dari 90% antraknosa yang menginfeksi
cabai diakibatkan oleh C. capsici (Syukur 2007).
Cendawan Colletotrichum dapat menyerang tanaman terutama pada
musim hujan dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada cuaca yang lembab
cendawan memproduksi banyak konidia untuk perkecambahan pada permukaan
tanaman. Cendawan Colletotrichum dapat bertahan hidup pada inangnya yang
terinfeksi ataupun di dalam tanah (Bergstrom dan Nicholson 1999). Gejala
antraknosa diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitaman dan
sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut,
kering, membusuk dan jatuh. Pertumbuhan awal cendawan C. capsici membentuk
koloni miselium yang berwarna coklat keabu-abuan dengan miselium yang timbul
di permukaan menyerupai kapas (Shenoy et al. 2007). Kemudian secara perlahanlahan berubah menjadi hitam dan akhirnya membentuk aservulus yang merupakan
massa konidia. Secara morfologi C. capsici memiliki aservulus berwarna coklat
kehitaman, berdiameter 198-486 µm dengan rata-rata 278.5 µm. Seta berwarna
cokelat tua, bersepta, silindris dan berukuran 70.0-120.3 x 2.5-5.1 µm. Konidia
hialin, berbentuk bengkok seperti sabit, bersel tunggal, tidak bersekat, dan ratarata panjang dan lebar konidia bervariasi berkisar 22.5-35.0 µm x 2.5-3.75 µm.
Apresoria
berbentuk
bulat,
berwarna
kecoklatan
dengan
ukuran
9-14 µm x 6.5-11.5 µm (Sangdee et al. 2011; Chai et al. 2014).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Morfologi cendawan Colletotrichum capsici. (a) Gejala antraknosa
pada buah cabai, (b) koloni C. capsici pada media PDA berumur 7
hari, (c) aservulus dengan seta, (d) konidia (Nayaka et al. 2009;
Amalia 2013)
3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian meliputi seleksi bakteri kitinolitik berdasarkan indeks
kitinolitik dan aktivitas penghambatannya terhadap Colletotrichum capsici. Isolat
yang telah diseleksi kemudian digunakan untuk identifikasi secara molekuler,
isolasi, pengendapan enzim dengan ammonium sulfat, dan karakterisasi kitinase
ekstraseluler yang selanjutnya akan diuji kembali penghambatannya terhadap
C. capsici (Gambar 4).
6
Uji Patogenesitas
dan Identifikasi
C. capsici
Peremajaan dan Seleksi Isolat
Kitinolitik
isolat yang
digunakan
Uji Antagonis terhadap
Colletotrichum capsici
Indeks Kitinolik
Isolat Terpilih
Identifikasi Molekuler
gen 16S rRNA
Pertumbuhan Sel
Bakteri
Produksi Enzim
Kurva Tumbuh Bakteri
Penentuan pH dan
Suhu Optimum serta
Stabilitasnya
Pemekatan Enzim
dengan Amonium
Sulfat
Uji Penghambatan
terhadap C. capsici
ENZIM EKSTRAK
KASAR
Elektroforesis SDSPAGE dan Zimogram
Lisis Dinding Sel
Cendawan
menggunakan kitinase
Hasil Pengendapan
Penentuan pH dan Suhu
Optimum serta Stabilitasnya
Uji Penghambatan terhadap
C. capsici
Gambar 4 Diagram alir penelitian
7
Bahan
Bahan yang digunakan ialah 30 isolat bakteri yang sebelumnya diisolasi
dari tanah perkebunan sawit dan karet di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi,
Indonesia (Haryanto 2013), serta cendawan patogen Colletotrichum capsici KMP
1533 penyebab antraknosa (koleksi Dr Widodo, MSi , Bagian Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Mei 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Peremajaan Bakteri dan Colletotrichum capsici
Media yang digunakan untuk penyegaran kultur bakteri kitinolitik asal
tanah perkebunan Jambi yaitu media kitin agar 0.3%. Satu ose biakan bakteri
diinokulasikan kedalam media kitin agar (K2HPO4 0.1%, MgSO4.7H2O 0.01%,
NaCl 0.1%, koloidal kitin 0.3%, ekstrak yeast 0.1%, agar-agar 1.5%) kemudian
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 – 48 jam. Cendawan patogen C. capsici
diremajakan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasi selama 7
hari hingga tumbuh miselium pada permukaan PDA.
Seleksi Bakteri Kitinolitik
Sebanyak 30 isolat bakteri kitinolitik asal tanah perkebunan Jambi yang
telah diremajakan, kemudian diseleksi berdasarkan indeks kitinolitik dan aktivitas
penghambatannya terhadap cendawan patogen C. capsici. Bakteri yang telah
diseleksi, kemudian dilakukan pengamatan morfologi dan pewarnaan Gram
maupun endospora untuk bakteri Gram positif.
Penghitungan Indeks Kitinolitik
Penghitungan aktivitas kitinase menggunakan metode Tahtamouni et al.
(2006) dengan modifikasi. Isolat bakteri ditumbuhkan pada media Nutrient Broth
(NB) dengan penambahan koloidal kitin 1%. Sebanyak 25 µl dari masing-masing
kultur bakteri diteteskan pada media kitin agar. Pengujian untuk setiap isolat
dilakukan tiga ulangan dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 4 hari. Lebar zona
bening menunjukan indeks kitinolitik dari masing-masing isolat. Penghitungan
berdasarkan persamaan ∆Y=Y2-Y1/Y1 x 100% (∆Y= besarnya indeks kitinolitik,
Y2= diameter zona bening, dan Y1= diameter koloni).
Uji Antagonis terhadap Cendawan Colletotrichum capsici
Isolat yang telah diseleksi berdasarkan indeks kitinolitiknya, kemudian di
seleksi kembali berdasarkan uji antagonis terhadap cendawan patogen
8
Colletrothicum capsici. Potongan agar C. capsici yang berdiameter 10 mm
dipindahkan ke dalam media PDA dengan jarak 3 cm dari tepi cawan petri
(Fokkema 1973) dan diinkubasi selama 3 hari. Bakteri antagonis kemudian
digores ke cawan petri yang sudah mengandung miselium dan diinkubasi kembali.
Sisi miselium tanpa inokulasi bakteri dianggap sebagai kontrol negatif, dan sisi
yang terdapat antagonis dianggap sebagai perlakuan. Persentase penghambatan
C. capsici dapat dikur dengan menggunakan rumus [100% x (r1-r2)/r1], dengan r1
ialah panjang pertumbuhan miselium ke arah pinggir petri tanpa inokulasi bakteri
(3 cm) dan r2 ialah panjang miselium ke arah bakteri antagonis.
Identifikasi Molekuler Bakteri Terpilih
Isolasi DNA genom untuk identifikasi molekuler dilakukan dengan
metode Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB). DNA genom yang diperoleh
digunakan untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA dengan menggunakan mesin
Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer yang digunakan ialah primer spesifik
untuk prokariot, 6γf (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-γ’) dan 1γ87r
(5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-γ’) (Marchesi et al. 1998). Komposisi
reaksi PCR terdiri atas dengan total volume reaksi 50 µl yang mengandung 25 µl
Go Taq Green Master Mix 2X, 0.8 µl DNA templat, 0.5 µl primer forward
(10 pmol), 0.5 µl primer reverse (10 pmol) dan 23.2 µl nuclease free water.
Kondisi PCR yang digunakan yaitu predenaturasi (94 °C, 5 menit), denaturasi
(94 °C, 1 menit), annealing (55 °C, 1 menit), elongation (72 °C, 1 menit), dan
post elongation (72 °C, 7 menit) sebanyak 30 siklus. Pemisahan DNA produk
PCR dilakukan pada mesin Elektroforesis mini-gel menggunakan agarosa 1%
pada tegangan listrik 80 Volt selama 45 menit. Visualisasi DNA dilakukan di atas
UV transluminator menggunakan pewarna Etidium Bromida (EtBr). DNA hasil
amplifikasi disekuen untuk mengetahui urutan basa nukleotidanya. Urutan basa
nukleotida hasil sekuen kemudian disejajarkan dengan data GeneBank
menggunakan program BLASTN (Basic Local Alignment Search ToolNucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information).
Analisis filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 6.0 dengan metode
Neighbour Joining (NJ) dengan bootstrap 1000x.
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Buah cabai didisinfeksi dengan alkohol 70% selama 3 menit, kemudian
direndam dalam natrium hipoklorit (NaOCl) 5% selama 5 menit, dibilas
menggunakan air steril sebanyak 3 kali pembilasan selama 3 menit, lalu
dikeringanginkan. Buah cabai yang telah disterilkan selanjutnya dilukai dengan
gunting steril dan diinokulasikan isolat C. capsici pada permukaan buah cabai.
Pengamatan gejala penyakit dilakukan hingga 10 hari setelah inokulasi,
selanjutnya dilakukan isolasi kembali cendawan dari buah cabai yang
menunjukkan gejala antraknosa. Uji patogenisitas dinyatakan positif jika
diperoleh koloni yang serupa dengan cendawan yang diinokulasikan pada buah
9
cabai dan dinyatakan negatif jika koloni yang diperoleh tidak serupa dengan
cendawan patogen yang diinokulasikan (Sangdee et al. 2011).
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Produksi Enzim Kitinase
Sebanyak 1-2 lup bakteri diinokulasikan ke dalam 50 mL NB yang
mengandung koloidal kitin 0.3% dan diinkubasi selama 9 jam pada suhu ruang.
Kultur digoyang pada mesin penggoyang dengan kecepatan 120 rpm pada suhu
ruang dan diukur hingga mencapai OD 0.6-0.8. Selanjutnya, sebanyak 1 mL
inokulum dimasukkan ke dalam medium 100 mL NB yang mengandung koloidal
kitin 0.3%, hasil pertumbuhan diukur berdasarkan nilai OD dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm setiap 3 jam sampai 72 jam
hingga mencapai fase stasioner. Kultur kemudian disentrifugasi pada 8000 rpm
(Eppendorf MiniSpin dengan rotor jenis F-45-12-11) selama 15 menit untuk
mendapatkan ekstrak enzim kasar secara ekstraseluler yang digunakan untuk
pengujian aktivitas enzim dan uji antagonis kembali terhadap cendawan
Colletotrichum capsici. Supernatan yang mengandung ekstrak enzim kasar
disaring dengan millipore ukuran 0.22 µm untuk memperoleh kitinase kasar yang
steril dan bebas dari sel. Konsentrasi kitinase maksimum yang digunakan dalam
uji penghambatan secara in vitro sebesar 60 ppm.
Pengukuran Aktivitas Enzim Kitinase dari Isolat Bakteri Terpilih
Analisis aktivitas kitinase menggunakan substrat koloidal kitin 0.3%
berdasarkan metode modifikasi Toharisman et al. (2005) dengan 2 ulangan.
