Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA PATI BEBERAPA
VARIETAS UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.)

DIMAS IMAM ARIEFIANTO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Sifat
Fisikokimia Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Dimas Imam Ariefianto
NIM F24100070

ABSTRAK
DIMAS IMAM ARIEFIANTO. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Beberapa
Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.). Dibimbing oleh SUTRISNO
KOSWARA.
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) adalah salah satu sumber
karbohidrat di Indonesia yang masih belum banyak dikembangkan
penggunaannya, walaupun produksi di Indonesia terhitung cukup melimpah.
Pengolahan ubi jalar menjadi produk tepung pati dapat meningkatkan daya
simpan ubi jalar, selain itu, dapat memberikan keuntungan lain seperti praktis
dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam
produk makanan. Ubi jalar memiliki varietas yang cukup beragam, dimana
perbedaan varietas diduga memberikan pengaruh kepada sifat fisikokimia tepung
pati yang dihasilkan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mempelajari pengaruh perbedaan varietas terhadap sifat fisikokimia pati ubi jalar
yang dihasikan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian

pendahuluan yang berupa persiapan bahan baku tepung pati ubi jalar, dan
penelitian utama, yaitu analisis fisikokimia sampel tepung pati ubi jalar dari
varietas Sukuh, Cangkuang, AC dan Sawentar. Analisis kimia tepung pati ubi
jalar meliputi analisis proksimat, kadar serat kasar, kadar pati, kadar amilosa dan
amilopektin, dan nilai pH. Sedangkan analisis fisik tepung pati ubi jalar meliputi
analisis densitas kamba, profil gelatinisasi pati, dan derajat putih. Hasil uji
menunjukkan pati ubi jalar varietas AC memiliki karakteristik kimia dan fisik
yang lebih unggul dibanding yang lain, karena dari karakteristik kimia, pati AC
memiliki kadar karbohidrat dan total pati paling tinggi (99.16±0.09 %bk dan
86.91±0.57 %bk), dan dari karakteristik fisik, pati AC memiliki karakter derajat
putih yang tinggi (83.27±0.31), memiliki swelling power dan kelarutan yang
rendah (16.50±1.07 g/g dan 6.90±0.27 %), memiliki ketahanan dalam pemasakan
paling baik, yang ditunjukkan oleh breakdown viscosity yang paling rendah
(5183.33±24.38 cP) dan memiliki kecenderungan retrogradasi paling tinggi, yang
ditunjukkan oleh setback viscosity yang paling tinggi (1328.00±14.73 cP).
Karakteristik tersebut cocok dengan apa yang dibutuhkan untuk membuat produk
pangan mi, yang merupakan produk utama yang dibuat dari pati ubi jalar. Namun,
setiap varietas memiliki kelebihan dan kekurangan pada karakteristik
fisikokimianya, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik untuk karakter
produk pangan yang ingin dibuat menggunakan pati ubi jalar tersebut.

Kata kunci: Fisikokimia, karakterisasi, pati ubi jalar

ABSTRACT
DIMAS IMAM ARIEFIANTO. Physicochemical Characterization of Sweet
Potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Starch from Different Varieties. Supervised
by SUTRISNO KOSWARA.
Sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) is one of the sources of
carbohydrate in Indonesia which still has limited usage, although production in
Indonesia is relatively abundant. Sweet potato processing into starch can increase
the shelf life of sweet potato, in addition, can provide other benefits such as
practical in transport and storage, and can be processed into a wide range of food
products. Sweet potato has a fairly diverse variety, where the differences in
varieties are expected to give effect to the physicochemical properties of starch
produced. The purpose of this research was to study the effect of different
varieties to the sweet potato starch physicochemical properties. This research was
conducted in two phases, preliminary research, production of raw materials, which
is sweet potato starch, and primary research, the physicochemical analysis of
sweet potato starch samples from Sukuh, Cangkuang, AC and Sawentar varieties.
Chemical analysis of sweet potato starch consisted of proximate analysis, crude
fiber content, starch, amylose and amylopectin content, and pH values. While

physical analysis of sweet potato starch consisted of bulk density analysis, starch
gelatinization profile, and degree of whiteness. The test results showed that the
sweet potato starch from AC varieties has chemical and physical characteristics
that was superior than others, because of the chemical characteristics, AC starch
has the highest carbohydrate content and total starch content (99.16% ± 0.09 bk
and 86.91 ± 0.57% bk), and from physical characteristics, AC starch has the
character of high whiteness degree (83.27 ± 0.31), has the lowest swelling power
and solubility (16.50±1.07 g/g and 6.90±0.27 %), has a good resistance in the
cooking, which indicated by the lowest breakdown viscosity (5183.33 ± 24.38 cP)
and also has the highest retrogradation tendency which indicated by the highest
setback viscosity (1328.00 ± 14.73 cP). Those characteristics comply with what is
needed to make noodle products, which are the main products that made from
sweet potato starch. However, each variety has its advantages and disadvantages
on the physicochemical characteristics, which can be tailored to the specific
requirements for food products made using the sweet potato starch.
Keywords: Physicochemical, characterization, sweet potato starch

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA PATI BEBERAPA
VARIETAS UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.)


