Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap Rhizoctonia sp. Penyebab Penyakit Hawar Daun pada Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) secara in Vitro

UJI ANTAGONIS Trichoderma harzianum TERHADAP
Rhizoctonia sp. PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN PADA
JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) SECARA IN VITRO

RESANANDA EFRILIA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Antagonis
Trichoderma harzianum terhadap Rhizoctonia sp. Penyebab Penyakit Hawar
Daun pada Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) secara in Vitro adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Resananda Efrilia
NIM E44100075

ABSTRAK
RESANANDA EFRILIA. Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap
Rhizoctonia sp. Penyebab Penyakit Hawar Daun pada Jabon (Anthocephalus
cadamba (Roxb.) Miq.) secara in Vitro. Dibimbing oleh ACHMAD.
Jabon (A. cadamba) merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang
diminati oleh industri kayu lapis dan industri pulp dan kertas karena riapnya yang
besar dengan daur yang pendek. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman
Jabon adalah hawar daun (leaf blight) yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp.
Penelitian ini menggunakan jamur antagonis T. harzianum dengan tujuan untuk
mengetahui potensi penghambatan pada aktifitas Rhizoctonia sp. pada media PDA
(Potatos Dextrose Agar) dan PFA (Potatos Fructose Agar) sebagai media padat
serta PDB (Potatos Dextrose Broth) dan PFB (Potatos Fructose Broth) sebagai
media cair yang digunakan untuk uji antagonis. Analisis data yang digunakan

yaitu RAL (Rancangan Acak Lengkap) in time untuk isolat yang ditumbuhkan
pada media padat dan RAL faktorial untuk isolat yang ditumbuhkan pada media
cair. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa media-media yang digunakan tidak
berpengaruh nyata terhadap penghambatan aktifitas Rhizoctonia sp. oleh T.
harzianum dimana tingkat penghambatan pada metode langsung di media PDA
(79.38%) lebih tinggi daripada di media PFA (69.10%).
Kata kunci: Jabon, Rhizoctonia sp., Trichoderma harzianum, media, RAL

ABSTRACT
RESANANDA EFRILIA. Antagonist Test Trichoderma harzianum against
Rhizoctonia sp. Causes leaf blight disease on Jabon (Anthocephalus cadamba
(Roxb.) Miq.) by in vitro. Supervised by ACHMAD.
Jabon (A. cadamba) is a fast-growing species demanded by the plywood
industry and the pulp and paper industry because of great growth increment with
short cutting cycle. One of the diseases that attack Jabon is leaf blight caused by
Rhizoctonia sp. This study uses antagonistic fungus Trichoderma harzianum in
order to find out the potential inhibitory of Rhizoctonia sp. on PDA (Potatos
Dextrose Agar) and PFA (Potatos Fructose Agar) as a solid media and PDB
(Potatos Dextrose Broth) and PFB (potatos Fructose Broth) as the liquid medium
used for antagonist test. CRD (Completely Randomized Design) in time used for

data analysis isolates that were grown on solid media and CRD factorial for
isolates were grown in a liquid medium. Duncan test results indicated that the
media used did not significantly affect the inhibitory activity of Rhizoctonia sp. by
T. harzianum where the inhabitation rate in direct methode on PDA was higher
(79.38%) than on PFA (69.10%).
Keywords: Jabon, Rhizoctonia sp., Trichoderma harzianum, media, CRD

UJI ANTAGONIS Trichoderma harzianum TERHADAP
Rhizoctonia sp. PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN PADA
JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) SECARA IN VITRO

RESANANDA EFRILIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap Rhizoctonia sp.
Penyebab Penyakit Hawar Daun pada Jabon (Anthocephalus
cadamba (Roxb.) Miq.) secara in Vitro
Nama
: Resananda Efrilia
NIM
: E44100075