Sebanyak 300 µl koloidal kitin 0.3% ditambahkan 150 µl bufer pH 7 dalam
150 µl ekstrak kasar dan diinkubasi 60 °C selama 30 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam air mendidih selama 10 menit. Kontrol dibuat tanpa adanya
penambahan substrat koloid kitin, kemudian disentrifugasi 8400 rpm (Eppendorf
MiniSpin dengan rotor jenis F-45-12-11) selama 5 menit. Jumlah
N-asetilglukosamin ditentukan dengan mencampurkan 200 µl supernatan
ditambahkan 500 µl akuades dan 1000 µl pereaksi schales (K-Ferrisianida dan
Na-Karbonat 0.5 M). Campuran kemudian diukur absorbansinya dengan panjang
gelombang 420 nm. Konsentrasi N-asetilglukosamin dihitung berdasarkan kurva
standar N-asetilglukosamin (Lampiran 4). Satu unit aktivitas enzim kitinase
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dihasilkan oleh 1 µmol produk NAG
(N-asetilglukosamin) per menit (Green et al. 2005).
Penentuan Kadar Protein
Kandungan protein pada enzim ekstrak kasar merupakan gambaran
kuantitas enzim yang terkandung. Protein terlarut ditetapkan berdasarkan kurva
standar bovin serum albumin (Lampiran 5). Kurva standar dibuat dengan metode
microassay 0.1 mg/mL BSA (konsentrasi 0.01 sampai 0.1 mg/mL) ditambah 1 mL
larutan Bradford. Setelah dikocok, didiamkan selama 20 menit, kemudian
10
absorbansi dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Sampel diukur dengan cara
yang sama dengan mengganti bovin serum albumin dengan ekstrak kasar bakteri
yang akan diukur. Kadar protein dapat diketahui berdasarkan kurva standar
protein (Bradford 1976).
Pemekatan dan Karakterisasi Enzim Kitinase
Pemekatan enzim dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat. Enzim
ekstrak kasar yang diperoleh diendapkan dengan konsentrasi amonium sulfat
10-80% (Scopes 1994). Larutan kemudian disimpan pada suhu 4 °C selama 24
jam dan disentrifugasi pada 10000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 220.97)
selama 20 menit pada 4 °C. Protein pelet ditambahkan dengan bufer fosfat
(0.1 M) pH 7. Ekstrak enzim kasar dan hasil pengendapan dikarakterisasi pada
kondisi optimum, seperti suhu, pH, dan stabilitas enzim. Penentuan pH optimum
untuk aktivitas kitinase ditentukan oleh pengukuran pada pH yang berbeda
(4.0-10.0) menggunakan koloidal kitin sebagai substrat dalam kondisi pengujian
standar. Bufer yang digunakan adalah sebagai berikut: 0.1 M bufer sitrat
(pH 4.0-6.0), 0.1 M bufer fosfat (pH 7.0-8.0), dan 0.1 M bufer glisin-NaOH
(pH 9.0-10.0). Suhu optimum ditentukan dengan menginkubasi campuran reaksi
pada rentang suhu yang berbeda dari kisaran 20 °C sampai 90 °C dengan interval
10 °C. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi aktivitas enzim kitinase pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm. Stabilitas kitinase
dilakukan dengan menginkubasi enzim dengan pH dan suhu optimum (Zarei
et al. 2011).
SDS – PAGE dan Zimogram
Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Elektroforesis (SDS-PAGE)
dilakukan dengan metode standar Laemmli (1970). Elektroforesis menggunakan
gel poliakrilamid konsentrasi 10% gel pemisah dan 4% gel pengumpul
(Lampiran 10). Elektroforesis dilakukan pada 110 V, 50 mA selama 35 menit.
Hasil elektroforesis diwarnai oleh Coomasie Brilliant Blue G-250 (CBB G-250)
dan kelebihan warna dihilangkan dengan larutan metanol dan asam asetat
(Zarei et al. 2011).
Analisis zimogram dilakukan dengan menambahkan 0.1% glikol kitin ke
dalam 10% gel pemisah. Glikol kitin digunakan sebagai substrat untuk
mendeteksi aktivitas kitinase. Setelah elektroforesis, gel zimogram direndam
dalam larutan 2.5% Triton X-100 selama satu jam sambil digoyang konstan. Gel
selanjutnya direndam dalam larutan bufer fosfat 0.2 M pH 7.0 selama 2 jam
sambil digoyang perlahan dalam inkubator goyang pada suhu optimum saat
karakterisasi suhu. Selanjutnya, gel zimogram direndam dalam larutan merah
kongo 0.1% selama 30 menit. Larutan tersebut diganti dengan larutan 1 M NaCl
selama 15 menit. Pita yang menunjukkan aktivitas kitinase divisualisasi di UV
transluminator yang ditandai dengan adanya zona bening pada gel poliakrilamid
(Babashpour et al. 2012). Penghitungan bobot molekul kitinase dilakukan dengan
cara membandingkan jarak migrasi pita kitinase dengan pita protein penanda.
11
Persamaan linier protein penanda diperoleh dengan membuat kurva antara Rf
(mobilitas relatif) dan log bobot molekul protein penanda (Lampiran 7).
Pengaruh Kitinase terhadap Colletotrichum capsici
Pengaruh enzim kitinase terhadap Colletotrichum capsici dapat diamati
dengan melakukan uji penghambatan secara in vitro dengan metode kultur ganda
yang dimodifikasi (Sessitsch et al. 2004). Aktivitas penghambatan diuji dengan
menggunakan enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan enzim. Isolat murni
C. capsici yang berumur 10 hari dipotong dengan diameter 10 mm dan
ditumbuhkan pada medium PDA yang telah dicampur dengan enzim pada
konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, dan 60 ppm secara terpisah. Kontrol yang digunakan
yaitu kontrol positif (Kp) berupa isolat yang ditumbuhkan pada medium PDA
yang telah dicampur fungisida mankozeb dengan konsentrasi 0.02% (v/v), dan
kontrol negatif (Kn) yaitu isolat yang ditumbuhkan pada medium PDA tanpa
perlakuan. Tiap perlakuan masing-masing diulang 2 kali. Pengamatan dilakukan
setiap hari dengan mengukur pertumbuhan diameter koloni C. capsici
menggunakan penggaris sampai pertumbuhan koloni C. capsici pada kontrol
menutup seluruh permukaan media tumbuh. Persentase penghambatan terhadap
cendawan patogen dapat dikur dengan menggunakan persamaan
[θkontrol-θperlakuan/θkontrol x 100] (Calvo et al. 2007).
Lisis Dinding Sel dengan Enzim Kitinase
Lisis dinding sel Colletotrichum capsici dilakukan dengan menambahkan
larutan enzim kitinase berdasarkan metode Singh et al. (1999). C. capsici
ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi pada suhu
30 °C selama 5-7 hari. Miselium yang tumbuh kemudian dihaluskan dengan
blender kecepatan rendah selama 5 detik. Miselium yang telah halus selanjutnya
disentrifus 5000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 220.97) selama 10 menit.
Pelet dicuci dengan akuades steril dan ditambahkan dengan 10 mM bufer fosfat
(pH 6.8). Larutan dinding sel cendawan ditambahkan dengan larutan enzim
kitinase dengan perbandingan 1:1 dan diinkubasi pada suhu 37 °C. Kontrol
dilakukan dengan mengganti larutan enzim menjadi akuades steril. Pengukuran
kadar N-asetilglukosamin (NAG) dilakukan setiap 2 jam selama 16 jam. Jumlah
N-asetilglukosamin ditentukan dengan pereaksi dinitrosalycilic acid (DNS) dan
diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 540 nm (Monreal dan Reese
1968). Konsentrasi N-asetilglukosamin dihitung berdasarkan kurva standar
N-asetilglukosamin yang direaksikan dengan pereaksi DNS (Lampiran 8).
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi Bakteri Kitinolitik dan Indeks Kitinolitiknya
Isolat kitinolitik yang digunakan pada penelitian ini diseleksi berdasarkan
aktivitas kitinolitik dan kemampuan penghambatan terhadap cendawan patogen
Colletotrichum capsici. Isolat kitinolitik yang diseleksi berjumlah 30 isolat dan
hanya 5 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan C. capsici (Lampiran 1).
Isolat yang diperoleh, selanjutnya diseleksi kembali aktivitasnya dengan
menghitung persentase penghambatan terhadap C. capsici (Tabel 1).
Tabel 1 Seleksi bakteri dari 5 isolat asal tanah perkebunan di Taman Nasional
Bukit Duabelas, Jambi, Indonesia
1
2
3
SAHA 12.14
SAHA 12.12
KAHN 15.12
0.25
0.22
1.5
Persentase
Penghambatan
terhadap
C. capsici (%)
29
37.5
25
4
5
SAHA 5.8
KAHA 7.02
0.22
0.38
25
21
No. Kode Isolat
IK
Koloni
Bentuk Warna
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bentuk Pewarnaan
Sel
Gram
Putih Batang
Putih Batang
Merah Batang
pendek
Putih Bulat
Putih Batang
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Berdasarkan hasil penyeleksian diperoleh dua isolat terbaik dengan kode
isolat KAHN 15.12 dan SAHA 12.12 yang memiliki aktivitas kitinolitik dan
penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya (Tabel 1).
Isolat KAHN 15.12 merupakan bakteri Gram negatif dengan bentuk batang
pendek, sedangkan SAHA 12.12 merupakan bakteri Gram positif dengan bentuk
batang penghasil endospora (Gambar 5).
Isolat KAHN 15.12 menunjukkan indeks kitinolitik tertinggi yaitu dengan
indeks kitinolitik (IK) 1.5. Nilai indeks yang terbentuk relatif berbeda dengan
SAHA 12.12 yang memiliki indeks kitinolitik sebesar 0.22. Namun, SAHA 12.12
memiliki kemampuan penghambatan terhadap Colletotrichum capsici yang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan KAHN 15.12.
(a)
(b)
1 µm
(c)
4 µm
4 µm
Gambar 5 Hasil perwanaan Gram. (a) KAHN 15.12, (b) SAHA 12.12, dan
(c) pewarnaan endospora SAHA 12.12 dengan perbesaran 1000x
13
Identifikasi Molekuler Isolat SAHA 12.12
Isolat KAHN 15.12 telah diidentifikasi secara molekuler berdasarkan gen
16S rRNA yang merupakan bakteri Serratia marcescens. Hasil amplifikasi gen
16S rRNA isolat SAHA 12.12 menghasilkan satu amplikon berukuran sekitar
1300 pb (Gambar 6). Isolat SAHA 12.12 mempunyai kekerabatan yang dekat
dengan Bacillus thuringiensis galur NBRC 101235 dengan tingkat kemiripan 99%.
Analisis pohon filogenetik menunjukkan isolat SAHA 12.12 berkerabat dekat
dengan Bacillus mycoides, B. cereus, dan B. anthracis (Gambar 7).