DIMAS IMAM ARIEFIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang
dilaksanakan sejak Maret hingga November 2014 ini dapat terselesaikan dengan
baik berkat dari dukungan berbagai pihak, baik secara langsung mapun tidak
langsung. Terima kasih penulis sampaikan pada Ir Sutrisno Koswara MSi selaku

dosen pembimbing akademik atas masukan dan perhatian yang diberikan selama
penyelesaian tugas akhir ini. Seluruh teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan yang telah membantu penulis selama melaksanakan tugas akhir.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua, kakak dan adik
penulis yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat. Kepada Striwicesa
Hangganararas atas ilmu, saran, dan juga dukungan yang telah diberikan pada
penulis. Kepada sahabat-sahabat penulis Nur Purnama Putra, Gilang Pamenan dan
Tribowo Hernadi yang telah menghibur dan memberikan semangat kepada
penulis. Kepada sahabat-sahabat di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Mutiara
Primaniarta, Devi Ardelia, Rizki Ardhiwan, Anjani Anggitasari, Zackuary,
Rahmalia Susanti, Rita Astuti, Mala Mareta, dan Novandra Caniago yang telah
menjadi teman belajar dan memberikan semangat hingga akhir perkuliahan.
Kepada Arya Suryadilaga dan Muhammad Hamdani selaku teman seperjuangan
yang telah memberikan banyak ilmu dan semangat hingga selesainya tugas akhir
ini. Kepada teman kelompok bimbingan Ikhwan Dwi Arismanto dan Fairuz
Fajriah yang memberikan informasi, saran, dan bantuan kepada penulis. Dan
kepada pihak-pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian tugas akhir.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum
sempurna dan memerlukan saran dan masukan. Penulis berharap agar tugas akhir

ini memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan
dampak terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu
dan Teknologi Pangan.

Bogor, Januari 2015

Dimas Imam Ariefianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2


Bahan

2

Alat

2

Metode Penelitian

2

Pembuatan Pati Ubi Jalar

3

Analisis Karakter Fisikokimia Tepung Pati Ubi Jalar

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Pembuatan Pati Ubi Jalar

10

Kadar Air

12

Kadar Abu

13

Kadar Protein

14


Kadar Lemak

14

Kadar Serat Kasar

15

Kadar Karbohidrat

16

Kadar Total Pati

17

Kadar Amilosa dan Amilopektin

17

Nilai pH

18

Densitas Kamba

19

Kehalusan

20

Daya Pembengkakan (Swelling Power) dan Kelarutan (Solubility)

20

Kekuatan gel (Gel Strength)

22

Derajat Putih

22

Profil Gelatinisasi Pati

23

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Varietas ubi yang digunakan
Tabel 2. Kadar air pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 3. Kadar abu pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 4. Kadar protein pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 5. Kadar lemak pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 6. Kadar serat kasar pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 7. Kadar karbohidrat pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 8. Kadar total pati pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 9. Kadar amilosa dan amilopektin pada empat varietas pati ubi
jalar
Tabel 10. Nilai pH pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 11. Densitas kamba pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 12. Nilai kehalusan pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 13. Swelling power dan kelarutan pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 14. Gel strength pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 15. Nilai derajat putih pada empat varietas pati ubi jalar
Tabel 16. Data profil gelatinisasi pada empat varietas pati ubi jalar

11
12
13
14
15
16
16
17
18
19
19
20
21
22
23
26

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan pati ubi jalar
Gambar 2. Pati ubi jalar dari keempat varietas
Gambar 3. Profil gelatinisasi pati
Gambar 4. Grafik perbandingan antar profil gelatinisasi pati ubi jalar

4
12
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai proksimat pati ubi jalar
dari keempat varietas
Lampiran 2. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai kadar pati, amilosa,
amilopektin dan nilai pH pati ubi jalar dari empat varietas
Lampiran 3. Hasil ANOVA dan uji Duncan karakteristik fisik pati ubi
jalar dari empat varietas
Lampiran 4. Hasil ANOVA dan uji Duncan nilai profil gelatinisasi pati
ubi jalar dari empat varietas

