Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat Terhadap Glukosa Darah Dan Inflamasi Responden Diabetes Melitus Tipe 2

(1)

PENGARUH INTERVENSI TAHU KEDELAI HITAM KAYA

SERAT TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN INFLAMASI

RESPONDEN DIABETES MELITUS TIPE 2

NELA ESKA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat Terhadap Glukosa Darah dan Inflamasi Responden Diabetes Melitus Tipe 2 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Nela Eska Putri


(4)

RINGKASAN

NELA ESKA PUTRI. Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat Terhadap Glukosa Darah dan Inflamasi Responden Diabetes Melitus Tipe 2. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan ENDANG PRANGDIMURTI.

Diabetes melitus termasuk salah satu penyakit tidak menular utama yang jumlah penderitanya terus meningkat terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data IDF 2015 Indonesia menempati urutan ketujuh penderita diabetes melitus tertinggi di dunia dengan jumlah 10 juta jiwa pada tingkat umur 20-79 tahun. Penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami gangguan sekresi insulin, yaitu sel beta pankreas tidak menghasilkan hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau mengalami resistensi insulin, yaitu insulin tidak mampu menstimulasikan glukosa di dalam darah menuju sel karena reseptor insulin mengalami kerusakan. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemik). Hiperglikemik cenderung menimbulkan stres oksidatif yang memicu autooksidasi glukosa sehingga terbentuk oksigen radikal atau ROS (Reactive Oxygen Spesies). ROS akan merusak DNA inti sehingga proses glikolisis terganggu dan menyebabkan munculnya jalur AGEs (Advanced glycation end products) yang ditandai dengan meningkatnya HbA1c

pada darah. ROS juga dapat memicu timbulnya inflamasi atau peradangan. Inflamasi dapat mengaktivasi pelepasan sitokin oleh sel dan jaringan tubuh, seperti IL-6 yang dilepaskan oleh makrofag (Hurst et al. 2001). Selain itu, saat terjadi inflamasi enzim siklooksigenase (COX-2) akan terinduksi dari sel.

Salah satu cara mengendalikan glukosa darah adalah dengan mengonsumsi makanan sehat yang mengenyangkan, memiliki indeks glikemik rendah, kaya protein, serat dan antioksidan serta rendah kolesterol. Tahu yang diolah dari kedelai merupakan makanan berprotein tinggi serta mengandung isoflavon sebagai antioksidan. Oleh karena itu tahu cocok untuk penderita diabetes. Pada proses pengolahan tahu dihasilkan ampas kedelai yang kaya akan serat pangan, protein dan antioksidan. Kedelai hitam memiliki protein yang tidak kalah dengan protein kedelai kuning, selain itu kandungan antosianin sebagai antioksidan yang terdapat pada kulitnya menyebabkan kedelai hitam lebih unggul dibandingkan kedelai kuning. Pada penelitian ini telah dilakukan intervensi tahu kedelai hitam yang diperkaya dengan serat (ampas kedelai) pada 9 responden diabetes, selain itu ada 9 responden diabetes yang tergabung dalam kelompok kontrol (pembanding) yang tidak diberikan tahu kedelai hitam kaya serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahu kedelai hitam kaya serat dapat menurunkan nilai optical density

HbA1c, insulin, dan IL-6 secara signifikan (p=0.00) jika dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Tahu kedelai hitam kaya serat berpotensi meningkatkan status kesehatan responden diabetes melitus.


(5)

SUMMARY

NELA ESKA PUTRI. Effect of Dietary Fiber-Rich Tofu from Black Soybean Consumption on Bloods Glucose and Inflammatory Syndrome of Type 2 Diabetes Mellitus Subjects. Supervised by FRANSISKA R. ZAKARIA and ENDANG PRANGDIMURTI.

Diabetes mellitus is a non-communicable disease. The number of diabetes mellitus sufferer is continually rise, especially in developing countries like Indonesia. Indonesia has ten millions people who suffer from diabetes mellitus, which is ranked in the seventh based on IDF (2015) data for 20-79 years old. Type 2 diabetes mellitus (T2DM) subjects have abnormal insulin secretion. Pancreatic beta cell can not produce sufficient amount of insulin or the muscle cells have an insulin resistance, which is caused by damaged of insulin receptors. Therefore, the insulin receptors protein become can not stimulate blood glucose in to the cells. The effect of the both conditions is hyperglycemia. Hyperglycemia can cause oxidative stress that trigger glucose autooxidation and reactive oxygen species (ROS). ROS can damage DNA and disturbs glycolysis process and advanced glycation end products (AGEs) pathway. The results in AGEs pathway is HbA1c.

ROS also triggers the inflammation and induces the cytokine signalling from cells and body tissues, such as interleukin and prostaglandin enzyme (cyclooxigenase 2).

Blood glucose can be controlled by consuming food with low glycemic index, high protein and dietary fibers, rich in antioxidants, and low cholesterol, together with physical activities. Tofu from soybean has low glycemic index, high protein, and isoflavone contents that regulate the blood glucose homeostatis and insulin. Tofu is one of recommendation diet for diabetes mellitus subjects. Tofu from black soybean is rich in anthocyanin and isoflavones. By-product of tofu processing contains dietary fibers, protein and antioxidant. The addition of the by-product into black soybean tofu can improve the functionality of the by-product. The purpose of this research was to analyze the effect of dietary fiber-rich tofu from black soybean (DFT) on blood glucose and inflammation of T2DM subjects. Intervention group (n=9) was given 80 grams DFT for 30 days and control group (n=9) was not given DFT. Blood collections were conducted before and after intervention by certified nurses for all groups for analysis in the laboratory. FBG was measured by glucometer, while the plasma was analyzed with ELISA to measured optical density value of HbA1c, insulin, IL-6 and enzyme COX-2.

Consumption of dietary fiber-rich tofu from black soybean resulted in declining the optical density of HbA1c, insulin, and IL-6 value (p=0.00). The improvement

of blood glucose was caused by the ability of protein and dietary fiber in insulin receptors improving. The reducing of inflammation was caused by antioxidant compounds in reducing free radicals. We concluded that the consumption of dietary fiber-rich tofu from black soybean may contribute the improvement in overall health of diabetic subjects and serve as important preventive food.

Keywords: Bloods glucose, dietary fiber, inflammations, tofu from black soybean, type 2 DM


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PENGARUH INTERVENSI TAHU KEDELAI HITAM KAYA

SERAT TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN INFLAMASI

RESPONDEN DIABETES MELITUS TIPE 2

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 ini ialah diabetes melitus, dengan judul Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat Terhadap Glukosa Darah dan Inflamasi Responden Diabetes Melitus Tipe 2.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Fransiska R. Zakaria MSc dan Ibu Dr Endang Prangdimurti Msi selaku pembimbing, kepada Ibu Dr Dra Suliantari MS yang telah banyak memberikan saran, serta terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) dalam pelaksanaan kegiatan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, a.n Prof Dr Ir Fransiska R. Zakaria, MSc dengan Kontrak No. 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5 Februari 2015, dan kepada BPPDN Calon Dosen-DIKTI atas bantuan dana pendidikan dan penelitian yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman tim penelitian serta Klinik dr. Katili-Dramaga, yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data responden diabetes. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Diabetes Melitus Tipe 2 dan Inflamasi 3

Pengendalian Glikemik Diabetes Melitus Tipe 2 5

Diet untuk Penderita Diabetes 7

Kedelai Hitam 7

Tahu Kedelai Hitam dan Ampas Kedelai 8

3 METODE 9

Waktu dan Tempat 9

Alat dan Bahan 9

Analisis Kimia Bahan Baku dan Produk Tahu Kaya Serat 9

Analisis proksimat 9 Analisis serat larut, serat tidak larut, dan total serat 11 Prosedur Penelitian 12 Seleksi responden dan sosialisasi serta pengurusan ethical clearence 12 Pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat 13

Intervensi produk kepada responden DM tipe 2 15

Pengambilan darah responden 15

Analisis biokimia darah 15

Analisis Statistik 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Karakteristik Bahan Baku dan Produk Intervensi 16 Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat 17 Peningkatan asupan protein dan serat responden 17

Kadar GDP dan nilai OD HbA1c 18

Nilai OD insulin 21

Penurunan senyawa pro-inflamasi 21

5 SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 30


(12)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria diagnosa diabetes dalam mengendalikan glukosa darah 6 2 Perbandingan komposisi kimia kedelai kuning dan kedelai hitam 8 3 Komposisi kimia bahan baku kedelai hitam varietas Detam 1 dan

tahu kedelai hitam kaya serat 17

4 Perbandingan asupan nutrisi kelompok perlakuan dengan kontrol

selama intervensi tahu kedelai hitam kaya serat 18 5 Nilai rata-rata ± SD kadar glukosa darah puasa dan optical

density (OD) HbA1c setelah intervensi tahu kedelai hitam kaya

serat (hari ke-30) 19

6 Nilai rata-rata optical density (OD) insulin plasma ± SD setelah

intervensi tahu kedelai hitam kaya serat (hari ke-30) 22 7 Nilai optical density (OD) senyawa pro-inflamasi (IL-6 dan

enzim COX-2) ± SD setelah intervensi tahu kedelai hitam kaya

serat (hari ke-30) 22

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan kerja reseptor insulin dengan transport pengambilan

glukosa darah 3

2 Respon insulin pada saat glukosa darah meningkat >140 mg/dL

pada responden diabetes melitus tipe 2 4

3 Formasi glikasi hemoglobin A1c sebagai produk amadori pada

reaksi non-enzimatis 6

4 Diagram alir pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat 14 5 Kadar glukosa darah puasa kelompok perlakuan selama 30 hari 19 6 Kadar glukosa darah puasa kelompok kontrol selama 30 hari 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formula sup tahu kedelai hitam kaya serat 31

2 Kuisioner monitoring dan evaluasi 32

3 Kriteria inklusi dan eklusi 36

4 Lembar Informed Consent 37

5 Ethical Clearance 40

6 Nilai GDP responden sebelum dan sesudah intervensi 41


(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes melitus termasuk salah satu penyakit tidak menular utama yang jumlah penderitanya terus meningkat terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. WHO 2014 mengemukakan bahwa pada tahun 2012 diabetes melitus telah menyebabkan kematian 1.5 juta jiwa di dunia atau sekitar 4% dari total kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular lainnya. Pada tahun 2015, total kematian akibat diabetes melitus menurut International Diabetes Federation (IDF) adalah sebanyak 5 juta jiwa. Jumlah penderita diabetes melitus berdasarkan data IDF tahun 2015 adalah 415 juta orang dewasa dan 318 juta orang dewasa lainnya mengalami gangguan toleransi glukosa darah yang berpotensi dalam meningkatkan jumlah penderita diabetes. Indonesia sendiri menempati urutan ketujuh penderita diabetes melitus tertinggi di dunia dengan jumlah 10 juta jiwa pada tingkat umur 20-79 tahun.