±1300 pb
1500 pb
1000 pb
750 pb
500 pb
250 pb
Gambar 6 Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA isolat SAHA 12.12
76
64
81
SAHA 12.12
Bacillus thuringiensis strain NBRC 101235
Bacillus mycoides strain NBRC 101228
Bacillus cereus ATCC 14579
Bacillus anthracis strain ATCC 14578
Bacillus pseudomycoides strain NBRC 101232
Bacillus gaemokensis strain BL3-6
Bacillus manliponensis strain BL4-6
Bacillus cytotoxicus strain NVH 391-98
Pseudomonas aeruginosa 57
0.02
Gambar 7 Kontruksi pohon filogenetik SAHA 12.12 berdasarkan gen 16S rRNA
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Koloni Colletotrichum capsici memiliki bentuk dasar seperti cincin seiring
bertambahnya masa inkubasi dan miselium berwarna putih keabu-abuan
(Gambar 8b,c). Cendawan yang telah diremajakan kemudian di uji patogenisitas
terhadap tanaman inangnya yaitu cabai. Hasil menunjukkan bahwa terdapat gejala
antraknosa pada cabai yang telah diinokulasikan C. capsici setelah 7 hari inkubasi.
Gejala antraknosa berupa bercak dengan bintik-bintik hitam di permukaan buah,
mengerut, dan kering (Gambar 8a). Cabai dengan gejala antraknosa kemudian
diisolasi kembali dan hasil isolasi diperoleh koloni yang serupa dengan cendawan
yang diinokulasikan pada buah cabai.
14
(c)
(b)
(a)
Gambar 8 Pengamatan makroskopis C. capsici. (a) gejala antraknosa pada buah
cabai, (b) koloni C. capsici pada media PDA berumur 10 hari bagian
permukaan atas, dan (c) permukaan bawah
Pengamatan mikroskopis C. capsici menunjukkan adanya aservulus
dengan banyak seta yang berwarna coklat kehitaman, kaku, panjang dan
meruncing keatas (Gambar 9b). C. capsici memiliki hifa yang bersepta (Gambar
9c) dan konidia hialin, runcing, berbentuk seperti bulan sabit (lunata), amerospora
(tidak memiliki septa), berukuran sekitar 27-30 µm, bersel tunggal, serta
mengelompok (Gambar 9d). Hasil tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Shenoy
et al. (2007) dan Sangdee et al. (2011) bahwa cendawan C. capsici memiliki
konidia hialin, lunata, bersel tunggal, dan bersekat dengan rata-rata panjang dan
lebar bervariasi yaitu masing-masing antara 23.5-35.0 µm dan 2.5-3.75 µm.
(a)
(b)
(c)
(d)
30 µm
Gambar 9 Pengamatan mikroskopis C. capsici. (a) seta, (b) aservulus (tanda
panah), (c) hifa, dan (d) konidia dengan perbesaran 1000x
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Aktivitas Kitinase dari Isolat
KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Pengukuran pertumbuhan isolat dan pengujian aktivitas kitinase dilakukan
setiap 3 jam selama 42 jam. Isolat diuji pada media NB yang dimodifikasi
dengan koloidal kitin 0.3% yang diinkubasi pada suhu 37 °C. Pertumbuhan isolat
KAHN 15.12 memiliki jumlah sel tertinggi pada jam ke-9 dengan aktivitas
spesifik kitinase tertinggi pada jam ke-36 sebesar 52.03 U/mg dan
pertumbuhannya relatif stabil hingga 42 jam setelah inkubasi (Gambar 10).
Pertumbuhan isolat SAHA 12.12 mulai meningkat pada 3-12 jam dan relatif stabil
hingga 42 jam setelah inkubasi. Aktivitas spesifik kitinase mulai terdeteksi pada
12-36 jam dan aktivitas tertinggi diperoleh pada jam ke-24 inkubasi dengan
aktivitas spesifik kitinase sebesar 45.67 U/mg. Setelah 36 jam tidak ditemukan
kembali aktivitas kitinase (Gambar 10).
Log sel
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
(b) 10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45
Waktu (jam)
Gambar 10
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
45.67
Aktivitas spesifik (U/mg)
52,03
10,00
Log sel
(a)
Aktivitas spesifik (U/mg)
15
Waktu (jam)
Pertumbuhan sel dan aktivitas kitinase pada media NB yang
dimodifasi dengan koloidal kitin 0.3%. (a) Isolat KAHN 15.12, dan
(b) SAHA 12.12. ▲ log sel , ♦ aktivitas spesifik (U/mg)
Kitinase Hasil Pemekatan
Hasil pemekatan enzim menggunakan amonium sulfat (b/v) menunjukkan
bahwa protein KAHN 15.12 mampu diendapkan pada konsentrasi 40%,
sedangkan isolat SAHA 12.12 pada konsentrasi 60% (Gambar 11). Aktivitas
spesifik kedua isolat meningkat sebesar 34.84 U/mg untuk isolat KAHN 15.12
dan 98.61 U/mg untuk isolat SAHA 12.12 jika dibandingkan dengan ekstrak
enzim kasar. Hasil pengendapan KAHN 15.12 memiliki kemurnian sebesar 1.92
kali dari sebelumnya dan 3.14 kali untuk hasil pengendapan SAHA 12.12 dengan
perolehan sebesar 1.47% untuk kedua isolat (Tabel 2).
Aktivitas spesifik (U/mg)
100,00
80,00
60,00
34,84
22,60
40,00
20,00
0,00
EEK
0 - 10% 10 - 20% 20 - 30% 30- 40% 40 - 50% 50 - 60% 60 - 70% 70 - 80%
Aktivitas spesifik (U/mg)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
100,00
98,61
80,00
60,00
35,60
40,00
20,00
0,00
EEK
Gambar 11
0 - 10%
10 - 20% 20 - 30% 30- 40% 40 - 50% 50 - 60% 60 - 70%
Konsentrasi amonium sulfat (%)
Pengaruh penambahan konsentrasi amonium sulfat terhadap
pengendapan kitinase. (a) KAHN 15.12, (b) SAHA 12.12, □ ekstrak
enzim kasar, ■ hasil pengendapan enzim
16
Tabel 2 Hasil pengendapan protein kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Kode
Isolat
Volume
sampel
(mL)
100
Tahap
Ekstrak
KAHN kasar
15.12 Amonium 1.5
sulfat 40%
Ekstrak
100
SAHA kasar
12.12 Amonium 1.5
sulfat 60%
Total
Protein
(mg)
5.9
Aktivitas
enzim
(U/mL)
1.07
Total
Aktivitas
(U)
107
Aktivitas
spesifik
(U/mg)
18.10
Tingkat
Perolehan
kemurnian (%)
(kali)
1
100
0.045
1.05
1.575
34.84
1.92
1.47
3.7
1.15
115
31.42
1
100
0.018
1.13
1.695
98.61
3.14
1.47
Karakterisasi Enzim Kitinase
1,20
1,111,06
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas enzim kitinase yang diproduksi oleh KAHN 15.12 dan
SAHA 12.12 dikarakterisasi berdasarkan pH, suhu, dan stabilitas enzim terhadap
suhu optimumnya. Enzim ekstrak kasar isolat KAHN 15.12 memiliki kisaran pH
yang luas antara 4-10 dengan pH optimum pada pH 7 dengan nilai aktivitas
sebesar 1.06 U/mL. Kisaran pH pada hasil pengendapan enzim juga tidak berbeda
dengan ekstrak enzim kasar dengan pH optimum 6 yang nilai aktivitas enzimnya
meningkat sebesar 1.11 U/mL (Gambar 12).
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
4
5
6
7
8
9
1,121,14
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
10
4
5
6
1,10
1,05
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
20
30
40
50
Suhu
Gambar 12
7
8
9
60
70
10
pH
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase (U/mL)
pH
60
(0C)
70
80
90
1,15 1,15
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
20
30
40
50
80
Suhu (0C)
Karakterisasi enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan enzim
Isolat KAHN 15.12 (kiri) dan SAHA 12.12 (kanan) berdasarkan
pH (atas) dan suhu (bawah). Keterangan: ■ enzim ekstrak kasar,
□ hasil pengendapan enzim
17
1,50
1,50
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan isolat SAHA
12.12 pada kisaran pH 6-9 dengan pH optimum pada pH 8 dengan nilai aktivitas
kitinase masing-masing sebesar 1.12 U/mL dan 1.14 U/mL (Gambar 12). Suhu
optimum dari kitinase enzim ekstrak kasar memiliki suhu optimum 50 °C yang
kemudian terjadi perubahan suhu optimum menjadi 40 °C dengan aktivitas
kitinase sebesar 1.15 U/mL setelah pengendapan enzim. Aktivitas kitinase enzim
ekstrak kasar dan hasil pengendapan dari isolat KAHN 15.12 memiliki aktivitas
optimum yang sama pada suhu 60 °C dengan nilai aktivitas kitinase masingmasing 1.05 U/mL dan 1.10 U/mL (Gambar 12). Enzim kitinase yang diproduksi
oleh kedua isolat ini relatif stabil pada suhu optimumnya selama 180
menit (Gambar 13).
1,20
0,90
0,60
0,30
0,00
0
30
60
90
120
150
180
1,20
0,90
0,60
0,30
0,00
0
30
Waktu (menit)
Gambar 13
60
90
120
150
180
Waktu (menit)
Stabilitas enzim pada suhu dan pH optimum selama 180 menit
isolat KAHN 15.12 (kiri), SAHA 12.12 (kanan). Keterangan:
▲ enzim ekstrak kasar, ■ hasil pengendapan enzim
SDS-PAGE dan Zimogram
Hasil pemisahan protein dengan SDS-PAGE menunjukkan bahwa bobot
molekul dari enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan bervariasi antara
43 kDa hingga sekitar 109 kDa (Gambar 14). Enzim ekstrak kasar memiliki pita
yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pita hasil pengendapan. Kitinase
KAHN 15.12 dengan pengendapan 40% amonium sulfat memperlihatkan adanya
5 pita dengan bobot molekul yang bervariasi masing-masing sebesar 109.13 kD
JAMBI SEBAGAI BIOKONTROL Colletotrichum capsici
GABY MAULIDA NURDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Bakteri
Kitinolitik Asal Tanah Jambi sebagai Biokontrol Colletotrichum capsici adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor
Bogor, September 2015
Gaby Maulida Nurdin
NRP G351130031
RINGKASAN
GABY MAULIDA NURDIN. Seleksi Bakteri Kitinolitik Asal Tanah Jambi
sebagai Biokontrol Colletotrichum capsici. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA
MUBARIK dan LISDAR I SUDIRMAN.
Colletotrichum capsici merupakan salah satu cendawan patogen penyebab
antraknosa pada cabai. Infeksi antraknosa dapat menyebabkan kerugian hasil
panen sekitar 50-100%. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan C. capsici ialah dengan menggunakan bakteri
kitinolitik. Kitin yang terdapat pada dinding sel cendawan dapat dihidrolisis oleh
enzim kitinase yang berasal dari bakteri kitinolitik. Kitinase menghidrolisa
polimer kitin pada cendawan menjadi monomer N-asetilglukosamin. Tujuan
penelitian ini adalah menseleksi bakteri kitinolitik asal tanah Jambi berdasarkan
indeks kitinolitik dan kemampuannya menghambat pertumbuhan C. capsici.