30
32
33
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi jalar adalah salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yang masih
belum banyak dikembangkan penggunaannya, walaupun produksi di Indonesia
terhitung cukup melimpah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2012,
produksi ubi jalar di Indonesia mencapai 2 483 460 ton/tahun. Kelebihan dari ubi
jalar menurut Widodo (1989) adalah memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur
panen yang relatif pendek, dan produksi yang tinggi. Dengan segala kelebihan ini,
tentu potensi untuk pemanfaatan ubi jalar bagi industri pangan juga sangat besar,
apalagi penggunaan sumber karbohidrat diluar beras dan gandum sangat didukung
oleh pemerintah sebagai bentuk diversifikasi pangan.
Ubi jalar umumnya dikonsumsi dalam bentuk segarnya yang telah direbus,
dipanggang, ataupun dimasak dengan bahan-bahan lainnya. Selain itu, ubi jalar
dapat diolah menjadi produk pangan seperti gaplek ubi jalar, keripik ubi jalar, tape
ubi jalar, dan kue ubi jalar. Produk-produk ini cukup umum dikenal masyarakat
karena rasanya yang cukup enak. Salah satu bentuk olahan dari ubi jalar adalah
tepung pati ubi jalar. Tepung pati ubi jalar adalah hasil ekstraksi pati ubi jalar
yang dikeringkan dan digiling sehingga menjadi tepung pati yang halus dan
berwarna putih. Pati adalah bagian dari karbohidrat yang merupakan komponen
utama dalam ubi jalar. Pengolahan ubi jalar menjadi produk pati memberi
beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam
pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam
produk makanan (Winarno 1981). Hasil olahan utama yang dapat dibuat dari pati
ubi jalar adalah produk mi (Collado 1997).
Menurut Kadarisman dan Sulaeman (1992) jenis ubi jalar mempengaruhi
karakteristik pati ubi jalar yang dihasilkan. Oleh karena itu, penggunaan varietas
yang berbeda dalam pembuatan pati ubi jalar diduga memberikan pengaruh yang
cukup signifikan kepada sifat fisikokimia pati ubi jalar yang dihasilkan. Sehingga
dalam penelitian ini dipelajari karakteristik fisikokimia pati ubi jalar yang dibuat
dari beberapa varietas ubi jalar, dan diharapkan dapat ditentukan varietas-varietas
ubi jalar apa yang tepat dengan karakteristik fisikokimia pati yang sesuai untuk
pengaplikasian produk pangan yang diinginkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik
fisikokimia pati beberapa varietas ubi jalar yang yang berbeda.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi mengenai karakteristik
fisikokimia pati beberapa varietas ubi jalar yang berbeda.

2

METODE
Bahan
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar
varietas Sukuh, AC, Cangkuang, dan Sawentar. Bahan lain yang dibutuhkan
dalam pembuatan tepung pati ubi jalar adalah Na-Metabisulfit dan air. Sedangkan
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah n-heksana, eter,
K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, larutan H3BO3, amilosa murni, larutan NaOH,
Na2S2O3,Fehling A dan B, Pb asetat, CaCo3, air destilata, indikator metil merah,
methylene blue dan PP,larutan NaOH dan larutan H2SO4, larutan K2SO4, etanol,
aseton, larutan HCl, KCl, KI, asam asetat, BaSO4, Na-CH3COO, CH3COOH
pekat,dan HCl pekat.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian persiapan dan pembuatan tepung
pati ubi jalar adalah timbangan, wadah plastik, pisau, abrasive peeler, panci,
ember ukuran 25 L, rasper , cabinet dryer, pin disc mill, ayakan 150 mesh.
Adapun alat-alat yang digunakan untuk pengujian sifat kimia dan fisik adalah
cawan aluminium, oven pengering, desikator, neraca analitik, cawan porselen,
gegep, tanur, labu kjeldahl 30 ml, sudip, pipet mohr 1/2/5/10/25 ml, pipet tetes,
botol akuades, lap, batu didih, tissue, gunting, penangas, buret, erlenmeyer
250/300 ml, alat soxhlet, kertas saring, kapas wool, labu lemak, kondensor, labu
ukur 50/100/250/500/1000 ml bertutup, gelas pengaduk, inkubator, pH meter,
gelas piala, sentrifuse, tabung reaksi, tabung reaksi bertutup, gelas ukur, botol vial
gelap, waterbath, spektrofotometer, Rapid Visco Analyzer(RVA), Whiteness meter,
Digital sieve shaker, ayakan 120 mesh, Texture Analyzer, corong, aluminium foil,
cawan porselen, cawan petri dan refrigerator.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan yang
berupa persiapan pahan baku, dan penelitian utama, yaitu analisis fisikokimia
sampel pati ubi jalar dari berbagai varietas. Persiapan bahan baku meliputi
pembuatan pati ubi jalar, dan penelitian utama adalah analisis secara fisik dan
kimia pati ubi jalar. Analisis fisik pati ubi jalar meliputi analisis densitas kamba,
kehalusan, kelarutan dan swelling power, kemampuan pembentukan gel, profil
gelatinisasi pati, dan derajat putih. Sedangkan analisis kimia tepung pati ubi jalar
meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar
karbohidrat, kadar total pati, kadar amilosa dan amilopektin, kadar serat kasar, dan
nilai pH.