Gaya dan pola hidup yang tidak sehat seperti sering mengonsumsi makanan berlemak, mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, memiliki indeks glikemik tinggi dan kurang serat serta kurangnya aktivitas fisik akan menyebabkan tubuh kelebihan energi. Energi yang tidak terpakai akan menjadi timbunan lemak di dalam tubuh dan menimbulkan kegemukan atau obesitas. Menurut Fatimah (2015) obesitas serta kurangnya aktivitas fisik dapat mengganggu sekresi insulin dan mengakibatkan resistensi insulin.

Penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami sindrom metabolik karena adanya gangguan sekresi insulin, yaitu sel beta pankreas tidak menghasilkan hormon insulin dalam jumlah yang cukup sehingga terjadi penumpukan glukosa di dalam darah, atau mengalami resistensi insulin, yaitu insulin tidak mampu menstimulasikan glukosa di dalam darah menuju sel disebabkan karena reseptor insulin mengalami kerusakan yang juga menyebabkan terjadinya penumpukan glukosa darah, kondisi ini disebut dengan hiperglikemik (PERKENI 2011). Hiperglikemik cenderung menimbulkan stres oksidatif yang memicu autooksidasi glukosa sehingga terbentuk oksigen radikal atau ROS (Reactive Oxygen Spesies). Oksigen radikal ini akan merusak DNA inti sehingga proses glikolisis terganggu dan menyebabkan munculnya jalur AGEs (Advanced glycation end products) yang ditandai dengan meningkatnya HbA1c pada darah. ROS juga merupakan

salah satu pemicu timbulnya inflamasi atau peradangan.

Inflamasi dapat mengaktivasi pelepasan sitokin oleh sel dan jaringan tubuh, seperti IL-6 yang dilepaskan oleh makrofag. Selain itu, saat terjadi inflamasi maka sel-sel akan menginduksi enzim siklooksigenase (COX-2) dan enzim tersebut akan beredar di daerah tempat terjadinya inflamasi (Persaud et al. 2004). Senyawa IL-6 dan enzim COX-2 disebut juga sebagai senyawa pro-inflamasi. Inflamasi yang terjadi merupakan salah satu bukti bekerjanya sistem imun untuk melawan radikal bebas dan melindungi tubuh.

Diabetes melitus tipe 2 umumnya tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan melalui pengontrolan kadar glukosa darah. Pengendalian glukosa darah dapat dilakukan dengan diet dan memodifikasi gaya hidup, seperti mengonsumsi makanan sehat, melakukan olahraga teratur dan tidak merokok.


(14)

2

Makanan sehat yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah penderita diabetes melitus adalah makanan yang mengenyangkan, memiliki indeks glikemik yang rendah (<55), kaya protein, serat dan antioksidan serta rendah kolesterol (Bilous dan Donelly 2015).

Tahu merupakan makanan yang diolah dari kacang kedelai dan memiliki protein yang tinggi, selain itu tahu mengandung isoflavon yang dapat mengatur homeostatis glukosa darah dan resistensi insulin. Tahu merupakan makanan yang dibuat dari kedelai yang memiliki indeks glikemik yang rendah serta membawa zat-zat gizi dan non-gizi seperti komponen bioaktif. Indeks glikemik kedelai adalah 16 (Atkinson et al. 2008) dengan kandungan pati yang juga rendah, yaitu berkisar antara 10.9-11.7% (bk) (Stevenson et al. 2006). Oleh karena itu tahu cocok untuk penderita diabetes. Menurut Nurrahman (2015), kedelai hitam memiliki protein yang hampir sama dengan protein kedelai kuning, selain itu kandungan antosianin sebagai antioksidan yang terdapat pada kulitnya menyebabkan kedelai hitam lebih unggul dibandingkan kedelai kuning, sehingga tahu kedelai hitam tentunya memiliki antioksidan yang juga lebih baik daripada tahu yang diolah dari kedelai kuning.

Pada proses pengolahan tahu kedelai hitam dihasilkan ampas kedelai yang kaya akan serat pangan, protein dan antioksidan. Pemberian tahu kedelai hitam yang diperkaya dengan serat (ampas kedelai) diharapkan dapat mengendalikan kadar glukosa darah dan insulin serta menurunkan terjadinya inflamasi di dalam tubuh sehingga memperbaiki kesehatan penyandang diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian tentang pengaruh intervensi tahu kedelai hitam kaya serat dalam mengendalikan kadar glukosa darah, insulin, dan kadar HbA1c serta senyawa pro-inflamasi (IL-6 dan enzim

COX-2) penderita diabetes melitus tipe 2.

Perumusan Masalah

Penderita diabetes melitus tipe 2 memerlukan diet makanan sehat untuk mengendalikan glukosa darahnya disamping mengontrol menggunakan obat-obatan dan aktivitas fisik. Tahu kedelai hitam merupakan makanan sehat yang memiliki protein dan antioksidan yang tinggi serta indeks glikemiknya rendah. Untuk meningkatkan fungsionalitas tahu kedelai hitam bagi penderita diabetes maka ditambahkan serat (ampas kedelai) ke dalam produk olahannya. Pada penelitian ini telah diamati manfaat konsumsi tahu kedelai hitam kaya serat dalam pengendalian glukosa darah (kadar glukosa darah puasa, kadar insulin dan kadar HbA1c) serta penurunan senyawa pro-inflamasi (interleukin-6 dan enzim COX-2)

responden diabetes melitus tipe 2.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh intervensi tahu kedelai hitam kaya serat terhadap kadar glukosa darah serta senyawa pro-inflamasi pada responden diabetes melitus tipe 2.


(15)

3 Hipotesis Penelitian

Mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat dapat:

1. Menurunkan kadar glukosa darah puasa dan kadar HbA1c responden DM

tipe 2.

2. Memperbaiki kadar insulin responden DM tipe 2.

3. Menurunkan senyawa pro-inflamasi (sitokin IL-6 dan enzim COX-2) dalam darah responden DM tipe 2.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus Tipe 2 dan Inflamasi

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena adanya gangguan sekresi dan resistensi insulin sehingga tubuh tidak mampu memanfaatkan insulin dengan baik (Bilous dan Donelly 2015). Diabetes tipe 2 termasuk dalam kategori penyakit tidak menular yang merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia, yaitu sekitar 2.1% dari seluruh jumlah kematian. Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 semakin meningkat pada kelompok umur dewasa terutama umur di atas 30 tahun dan pada seluruh status sosial ekonomi (Perkeni 2010; Adnan et al.

2013). Pada umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih dan obesitas (Betteng et al. 2014). Diabetes melitus tipe 2 meningkat drastis di dunia, dan ini terkait dengan perubahan drastis kebiasaan dan pola makan atau diet sehari-hari (Kozuka et al. 2012).

Gambar 2.1 Hubungan kerja reseptor insulin dengan transport pengambilan glukosa darah. Sumber: DeFronzo (2004).

Penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami kondisi hiperglikemik yaitu tingginya kadar glukosa di dalam darah. Hal ini bisa disebabkan karena sel beta pankreas tidak mampu mensekresikan hormon insulin dalam jumlah yang cukup untuk mengimbangi kadar glukosa di dalam darah, atau tidak berfungsinya


(16)

4

reseptor insulin (resistensi insulin) yang mengakibatkan transport glukosa GLUT4 pada sel menjadi inaktivasi (Gambar 2.1). Insulin mengikat reseptor permukaan sel, dimana pada reseptor tersebut ditemukan aktivitas enzim tirosin kinase. Pemberian sinyal post-resptor insulin melibatkan fosforilasi protein-protein intrasel seperti IRS. Residu tirosin fosforilase pada protein tersebut akan berfungsi sebagai area sambungan protein nonkovalen dengan SH spesifik, seperti PI3-kinase. Ikatan IRS protein dengan PI3-kinase akan menghasilkan fosfolipid yang memodulasi kinase spesifik lain dan mengatur berbagai respon seperti transport glukosa dan sintesis protein serta glikogen. Ikatan insulin dengan reseptornya akan menyebabkan perpindahan vesikel ke permukaan sel, dimana vesikel berpindah ke unit GLUT-4 yang berfungsi sebagai pori tempat masuknya glukosa ke dalam sel. Jika resptor insulin tidak berfungsi maka tidak akan terjadi translokasi glukosa sehingga glukosa menumpuk di dalam darah, yang disebut dengan kondisi hiperglikemik. (DeFronzo 2004).

Pada penderita diabetes, respon insulin meningkat lebih awal atau lebih cepat saat kenaikan glukosa darah mencapai >140 mg/dL. Apabila kondisi ini terjadi terus menerus maka akan menyebabkan hiperinsulin di dalam plasma (Gambar 2.2). Hiperinsulin merupakan penanda diabetes tipe 2. Hiperinsulin harus ditekan karena berpengaruh terhadap penurunan fungsi sel beta yang menyebabkan parahnya kondisi diabetes (DeFronzo 2004).

Gambar 2.2 Respon insulin pada saat glukosa darah meningkat sebanyak >140 mg/dL pada penderita diabetes melitus tipe 2. Sumber: DeFronzo (2004).