Sebagai tambahan dilakukan identifikasi secara molekuler dari isolat kitinolitik
terpilih dan karakterisasi kitinase ekstraseluler. Enzim kitinase dari bakteri terpilih
selanjutnya digunakan untuk menghambat pertumbuhan C. capsici.
Berdasarkan hasil penyeleksian diperoleh dua isolat terbaik berdasarkan
kemampuannya mendegradasi kitin dan penghambatannya terhadap C. capsici.
Isolat KAHN 15.12 teridentifikasi sebagai Serratia marcescens dan SAHA 12.12
sebagai Bacillus thuringiensis berdasarkan gen 16S rRNA. Aktivitas spesifik
kitinase tertinggi isolat KAHN 15.12 sebesar 52.03 U/mg pada jam ke-36
inkubasi dan SAHA 12.12 sebesar 45.67 U/mg pada jam ke-24 inkubasi.
Pemekatan kedua isolat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat (b/v).
Aktivitas kitinase hasil pengendapan memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari
kitinase ekstrak kasar. Hasil pemekatan menunjukkan bahwa kitinase KAHN
15.12 mengendap pada konsentrasi 40% dengan kemurnian enzimnya meningkat
sebesar 1.92 kali dibandingkan aktivitas enzim kasarnya dengan perolehan sebesar
1.47 %. Isolat SAHA 12.12 mengendap pada konsentrasi 60% dan kemurnian
enzim sebesar 3.14 kali dengan perolehan sebesar 1.47 %.
Kitinase KAHN 15.12 hasil pengendapan memiliki aktivitas optimum
pada pH 7 dan pada suhu 60 oC. Kitinase SAHA 12.12 hasil pengendapan
memiliki aktivitas optimum pada pH 8 dan pada suhu 40 oC. Kitinase ini stabil
pada suhu optimum selama 180 menit. Hasil pemisahan protein dengan SDSPAGE menunjukkan bahwa bobot molekul dari hasil pengendapan SAHA 12.12
ialah 109.13, 75.99, 61.79, 52.91, dan 43.03 kDa. Analisis zimogram
menunjukkan satu protein yang memiliki aktivitas kitinase dengan bobot molekul
sebesar 52.91 kDa. Enzim hasil pengendapan SAHA 12.12 memiliki 2 pita
dengan bobot molekul 80.02 dan 68.51 kDa. Kedua bobot molekul tersebut
memiliki aktivitas kitinase. Hasil uji penghambatan secara in vitro terhadap
C. capsici menunjukkan bahwa enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan kedua
isolat memiliki efektivitas penghambatan terhadap C. capsici. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa kitinase isolat tersebut dapat digunakan sebagai agens
biokontrol untuk pengendalian antraknosa pada cabai.
Kata kunci: Bakteri kitinolitik, Biokontrol, Colletotrichum capsici, Kitinase
SUMMARY
GABY MAULIDA NURDIN. Selection of Chitinolityc Bacteria from Jambi Soil
as Biological Control of Colletotrichum capsici. Supervised by NISA
RACHMANIA MUBARIK and LISDAR I SUDIRMAN.
Colletotrichum capsici is one of fungi that cause anthracnose in chilli plants.
Anthracnose infection was reported cause of yield losses of up to 50% and 100%.
One alternative is to use biological control derived from chitinolytic bacteria.
Chitin is found in the cell walls of fungi can be hydrolyzed by the enzyme
chitinase derived from chitinolytic bacteria. Chitinase hydrolyze the polymer of
chitin into monomers of N-acetylglucosamine. The objectives of this study were
to screen chitinolytic bacteria isolated from soil of Taman Nasional Bukit
Duabelas, Jambi, Indonesia. Isolates were selected based on chitinolytic index and
antagonism activity of C. capsici. In addition, some steps were done, i.e.
molecular identification of selected isolates and characterization. Chitinase
enzyme from selected isolates investigated for its growth inhibition of C. capsici.
Two chitinolytic bacteria were selected based on their ability to degrade
colloidal chitin and inhibit of the growth of C. capsici. Those isolates were
KAHN 15.12 and SAHA 12.12, identified as Serratia marcescens and Bacillus
thuringiensis respectively based on 16S rRNA gene. The chitinase maximum
specific activity of isolate KAHN 15.12 was 52.03 U/mg after 36 hours of
incubation and SAHA 12.12 was 45.67 U/mg after 24 hours of incubation. The
enzyme was precipitated by ammonium sulfate (w/v). The activity of precipitated
chitinase was higher than activity of crude extract of chitinase. The results showed
that the concentration of chitinase KAHN 15.12 was precipitated in 40%
ammonium sulfate increase 1.92 fold higher than the specific activity with a yield
of 1.47%. Isolate SAHA 12.12 was precipitated in 60% ammonium sulfate and
the activity increase up to 3.14 fold with a yield of 1.47%.
The optimum pH and temperature of precipitate KAHN 15.12 were pH 7.0
and 60 ° C. Precipitate SAHA 12.12 showed optimum activity at pH 8.0 with
optimum temperature at 40 ⁰C. Both chitinases were relatively stable at maximum
pH and temperature up to 180 min of incubation. The result of SDS-PAGE
showed S. marcescens KAHN 15.12 was estimated 109.13, 75.99, 61.79, 52.91
and 43.03 kDa respectively. Zymogram analysis showed one protein molecule
which had chitinase activity with molecular weight of 52.91 kDa. Precipitate
SAHA 12.12 was detected with molecular mass of 80.02 and 68.51 kDa moreover
the both molecular mass have chitinase activity. The results of inhibition against
C. capsici via in vitro showed the crude enzyme and chitinases were effective as
biocontrol of C. capsici. So, the enzyme was effective as biological control for
anthracnose in chilli.
Keywords: Biological control, Chitinase, Chitinolytic bacteria, Colletotrichum
capsici
.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SELEKSI BAKTERI KITINOLITIK ASAL TANAH JAMBI
SEBAGAI BIOKONTROL Colletotrichum capsici
GABY MAULIDA NURDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Suryani, MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 hingga Mei 2015
ini ialah Seleksi Bakteri Kitinolitik Asal Tanah Jambi sebagai Biokontrol
Colletotrichum capsici.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik,
MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Lisdar I Sudirman selaku
anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk,
motivasi dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis
ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr Suryani, MSc dan Prof Dr
Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang telah
memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian sidang tesis.
Terima kasih kepada DIKTI melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa Program
Pascasarjana Dalam Negeri) 2013/2014 atas kepercayaannya untuk memberikan
beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Nurdin Nonci,
SPd, ibunda Fathia, SPdi, kakanda Erpi Nurdin, SSi, MKes, adinda Mar’ie Muh.
Nurdin, dan Fathul Muh. Nurdin serta seluruh keluargaku atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dr Widodo, MSi dan pihak IPBCC yang telah memberikan bantuan berupa isolat
kepada penulis, Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku teknisi Laboratorium
Mikrobiologi IPB, Ibu Ika, Mas Asril, Mas Sipriadi, Azizah, Nisalicious 2013,
Susi, Putri, Daya, Meryani, Ayu, Phika, Gita, serta seluruh teman-teman di
Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama
penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen
dan staf Departemen Biologi IPB, terkhusus program studi Mikrobiologi atas
ilmu, arahan, dan semangat yang diberikan selama menempuh pendidikan
Magister. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana
Mikrobiologi IPB angkatan 2013 serta seluruh pihak yang telah memberikan doa
dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Gaby Maulida Nurdin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Kitinolitik
Enzim Kitinase
Kitin
Colletotrichum capsici
2
2
3
4
4
3 METODE
Kerangka Penelitian
Bahan
Waktu dan Tempat Penelitian
Peremajaan Bakteri dan Colletotrichum capsici
Seleksi Bakteri Kitinolitik
Identifikasi Molekuler Bakteri Terpilih
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Produksi Enzim Kitinase
Pengukuran Aktivitas Enzim Kitinase dari Isolat Bakteri Terpilih
Penentuan Kadar Protein
Pemekatan dan Karakterisasi Enzim Kitinase
SDS-PAGE dan Zimogram
Pengaruh Kitinase terhadap Colletotrichum capsici
Lisis Dinding Sel dengan Enzim Kitinase
5
5
7
7
7
7
8
8
9
9
9
10
10
11
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi Bakteri Kitinolitik dan Indeks Kitinolitiknya
Identifikasi Molekuler Isolat SAHA 12.12
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Aktivitas Kitinase dari Isolat KAHN
15.12 dan SAHA 12.12
Kitinase Hasil Pemekatan
Karakterisasi Enzim Kitinase
SDS-PAGE dan Zimogram
Pengaruh Kitinase terhadap Colletotrichum capsici
Lisis Dinding Sel dengan Enzim Kitinase
Pembahasan
12
12
12
13
13
5 SIMPULAN
23
14
15
16
17
18
19
20
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL
1
Seleksi bakteri dari 5 isolat asal tanah perkebunan di Taman Nasional
Bukit Duabelas, Jambi, Indonesia
2 Hasil pengendapan protein kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
12
16
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Jalur degrdadasi kitin secara enzimatik
Struktur kitin
Morfologi cendawan Colletotrichum capsici
Diagram alir penelitian
Hasil pewarnaan Gram Isolat KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA isolat SAHA 12.12
Konstruksi pohon filogenetik SAHA 12.12 berdasarkan gen 16S rRNA
Pengamatan makroskopis Colletotrichum capsici
Pengamatan mikroskopis Colletotrichum capsici
Pertumbuhan sel dan aktivitas kitinase pada media NB yang dimodifikasi
dengan koloidal kitin 0.3%
Pengaruh penambahan konsentrasi amonium sulfat terhadap pengendapan
kitinase
Karakterisasi enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan enzim isolat
KAHN 15.12 dan SAHA 12.12 berdasarkan pH dan suhu
Stabilitas enzim pada suhu dan pH optimum selama 180 menit isolat
KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
SDS PAGE dan zimogram kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Efektivitas penghambatan kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
terhadap Colletotrichum capsici pada media PDA setelah 7 hari inkubasi
Persentase penghambatan kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
terhadap Colletotrichum capsici pada media PDA setelah 7 hari inkubasi
Kadar NAG yang dibebaskan selama terjadinya lisis dinding sel
Colletotrichum capsici setelah penambahan enzim kitinase
3
4
5
6
12
13
13
14
14
15
15
16
17
18
18
19
20
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Seleksi bakteri kitinolitik asal tanah perkebunan Jambi berdasarkan
indeks kitinolitik dan penghambatan terhadap Colletotrichum capsici
Urutan nukleotida hasil sekuen gen 16S rRNA isolat SAHA 12.12
Hasil BLAST-N sekuen gen 16S rRNA dengan data GenBank isolat
SAHA 12.12
Metode pengujian aktivitas kitinase (Toharisman et al. 2005 dengan
modifikasi)
Metode pengukuran kadar protein (Bradford 1976)
28
29
29
32
33
6 Kurva standar isolat KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
7 Penghitungan bobot molekul kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
8 Kurva standar N-asetilglukosamin (NAG) yang direaksikan dengan
reagens dinitrosalycilic acid (DNS)
9 Interaksi antara C. capsici dan isolat KAHN 15.12 secara mikroskopis
10 Prosedur pembuatan reagens yang digunakan dalam penelitian
34
35
36
37
37
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kitin adalah polimer linier yang tersusun oleh monomer -1.4-N-asetil-Dglukosamin (GlcNac) yang merupakan salah satu senyawa paling melimpah di
alam setelah selulosa. Kitin memiliki distribusi spektrum yang luas seperti kulit
crustaseae, eksoskeleton serangga (25-58%), dan dinding sel cendawan sekitar
22-40% (Gohel et al. 2006; Mukherjee dan Sen 2006). Degradasi kitin oleh enzim
kitinase terjadi melalui dua tahapan, yaitu endokitinase (EC 3.2.1.14)
menghidrolisis secara acak dengan memutuskan ikatan -1.4-glikosida, dan
eksokitinase (EC 3.2.1.52) menghidrolisis kitin dari ujung nonreduksi
(Toharisman et al. 2005). Kitinase dilaporkan memainkan peran protektif terhadap
cendawan patogen karena kemampuan untuk menyerang dinding sel cendawan
secara langsung. Kitinase melepaskan oligo-N-asetilglukosamin yang berfungsi
sebagai elisitor untuk aktivasi respon pertahanan pada sel inang (Gohel et al.