3
Pembuatan Pati Ubi Jalar
Pembuatan pati ubi jalar ini menggunakan metode Mesiana (2013). Kulit
ubi jalar dikupas dengan menggunakan mesin abrasive peeler, kemudian
dibersihkan kembali sisa-sisa kulit dan kotoran yang masih menempel pada ubi
jalar yang telah dikupas. Setelah itu, ubi diparut dan direndam dengan larutan
sulfit dengan konsentrasi 0.1%. Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan
dengan hasil parutan ubi adalah 4:1. Tujuan penambahan larutan tersebut dalam
pemarutan adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan yang merusak
warna ubi. Setelah ditunggu sekitar 15 menit, campuran ubi dan air tersebut
disaring untuk memisahkan pati dan ampasnya. Pati ubi jalar berupa bagian cair
sedangkan ampas merupakan bagian padatannya. Pati kemudian melalui proses
pengendapan selama 16 jam dan pencucian sebanyak tiga kali atau sampai pati
berwarna putih bersih, dan setelah itu pati diangkat dan dikeringkan dalam cabinet
dryer sampai pati benar-benar terasa kering, dan ketika dihancurkan tidak
membentuk gumpalan. Setelah itu pati kering digiling dengan pin disc mill dan
dilakukan pengayakan pada 150 mesh untuk mendapat tepung pati. Diagram alir
pembuatan pati ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.
Analisis Karakter Fisikokimia Tepung Pati Ubi Jalar
Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit
dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W2). Contoh sebanyak
kurang lebih 1-2 g (W) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian diletakkan pada
oven bersuhu 105 oC selama 3 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan berisi
contoh didinginakan dalam desikator kemudian ditimbang (W1). Kadar air dapat
dihitung menggunakan perhitungan berikut:
Kadar air (g/ 100 g bahan basah) =

(1)

Kadar air (g/ 100 g bahan kering) =

(2)

Analisis Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (SNI 01-2891-1992)
Cawan porselin dipanaskan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Contoh sebanyak 2-3
g (W) dimasukkan dalam cawan porselin, kemudian dibakar sampai tidak berasap
dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan
sempurna. Cawan berisi abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang
(W1). Kadar abu ditentukan menggunakan rumus:
(3)
Kadar abu (g/ 100 g bahan basah) =
Kadar abu (g/ 100 g bahan kering) =

(4)

4

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan pati ubi jalar

5
Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)
Analisis kadar protein metode Kjeldahl dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
tahap penghancuran, tahap destilasi, dan tahap titrasi. Tahap pertama yang
dilakukan adalah penghancuran (digestion). Pertama-tama sampel sebanyak (100
–250 mg) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian
ditambahkan 1.0±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO dan 2±0.1 ml H2SO4. Batu didih
ditambahkan sebanyak 2-3 butir kemudian sampel dididihkan selama 1-1.5 jam
dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih. Tahap
selanjutnya adalah tahap destilasi. Sejumlah kecil air destilata dilewatkan perlahan
lewat dinding tabung. Kemudian isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi.
Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air destilata. Air cucian
dipindahkan ke labu destilata dan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5%
Na2S2O3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes
indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah kondensor. Ujung
kondensor direndam di bawah larutan H3BO3. Destilasi dilakukan hingga
diperoleh sekitar 15 ml destilat. Tahap terakhir, yaitu tahap titrasi, dilakukan
dengan titrasi destilat yang telah diencerkan hingga 50 ml dengan HCl 0.02 N
terstandar sampai terjadi perubahan menjadi abu-abu. Dilakukan juga penetapan
blanko. Cara perhitungan kadar protein yaitu:
%N=

(5)

Kadar protein (g/ 100 g bahan basah) =
Kadar protein (g/ 100 g bahan kering) =

(6)
(7)

Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)
Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC
selama sekitar 15 menit, dinginkan dalam desikator, dan ditimbang (W2). Sampel
dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 1-2 g (Wo) dibungkus dengan kertas
saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut
heksana.
Reflux dilakukan selama ± 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak
didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan
dalam oven pada suhu 105 oC hingga bobotnya konstan, didinginkan dalam
desikator, dan ditimbang (W1). Kadar lemak dihitung dengan rumus:
Kadar lemak (g/ 100 g bahan basah) =

(8)

Kadar lemak (g/ 100 g bahan kering) =

(9)

Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)
Sampel digiling hingga halus sehingga dapat melewati saringan berdiameter
1 mm. Sebanyak 2 g sampel ditimbang. Lemak dalam sampel sebelumnya
diekstrak dengan menggunakan soxhlet dengan pelarut petroleum eter. Setelah
bebas lemak, sampel dipindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas piala 600 ml.
Kemudian ke dalam larutan ditambah 200 ml larutan H2SO4 0.255 N. Gelas piala

6
diletakkan di dalam pendingin balik (wadah harus dalam keadaan tertutup).
Selanjutnya gelas piala didihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyanggoyangkan. Larutan NaOH 0.625 N ditambahkan sebanyak 200 ml. Didihkan
kembali sampel selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali
digoyang-goyangkan. Sampel disaring melalui kertas saring yang telah diketahui
beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu dicuci di kertas saring dengan
air mendidih kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam
oven 110oC hingga tercapai berat konstan (1-2 jam). Setelah didinginkan dalam
desikator, kertas saring ditimbang.
Kadar serat kasar (%bb) =

(10)

Kadar serat kasar (%bk) =
Keterangan:
W = Berat sampel (g)
W1 = Berat kertas saring (g)
W2 = Berat kertas saring + sampel kering (g)

(11)

Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (Faridah dkk 2012)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan
protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot
sampel selain air, abu, lemak dan protein. Nilainya ditentukan menggunakan
rumus :
Kadar karbohidrat (%) =

(12)

Analisis Kadar Total Pati (Apriyantono et al. 1998)
Hidrolisis Pati dengan Asam
Sampel tepung sebanyak 0.5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan 50 ml etanol dan diaduk selama 1 jam. Suspensi
tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat
250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu
yang terdapat pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Eter dibiarkan
menguap dari residu, kemudian dicuci kembali dengan 150 ml alkohol 10% untuk
membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara
kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml
air ditambah 20 ml larutan HCl 25%. Ditutup dengan pendingin balik dan
dipanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2.5 jam untuk
menghidrolisis pati. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan
dengan larutan NaOH 25% dan diencerkan sampai volume 500 ml dan
dihomogenkan dan disaring untuk kemudian disebut sebagai larutan stok.
Penentuan Gula Pereduksi dengan Metode Lane Enyon
Analisis dilakukan berdasarkan reduksi gula terhadap pereaksi campuran
soxlet (campuran larutan fehling), endapan merah bata yang terbentuk

7
menunjukkan titik akhir titrasi. Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu;
tahap persiapan sampel, standarisasi larutan fehling, dan pengerjaan sampel.
Persiapan sampel dilakukan dengan melakukan pemanasan sebanyak 29 g sampel
(bersama CaCO3) kemudian menjernihkannya dengan Pb asetat jenuh dan sampel
diencerkan dalam labu takar 500 ml, setelah itu disaring dan kelebihan Pb asetat
diendapkan dengan natrium oksalat, disaring kembali, kemudian diperoleh larutan
siap uji. Dipipet 10 ml larutan sample siap uji dan dibubuhi 10 ml larutan
campuran soxhlet dan 5ml larutan dekstrosa standar, larutan kemudian dididihkan
dan dititrasi dengan cepat menggunakan larutan dekstrosa standar (5 g/liter)
sebagai peniter, setelah sebelumnya ditambahkan larutan methilena biru sebagai
indikator. Titrasi dilakukan hingga titik akhir (terlihat endapan merah bata, dan
warna biru hilang). Sedangkan standarisasi larutan fehling dilakukan seperti tahap
ini, hanya tanpa menggunakan sampel. Gula pereduksi dihitung sebagai kadar
dekstrosa/glukosa (%).
Gula Pereduksi =

x 100 %

(13)