Kondisi hiperglikemik dapat menimbulkan stres oksidatif dan menurunkan kerja insulin. Stres oksidatif ditandai dengan berlebihnya oksigen radikal (Reactive Oxygen Species) di dalam tubuh, baik karena produksinya berlebih maupun dalam kondisi yang tidak mampu dilawan oleh antioksidan tubuh (Monroy dan Mejia 2013). Gangguan stres oksidatif yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami dari tubuh dapat menyebabkan terjadinya inflamasi. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa stres oksidatif berperan pada inflamasi sistemik, disfungsi endotel, gangguan sekresi sel beta pankreas dan gangguan utilisasi glukosa pada jaringan perifer (Zatalia dan Sanusi 2013). Pembentukan ROS juga dapat diinduksi oleh protein terglikasi seperti hemoglobin glikemik


(17)

5 (HbA1c) yang berikatan dengan reseptor spesifik pada berbagai jenis sel seperti

monosit/makrofag, mesangium glomerulus dan sel endotel (Bilous dan Donelly 2015.

Patogenesis DM lainnya menurut Oever (2010) adalah terjadinya disfungsi endotel, yaitu tidak seimbangnya antara pembentukan dan kerusakan mikrovaskuler jaringan akibat hiperglikemik, hipertensi dan dislipidemia. Selain itu, terjadinya apoptosis sel mikrovaskuler dapat memperparah kondisi diabetes melitus.

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya atau infeksi pada tempat terjadinya cedera, serta untuk mempersiapkan keadaan selanjutnya yang dibutuhkan untuk memperbaiki jaringan. Selama proses inflamasi, biasanya akan menimbulkan bengkak, nyeri, kemerahan, dan panas (Hidayati et al. 2008). Inflamasi kronis dapat menjadi salah satu penanda terjadinya gangguan fungsi endotel dan pembentukan plak asteroklerosis yang berkontribusi terhadap terjadinya komplikasi mikro dan makrovaskuler pada pasien diabetes (Hartge et al.

2007).

Selama terjadinya inflamasi saat menderita penyakit, makrofag akan memproduksi marker atau sinyal yang dapat memperparah kondisi penyakit, seperti interleukin (IL), nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells (NF-κB), tumor necrosis factor-α (TNF-α), cyclooxygenases (COX) dan

nitric oxide (NO). NF-κB dapat menginduksi transkripsi mediator inflamasi seperti iNOS, COX-2, TNF-α, IL-1B, IL-6 dan IL-8 (Mejia 2012).

IL-6 merupakan salah satu penanda inflamasi yang berperan penting dalam patogenesis diabetes melitus. SNP (Single Nucleotida Pholimorphism)-G174C merupakan promotor gen pada IL-6 yang berasosiasi dengan T2DM, yang terkait juga dengan level dan resistensi insulin. IL-6 dapat menghambat auto-posporilasi reseptor insulin, menghambat transkripsi gen IRS, GLUT-4, dan PPAR- , serta mengaktifkan degradasi IRS-1 dan IRS-2 di dalam proteasom (Nadeem et al.

2013). IL-6 merupakan salah satu sitokin multifungsional yang terlibat dalam respon imun, respon fase akut, hematopoiesis dan inflamasi. IL-6 dihasilkan oleh sel endotel, fibroblast, sel monosit dan makrofag selama terjadinya inflamasi (Hurst et al. 2001). Selain itu, keberadaan sitokin akibat inflamasi akan menginduksi keluarnya enzim siklooksigenase (COX-2) (Persaud et al. 2004). Siklooksigenase akan berada pada jaringan yang mengalami inflamasi (Adelin et al. 2013).

Pengendalian Glikemik Diabetes Melitus Tipe 2

Pengendalian diabetes dilakukan karena tingkat metabolisme penderita diabetes berbeda dengan individu nondiabetes. Pengendalian ini biasanya berdasarkan pada perkiraan glikemik yang berfokus pada pengukuran glukosa darah. WHO dan American Diabetes Association (ADA) telah menetapkan bahwa diabetes diindikasikan apabila memiliki nilai glukosa plasma puasa adalah ≥1β6 mg/dL (7.0 mmol/L) atau memiliki glukosa plasma acak atau sewaktu adalah ≥β00 mg/dL (11.1 mmol/L), seperti yang terlihat pada tabel 2.1 (Bilous dan Donelly 2015).


(18)

6

Tabel 2.1 Kriteria diagnosa diabetes dalam mengendalikan glukosa darah

Kontrol Kadar Keterangan

HbA1c ≥6.5%

Glukosa darah puasa ≥1β6 mg/dL (7.0 mmol/L)

Berpuasa selama minimal 8 jam Glukosa darah 2 jam ≥β00 mg/dL

(11.1 mmol/L)

Dilakukan selama tes toleransi glukosa peroral (OGTT) setelah sebelumnya berpuasa selama minimal 8 jam

Sumber: American Diabetes Association (ADA) 2014.

Selain pengontrolan konsentrasi glukosa dalam darah, indikator untuk mengontrol glikemik jangka panjang selama beberapa minggu dapat diidentifikasi melalui konsentrasi HbA1c (Bilous dan Donelly 2015). Hemoglobin di dalam sel

darah merah yang berikatan dengan glukosa dikenal dengan HbA1c, semakin

banyak glukosa di dalam darah maka semakin berikatan dengan hemoglobin (DFI 2010). Pengukuran HbA1c adalah cara yang paling akurat untuk menentukan

tingginya kadar gula darah selama dua sampai tiga bulan terakhir. HbA1c juga

merupakan pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah (Utomo et al. 2015). Rantai beta molekul hemoglobin akan mengikat satu gugus glukosa secara

irreversible yang disebut dengan glikasi (Lapolla et al. 2005), yang dapat dilihat pada Gambar 2.1. Glikasi terjadi secara spontan di dalam sirkulasi darah dan tingkat glikasi ini akan meningkat apabila kadar glukosa darah tinggi. HbA1c ini

dapat bertahan dalam sel darah selama lebih kurang 3 bulan (Rohlfing et al. 2002).

Gambar 2.3 Formasi glikasi hemoglobin A1c sebagai produk amadori pada reaksi


(19)

7 Diet untuk Penderita Diabetes

Kunci utama terapi diabetes melitus tipe 2 adalah diet dan modifikasi gaya hidup, seperti olahraga dan berhenti merokok. Terapi ini diharapkan untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan kontrol glikemik. Rekomendasi diet untuk pasien diabetes adalah mengonsumsi makanan tinggi serat dan rendah indeks glikemik, menghindari makanan yang digoreng (Bilous dan Donelly 2015), kaya protein yang dapat menekan rasa lapar (Muchtadi 2010), serta tinggi antioksidan untuk menghambat kerusakan oksidatif di dalam tubuh (Setiawan dan Suhartono 2005).

Pemberian serat pangan bermanfaat bagi penderita diabetes melitus tipe 2. Serat pangan dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan kadar insulin dalam serum (Tsai et al. 1983; Muchtadi 2012). Serat dapat menurunkan glukosa darah karena memperlambat penyerapan glukosa postprandial dan waktu pengosongan lambung (Thondre 2013).

Salah satu bahan makanan sebagai pilihan dalam menu diet pasien diabetes adalah bahan makanan berbasis kedelai (Retnaningsih et al. 2001). Mengonsumsi kedelai dapat memperbaiki kadar lemak darah dan mengatur insulin dalam keadaan normal (Ascencio et al. 2004). Efek fisiologis dan manfaat klinis serat kedelai adalah menurunkan kolesterol pada penderita hiperkolesterolamia, memperbaiki toleransi terhadap glukosa dan respon insulin pada penderita hiperlipidemia dan diabetes, serta meningkatkan volume feses sehingga mempercepat waktu transit makanan (Koswara 2009).

Kedelai Hitam

Biji kedelai terdiri dari 7.3% kulit, 90.3% kotiledon dan 2.4% hipokotil. Kulit kedelai mengandung 87% serat makanan (dietary fiber), yaitu 40-53% selulosa, 14-33% hemiselulosa dan 1-3% serat kasar. Serat kedelai dapat digunakan sebagai sumber serat makanan. Kandungan protein kedelai rata-rata adalah 35% dan memiliki susunan asam amino yang lebih lengkap dibandingkan kacang-kacangan lainnya (Koswara 2009).

Pada umumnya, kedelai yang lebih banyak digunakan sebagai bahan baku produk pangan adalah kedelai kuning. Pemanfaatan kedelai hitam masih kurang mendapat perhatian dan tidak sepopuler kedelai kuning dikarenakan warnanya yang kurang menarik (Noer et al. 2009). Kedelai hitam memiliki keunggulan tersendiri karena kandungan gizinya yang cukup tinggi, terutama protein dan karbohidrat. Asam amino yang terdapat pada kedelai hitam antara lain leusin dan lisin. Kedelai hitam juga mengandung asam glutamat yang lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning (Nurrahman 2015).

Kedelai hitam memiliki kandungan protein sebesar 40.4 g/100g, serta total polifenol (6.13 mg/g), flavonoid (2.19 mg/g), dan antosianin (0.65 mg/g) yang lebih tinggi daripada kedelai kuning (Malencic 2012). Asam fenolat, antosianin, dan isoflavon (Xu dan Chang 2008) yang terdapat dalam kedelai dapat menghambat aktivitas radikal bebas dan oksidasi lipid (Astadi dan Palce 2009), anti inflamasi (Kim et al. 2008), dan anti kanker (Hung et al. 2007). Tingginya antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan eksternal dalam kedelai hitam biasanya terletak pada warna hitam pada kulitnya (Michihiro 2006).