2006).
Colletotrichum capsici merupakan salah satu jenis cendawan penyebab
antraknosa pada tanaman cabai (Amusa et al. 2004). Cendawan ini dilaporkan
menyerang berbagai jenis tanaman dan dapat menginfeksi cabang, ranting, daun,
dan buah di lapangan maupun setelah panen (Shenoy et al. 2007). Gejala
antraknosa dapat ditemukan adanya bercak konsentris dengan bintik-bintik hitam
yang merupakan aservulus di permukaan buah, dan adanya jaringan nekrotik pada
batang, daun, dan buah (Shenoy et al. 2007; Than et al. 2008). Antraknosa
merupakan masalah pada produksi tanaman perkebunan di sebagian besar wilayah
yang menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar hingga 50 %
(Pakdeevaraporn et al. 2004). Infeksi antraknosa dilaporkan di India, Amerika
Utara dan Afrika tropis yang menyebabkan penurunan buah cabai sebesar 50%
dan 100 % (Amusa et al. 2004), sedangkan di Indonesia dapat mencapai
10% - 80% di musim hujan dan 2% - 35% di musim kemarau (Widodo 2007).
Upaya pengendalian terhadap penyakit antraknosa hingga saat ini masih
menggunakan pestisida sintetis. Tetapi pengendalian tersebut dapat menyebabkan
beberapa masalah, antara lain terjadinya polusi terhadap lingkungan,
perkembangan resistensi dan berbahaya untuk organisme (Chang et al. 2003;
Gohel et al. 2006). Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengendali
penyakit tanaman ialah dengan menggunakan agens biologi yang berasal dari
bakteri kitinolitik. Bakteri tersebut merupakan bakteri yang dapat mendegradasi
kitin yang terdapat pada dinding sel cendawan karena kemampuannya
memproduksi enzim kitinase (Merzendorfer 2013; Han et al. 2014). Beberapa
genus bakteri kitinolitik berasal dari Bacillus, Aeromonas, Vibrio, Enterobacter,
Serratia, dan Pseudomonas (Thompson et al. 2001).
Seleksi isolat merupakan tahap awal pemilihan biokontrol. Beberapa
antagonis dari bakteri kitinolitik telah banyak dilaporkan aktivitas
penghambatannya terhadap beberapa cendawan patogen (Zarei et al. 2011; Asril
et al. 2014; Xiao et al. 2014). Namun, belum ada laporan tentang seleksi bakteri
kitinolitik Indonesia yang dijadikan sebagai agens biokontrol Colletotrichum
capsici penyebab antraknosa pada tanaman cabai. Oleh karena itu, dilakukan
2
penyeleksian bakteri kitinolitik asal tanah perkebunan Jambi yang telah diisolasi
oleh Haryanto (2013) dan memiliki aktivitas penghambatan terhadap cendawan
patogen lain. Kitinase yang diperoleh dari bakteri terpilih itulah yang
dikarakterisasi dengan harapan dapat meningkatkan aktivitas penghambatannya
dan dapat diaplikasikan sebagai agens biokontrol.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu menyeleksi bakteri kitinolitik asal tanah
perkebunan Jambi berdasarkan kemampuannya menghambat pertumbuhan
cendawan Colletotrichum capsici. Sebagai tambahan, dilakukan identifikasi
secara molekuler dari isolat terpilih, dan karakterisasi enzim kitinase untuk
meningkatkan penghambatan terhadap C. capsici.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi
mengenai potensi isolat kitinolotik asal tanah perkebunan Jambi sebagai agens
biokontrol untuk menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici penyebab
penyakit antraknosa pada tanaman cabai.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Kitinolitik
Enzim kitinase pada bakteri merupakan enzim ekstraseluler untuk
pengambilan nutrisi dan parasitisme. Bakteri memproduksi enzim kitinase untuk
mendegradasi kitin sehingga memperoleh N-asetilglukosamin sebagai sumber
nutrisi berupa karbon dan nitrogen untuk proses metabolisme bakteri hingga
menghasilkan energi, CO2, H2O, dan NH3 (Thompson et al. 2001). Bakteri
kitinolitik sudah diketahui secara luas dapat digunakan sebagai penghambat
pertumbuhan cendawan dan lebih dari itu, digunakan untuk mengontrol penyakit
tanaman yang disebabkan oleh cendawan. Enzim yang dapat mendegradasi kitin
adalah kitinase atau enzim kitinolitik. Organisme yang dapat mendegradasi kitin
tersebar luas di alam, termasuk organisme yang tidak memiliki kitin seperti
bakteri, virus, tumbuhan tingkat tinggi, dan hewan yang memiliki peran penting
dalam fisiologi dan ekologi. Mikrob mendegradasi kitin dengan mensekresikan
enzim yang memiliki spesifitas tertentu untuk menghidrolisis kitin menjadi
monomer N-asetilglukosamin (Matsumoto 2006).
Beberapa genus bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinolitik
menurut Thompson et al. (2001) ialah Aeromonas, Bacillus, Enterobacter,
Pseudomonas, dan Serratia. Beberapa bakteri lain yang diketahui mampu
menghasilkan enzim kitinolitik ialah Chromobacterium violaceum (Chernin
et al. 1995), Streptomyces, Myxobacterium, Vibrio (Wiwat et al. 1999),
3
Paenibacillus (Han et al. 2014), Clostridium aminovalericum (Simunek et al.
2004), dan Xanthomonas (Gohel et al. 2006). Bakteri kitinolitik digunakan
sebagai bioinsektisida dan biofungisida yang dapat menghambat pertumbuhan
cendawan patogen, seperti yang dilaporkan oleh Vivekanathan et al. (2003)
bahwa Pseudomonas dan Bacillus dapat menekan secara efektif penyakit
antraknosa yang disebabkan Colletotrichum pada mangga dengan menginduksi
enzim kitinase dan beberapa enzim hidrolitik lainnya.
Enzim Kitinase
Kitinase (EC 3.2.1.14) merupakan enzim yang mampu menghidrolisa
polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin yang
terjadi secara sinergis dan berurutan (Patil et al. 2000). Enzim ini dihasilkan oleh
bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Berdasarkan cara kerjanya, kitinase
dibedakan menjadi 2 kelompok utama, yaitu endokitinase dan eksokitinase.
Endokitinase memotong polimer kitin secara acak menghasilkan dimer, trimer,
tetramer atau oligomer kitin. Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non
reduksi. Bila hasil potongan berupa monomer maka enzim tersebut dinamakan Nasetilheksosaminidase, namun bila potongan yang dihasilkan berupa dimer maka
enzim tersebut disebut sitobiosidase (Cohen dan Chet 1998).
KITIN
Kitinase (EC 3.2.1.14)
Kitin deasetilase (EC 3.5.1.14)
OLIGOMER KITIN
KITOSAN
GlNAc-ase (EC 3.2.1.30)
Kitosanase (EC 3.2.1.132)
N-ASETILGLUKOSAMIN
OLIGOMER KITOSAN
Β-D-glukosaminidase
Deasetilase
GLUKOSAMIN
Gambar 1 Jalur degradasi kitin secara enzimatik (Gooday 1994)
Jalur degradasi kitin di alam terdiri atas 2 jalur yaitu jalur pertama diawali
dengan hidrolisis ikatan -1.4 glikosida. Ikatan tersebut diputus oleh enzim
endokitinase sehingga terbentuk oligomer kitin. Selanjutnya oligomer kitin
dipecah menjadi N-asetilglukosamin (kitibiosa) oleh kitobiosidase hingga
dihasilkan monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) oleh N-asetilglukosaminidase
(kitibiosa). Monomer GlcNAc kemudian mengalami deasetilasi menjadi
glukosamin oleh enzim N-asetilglukosamin-deasetilase. Jalur degradasi kitin
lainnya adalah deasetilasi kitin menjadi kitosan oleh enzim kitin-deasetilase.
4
Kitosanase akan mendegradasi kitosan menjadi oligomer kitosan. Oligomer
kitosan selanjutnya akan didegradasi menjadi glukosamin oleh glukosaminidase
(Gooday 1994).
Kitin
Kitin merupakan polimer linier yang tersusun dari 2000–3000 monomer
N-asetil-D-glukosamin yang dihubungkan dengan ikatan -1.4-glikosida. Kitin
memiliki spektrum yang luas di biosfer seperti pada kulit crustacea (kepiting,
udang, lobster), eksoskeleton zooplankton (coral, ubur-ubur), serangga
(kupu-kupu, kumbang), protista (amoeba, diatom), serta dinding sel fungi dan
bakteri (Gohel et al. 2006). Kitin mengalami biodegradasi melalui mekanisme
dengan melibatkan kompleks enzim (Mukherjee dan Sen 2006).
Berdasarkan susunan N-asetilglukosamin, kitin dapat dibedakan menjadi
α-kitin (antiparalel), -kitin (paralel), dan –kitin (antiparalel-paralel). Struktur
α-kitin memiliki susunan N-asetilglukosamin yang lebih rapat dan lebih banyak
dijumpai di alam, contohnya pada protista, eksoskeleton invertebrata, dan fungi.
Struktur -kitin memiliki susunan N-asetilglukosamin yang tidak rapat dan
banyak dijumpai pada diatom. Sedangkan –kitin merupakan gabungan dari
α-kitin dan -kitin yang tersusun dari N-asetilglukosamin yang rapat dan tidak
rapat, contohnya pada kumbang Ptinus tectus dan Rhynchaenus fagi (Gooday
1994; Svitil et al. 1997).