Keterangan:
A = volume peniter (dekstrosa) untuk standarisasi fehling (liter)
B = volume peniter (dekstrosa) untuk sample (liter)
C = konsentrasi dekstrosa (g/liter)
Fp = faktor pengenceran
W = berat sampel (g)
Penentuan Kadar Pati Sampel
Nilai kadar total gula yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran.
Kadar total pati dalam sampel diperoleh dengan mengalikan kadar total gula
dengan faktor konversi 0.9.
Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin (Apriyantono et al., 1998)
Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 40 mg amilosa dilarutkan dalam 10 ml NaOH alkoholik (1 ml
etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N). Lalu campuran ini dipanaskan dalam air
mendidih selama kurang lebih 10 menit sampai semua bahan terlarut, lalu
didinginkan. Kemudian campuran tadi (larutan amilosa) dipindahkan ke dalam
labu takar 100 ml dan ditambahkan air suling sampai tanda tera. Setelah itu,
dipipet masing masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan amilosa, masing-masing
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Larutan diasamkan dengan asam asetat 1
N masing-masing sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml. Lalu ditambahkan 2.0
ml larutan iodine (0.2 g iod dan 2 g KI dalam 100 ml air). Kemudian diencerkan
dengan akuades sampai tanda tera, dikocok dan dibiarkan selama 20 menit.
Larutan dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 610 nm.
Lalu data yang diperoleh digunakan untuk membuat kurva standar hubungan
antara konsentrasi amilosa dengan absorbansi.

8
Analisis Sampel
Sebanyak 100 mg sampel ditimbang dan dimasukkan dalam labu ukur 100
ml, kemudian 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N ditambahkan ke dalam
sampel. Larutan dipanaskan dalam water bath (air mendidih) selama 10 menit
(sampai pati tergelatinisasi. Setelah itu, labu ukur yang berisi sampel didinginkan
selama 1 jam dan ditambahkan akuades sampai tanda tera, kemudian dikocok.
Sebanyak 5 ml larutan sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
yang telah diisi 40 ml akuades. Sebanyak 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan,
kemudian ditambahkan air sampai tanda tera. Larutan sampel dikocok dan
dibiarkan selama 20 menit. Larutan sampel diambil untuk dianalisis dengan
spektrofotometer. Selain itu, dibuat juga larutan blanko dengan cara
mencampurkan semua bahan kecuali sampel. Kadar amilosa diukur dengan cara
sebagai berikut:
x 100%
Kadar amilosa (%) =
Keterangan:
A = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml)
Fp = faktor pengenceran
V = volume awal (ml)
W = bobot awal (mg)

(14)

Kadar amilopektin diperoleh dari selisih antara kadar pati dengankadar
amilosa sampel.
Nilai pH (Rahman 2007)
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH
meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan 7. Setelah dikalibrasi baru
dilakukan pengukuran sampel dengan membuat suspensi sampel sebesar 10%.
Densitas Kamba (Khalil 1999)
Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 100
ml kemudian beratnya ditimbang. Densitas kamba dinyatakan dalam satuan kg/m3
atau g/ml.
Densitas Kamba =

(15)

Daya Pembengkakan (Swelling Power) dan Kelarutan (Solubility) (Collado et. al
2001).
Suspensi pati disiapkan yaitu 0,6 g sampel ditambahkan dengan 30 ml
akuades, lalu sampel diaduk. Sampel lalu dipanaskan dalam water bath pada suhu
90°C selama 30 menit. Campuran lalu dipindahkan ke tabung sentrifuse, lalu
disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit. Supernatant yang terbentuk
dipisahkan ke cawan aluminum, dan endapan pati yang mengembang pada tabung
sentrifuse diukur beratnya. Cawan aluminum dikeringkan pada oven bersuhu

9
110°C hingga bobotnya tetap, kemudian ditimbang dan dihitung kenaikan
bobotnya.
Kelarutan (%)
Swelling power (%)

x100%
x 100%

(16)
(17)

Kehalusan (Rahman 2007)
Kehalusan diukur dengan menggunakan alat Digital Sieve Shaker. Alat ini
bekerja dengan menggunakan beberapa susunan ayakan atau saringan, serta
menggunakan getaran berupa gelombang dengan satuan amplitudo. Pengaturan
pengayakan yang digunakan adalah dengan getaran sebesar 60 amplitudo dan
selama 15 menit, sedangkan ayakan yang digunakan yaitu ayakan 120 mesh.
Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel lalu ditaburkan secara
merata pada ayakan paling atas. Kemudian ayakan ditutup dan alat dihidupkan.
Lalu kehalusan diketahui dengan menghitung persentase jumlah sampel yang
lolos ayakan. Kehalusan diukur dengan cara sebagai berikut:
% Kehalusan = 100% - (% sampel yang tidak lolos ayakan)
= 100% - ((D:W) x 100%)
Keterangan :
D = bobot sampel yang tertinggal di ayakan (g)
W = bobot sampel (g)