(20)

8

Tabel 2.2 Perbandingan komposisi kimia kedelai kuning dan kedelai hitam Komposisi Kimia (bb) Kedelai Kuning Kedelai Hitam

Protein (%) 42.32 39.09

Lemak (%) 16.20 14.47

Asam lemak (mg/100 g):

 Palmitat  Stearat  Oleat  Linoleat  Linolenat 3.85 523.60 1,273.72 1,792.39 327.58 2.77 509.67 1,586.5 1,984.92 238.67

Kadar air (%) 11.30 10.57

Kadar abu (%) 4.06 4.12

Antosianin (mg/100 g) “tidak terdeteksi” 222.49 Isoflavon

 Genistein (mg/g)

 Daidzein (mg/g)

0.65 3.67

0.40 2.27

bb= basis basah. Sumber: Nurrahman 2015

Tahu Kedelai Hitam dan Ampas Kedelai

Kedelai dapat diolah dan dikonsumsi dalam bentuk tempe, tahu, kecap, kedelai rebus, kedelai goreng dan susu kedelai (Nurrahman 2015). Produk olahan kedelai yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk golongan menengah dan golongan bawah di pulau Jawa adalah tahu dan tempe (Muchtadi 2010). Pengolahan kedelai hitam dapat dijadikan sebagai makanan pendukung bagi penyandang DM tipe-2, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi koagulasi, yaitu dalam pembuatan tahu. Tahu kedelai hitam merupakan produk olahan sari kedelai hitam yang dibuat dengan mengekstrak proteinnya dan digumpalkan dengan penggumpal seperti kalsium sulfat, whey tahu, asam asetat, atau glucono delta lactone (GDL) (Ginting et al. 2009). Tahu terbuat dari sari kedelai yang mengandung lesitin. Lesitin yang terkandung di dalamnya juga mempunyai peran yang baik dalam mengendalikan kandungan glukosa darah dan kolesterol darah (Suriawiria 2002).

Ampas kedelai merupakan hasil sampingan dalam proses pembuatan tahu yang berbentuk padat dan diperoleh dari bubur kedelai yang diperas. Ampas kedelai masih mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi karena pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian yang bisa diekstrak, apalagi menggunakan proses penggilingan sederhana dan tradisional. Ampas kedelai merupakan salah satu limbah yang masih mengandung serat, karbohidrat, protein, lemak, asam organik, dan mineral (Suhartini dan Nurhidayat 2005).


(21)

9

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Februari 2016. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah Laboratorium Technopark dan Pilot Plant Seafast Centre (produksi tahu), Klinik dr. Katili Dramaga (tempat sosialisasi program dan pengambilan darah responden), Laboratorium Analisis Biokimia ITP dan Laboratorium Biomedik FKH Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat adalah alat penggiling kedelai (blender), timbangan, saringan 60 mesh, kain saring 60 mesh ukuran 1m x 1m, pasteurizer, ember/baskom plastik, panci, gelas ukur, termometer, pengaduk, wadah cetakan tahu, pisau, tupperware kotak 500 ml dan lemari pendingin. Sedangkan alat analisis yang digunakan adalah peralatan pengambilan dan analisis darah seperti syringe 3 ml (Kendall Monoject 3 cc, USA), tabung sentrifus 15 ml, microtube 2 ml, sentrifus (Eppendorf Centrifuge 5810 R), mikropipet, mikrotip, mikroplate 96 well (NUNC 96 Maxisorp), ELISA reader (BIO-RAD Banchmark, Japan) dan glukometer (Accu-chek performa,

Brasil). Alat- alat yang digunakan untuk analisis bahan baku dan produk meliputi gelas piala, tabung reaksi berpenutup, gelas ukur, labu takar, pipet dan mikropipet, erlenmeyer, spatula, timbangan digital, aluminium foil, HPLC (Shimadzu LC-6A), vortex, dan spektrofotometer UV-VIS (Thermo Scientific-Genesys 20, USA).

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tahu kedelai hitam adalah biji kedelai hitam varietas Detam 1 yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang, air, kalsium sulfat (sioko), bufer bikarbonat (Sigma Aldrich C3041, Singapore), susu skim (Sunnlac Low Fat), larutan antibodi insulin (Human Insulin Autoantibody Assay ELISA Kit (Eagle Biosciences IAA31-K01)), larutan antibodi primer antibodi anti-hemoglobin rantai B monoklonal mencit, larutan antibodi monoklonal anti IL-6 (Fitzgerald 10R-1787), larutan antibodi anti COX-2 (GeneTex GTX20701), larutan antibodi sekunder HRP IgG anti-mouse (GeneTex GTX26278), substrat γ.γ’,5.5’ Tetrametil-benzidine (TMB) (Sigma Aldrich T4444, USA), stop solution (H2SO4

0.1 N), larutan phospat buffer salline (PBS; Sigma Aldrich P4417, USA), tween

20 (Sigma Aldrich P1379, USA)0.05% .

Analisis Kimia Bahan Baku dan Produk Tahu Kaya Serat Analisis proksimat mengacu pada AOAC (1995)

a) Analisis kadar air dengan metode oven

Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 100oC. Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi.


(22)

10

Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang berat akhirnya.

Dihitung kadar air dengan persamaan sebagai berikut: Kadar air (% b/b) = (x-y) x 100%

(x-a) Keterangan :

x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g)

b) Analisis kadar abu dengan metode oven

Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin lalu cawan ditimbang. Kemudian sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan tersebut lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada suhu 400oC lalu dilanjutkan pada suhu 550oC, kemudian didinginkan di dalam eksikator lalu ditimbang. Kadar aabu dihitung dengan rumus:

Kadar abu (%b/b) = W1 x 100%

W Keterangan :

W = berat sampel (g) W1 = berat abu (g)

c) Analisis kadar protein dengan metode kjeldahl

Sampel sebanyak 0.1-0.2 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu

sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat ke dalam cairan sampai berwarna coklat kehitaman lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator,

kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :

% Nitrogen = (HCl – Blanko) ml x N HCl x 14.007 x 100% mg contoh

Kadar protein (%) = % Nitrogen x 6.25 d) Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet

Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah didinginkan. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai


(23)

11 diperoleh berat tetap. Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang.

Perhitungan :

Kadar lemak (% b/b) = W1 x 100%

W Keterangan :

W = Berat sampel (g) W1 = Berat lemak (g)

e) Analisis kadar karbohidrat by difference

Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan cara :

Kadar karbohidrat (% b/b) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu).

Analisis serat larut, serat tidak larut, dan total serat yang mengacu pada AOAC official method 991.43

a) Serat larut dan serat tidak larut

Sampel sebanyak 0.5 g ditimbang lalu ditambahkan 40 ml MES-TRIS (bufer pH 8.β) dan distirer sampai homogen. Larutan ditambah dengan 50 µl enzim α -amilase lalu disimpan di penangas air pada suhu 95-100oC selama 35 menit. Larutan didinginkan sampai suhu 60oC, lalu dinding wadah piala dibilas dengan 10 ml air. Larutan ditambah dengan 100 µl enzim protease dan diinkubasikan pada suhu 60oC selama 30 menit. Larutan lalu ditambah dengan HCl 0.561 N sampai mencapai pH 4.1-4.8 dan ditambahkan 200 µl enzim amyloglukosidase, lalu diinkubasikan pada suhu 60oC selama 30 menit. Larutan lalu disaring dan dicuci dengan 10 ml air bersuhu 70oC sebanyak dua kali, sehingga diperoleh filtrat dan air pencuci (A) serta residu (B). A dipindahkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan etanol 95% bersuhu 60oC sebanyak 4x volume larutan awal. Larutan diendapkan selama 1 jam lalu disaring. Setelah itu residu dikeringkan. Kadar serat larut diperoleh dari total residu dikurangi dengan kadar protein dan kadar abu. Sementara itu serat tak larut diperoleh dari total residu B dikurangi kadar protein dan kadar abu. b) Serat total

Sampel sebanyak 0.5 g ditimbang lalu ditambahkan 40 ml MES-TRIS (bufer pH 8.β) dan distirer sampai homogen. Larutan ditambah dengan 50 µl enzim α -amilase lalu disimpan di penangas air pada suhu 95-100oC selama 35 menit. Larutan didinginkan sampai suhu 60oC, lalu dinding wadah piala dibilas dengan 10 ml air. Larutan ditambah dengan 100 µl enzim protease dan diinkubasikan pada suhu 60oC selama 30 menit. Larutan ditambah dengan HCl 0.561 N sampai mencapai pH 4.5 (4.1-4.6) lalu ditambahkan 200 µl enzim amyloglukosidase. Larutan selanjutnya diinkubasikan pada suhu 60oC selama 30 menit dan diendapkan dengan 225 ml etanol 95% bersuhu 60oC, lalu dibiarkan mengendap selama 1 jam pada suhu kamar. Endapan lalu disaring dengan kertas saring tak berabu No. 42 yang telah diketahui bobotnya. Larutan selanjutnya dicuci dengan 15 ml etanol 78%, 15 ml etanol 95% dan 15 ml


(24)

12

aseton sebanyak dua kali. Lalu dikeringkan pada oven vakum 70oC atau pada suhu 105oC. Selanjutnya didapatkan residu. Total serat pangan dihitung dengan rumus:

Serat pangan total = bobot residu – (gram protein + gram abu) x 100%

Bobot contoh

Catatan: kadar protein dihitung sesuai dengan SNI 01-2891-1992 butir 7.1, kadar yang diperoleh dikonversi ke gram dengan mengalikan 6.25, sedangkan kadar abu dikerjakan sesuai dengan SNI 01-2891-1992 butir 6.1.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap, yaitu: 1) seleksi responden dan sosialisasi serta pengurusan ethical clearence, 2) pembuatan produk tahu kedelai hitam kaya serat, 3) intervensi produk, 4) pengambilan darah, dan 5) analisis biokimia darah.

Seleksi responden dan sosialisasi serta pengurusan ethical clearence

Skrining awal adalah mencari calon responden diabetes melitus tipe 2 di sekitar kampus IPB Dramaga. Kriteria yang dibutuhkan untuk responden adalah memiliki kadar glukosa darah puasa pada darah kapiler ≥126 mg/dL ataupun memiliki kadar glukosa darah sewaktu pada darah kapiler ≥β00 mg/dL, berusia 40-70 tahun, tidak menderita gangren dan penyakit kronis lainnya, dan pasien tidak dalam keadaan hamil. Penjajakan responden dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah gratis.

Berdasarkan rumus Lameshow et al. 1997 dan hasil penelitian Chang et al. 2008 tentang kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe 2 setelah suplementasi kedelai, maka jumlah responden (n) untuk penelitian ini dihitung berdasarkan rumus:

2 (S)2(Zα + Z )2 (X1– X2)2

Keterangan:

n = jumlah responden

S = standar deviasi = 42 mg/dL (Chang et al. 2008) Zα = 1.64 (α = 5%)

Z = 1.β8 ( = 10%), power of test

X1 = mean kadar glukosa darah setelah intervensi = 110 mg/dL (Chang et al.