Gambar 2 Struktur kitin. a Struktur kimia kitin, b Struktur antiparalel (α-kitin)
atau paralel ( -kitin) (Seidl 2008)
Colletotrichum capsici
Genus Colletotrichum merupakan cendawan anamorfik, termasuk dalam
subdivisi Deuteromycotina, kelas Deuteromycetes, subkelas Coelomycetidae,
ordo Melanconiales, famili Melanconiaceae (Alexopoulus dan Mims 1996).
5
Beberapa spesies dari Colletotrichum dapat menyebabkan penyakit antraknosa
pada tanaman cabai antara lain C. gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium,
dan C. capsici yang dapat menyebabkan kerugian sekitar 50 - 100% (Amusa et al.
2004; Pakdeevaraporn et al. 2004). Lebih dari 90% antraknosa yang menginfeksi
cabai diakibatkan oleh C. capsici (Syukur 2007).
Cendawan Colletotrichum dapat menyerang tanaman terutama pada
musim hujan dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada cuaca yang lembab
cendawan memproduksi banyak konidia untuk perkecambahan pada permukaan
tanaman. Cendawan Colletotrichum dapat bertahan hidup pada inangnya yang
terinfeksi ataupun di dalam tanah (Bergstrom dan Nicholson 1999). Gejala
antraknosa diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitaman dan
sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut,
kering, membusuk dan jatuh. Pertumbuhan awal cendawan C. capsici membentuk
koloni miselium yang berwarna coklat keabu-abuan dengan miselium yang timbul
di permukaan menyerupai kapas (Shenoy et al. 2007). Kemudian secara perlahanlahan berubah menjadi hitam dan akhirnya membentuk aservulus yang merupakan
massa konidia. Secara morfologi C. capsici memiliki aservulus berwarna coklat
kehitaman, berdiameter 198-486 µm dengan rata-rata 278.5 µm. Seta berwarna
cokelat tua, bersepta, silindris dan berukuran 70.0-120.3 x 2.5-5.1 µm. Konidia
hialin, berbentuk bengkok seperti sabit, bersel tunggal, tidak bersekat, dan ratarata panjang dan lebar konidia bervariasi berkisar 22.5-35.0 µm x 2.5-3.75 µm.
Apresoria
berbentuk
bulat,
berwarna
kecoklatan
dengan
ukuran
9-14 µm x 6.5-11.5 µm (Sangdee et al. 2011; Chai et al. 2014).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Morfologi cendawan Colletotrichum capsici. (a) Gejala antraknosa
pada buah cabai, (b) koloni C. capsici pada media PDA berumur 7
hari, (c) aservulus dengan seta, (d) konidia (Nayaka et al. 2009;
Amalia 2013)
3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian meliputi seleksi bakteri kitinolitik berdasarkan indeks
kitinolitik dan aktivitas penghambatannya terhadap Colletotrichum capsici. Isolat
yang telah diseleksi kemudian digunakan untuk identifikasi secara molekuler,
isolasi, pengendapan enzim dengan ammonium sulfat, dan karakterisasi kitinase
ekstraseluler yang selanjutnya akan diuji kembali penghambatannya terhadap
C. capsici (Gambar 4).
6
Uji Patogenesitas
dan Identifikasi
C. capsici
Peremajaan dan Seleksi Isolat
Kitinolitik
isolat yang
digunakan
Uji Antagonis terhadap
Colletotrichum capsici
Indeks Kitinolik
Isolat Terpilih
Identifikasi Molekuler
gen 16S rRNA
Pertumbuhan Sel
Bakteri
Produksi Enzim
Kurva Tumbuh Bakteri
Penentuan pH dan
Suhu Optimum serta
Stabilitasnya
Pemekatan Enzim
dengan Amonium
Sulfat
Uji Penghambatan
terhadap C. capsici
ENZIM EKSTRAK
KASAR
Elektroforesis SDSPAGE dan Zimogram
Lisis Dinding Sel
Cendawan
menggunakan kitinase
Hasil Pengendapan
Penentuan pH dan Suhu
Optimum serta Stabilitasnya
Uji Penghambatan terhadap
C. capsici
Gambar 4 Diagram alir penelitian
7
Bahan
Bahan yang digunakan ialah 30 isolat bakteri yang sebelumnya diisolasi
dari tanah perkebunan sawit dan karet di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi,
Indonesia (Haryanto 2013), serta cendawan patogen Colletotrichum capsici KMP
1533 penyebab antraknosa (koleksi Dr Widodo, MSi , Bagian Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Mei 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Peremajaan Bakteri dan Colletotrichum capsici
Media yang digunakan untuk penyegaran kultur bakteri kitinolitik asal
tanah perkebunan Jambi yaitu media kitin agar 0.3%. Satu ose biakan bakteri
diinokulasikan kedalam media kitin agar (K2HPO4 0.1%, MgSO4.7H2O 0.01%,
NaCl 0.1%, koloidal kitin 0.3%, ekstrak yeast 0.1%, agar-agar 1.5%) kemudian
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 – 48 jam. Cendawan patogen C. capsici
diremajakan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasi selama 7
hari hingga tumbuh miselium pada permukaan PDA.
Seleksi Bakteri Kitinolitik
Sebanyak 30 isolat bakteri kitinolitik asal tanah perkebunan Jambi yang
telah diremajakan, kemudian diseleksi berdasarkan indeks kitinolitik dan aktivitas
penghambatannya terhadap cendawan patogen C. capsici. Bakteri yang telah
diseleksi, kemudian dilakukan pengamatan morfologi dan pewarnaan Gram
maupun endospora untuk bakteri Gram positif.
Penghitungan Indeks Kitinolitik
Penghitungan aktivitas kitinase menggunakan metode Tahtamouni et al.
(2006) dengan modifikasi. Isolat bakteri ditumbuhkan pada media Nutrient Broth
(NB) dengan penambahan koloidal kitin 1%. Sebanyak 25 µl dari masing-masing
kultur bakteri diteteskan pada media kitin agar. Pengujian untuk setiap isolat
dilakukan tiga ulangan dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 4 hari. Lebar zona
bening menunjukan indeks kitinolitik dari masing-masing isolat. Penghitungan
berdasarkan persamaan ∆Y=Y2-Y1/Y1 x 100% (∆Y= besarnya indeks kitinolitik,
Y2= diameter zona bening, dan Y1= diameter koloni).
Uji Antagonis terhadap Cendawan Colletotrichum capsici
Isolat yang telah diseleksi berdasarkan indeks kitinolitiknya, kemudian di
seleksi kembali berdasarkan uji antagonis terhadap cendawan patogen
8
Colletrothicum capsici. Potongan agar C. capsici yang berdiameter 10 mm
dipindahkan ke dalam media PDA dengan jarak 3 cm dari tepi cawan petri
(Fokkema 1973) dan diinkubasi selama 3 hari. Bakteri antagonis kemudian
digores ke cawan petri yang sudah mengandung miselium dan diinkubasi kembali.
Sisi miselium tanpa inokulasi bakteri dianggap sebagai kontrol negatif, dan sisi
yang terdapat antagonis dianggap sebagai perlakuan. Persentase penghambatan
C. capsici dapat dikur dengan menggunakan rumus [100% x (r1-r2)/r1], dengan r1
ialah panjang pertumbuhan miselium ke arah pinggir petri tanpa inokulasi bakteri
(3 cm) dan r2 ialah panjang miselium ke arah bakteri antagonis.
Identifikasi Molekuler Bakteri Terpilih
Isolasi DNA genom untuk identifikasi molekuler dilakukan dengan
metode Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB). DNA genom yang diperoleh
digunakan untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA dengan menggunakan mesin
Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer yang digunakan ialah primer spesifik
untuk prokariot, 6γf (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-γ’) dan 1γ87r
(5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-γ’) (Marchesi et al. 1998). Komposisi
reaksi PCR terdiri atas dengan total volume reaksi 50 µl yang mengandung 25 µl
Go Taq Green Master Mix 2X, 0.8 µl DNA templat, 0.5 µl primer forward
(10 pmol), 0.5 µl primer reverse (10 pmol) dan 23.2 µl nuclease free water.
Kondisi PCR yang digunakan yaitu predenaturasi (94 °C, 5 menit), denaturasi
(94 °C, 1 menit), annealing (55 °C, 1 menit), elongation (72 °C, 1 menit), dan
post elongation (72 °C, 7 menit) sebanyak 30 siklus. Pemisahan DNA produk
PCR dilakukan pada mesin Elektroforesis mini-gel menggunakan agarosa 1%
pada tegangan listrik 80 Volt selama 45 menit. Visualisasi DNA dilakukan di atas
UV transluminator menggunakan pewarna Etidium Bromida (EtBr). DNA hasil
amplifikasi disekuen untuk mengetahui urutan basa nukleotidanya. Urutan basa
nukleotida hasil sekuen kemudian disejajarkan dengan data GeneBank
menggunakan program BLASTN (Basic Local Alignment Search ToolNucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information).
Analisis filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 6.0 dengan metode
Neighbour Joining (NJ) dengan bootstrap 1000x.
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Buah cabai didisinfeksi dengan alkohol 70% selama 3 menit, kemudian
direndam dalam natrium hipoklorit (NaOCl) 5% selama 5 menit, dibilas
menggunakan air steril sebanyak 3 kali pembilasan selama 3 menit, lalu
dikeringanginkan. Buah cabai yang telah disterilkan selanjutnya dilukai dengan
gunting steril dan diinokulasikan isolat C. capsici pada permukaan buah cabai.
Pengamatan gejala penyakit dilakukan hingga 10 hari setelah inokulasi,
selanjutnya dilakukan isolasi kembali cendawan dari buah cabai yang
menunjukkan gejala antraknosa. Uji patogenisitas dinyatakan positif jika
diperoleh koloni yang serupa dengan cendawan yang diinokulasikan pada buah
9
cabai dan dinyatakan negatif jika koloni yang diperoleh tidak serupa dengan
cendawan patogen yang diinokulasikan (Sangdee et al. 2011).
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Produksi Enzim Kitinase
Sebanyak 1-2 lup bakteri diinokulasikan ke dalam 50 mL NB yang
mengandung koloidal kitin 0.3% dan diinkubasi selama 9 jam pada suhu ruang.
Kultur digoyang pada mesin penggoyang dengan kecepatan 120 rpm pada suhu
ruang dan diukur hingga mencapai OD 0.6-0.8. Selanjutnya, sebanyak 1 mL
inokulum dimasukkan ke dalam medium 100 mL NB yang mengandung koloidal
kitin 0.3%, hasil pertumbuhan diukur berdasarkan nilai OD dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm setiap 3 jam sampai 72 jam
hingga mencapai fase stasioner. Kultur kemudian disentrifugasi pada 8000 rpm
(Eppendorf MiniSpin dengan rotor jenis F-45-12-11) selama 15 menit untuk
mendapatkan ekstrak enzim kasar secara ekstraseluler yang digunakan untuk
pengujian aktivitas enzim dan uji antagonis kembali terhadap cendawan
Colletotrichum capsici. Supernatan yang mengandung ekstrak enzim kasar
disaring dengan millipore ukuran 0.22 µm untuk memperoleh kitinase kasar yang
steril dan bebas dari sel. Konsentrasi kitinase maksimum yang digunakan dalam
uji penghambatan secara in vitro sebesar 60 ppm.