(18)

Kekuatan Gel / Gel Strength (Faridah dkk 2012)
Kekuatan gel diukur dengan menggunakan alat Texture analyzer (TA-XT2).
Pati dengan konsentrasi 10 % dipanaskan pada air mendidih selama 1 jam sambil
diaduk. Pasta panas yang terbentuk dituangkan ke dalam tabung berdiameter 3 cm
dengan tinggi 2 cm, kemudian didinginkan dan dimasukkan ke dalam refrigerator
selama 16 jam. Setelah itu kekuatan gel sampel diukur dengan alat Texture
analyzer. Data yang diperoleh dari grafik yang terbentuk diinterpretasikan sebagai
kekuatan gel.
Kekuatan gel merupakan besarnya gaya (gf) yang diperlukan untuk
memecah gel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan probe silinder ukuran
0.5 r, kecepatan penetrasi 1 mm/ detik dan jarak pengukuran 15 mm.
Analisis Derajat Putih Dengan Whiteness Meter (Faridah dkk 2012)
Sampel ditaruh di cawan contoh yang telah dibersihkan sebelumnya secara
beerlebih. Setelah itu, cawan contoh ditempatkan kedalam wadah contoh. Suhu
contoh kemudian diseimbangkan dengan meletakkan wadah contoh diatas tempat
pengukuran. Wadah contoh yang telah diseimbangkan suhunya kemudian
dimasukkan ke tempat pengukuran, dimana alat Whiteness Meter menampilkan
nilai derajat putih.
Nilai derajat putih sampel diukur dengan membandingkan nilai derajat putih
yang terbaca dengan nilai derajat putih BaSO4 sebagai standar.

10
Nilai derajat putih sampel =

(19)

Analisis Profil Gelatinisasi Pati (Faridah dkk 2012)
Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan instrumen
Rapid visco analyzer (RVA). Kelebihan analisis profil gelatinisasi adalah tidak
hanya dapat memberi informasi viskositas dalam suhu tertentu, namun dapat
memberi data viskositas pati dalam dalam berbagai suhu, dan dapat memberikan
informasi tentang karakteristik pati selama proses gelatinisasi, seperti suhu
gelatinisasi, viskositas maksimum, kestabilan viskositas pasta selama pemanasan,
viskositas setback, dan kestabilan viskositas pasta terhadap proses pengadukan.
Untuk melakukan analisis profil gelatinisasi pati, pertama tama perangkat RVA
dan software pengolah data TCW3 disiapkan dan dikalibrasi. Setelah itu,siapkan
sampel dengan cara ditimbang air dan sampel yang dibutuhkan kedalam canister,
lalu masukkan keduanya. Lalu paddle dimasukkan, lalu paddle digerakkan keatas
dan kebawah untuk mendispersikan sampel. Setelah itu, canister dan paddle
dipasang untuk dilaksanakan pengujian. Larutan pati dipanaskan sampai suhu 95
0
C dan mengalami gelatinisasi, dan melewati fase holding di suhu 950C,
didinginkan ke suhu 500C, dan kembali melewati fase holding pada suhu 500C.
Selama perubahan suhu tersebut, viskositas pati terus dibaca oleh RVA. Hasil
analisis dapat dilihat dari jendela analysis result dari menu view.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Pati Ubi Jalar
Pati ubi jalar merupakan tepung hasil ekstraksi zat pati ubi jalar yang telah
dikeringkan dan digiling sampai tingkat kehalusan tertentu. Secara garis besar,
proses pembuatan pati ubi jalar dibagi menjadi lima tahap, yaitu
penghancuran/penggilingan ubi jalar menjadi slurry, ekstraksi dan pemisahan pati
dari ampas, pengendapan pati, pengeringan, dan penggilingan serta pengayakan
pati kasar sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu. Ubi jalar yang digunakan
adalah ubi jalar dari varietas Sukuh, Cangkuang, AC dan Sawentar. Alasan
digunakannya keempat varietas tersebut adalah karena keempat varietas tersebut
memiliki daging umbi berwarna putih atau mendekati warna putih, sehingga
diharapkan diperoleh produk berupa pati berwarna putih bersih. Keterangan
tentang keempat varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Rendemen pati dihitung dari pati yang dihasilkan dibagi berat ubi jalar
yang telah dicuci. Rendemen pati yang dihasilkan adalah 10.52% untuk ubi jalar
AC dan 11.95% untuk ubi jalar Sawentar. Sedangkan, untuk varietas Sukuh dan
Cangkuang, rendemen pati tidak diketahui, karena sampel didapat dalam bentuk
pati. Moorthy (2004) menyebutkan bahwa secara umum, umbi ubi jalar memiliki
kandungan pati sebesar ±20%. Namun, hasil rendemen pati berada di bawah nilai
tersebut, karena pada proses pembuatan pati, pati tidak terekstrak sempurna,
karena proses tersebut tidak sepenuhnya dapat menghancurkan matriks tumbuhan