2008)

X2 = mean kadar glukosa darah sebelum intervensi = 170 mg/dL (Chang et al.

2008)

Berdasarkan rumus di atas diperoleh nilai n adalah 8.36. Dengan power of test (Z ) adalah 5% maka jumlah n = 8.77 atau setara dengan 9. Artinya jumlah

responden yang akan digunakan dalam penelitian ini minimal berjumlah 9 orang untuk masing-masing kelompok. Selanjutnya responden dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan sebanyak 9 orang (4 orang laki-laki dan 5 orang perempuan) dan kelompok kontrol sebanyak 9 orang (4 orang laki-laki dan 5 perempuan).


(25)

13 Tahapan sosialisasi dilakukan di klinik dr. Katili-Dramaga dan responden diminta untuk mengisi surat persetujuan (informed consent) dan menandatangani surat tersebut sebagai tanda keikutsertaan secara sukarela (Lampiran 4). Selain itu, penelitian ini dilakukan atas persetujuan dari Komisi Etika Penelitian Unika Atma Jaya melalui ethical clearance No: 1154/III/LPPM-PM.10.05/10/2015 (Lampiran 5).

Pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat (Muchtadi 2010 dengan modifikasi)

Tahap pendahuluan pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat adalah dengan melakukan trial and error dalam menentukan koagulan dan penambahan ampas kedelai. Percobaan dilakukan dengan mengacu pada Muchtadi (2010). Pada percobaan pertama digunakan koagulan asam cuka (asam asetat 25%) sebanyak 16.3% dari berat kedelai kering. Tahu yang dihasilkan memiliki tekstur yang kompak, namun memiliki rasa asam yang masih melekat pada tahu sehingga mengurangi penerimaan terhadap produk tahu itu sendiri. Pada percobaan kedua digunakan koagulan kalsium sulfat (sioko) dengan konsentrasi 0.27% dari volume susu kedelai, serta dilakukan juga penambahan ampas kedelai sebelum proses koagulasi dengan konsentrasi 5%, 4%, 3%, 2.5%, dan 2% dari volume susu kedelai. Penambahan ampas kedelai yang diharapkan adalah dengan konsentrasi yang paling tinggi agar didapatkan tahu kaya serat. Dari lima konsentrasi tersebut diperoleh tekstur tahu yang paling kompak adalah dengan penambahan ampas 2% dari volume susu kedelai, yang selanjutnya diterapkan pada pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat.

Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat. Kedelai hitam disortasi untuk memisahkan biji dari kotoran serta memilih biji yang utuh. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 12 jam dengan perbandingan berat biji kedelai dengan air adalah 1:3 (b/v). Setelah itu biji kedelai dibersihkan dan dicuci dengan perbandingan air 1:3 (b/v) sebanyak 3 kali sehingga diperoleh kedelai basah yang bersih. Kedelai dicuci lalu dihancurkan dengan blender dengan perbandingan biji kedelai dan air adalah 1:8 (b/v). Bubur kedelai disaring dengan saringan dan kain saring 60 mesh sehingga diperoleh susu kedelai (yang akan dimasak) serta ampas. Masing-masing filtrat maupun ampas ditimbang. Bubur kedelai mentah yang dihasilkan dididihkan selama 10 menit pada suhu 100oC. Selanjutnya dilakukan penggumpalan (koagulasi). Koagulan yang dipakai adalah kalsium sulfat (sioko) sebanyak 0.27% dari volume susu kedelai. Penggumpalan dilakukan pada suhu 70oC-75oC, dimana terlebih dahulu dilakukan penambahan ampas kedelai (serat) sebanyak 2% (b/v) dari volume susu kedelai, lalu ditambahkan koagulan. Tahap selanjutnya adalah pemisahan cairan dan crude. Selanjutnya dilakukan pengepresan crude untuk membentuk tahu menggunakan alat pengepres pada skala pilot plant, dengan tekanan 2 kg/cm2 selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pemotongan dan perebusan. Diagram alir pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(26)

14

Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat Sortasi kedelai hitam

Kedelai bersih Perendaman 8-12 jam dan pencucian sebanyak 3 kali

Penirisan

Air 1:3

Penggilingan

Penyaringan dengan kain saring 60 mesh

Bubur kedelai

Ekstrak (susu kedelai)

Air Air 1:8

Ampas kedelai

Pemasakan (100-110oC;10 menit)

Koagulasi (70-75oC) Sioko 0.27% Pemisahan cairan

Pengepresan

Whey

Ampas kedelai

2%

Pemotongan

Whey

Perebusan

Tahu kedelai hitam kaya serat


(27)

15 Intervensi produk kepada responden DM tipe 2

Produk berupa tahu kedelai hitam kaya serat dalam bentuk sup tahu dibagikan secara rutin ke rumah masing-masing responden setiap sore (pukul 16.00-17.00 WIB) selama 30 hari kecuali kepada kelompok kontrol. Jumlah tahu kedelai hitam yang diberikan adalah sebanyak ±80 gram (mengandung 42.29% protein bk dan 9.17% serat bk). Produk diantar menggunakan kemasan “tupperware” yang bisa digunakan kembali. Selama tahap intervensi juga dilakukan food recall atau pencatatan konsumsi harian responden. Tujuannya adalah untuk mengetahui pola makan responden yang dimungkinkan akan berpengaruh terhadap hasil percobaan.

Pengambilan darah responden

Pengambilan darah dilakukan di Klinik dr. Katili-Dramaga oleh tenaga medis yang berkompeten. Responden harus dalam keadaan nyaman dan tanpa paksaan, maka sebelum pengambilan darah dilakukan pengukuran tensi darah terlebih dahulu. Ruangan dan peralatan yang digunakan berada dalam keadaan bersih, steril dan nyaman. Darah responden diambil pada pada hari ke-0 dan pada hari ke-30. Pada setiap tahap diambil darah vena. Darah diambil sebanyak 8 ml menggunakan syringe dan ditampung pada vacutainer berisi antikoagulan EDTA. Selanjutnya dilakukan pemisahan plasma darah di laboratorium untuk dianalisis kadar insulin, HbA1c, IL6, dan COX-2. Sedangkan untuk pengujian GDP diambil

darah kapiler setiap satu minggu sekali. Persiapan sampel plasma

Sampel darah yang telah didapat kemudian dimasukkan ke dalam falcon

steril dan disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC. Untuk sampel plasma diperoleh tiga lapisan (plasma, buffy coat dan eritrosit). Lapisan teratas kemudian dipisahkan sehingga diperoleh plasma. Sampel plasma yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam beberapa microtube dan disimpan pada suhu -20oC sampai pengujian dilakukan.

Analisis biokimia darah

a) Analisa kadar glukosa darah puasa (GDP)

Kadar glukosa darah ditentukan menggunakan metode glucose oxidase sensor

menggunakan glukometer. Darah diambil dari jari dengan cara jari dibersihkan dengan alkohol, lalu dipijat atau diurut perlahan-lahan, kemudian bagian ujung jari ditusuk dengan jarum (lancet). Tetesan darah ditempelkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur pada alat setelah 5 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dL, setelah itu dikonversikan menjadi mmol/L. b) Analisa kadar insulin darah, HbA1c, sitokin IL-6 dan enzim COX-2 dengan

metode ELISA (Zakaria et al. 2014 dengan modifikasi)

Sebanyak 100 µl plasma darah diencerkan dengan bicarbonat buffer (untuk HbA1c=1:700, untuk IL-6=1:1.000, untuk Cox-2=1:500, untuk insulin=1:700)

dan dimasukkan ke dalam well microplate lalu diinkubasikan pada suhu 4oC selama semalam atau pada suhu 37oC selama 1 jam. Setelah itu cairan dalam

well dibuang dan dicuci dengan larutan PBST 250 µl selama 5 menit sebanyak tiga kali. Sebanyak 100 µl skim milk 5% ditambahkan ke masing-masing well

dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 1 jam. Setelah itu well dicuci lagi dengan larutan 250 µl selama 5 menit sebanyak tiga kali. Sebanyak 100 µl


(28)

16

antibodi primer (insulin: Human Insulin Autoantibody Assay ELISA Kit; HbA1c: antibodi anti-hemoglobin rantai beta monoklonal mencit; IL-6: antibodi

monoklonal anti IL-6; COX-2: antibodi monoklonal anti COX-2) ditambahkan ke masing-masing well dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 1 jam. Setelah itu well dicuci lagi dengan larutan 250 µl selama 5 menit sebanyak tiga kali. Sebanyak 100 µl antibodi anti HRP ditambahkan ke masing-masing well

dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 1 jam. Setelah itu well dicuci lagi dengan larutan 250 µl selama 5 menit sebanyak tiga kali. Dilakukan penambahan 50 µl TMB ke masing-masing well dan diinkubasikan di ruangan gelap selama 15 menit. Setelah diinkubasikan, ditambahkan larutan H2SO4 0.1

N sebanyak 50 µl ke masing-masing well lalu diukur absorbansinya dengan

ELISAreader pada panjang gelombang 450 nm.

Analisis Statistik

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji t-student independent

pada selang kepercayaan 95% menggunakan SPSS Statistik 22 untuk melihat perbedaan data kadar GDP, HbA1c, IL-6, enzim COX-2 dan insulin antara

kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Jika data tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji non-parametrik Mann-Whitney menggunakan SPSS Statistik 22.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku dan Produk Intervensi

Kedelai hitam lokal yang digunakan dalam pembuatan tahu kedelai hitam kaya serat adalah varietas Detam 1 yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tahu kedelai hitam kaya serat memiliki kadar protein yang tinggi (52.86%) serta serat total yang juga tinggi, yakni sebesar 11.46% dalam basis kering (Tabel 4.1). Menurut BPOM (2011), pangan yang memiliki kadar protein >35% disebut sebagai pangan berprotein tinggi, dan pangan yang memiliki serat sebanyak >6 g/100g termasuk pada golongan pangan berserat tinggi. Tahu kedelai hitam yang ditambahkan dengan ampas kedelai memiliki kandungan serat yang tinggi, selanjutnya disebut sebagai tahu kedelai hitam kaya serat, selain itu juga memiliki protein yang tinggi.