Pengukuran Aktivitas Enzim Kitinase dari Isolat Bakteri Terpilih
Analisis aktivitas kitinase menggunakan substrat koloidal kitin 0.3%
berdasarkan metode modifikasi Toharisman et al. (2005) dengan 2 ulangan.
Sebanyak 300 µl koloidal kitin 0.3% ditambahkan 150 µl bufer pH 7 dalam
150 µl ekstrak kasar dan diinkubasi 60 °C selama 30 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam air mendidih selama 10 menit. Kontrol dibuat tanpa adanya
penambahan substrat koloid kitin, kemudian disentrifugasi 8400 rpm (Eppendorf
MiniSpin dengan rotor jenis F-45-12-11) selama 5 menit. Jumlah
N-asetilglukosamin ditentukan dengan mencampurkan 200 µl supernatan
ditambahkan 500 µl akuades dan 1000 µl pereaksi schales (K-Ferrisianida dan
Na-Karbonat 0.5 M). Campuran kemudian diukur absorbansinya dengan panjang
gelombang 420 nm. Konsentrasi N-asetilglukosamin dihitung berdasarkan kurva
standar N-asetilglukosamin (Lampiran 4). Satu unit aktivitas enzim kitinase
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dihasilkan oleh 1 µmol produk NAG
(N-asetilglukosamin) per menit (Green et al. 2005).
Penentuan Kadar Protein
Kandungan protein pada enzim ekstrak kasar merupakan gambaran
kuantitas enzim yang terkandung. Protein terlarut ditetapkan berdasarkan kurva
standar bovin serum albumin (Lampiran 5). Kurva standar dibuat dengan metode
microassay 0.1 mg/mL BSA (konsentrasi 0.01 sampai 0.1 mg/mL) ditambah 1 mL
larutan Bradford. Setelah dikocok, didiamkan selama 20 menit, kemudian
10
absorbansi dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Sampel diukur dengan cara
yang sama dengan mengganti bovin serum albumin dengan ekstrak kasar bakteri
yang akan diukur. Kadar protein dapat diketahui berdasarkan kurva standar
protein (Bradford 1976).
Pemekatan dan Karakterisasi Enzim Kitinase
Pemekatan enzim dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat. Enzim
ekstrak kasar yang diperoleh diendapkan dengan konsentrasi amonium sulfat
10-80% (Scopes 1994). Larutan kemudian disimpan pada suhu 4 °C selama 24
jam dan disentrifugasi pada 10000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 220.97)
selama 20 menit pada 4 °C. Protein pelet ditambahkan dengan bufer fosfat
(0.1 M) pH 7. Ekstrak enzim kasar dan hasil pengendapan dikarakterisasi pada
kondisi optimum, seperti suhu, pH, dan stabilitas enzim. Penentuan pH optimum
untuk aktivitas kitinase ditentukan oleh pengukuran pada pH yang berbeda
(4.0-10.0) menggunakan koloidal kitin sebagai substrat dalam kondisi pengujian
standar. Bufer yang digunakan adalah sebagai berikut: 0.1 M bufer sitrat
(pH 4.0-6.0), 0.1 M bufer fosfat (pH 7.0-8.0), dan 0.1 M bufer glisin-NaOH
(pH 9.0-10.0). Suhu optimum ditentukan dengan menginkubasi campuran reaksi
pada rentang suhu yang berbeda dari kisaran 20 °C sampai 90 °C dengan interval
10 °C. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi aktivitas enzim kitinase pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm. Stabilitas kitinase
dilakukan dengan menginkubasi enzim dengan pH dan suhu optimum (Zarei
et al. 2011).
SDS – PAGE dan Zimogram
Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Elektroforesis (SDS-PAGE)
dilakukan dengan metode standar Laemmli (1970). Elektroforesis menggunakan
gel poliakrilamid konsentrasi 10% gel pemisah dan 4% gel pengumpul
(Lampiran 10). Elektroforesis dilakukan pada 110 V, 50 mA selama 35 menit.
Hasil elektroforesis diwarnai oleh Coomasie Brilliant Blue G-250 (CBB G-250)
dan kelebihan warna dihilangkan dengan larutan metanol dan asam asetat
(Zarei et al. 2011).
Analisis zimogram dilakukan dengan menambahkan 0.1% glikol kitin ke
dalam 10% gel pemisah. Glikol kitin digunakan sebagai substrat untuk
mendeteksi aktivitas kitinase. Setelah elektroforesis, gel zimogram direndam
dalam larutan 2.5% Triton X-100 selama satu jam sambil digoyang konstan. Gel
selanjutnya direndam dalam larutan bufer fosfat 0.2 M pH 7.0 selama 2 jam
sambil digoyang perlahan dalam inkubator goyang pada suhu optimum saat
karakterisasi suhu. Selanjutnya, gel zimogram direndam dalam larutan merah
kongo 0.1% selama 30 menit. Larutan tersebut diganti dengan larutan 1 M NaCl
selama 15 menit. Pita yang menunjukkan aktivitas kitinase divisualisasi di UV
transluminator yang ditandai dengan adanya zona bening pada gel poliakrilamid
(Babashpour et al. 2012). Penghitungan bobot molekul kitinase dilakukan dengan
cara membandingkan jarak migrasi pita kitinase dengan pita protein penanda.
11
Persamaan linier protein penanda diperoleh dengan membuat kurva antara Rf
(mobilitas relatif) dan log bobot molekul protein penanda (Lampiran 7).
Pengaruh Kitinase terhadap Colletotrichum capsici
Pengaruh enzim kitinase terhadap Colletotrichum capsici dapat diamati
dengan melakukan uji penghambatan secara in vitro dengan metode kultur ganda
yang dimodifikasi (Sessitsch et al. 2004). Aktivitas penghambatan diuji dengan
menggunakan enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan enzim. Isolat murni
C. capsici yang berumur 10 hari dipotong dengan diameter 10 mm dan
ditumbuhkan pada medium PDA yang telah dicampur dengan enzim pada
konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, dan 60 ppm secara terpisah. Kontrol yang digunakan
yaitu kontrol positif (Kp) berupa isolat yang ditumbuhkan pada medium PDA
yang telah dicampur fungisida mankozeb dengan konsentrasi 0.02% (v/v), dan
kontrol negatif (Kn) yaitu isolat yang ditumbuhkan pada medium PDA tanpa
perlakuan. Tiap perlakuan masing-masing diulang 2 kali. Pengamatan dilakukan
setiap hari dengan mengukur pertumbuhan diameter koloni C. capsici
menggunakan penggaris sampai pertumbuhan koloni C. capsici pada kontrol
menutup seluruh permukaan media tumbuh. Persentase penghambatan terhadap
cendawan patogen dapat dikur dengan menggunakan persamaan
[θkontrol-θperlakuan/θkontrol x 100] (Calvo et al. 2007).
Lisis Dinding Sel dengan Enzim Kitinase
Lisis dinding sel Colletotrichum capsici dilakukan dengan menambahkan
larutan enzim kitinase berdasarkan metode Singh et al. (1999). C. capsici
ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi pada suhu
30 °C selama 5-7 hari. Miselium yang tumbuh kemudian dihaluskan dengan
blender kecepatan rendah selama 5 detik. Miselium yang telah halus selanjutnya
disentrifus 5000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 220.97) selama 10 menit.
Pelet dicuci dengan akuades steril dan ditambahkan dengan 10 mM bufer fosfat
(pH 6.8). Larutan dinding sel cendawan ditambahkan dengan larutan enzim
kitinase dengan perbandingan 1:1 dan diinkubasi pada suhu 37 °C. Kontrol
dilakukan dengan mengganti larutan enzim menjadi akuades steril. Pengukuran
kadar N-asetilglukosamin (NAG) dilakukan setiap 2 jam selama 16 jam. Jumlah
N-asetilglukosamin ditentukan dengan pereaksi dinitrosalycilic acid (DNS) dan
diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 540 nm (Monreal dan Reese
1968). Konsentrasi N-asetilglukosamin dihitung berdasarkan kurva standar
N-asetilglukosamin yang direaksikan dengan pereaksi DNS (Lampiran 8).
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi Bakteri Kitinolitik dan Indeks Kitinolitiknya
Isolat kitinolitik yang digunakan pada penelitian ini diseleksi berdasarkan
aktivitas kitinolitik dan kemampuan penghambatan terhadap cendawan patogen
Colletotrichum capsici. Isolat kitinolitik yang diseleksi berjumlah 30 isolat dan
hanya 5 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan C. capsici (Lampiran 1).
Isolat yang diperoleh, selanjutnya diseleksi kembali aktivitasnya dengan
menghitung persentase penghambatan terhadap C. capsici (Tabel 1).
Tabel 1 Seleksi bakteri dari 5 isolat asal tanah perkebunan di Taman Nasional
Bukit Duabelas, Jambi, Indonesia
1
2
3
SAHA 12.14
SAHA 12.12
KAHN 15.12
0.25
0.22
1.5
Persentase
Penghambatan
terhadap
C. capsici (%)
29
37.5
25
4
5
SAHA 5.8
KAHA 7.02
0.22
0.38
25
21
No. Kode Isolat
IK
Koloni
Bentuk Warna
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bulat
Bentuk Pewarnaan
Sel
Gram
Putih Batang
Putih Batang
Merah Batang
pendek
Putih Bulat
Putih Batang
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Berdasarkan hasil penyeleksian diperoleh dua isolat terbaik dengan kode
isolat KAHN 15.12 dan SAHA 12.12 yang memiliki aktivitas kitinolitik dan
penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya (Tabel 1).
Isolat KAHN 15.12 merupakan bakteri Gram negatif dengan bentuk batang
pendek, sedangkan SAHA 12.12 merupakan bakteri Gram positif dengan bentuk
batang penghasil endospora (Gambar 5).
Isolat KAHN 15.12 menunjukkan indeks kitinolitik tertinggi yaitu dengan
indeks kitinolitik (IK) 1.5. Nilai indeks yang terbentuk relatif berbeda dengan
SAHA 12.12 yang memiliki indeks kitinolitik sebesar 0.22. Namun, SAHA 12.12
memiliki kemampuan penghambatan terhadap Colletotrichum capsici yang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan KAHN 15.12.