11
yang mengandung pati, sehingga terdapat kandungan pati yang terperangkap
dalam sel tumbuhan tersebut (Pangestuti 2010).
Tabel 1. Varietas ubi yang digunakan
Varietas

Hasil
umbi
(t/ha)

Umur
Panen
(bulan)

25-30

4 – 4.5

Cangkuang 30-31

4- 4.5

Sukuh

AC

15-25

3-4

Sawentar

25 -30

6

Warna Daging
Umbi

Agak tahan hama boleng dan
penggulung daun, tahan
kudis dan bercak daun.
Tahan hama lanas dan tahan
penyakit kudis.

Putih
Putih
kekuningan
Putih
Kekuningan
Krem
Krem

Sifat Khusus

/

Cukup tahan hama boleng
dan penggulung daun
Agak tahan penyakit kudis
dan agak peka hama boleng

Sumber: Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (2012)

Pada proses pembuatan pati, digunakan larutan sulfit sebagai bahan antibrowning dengan konsentrasi 0.1%. Perbandingan antara larutan sulfit yang
digunakan dengan hasil parutan ubi adalah 4:1. Tujuan penambahan larutan
tersebut dalam pemarutan adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
yang merusak warna ubi. Konsentrasi sulfit sebesar 0.1% ini digunakan karena
dibandingkan konsentrasi lain, konsentrasi sulfit 0.1% memberikan nilai β-karoten
paling besar pada ubi jalar (Padmaningrum dan Utomo 2007), sehingga dianggap
konsentrasi tersebut tidak merusak kandungan gizi pada produk pati. Secara
visual, pati yang dihasilkan dari empat varietas memiliki warna putih, namun
cenderung kusam jika dibandingkan dengan produk pati yang banyak beredar di
pasaran seperti tapioka. Hal ini disebabkan oleh pigmen alami yang terdapat pada
ubi jalar, seperti beta karoten. Hasil penelitian Kadarisman dan Sulaeman (1992)
menyebutkan bahwa pati ubi jalar masih dapat mengandung beta karoten sebesar
147-1632 RE, tergantung varietas ubi jalar yang diolah menjadi pati. Kadarisman
dan Sulaeman (1992) menyebutkan bahwa pati ubi jalar memiliki nilai derajat
putih sekitar 80%. Penampakan pati ubi jalar dari keempat varietas dapat dilihat
pada Gambar 2.
Menurut Kadarisman dan Sulaeman (1992), jenis ubi jalar mempengaruhi
karakteristik pati ubi jalar yang dihasilkan. Oleh karena itu, penggunaan varietas
yang berbeda dalam pembuatan pati ubi jalar diduga memberikan pengaruh yang
cukup signifikan kepada sifat fisikokimia tepung pati ubi jalar yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini dipelajari karakteristik fisikokimia tepung pati ubi jalar yang
dibuat dari beberapa varietas ubi jalar, sehingga diharapkan dapat ditentukan
varietas-varietas ubi jalar yang tepat dengan karakteristik fisikokimia pati yang
sesuai untuk pengaplikasian produk pangan yang diinginkan. Karakteristik
fisikokimia pati ubi jalar dari keempat varietas tersebut dibahas setelah ini.

12

Sukuh

Cangkuang

AC

Sawentar

Gambar 2. Pati ubi jalar dari keempat varietas
Kadar Air
Kadar air suatu produk menunjukkan persentasi kandungan air dalam
suatu produk. Nilai kadar air produk menjadi penting dalam produk kering seperti
produk pati, karena kadar air yang rendah adalah faktor utama yang mebuat
produk pati awet. Proses pengeringan pada produk pati dapat mengurangi kadar
air hingga menhambat terjadinya pertumbuhan mikroba. Syarat kadar air yang
aman untuk produk sejenis tepung yaitu kurang dari 14% sehingga dapat
mencegah pertumbuhan kapang (Winarno 1981).
Kadar air produk pati dari keempat varietas ubi jalar berkisar antara
9.42±0.09 hingga 11.67±0.25 %bb. Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada
Tabel 1. Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1), diketahui bahwa varietas
berpengaruh secara signifikan (P