Kedelai hitam varietas Detam 1 yang digunakan memiliki kadar protein 32.93% (bb) yang nilainya sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan kedelai hitam pada umumnya, begitupun dengan kadar lemaknya. Namun kedelai ini diperkirakan memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi jika dilihat dari kadar abunya (Tabel 4.1 dengan Tabel 2.2).


(29)

17 Tabel 4.1 Komposisi kimia bahan baku kedelai hitam varietas Detam 1 dan tahu

kedelai hitam kaya serat

Parameter Kedelai hitam Tahu kaya serat

bb bk bb bk

Rendemen (g/100g kedelai) 43.66

Kadar air (%) 9.78 10.84 78.17 385.09

Kadar abu (%) 5.24 5.81 1.56 7.15

Protein (%) 32.93 36.50 11.54 52.86

Lemak (%) 13.16 14.59 0.79 3.62

Karbohidrat (by different) (%) 38.89 43.11 7.96 36.46

Serat larut (SDF) (%) 5.04

Serat tak larut (IDF) (%) 6.42

Kadar serat total (TDF) (%) 11.46

Keterangan: bb = basis basah; bk = basis kering

Penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan diet dengan pangan berserat dan berprotein tinggi. Wardani (2014) mengemukakan bahwa kedelai hitam berpotensi sebagai bahan baku minuman fungsional karena memiliki asam amino esensial, vitamin E, saponin dan kaya akan antioksidan misalnya flavonoid, isoflavon dan antosianin. Hasil penelitian Lu et al. (2013), okara merupakan produk samping setelah ekstrasi pada pengolahan tahu atau susu kedelai yang disebut juga dengan ampas tahu. Okara terdiri dari 58.60% serat pangan yaitu 55.63% nya adalah serat tidak larut air (IDF) dan 1.91% nya adalah serat larut air (SDF). Roti dan mi okara memberikan efek hipoglikemik secara in vivo terhadap 10 orang responden normal, yang diduga karena kandungan serat pangannya. Serat pangan dapat memperlambat penyerapan glukosa pada usus halus melalui 3 cara, yaitu: meningkatkan viskositas makanan di usus dan menghalangi difusi glukosa, mengikat glukosa dan menurunkan konsentrasi keberadaan glukosa di usus, serta menghambat aktivitas enzim α-amilase.

Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat Peningkatan asupan protein dan serat responden DM tipe 2

Selama mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat 30 hari, asupan nutrisi masing-masing responden yang didapat melalui wawancara food recall dihitung menggunakan nutrisurvey aplikasi 2007. Hasil yang diperoleh adalah berupa persentase asupan nutrisi dan kalori berdasarkan makanan yang dikonsumsi. Pada Tabel 4.2 disajikan perbandingan asupan nutrisi antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol pada sebelum dan sesudah intervensi. Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa kedua kelompok responden mengalami peningkatan asupan protein dan serat pada hari ke-30 (sesudah intervensi) dibandingkan dengan hari ke-0 (sebelum intervensi). Pada kelompok perlakuan dan kontrol rata-rata responden juga mengalami penurunan asupan karbohidrat.


(30)

18

Tabel 4.2 Perbandingan asupan nutrisi kelompok perlakuan dengan kontrol selama intervensi tahu kedelai hitam kaya serat

Konsumsi nutrisi Perlakuan Kontrol

Karbohidrat (%)

Sebelum intervensi 58.2 68.0

Sesudah intervensi 51.8 58.3

Lemak (%)

Sebelum intervensi 31.1 19.0

Sesudah intervensi 33.7 24.1

Protein (%)

Sebelum intervensi 10.7 12.9

Sesudah intervensi 14.4 17.4

Serat (g)

Sebelum intervensi 7.6 7.5

Sesudah intervensi 9.8 7.8

Kalori (kkal)

Sebelum intervensi 1353.1 1269.4

Sesudah intervensi 1537.9 1353.4

Peningkatan asupan serat dan protein berpengaruh terhadap perbaikan kondisi kesehatan responden DM tipe 2, dimana protein dan serat dapat menghambat penyerapan glukosa ke dalam darah. Penurunan asupan karbohidrat juga berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah responden.

Kadar glukosa darah puasa (GDP) dan nilai optical density HbA1c

Menurut ADA 2014 diabetes melitus ditandai dengan kandungan glukosa darah yang tinggi saat puasa, yaitu ≥7 mmol/L atau setara dengan ≥1β6 mg/dL. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa rata-rata responden memiliki kadar GDP yang tinggi pada hari ke-0, yaitu 9.90 ± 3.43 mmol/L untuk kelompok perlakuan dan 10.51 ± 6.48 mmol/L untuk kelompok kontrol. Intervensi tahu kedelai hitam kaya serat kepada 9 orang responden diabetes melitus tipe 2 selama 30 hari cenderung menurunkan kadar GDP 7 orang responden, yaitu rata-rata sebanyak 2.21 mmol/L. Nilai masing-masingnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada kelompok kontrol rata-rata tidak terjadi penurunan glukosa darah puasa. Secara statistik nilai perubahan kadar GDP antara dua kelompok responden ini adalah tidak berbeda nyata (p-value >0.05). Hasil penelitian Chang et al. (2008) tentang pemberian suplemen kedelai kepada 10 orang penderita diabetes melitus dapat menurunkan kadar GDP dari 169.7 mg/dL menjadi 109.9 mg/dL.

Penurunan kadar glukosa darah responden sangat berhubungan dengan asupan nutrisinya. Berdasarkan Tabel 4.2 kedua kelompok responden rata-rata memiliki asupan karbohidrat yang menurun pada hari ke-30 (sesudah intervensi) jika dibandingkan pada hari ke-0 (sebelum intervensi). Selain itu, peningkatan asupan protein dan serat juga berpengaruh terhadap kadar glukosa darah responden, karena protein dan serat dapat memperlambat penyerapan glukosa ke dalam darah.


(31)

19 Tabel 4.3 Nilai rata-rata ± SD kadar glukosa darah puasa dan optical density (OD)

HbA1c setelah intervensi tahu kedelai hitam kaya serat (hari ke-30)

Perlakuan Kontrol p-value

GDP (mmol/L)

Sebelum (hari ke-0) 9.90 ± 3.43 10.51 ± 6.48 0.66* Sesudah (hari ke-30) 7.69 ± 1.41 10.52 ± 6.46 0.63*

Perubahan (∆) -2.21 0.01

OD HbA1c

Sebelum (hari ke-0) 0.865 ± 0.060 0.309 ± 0.079 0.00 Sesudah (hari ke-30) 0.726 ± 0.136 0.303 ± 0.064 0.00

Perubahan (∆) -0.139 -0.006

Nilaip-value >0,05 adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student independent Tanda (-) artinya terjadi penurunan

*

uji non-parametrik Mann-Whitney

Pada penelitian ini responden yang biasa mengonsumsi obat antidiabetes tidak disarankan untuk menghentikan pengobatannya. Berdasarkan hasil pengecekan rutin terlihat bahwa kelompok responden yang mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat mengalami penurunan kadar GDP setiap minggunya (Gambar 4.1), sedangkan pada responden kontrol kadar glukosa darahnya mengalami penurunan yang tidak teratur (Gambar 4.2), sehingga dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar GDP responden. Berdasarkan hasil tersebut, intervensi yang lebih lama diduga dapat lebih menurunkan kadar GDP responden DM2.

Gambar 4.1 Kadar glukosa darah puasa kelompok perlakuan selama 30 hari

9.9 9.9 9.8

8.7 7.9 7.7 0 2 4 6 8 10 12

0 6 12 18 24 30

K a da r G DP ( m m o l/L )


(32)

20

Gambar 4.2 Kadar glukosa darah puasa kelompok kontrol selama 30 hari Penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan diet dengan pangan berprotein dan berserat tinggi yang dapat menekan rasa lapar. Tahu kedelai hitam kaya serat merupakan produk pangan yang memiliki protein dan serat yang tinggi, selain itu juga memiliki pati yang yang rendah sehingga tidak cepat menaikkan glukosa darah. Menurut Santoso (2011) serat pangan mampu mengikat air dan glukosa sehingga daya cerna glukosa berkurang dan menurunkan kadar glukosa di dalam darah. Serat dapat menurunkan glukosa darah karena memperlambat penyerapan glukosa dan waktu pengosongan lambung. Serat yang terdapat dalam produk ini terdiri dari serat larut dan serat tidak larut. Menurut Takano et al.

(2013), serat tidak larut dapat menekan kenaikan glukosa postprandial pada tikus dengan meningkatkan viskositas makanan di saluran cerna. Menurut Lu et al.

(2013), serat larut berfungsi memperlambat pengosongan lambung sehingga memperlambat pencernaan dan penyerapan glukosa. Lebih jauh menurut Maulida

et al. (2014) polisakarida larut air dapat menurunkan resistensi insulin dan mengurangi stres pada retikulum endoplasma pada tikus.

Penelitian preklinis Handayani (2009) mengemukakan bahwa pemberian susu kedelai dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial tikus jantan secara signifikan, dimana polisakarida dan asam lemak omega-3 pada kedelai berperan dalam mengatur homeostatis glukosa darah. Menurut Ebrahimi et al.

(2015), asam lemak omega-3 dapat meningkatkan regulasi PPAR- yang dapat meningkatkan ekspresi gen yang mengkode GLUT-4 (tempat masuknya glukosa ke dalam sel).

Selain daripada protein, serat dan asam lemak esensial, lesitin kedelai juga berfungsi menurunkan kadar glukosa darah. Menurut Cahyono (2011), kandungan lesitin kedelai bertindak sebagai antioksidan yang mampu melindungi dan meregenerasi sel beta pankreas yang mengalami kerusakan, sehingga dapat menghasilkan insulin kembali. Dengan demikian glukosa darah dapat distimulasikan ke dalam sel. Selain itu, Kurimoto et al. (2013) mengemukakan fungsi lain dari kandungan kedelai, yaitu diet ekstrak kulit biji kedelai yang mengandung antosianin dan prosianidin pada tikus diabetes dapat memperbaiki kondisi hiperglikemik dan sensitivitas insulin melalui aktivasi AMP-kinase. Menurut Hogan et al. (2010), kondisi hiperglikemik postprandial dapat diturunkan

10,5 10,2 8,6 11,0 8,8 10,5 0 2 4 6 8 10 12

0 6 12 18 24 30

K a da r G DP ( m m o l/L )


(33)

21 dengan menghambat aktivitas a-glukosidase. Senyawa fenolik dan flavonoid pada ekstrak sisa pengolahan anggur dapat menghambat aktivitas enzim penghidrolisis karbohidrat, sehingga mengurangi penyerapan glukosa oleh usus.