(a)
(b)
1 µm
(c)
4 µm
4 µm
Gambar 5 Hasil perwanaan Gram. (a) KAHN 15.12, (b) SAHA 12.12, dan
(c) pewarnaan endospora SAHA 12.12 dengan perbesaran 1000x
13
Identifikasi Molekuler Isolat SAHA 12.12
Isolat KAHN 15.12 telah diidentifikasi secara molekuler berdasarkan gen
16S rRNA yang merupakan bakteri Serratia marcescens. Hasil amplifikasi gen
16S rRNA isolat SAHA 12.12 menghasilkan satu amplikon berukuran sekitar
1300 pb (Gambar 6). Isolat SAHA 12.12 mempunyai kekerabatan yang dekat
dengan Bacillus thuringiensis galur NBRC 101235 dengan tingkat kemiripan 99%.
Analisis pohon filogenetik menunjukkan isolat SAHA 12.12 berkerabat dekat
dengan Bacillus mycoides, B. cereus, dan B. anthracis (Gambar 7).
±1300 pb
1500 pb
1000 pb
750 pb
500 pb
250 pb
Gambar 6 Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA isolat SAHA 12.12
76
64
81
SAHA 12.12
Bacillus thuringiensis strain NBRC 101235
Bacillus mycoides strain NBRC 101228
Bacillus cereus ATCC 14579
Bacillus anthracis strain ATCC 14578
Bacillus pseudomycoides strain NBRC 101232
Bacillus gaemokensis strain BL3-6
Bacillus manliponensis strain BL4-6
Bacillus cytotoxicus strain NVH 391-98
Pseudomonas aeruginosa 57
0.02
Gambar 7 Kontruksi pohon filogenetik SAHA 12.12 berdasarkan gen 16S rRNA
Patogenisitas dan Identifikasi Colletotrichum capsici
Koloni Colletotrichum capsici memiliki bentuk dasar seperti cincin seiring
bertambahnya masa inkubasi dan miselium berwarna putih keabu-abuan
(Gambar 8b,c). Cendawan yang telah diremajakan kemudian di uji patogenisitas
terhadap tanaman inangnya yaitu cabai. Hasil menunjukkan bahwa terdapat gejala
antraknosa pada cabai yang telah diinokulasikan C. capsici setelah 7 hari inkubasi.
Gejala antraknosa berupa bercak dengan bintik-bintik hitam di permukaan buah,
mengerut, dan kering (Gambar 8a). Cabai dengan gejala antraknosa kemudian
diisolasi kembali dan hasil isolasi diperoleh koloni yang serupa dengan cendawan
yang diinokulasikan pada buah cabai.
14
(c)
(b)
(a)
Gambar 8 Pengamatan makroskopis C. capsici. (a) gejala antraknosa pada buah
cabai, (b) koloni C. capsici pada media PDA berumur 10 hari bagian
permukaan atas, dan (c) permukaan bawah
Pengamatan mikroskopis C. capsici menunjukkan adanya aservulus
dengan banyak seta yang berwarna coklat kehitaman, kaku, panjang dan
meruncing keatas (Gambar 9b). C. capsici memiliki hifa yang bersepta (Gambar
9c) dan konidia hialin, runcing, berbentuk seperti bulan sabit (lunata), amerospora
(tidak memiliki septa), berukuran sekitar 27-30 µm, bersel tunggal, serta
mengelompok (Gambar 9d). Hasil tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Shenoy
et al. (2007) dan Sangdee et al. (2011) bahwa cendawan C. capsici memiliki
konidia hialin, lunata, bersel tunggal, dan bersekat dengan rata-rata panjang dan
lebar bervariasi yaitu masing-masing antara 23.5-35.0 µm dan 2.5-3.75 µm.
(a)
(b)
(c)
(d)
30 µm
Gambar 9 Pengamatan mikroskopis C. capsici. (a) seta, (b) aservulus (tanda
panah), (c) hifa, dan (d) konidia dengan perbesaran 1000x
Pertumbuhan Sel Bakteri dan Aktivitas Kitinase dari Isolat
KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Pengukuran pertumbuhan isolat dan pengujian aktivitas kitinase dilakukan
setiap 3 jam selama 42 jam. Isolat diuji pada media NB yang dimodifikasi
dengan koloidal kitin 0.3% yang diinkubasi pada suhu 37 °C. Pertumbuhan isolat
KAHN 15.12 memiliki jumlah sel tertinggi pada jam ke-9 dengan aktivitas
spesifik kitinase tertinggi pada jam ke-36 sebesar 52.03 U/mg dan
pertumbuhannya relatif stabil hingga 42 jam setelah inkubasi (Gambar 10).
Pertumbuhan isolat SAHA 12.12 mulai meningkat pada 3-12 jam dan relatif stabil
hingga 42 jam setelah inkubasi. Aktivitas spesifik kitinase mulai terdeteksi pada
12-36 jam dan aktivitas tertinggi diperoleh pada jam ke-24 inkubasi dengan
aktivitas spesifik kitinase sebesar 45.67 U/mg. Setelah 36 jam tidak ditemukan
kembali aktivitas kitinase (Gambar 10).
Log sel
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
(b) 10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45
Waktu (jam)
Gambar 10
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
45.67
Aktivitas spesifik (U/mg)
52,03
10,00
Log sel
(a)
Aktivitas spesifik (U/mg)
15
Waktu (jam)
Pertumbuhan sel dan aktivitas kitinase pada media NB yang
dimodifasi dengan koloidal kitin 0.3%. (a) Isolat KAHN 15.12, dan
(b) SAHA 12.12. ▲ log sel , ♦ aktivitas spesifik (U/mg)
Kitinase Hasil Pemekatan
Hasil pemekatan enzim menggunakan amonium sulfat (b/v) menunjukkan
bahwa protein KAHN 15.12 mampu diendapkan pada konsentrasi 40%,
sedangkan isolat SAHA 12.12 pada konsentrasi 60% (Gambar 11). Aktivitas
spesifik kedua isolat meningkat sebesar 34.84 U/mg untuk isolat KAHN 15.12
dan 98.61 U/mg untuk isolat SAHA 12.12 jika dibandingkan dengan ekstrak
enzim kasar. Hasil pengendapan KAHN 15.12 memiliki kemurnian sebesar 1.92
kali dari sebelumnya dan 3.14 kali untuk hasil pengendapan SAHA 12.12 dengan
perolehan sebesar 1.47% untuk kedua isolat (Tabel 2).
Aktivitas spesifik (U/mg)
100,00
80,00
60,00
34,84
22,60
40,00
20,00
0,00
EEK
0 - 10% 10 - 20% 20 - 30% 30- 40% 40 - 50% 50 - 60% 60 - 70% 70 - 80%
Aktivitas spesifik (U/mg)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
100,00
98,61
80,00
60,00
35,60
40,00
20,00
0,00
EEK
Gambar 11
0 - 10%
10 - 20% 20 - 30% 30- 40% 40 - 50% 50 - 60% 60 - 70%
Konsentrasi amonium sulfat (%)
Pengaruh penambahan konsentrasi amonium sulfat terhadap
pengendapan kitinase. (a) KAHN 15.12, (b) SAHA 12.12, □ ekstrak
enzim kasar, ■ hasil pengendapan enzim
16
Tabel 2 Hasil pengendapan protein kitinase KAHN 15.12 dan SAHA 12.12
Kode
Isolat
Volume
sampel
(mL)
100
Tahap
Ekstrak
KAHN kasar
15.12 Amonium 1.5
sulfat 40%
Ekstrak
100
SAHA kasar
12.12 Amonium 1.5
sulfat 60%
Total
Protein
(mg)
5.9
Aktivitas
enzim
(U/mL)
1.07
Total
Aktivitas
(U)
107
Aktivitas
spesifik
(U/mg)
18.10
Tingkat
Perolehan
kemurnian (%)
(kali)
1
100
0.045
1.05
1.575
34.84
1.92
1.47
3.7
1.15
115
31.42
1
100
0.018
1.13
1.695
98.61
3.14
1.47
Karakterisasi Enzim Kitinase
1,20
1,111,06
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas enzim kitinase yang diproduksi oleh KAHN 15.12 dan
SAHA 12.12 dikarakterisasi berdasarkan pH, suhu, dan stabilitas enzim terhadap
suhu optimumnya. Enzim ekstrak kasar isolat KAHN 15.12 memiliki kisaran pH
yang luas antara 4-10 dengan pH optimum pada pH 7 dengan nilai aktivitas
sebesar 1.06 U/mL. Kisaran pH pada hasil pengendapan enzim juga tidak berbeda
dengan ekstrak enzim kasar dengan pH optimum 6 yang nilai aktivitas enzimnya
meningkat sebesar 1.11 U/mL (Gambar 12).
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
4
5
6
7
8
9
1,121,14
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
10
4
5
6
1,10
1,05
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
20
30
40
50
Suhu
Gambar 12
7
8
9
60
70
10
pH
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase (U/mL)
pH
60
(0C)
70
80
90
1,15 1,15
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
20
30
40
50
80
Suhu (0C)
Karakterisasi enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan enzim
Isolat KAHN 15.12 (kiri) dan SAHA 12.12 (kanan) berdasarkan
pH (atas) dan suhu (bawah). Keterangan: ■ enzim ekstrak kasar,
□ hasil pengendapan enzim
17
1,50
1,50
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase (U/mL)
Aktivitas kitinase enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan isolat SAHA
12.12 pada kisaran pH 6-9 dengan pH optimum pada pH 8 dengan nilai aktivitas
kitinase masing-masing sebesar 1.12 U/mL dan 1.14 U/mL (Gambar 12). Suhu
optimum dari kitinase enzim ekstrak kasar memiliki suhu optimum 50 °C yang
kemudian terjadi perubahan suhu optimum menjadi 40 °C dengan aktivitas
kitinase sebesar 1.15 U/mL setelah pengendapan enzim. Aktivitas kitinase enzim
ekstrak kasar dan hasil pengendapan dari isolat KAHN 15.12 memiliki aktivitas
optimum yang sama pada suhu 60 °C dengan nilai aktivitas kitinase masingmasing 1.05 U/mL dan 1.10 U/mL (Gambar 12). Enzim kitinase yang diproduksi
oleh kedua isolat ini relatif stabil pada suhu optimumnya selama 180
menit (Gambar 13).
1,20
0,90
0,60
0,30
0,00
0
30
60
90
120
150
180
1,20
0,90
0,60
0,30
0,00
0
30
Waktu (menit)
Gambar 13
60
90
120
150
180
Waktu (menit)
Stabilitas enzim pada suhu dan pH optimum selama 180 menit
isolat KAHN 15.12 (kiri), SAHA 12.12 (kanan). Keterangan:
▲ enzim ekstrak kasar, ■ hasil pengendapan enzim
SDS-PAGE dan Zimogram
Hasil pemisahan protein dengan SDS-PAGE menunjukkan bahwa bobot
molekul dari enzim ekstrak kasar dan hasil pengendapan bervariasi antara
43 kDa hingga sekitar 109 kDa (Gambar 14). Enzim ekstrak kasar memiliki pita
yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pita hasil pengendapan. Kitinase
KAHN 15.12 dengan pengendapan 40% amonium sulfat memperlihatkan adanya
5 pita dengan bobot molekul yang bervariasi masing-masing sebesar 109.13 kD