Keberadaan protein dan serat pangan yang tinggi pada tahu kedelai hitam kaya serat serta berbagai fitokimia seperti isoflavon dan antosianin sebagai antioksidan sudah terbukti menurunkan kadar GDP responden diabetes melitus tipe 2 (Tabel 4.3). Namun, penurunan kadar GDP ini tidak hanya terjadi pada kelompok perlakuan tetapi juga pada kelompok kontrol, hal ini karena edukasi yang diberikan kepada kedua kelompok responden tentang pola makan dan hidup yang sehat juga sangat berpengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah mereka.

Hemoglobin A1c adalah komponen glikohemoglobin utama yang ditemukan

pada darah, yaitu penempelan glukosa yang stabil pada satu ataupun dikedua gugus N amino hemoglobin pada rantai beta-nya (Finke et al. 1998). HbA1c juga

merupakan pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa responden kelompok perlakuan mengalami penurunan nilai absorbansi HbA1c setelah mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat, yaitu sebanyak 0.139.

Penurunan ini terjadi pada 8 dari 9 orang responden intervensi. Hal ini menandakan adanya perbaikan kesehatan responden. Penurunan kadar glukosa di dalam darah akan memperkecil kemungkinan terikatnya glukosa dengan protein yang menyebabkan terjadinya glikasi.

Nilai optical density insulin plasma

Penyandang DM tipe 2 mengalami hyperinsulin karena hormon insulin tidak dapat berfungsi dengan baik dalam membawa glukosa ke dalam darah. Kondisi ini disebut juga dengan resistensi insulin. Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa keadaan insulin setelah intervensi tahu kedelai hitam kaya serat (kelompok perlakuan) selama 30 hari mengalami penurunan secara signifikan jika dibandingkan dengan tanpa intervensi, karena pada kelompok tanpa intervensi (kelompok kontrol) mengalami kenaikan nilai OD insulin plasma. Mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat diduga dapat memperbaiki reseptor insulin sehingga insulin dapat kembali bekerja dengan normal dan jumlahnya menurun di dalam darah, dibuktikan dengan terjadinya penurunan glukosa darah puasa dan HbA1c yang

terjadi pada responden perlakuan selama intervensi (Tabel 4.3).

Penelitian Handayani et al. (2009) mengungkapkan bahwa pemberian susu kedelai dapat menurunkan kadar insulin plasma tikus yang hyperinsulin secara signifikan. Asam lemak tidak jenuh pada kedelai yang utama adalah alfa-linoleat (omega-3), yang dapat mengubah fluiditas membran dan fungsi reseptor pada membran sel sehingga ikatan antara reseptor insulin dan insulin dapat terjadi, yang diperlukan untuk menstimulasi translokasi GLUT4 dan glukosa. Selain itu antosianin dan komponen bioaktif lain dalam kedelai hitam yaitu isoflavon ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa darah dan insulin di dalm darah (Sabuluntika 2013). Isoflavon kedelai yang berperan menghambat pelepasan insulin dari pankreas dan membantu penyerapan glukosa ke dalam sel yaitu genistein (Handayani et al. 2009 dan Liu et al. 2010).


(34)

22

Tabel 4.4 Nilai rata-rata optical density (OD) insulin plasma ± SD setelah intervensi tahu kedelai hitam kaya serat (hari ke-30)

Perlakuan Kontrol p-value

OD Insulin

Sebelum (hari ke-0) 0.250 ± 0.031 0.467 ± 0.384 0.13* Sesudah (hari ke-30) 0.176 ± 0.013 0.686 ± 0.866 0.00*

Perubahan (∆) -0.074 0.219

Nilaip-value >0,05 adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student independent Tanda (-) artinya terjadi penurunan

*

uji non-parametrik Mann-Whitney

Penurunan senyawa pro-inflamasi

Menurut Monroy dan Mejia (2013) stres oksidatif dapat menimbulkan inflamasi yang berakibat pada resistensi insulin. Tingginya nilai OD insulin responden kelompok perlakuan di dalam plasma (Tabel 4.4) sebelum intervensi menunjukkan adanya resistensi insulin. Setelah intervensi terjadi penurunan nilai OD insulin yang menandakan adanya perbaikan kerja insulin dan diduga ada hubungannya dengan penurunan inflamasi (Tabel 4.5) pada responden akibat mengkonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat.

Tabel 4.5 Nilai optical density (OD) senyawa pro-inflamasi (IL-6 dan enzim COX-2) ± SD setelah intervensi tahu kedelai hitam kaya serat (hari ke-30)

Perlakuan Kontrol p-value

OD Sitokin IL-6

Sebelum (hari ke-0) 0.238 ± 0.021 0.366 ± 0.056 0.00 Sesudah (hari ke-30) 0.185 ± 0.014 0.319 ± 0.040 0.00*

Perubahan (∆) -0.053 -0.046

OD Enzim COX-2

Sebelum (hari ke-0) 0.180 ± 0.023 0.176 ± 0.043 0.31* Sesudah (hari ke-30) 0.170 ± 0.021 0.199 ± 0.083 0.51*

Perubahan (∆) -0.010 0.024

Nilaip-value >0.05 adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student independent Tanda (-) artinya terjadi penurunan

*

uji non-parametrik Mann-Whitney

Menurut Zatalia dan Sanusi (2013), gangguan stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami dari tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya inflamasi. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa stres oksidatif berperan pada inflamasi sistemik, disfungsi endotel, gangguan sekresi sel beta pankreas dan gangguan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. IL-6 merupakan sitokin yang dikeluarkan oleh jaringan yang mengalami inflamasi yang nilainya lebih tinggi pada orang sakit dibandingkan dengan orang sehat. Keadaan hiperglikemik pada penderita diabetes melitus dapat memicu terbentuknya radikal bebas yang juga dapat meningkatkan terjadinya inflamasi.


(35)

23 Responden dalam penelitian ini mengalami kondisi hiperglikemik. Kondisi hiperglikemik dapat menimbulkan terjadinya autooksidasi glukosa, sehingga menghasilkan oksigen radikal yang berlebih di dalam tubuh yang disebut juga dengan stres oksidatif. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa stres oksidatif berperan pada inflamasi sistemik, disfungsi endotel, gangguan sekresi sel beta pankreas dan gangguan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. Keadaan hiperglikemik pada penderita diabetes melitus juga dapat memicu terbentuknya radikal bebas yang juga dapat meningkatkan terjadinya inflamasi. Menurut Delichatsios dan Welty (2005), mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan glukosa dapat meningkatkan inflamasi dan adhesi molekul serta resistensi insulin.

Intervensi tahu kedelai hitam kaya serat cenderung menurunkan nilai OD sitokin IL-6, yakni sebesar 0.053 (Tabel 4.5). Penurunan sitokin IL-6 di dalam darah semua responden (n=9) menandakan terjadinya pengurangan peradangan dan penurunan keparahan penyakit pada penderita diabetes melitus. Komposisi protein dan serat yang tinggi pada produk tahu kedelai hitam kaya serat terbukti cenderung menurunkan kadar glukosa darah puasa responden (Tabel 4.3) sehingga mencegah terjadinya autooksidasi glukosa dan mengurangi produksi radikal bebas di dalam tubuh. Selain itu, komponen bioaktif kedelai juga berperan sebagai antioksidan yang dapat menstabilkan radikal bebas sehingga menurunkan terjadinya peradangan atau inflamasi.

Penanda inflamasi selain IL-6 adalah diinduksinya enzim siklooksigenase (Cox-2). Keadaan hiperglikemik dapat memicu dikeluarkannya enzim siklooksigenase (Persaud et al. 2004), selain itu enzim Cox-2 juga diinduksi pada bagian tubuh yang luka sebagai respon terjadinya inflamasi (Gupta dan Yadav 2011). Sama halnya dengan IL-6, penurunan nilai OD enzim COX-2 sebagai penanda inflamasi terjadi setelah mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat pada kelompok perlakuan (∆=0.010). Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan produksi enzim COX-2.

Penelitian Jeon et al. (2011) menyatakan bahwa ekstrak kulit biji kedelai yang kaya akan antosianin dapat menekan sekresi enzim siklooksigenase (COX-2) sebagai pro-inflamasi pada tikus. Selain itu kedelai memiliki komponen bioaktif seperti isoflavon yang termasuk dalam golongan flavonoid. Chahyadi et al. (2014) mengungkapkan kandungan flavonoid yang diekstrak dari tanaman

Boesenbergia pandurata Roxb memiliki aktivitas antioksidan dan anti-inflamasi, yaitu dapat menekan ekspresi iNOS dan enzim COX-2 serta aktivasi NF-KB. Huang et al. (2010) mengemukakan bahwa selain dari ekstrak isoflavon ISO-1 dan genistein, Fraksi 3 yang terdapat pada kedelai dan produk olahannya dapat menekan induksi siklooksigenase-2 (COX-2) sehingga menurunkan stres oksidatif.


(36)

24

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tahu kedelai hitam kaya serat merupakan pangan yang tergolong berprotein dan berserat tinggi, selain itu juga membawa antosianin secara alami yang berfungsi sebagai antioksidan yang tidak terdapat pada tahu biasa (tahu kedelai kuning). Mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat selama 30 hari dapat menurunkan nilai optical density HbA1c, insulin, dan senyawa pro-inflamasi IL-6

responden DM tipe 2.

Saran

Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan perbaikan glukosa darah dan senyawa pro-inflamasi pada responden DM tipe 2 setelah mengonsumsi tahu kedelai hitam kaya serat. Namun, perlu dilakukan intervensi dalam waktu yang lebih lama (>30 hari) disertai dengan edukasi pola hidup sehat untuk melihat perbaikan kesehatan responden yang lebih signifikan.


(37)

25

DAFTAR PUSTAKA

[ADA] American Diabetes Association. 2014. Standards of medical care in diabetes 2014. Diabetes Care. Volume 37, Supplement 1, January 2014. [AOAC]. Association of Analitycal Communities. 1995. Official Methods of

Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. 16th Edn., AOAC International, Washington, USA. Pages: 1141.

Adelin, T, Frengki, O. Aliza. 2013. Curcumin and tethering molecule analogues on cyclooxygenase 2. J MedikaVet. 7:30-34.

Adnan M, Mulyati T, Isworo JT. 2013. Hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 rawat jalan di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. 2(1).

Ascencio C, Torres N, Isoard-Acosta F, GomezPerez JF, Hernandez-Pando R, Tovar AR. 2004. Soy protein affects serum insulin and hepatic srebp-1 mrna and reduces fatty liver in rats. Journal of Nutrition. 134 : 522-529.

Astadi IR, Palce AG. 2011. Black soybean (Glycine max L. Merril) seeds antioxidant capacity. Nuts & Seeds in Health and Disease Prevention. Chapter 27. doi: 10.1016/B978-0-12-375688-6.10027-1.

Atkinson FS, Foster-Powell K, Brand-Miller JC. 2008. International tables of glycemic index and glycemic load values. Diabetes Care 31(12) : 2281-2283.

Betteng R, Pangemanan D, Mayulu N. 2014. Analisis faktor resiko penyebab terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada wanita usia produktif di Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM) 2 (2).

Bilous R, Donelly R. 2015. Buku pegangan diabetes edisi ke-4. Jakarta: Bumi Medika. ISBN: 978-602-217-277-2.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan. 2011. Jakarta. Nomor HK.03.1.23.12.11.09909 hal. 18.

Cahyono AD. 2011. Manfaat susu kedelai sebagai terapi penurun kadar glukosa darah pada klien diabetes mellitus (Study eksperimental di poli penyakit dalam RSUD Pare Kabupaten Kediri tahun 2010). Jurnal AKP (Akademi Keperawatan Pamenang) (4): 28-37.

Chahyadi A, Hartatia R , Wirasutisna KR, Elfahmi. 2014. Boesenbergia pandurata Roxb., an Indonesian medicinal plant: phytochemistry, biological activity, plant biotechnology. Procedia Chemistry 13 (2014)13-37. doi:10.1 016/j.proche.2014.12.003.

Chang JH, Kim MS, Lii SS. 2008. Effects of soybean supplementation on blood glucose, plasma lipid levels, and erythtrocyte antioxidant enzyme activity in type 2 diabetes mellitus patients. Nutrition Research and Practice (2008), 2(3), 152-157.

DeFronzo RA. 2004. Pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. Med Clin N Am 88 (2004): 787-835. doi:10.1016/j.mcna.2004.04.013.

Delichatsios HK, Welty FK. β005. Influence of the DASH diet and other low-fat, high carbohydrate diets onblood pressure. Current Athersclerosis Reports, 7, 446-454.


(38)

26

[DFI] Diabetes Federation of Ireland. 2010. Information for People with Diabetes. International Change to HbA1c Result.

Ebrahimi M, Rajion MA, Meng GY, Farjam AS, Oskoueian E, Jafari S. 2015. Diet high in α-linolenic acid up-regulate PPAR-α gene expression in the liver of goats. 18:210-214. doi: 10.1016/j.ejbt.2015.03.009.

Fatimah RN. 2015. Diabetes melitus tipe 2 (artikel review). J Majority 4 (5): 93-101.

Finke A, Kobold U, Hoelzel W, Weykamp C, Miedema K, Jeppsson J. 1998. Preparation of a Candidate Primary Reference Material for the International Standardisation of HbA1c Determinations. Clin Chem Lab Med 1998; 36(5):299–308.

Ginting E, Sri SA, Sri W. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (3).

Gupta V, Yadav SK. 2011. Cyclooxygenase-2: Pathway form anti-inflammatory to anticancer drugs (Review). Int. J. of Pharm. & Life Sci. (IJPLS), Vol. 2, Issue 2: Feb: 2011, 571-582571 ISSN: 0976-7126.

Handayani W, Rudijanto A, Indra MR. 2009. Soybeen milk reduce insulin resistant in rattus norvegicus of type 2 model diabetes melitus. J Kedokteran Brawijaya. XXV (2) : 60-66.

Hartge MM, Unger T, Kintscher U. 2007. The Endothelium adn vascular inflammation in diabetes. Diabetes and Vascular Disease Research. 4, 84-89. doi: 10.3132/dvdr.2007.025.

Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2008. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol Lantana camara L. pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan. Bioteknologi 5: 1017.

Hogan S, Zhang L, Li J, Sun S, Canning C, Zhou K. 2010. Antioxidant rich grape pomace extract suppresses postprandial hyperglycemia in diabetic mice by specifically inhibiting alpha-glucosidase. Nutrition & Metabolism 7 (71):1-9. Huang CC, Hsu B, Wu N, Tsui W, Lin T, Su C, Hung C. 2010. Anti-photoaging

effects of soy isoflavone extract (aglycone and acetylglucoside form) from soybean cake. Int. J. Mol. Sci. (12), 4782-4795; doi:10.3390/ijms11124782. Hung YH, Huang HY, Chou CC. 2007. Mutagenic and antimutagenic effects of

methanol extracts of unfermented and fermented black soybeans. Int. J. Food Microbiol. 118: 62–68.

Hurst SM, Wilkinson TS, McLoughlin RM, Jones S, Horiuchi S, Yamamoto N. 2001. IL-6 and its soluble receptor orchestrate a temporal switch in the pattern of leukocyte recruitment seen during acute inflammation. Immunity 2001 (14):705-14.

[IDF] International Diabetes Federation. 2015. IDF diabetes atlas 7th edition. Jeon AJ, Lim TG, Jung SK, Lee EJ, Yeom MH, Park JS, Choung MG, Lee HJ,

Lim Y, Lee KW. 2011. Black soybean (Glycine max cv. Heugmi) seed coat extract suppresses TPA or UVB-induced COX-2 expression by blocking mitogen activated protein kinases pathway in mouse skin epithelial cells.

Food Sci. Biotechnol. 20(6): 1735-1741. doi 10.1007/s10068-011-0239-7. Kozuka C, Yabiku K, Sunagawa S, Ueda R, Taira S, Oshiro H, Ikema T,

Yamakawa K, Higa M, Tanaka H, Takayama C, Matsushita M, Oyadomari S, Shimabukuro M, Masuzaki H. 2012. Brown rice and its component,


(1)

43 2. Nilai OD HbA1c

Group Statistics (before-before)

HbA1c N Mean

Std.

Deviation Std. Error Mean Kelompok Perlakuan

9 ,86522 ,059904 ,019968

Kontrol 9 ,30889 ,078833 ,026278

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error Differe

nce

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Equal

variances assumed Equal variances not assumed

,473 ,502 16,8

57 16 ,000 ,556333

,03300 3

,4863 69

,6262 98

16,8

57 14,9

29 ,000 ,556333

,03300 3

,4859 59

,6267 08

Group Statistics (after-after)

HbA1c N Mean

Std.

Deviation Std. Error Mean

Kelompok Perlakuan 9 ,72633 ,136275 ,045425


(2)

44

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Equal variances assumed Equal variances not assumed

1,355 ,261 8,44

6 16 ,000 ,423667

,05016 4 ,31732 4 ,5300 09 8,44 6 11,3

51 ,000 ,423667

,05016 4 ,31367 2 ,5336 61

3. Nilai OD insulin

Ranks (before-before)

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Insulin perlakuan

9 7,61 68,50

kontrol 9 11,39 102,50

Total 18

Test Statisticsa

Insulin

Mann-Whitney U

23,500

Wilcoxon W 68,500

Z -1,502

Asymp. Sig. (2-tailed) ,133 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

,136b

Ranks (after-after)

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Insulin perlakuan 9 5,00 45,00

kontrol 9 14,00 126,00


(3)

45

Test Statisticsa

Insulin

Mann-Whitney U 0,000

Wilcoxon W 45,000

Z -3,580

Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000b

4. Nilai OD sitokin IL-6

Group Statistics (before-before)

Kelompok N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

IL6 perlakuan 9 ,23811 ,020961 ,006987

Kontrol 9 ,36578 ,055798 ,018599

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Equal variances assumed Equal variances not assumed

6,826 ,019 -6,42 6

16 ,000 -,127667 ,01986 8 -,16978 6 -,0855 47 -6,42 6 10,2

14 ,000 -,127667

,01986 8 -,17181 1 -,0835 22 Ranks (after-after)

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

IL6 perlakuan 9 5,00 45,00

kontrol 9 14,00 126,00


(4)

46

Test Statisticsa

Insulin

Mann-Whitney U 0,000

Wilcoxon W 45,000

Z -3,578

Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000b

5. Nilai OD enzim COX-2

Ranks (before-before)

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

COX2 perlakuan 9 10,78 97,00

kontrol 9 8,22 74,00

Total 18

Test Statisticsa

COX2

Mann-Whitney U 29,000

Wilcoxon W 74,000

Z -1,017

Asymp. Sig. (2-tailed) ,309

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,340b

Ranks (after-after)

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

COX2 perlakuan

9 8,67 78,00

kontrol 9 10,33 93,00


(5)

47

Test Statisticsa

COX2

Mann-Whitney U 33,000

Wilcoxon W 78,000

Z -,664

Asymp. Sig. (2-tailed) ,507


(6)

48

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Barulak, Sumatera Barat pada tanggal 10 September 1988 dari pasangan Sudarman Karim dan Suarni. Penulis adalah putri ketiga dari tujuh bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Tahun 2014 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Program Magister pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, dengan beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, melalui program Beasiswa Calon Dosen 2014. Selama menjalani studi di IPB penulis aktif di organisasi Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (Formasip) pada divisi Akademik.

Karya ilmiah ini dipublikasikan pada Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Pengaruh Intervensi Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat Terhadap Glukosa Darah dan Inflamasi Responden Diabetes”, serta publikasi abstrak dalam International Conference 2016; Food Innovations: ASEAN Economic Community Challenges.