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Achmad, MS
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah patogen
antagonis, dengan judul Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap
Rhizoctonia sp. Penyebab Penyakit Hawar Daun pada Jabon (Anthocephalus
cadamba (Roxb.) Miq.) secara in Vitro.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Achmad, MS selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof Dr Oki
dari SEAMEO Biotrop, Aji Winara, SHut MSi, Ai Rosah Aisah, SHut MSi, Eti
Artiningsih Octaviani, SHut dan Bu Euncah yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah,
serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa, semangat dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Desember 2014
Resananda Efrilia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Kerja

3

Prosedur Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

6
6
13
18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA


19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji Duncan persentase penghambatan Rhizoctonia sp. pada media PDA 9
dan PFA dengan metode uji antagonis langsung
2 Hasil uji Duncan persentase penghambatan Rhizoctonia sp. pada media PDA
10
dan PFA dengan metode uji antagonis tak langsung
3 Hasil uji Duncan pengaruh pengaruh perlakuan filtrat antagonis terha11
dap pertumbuhan Rhizoctonia sp.


DAFTAR GAMBAR
1 Metode dual culture Rhizoctonia sp. dengan T. harzianum dalam
satu cawan uji antagonis berdiameter 9 cm
2 Pertumbuhan koloni miselium Rhizoctonia sp.
3 Pengamatan makroskopis Rhizoctonia sp.; (a) media PDA; (b) media
PFA
4 Struktur miselium Rhizoctonia sp.
5 Pertumbuhan koloni T. harzianum
6 Pengamatan T. harzianum; (a) media PDA; (b) media PFA
7 Pertumbuhan isolat Rhizoctonia sp. (R) dan T. harzianum (T) dalam
cawan uji antagonis; (a) media PDA dan (b) media PFA
8 Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh T. harzianum pada media
PDA dan PFA
9 Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh filtrat T. harzianum
10 Perbandingan pertumbuhan isolat Rhizoctonia sp.; (a) kontrol PDA
dengan (b) setelah ditambah filtrat T. harzianum pada media PDA; dan
(c) kontrol PFA dengan (d) setelah ditambah filtrat T. harzianum pada
media PFA
11 Biomassa Rhizoctonia sp. pada perlakuan kontrol dan penambahan filtrat
T. harzianum
12 Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh filtrat T. harzianum
13 Miselium Rhizoctonia sp. pada media PDB dan PFB; (a) kontrol dan
(b) perlakuan penambahan filtrat T. harzianum

4
7
7
7
8
8
9
9
10
11

12
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis sidik ragam dan uji selang berganda Duncan uji in vitro pe- 22
ngaruh media kultur terhadap pertumbuhan isolat dan uji antagonis metode
tak langsung media kultur cair

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia telah dikenal sebagai negara yang memiliki hutan hujan tropis
yang luas. Keanekaragaman pohon hutannya sangat tinggi. Hutan telah memberi
banyak manfaat baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Secara ekonomi
hutan telah memberikan banyak manfaat seperti hasil hutan kayu dan non kayu,
sedangkan secara sosial hutan telah memberi nuansa budaya bagi bangsa
Indonesia, sementara secara lingkungan keberadaan hutan ikut menjamin
keselamatan bumi dari pemanasan global atau biasa dikenal dengan istilah global
warming. Pemanfaatan hutan secara ekonomi dilakukan berdasarkan adanya
permintaan kayu yang tinggi membuka peluang kepada perusahaan hutan tanaman
maupun petani untuk mencari jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) dan
merupakan jenis intoleran untuk meningkatkan produktivitasnya menghasilkan
kayu yang berkualitas.
Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) merupakan jenis
pohon cepat tumbuh dan dapat hidup pada ruang terbuka sehingga cocok
dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman. Pohon ini tergolong dalam
family Rubiaceae (suku kopi-kopian) yang merupakan salah satu komoditas
kehutanan unggulan karena dalam waktu 5 tahun diameter kayunya sudah
mencapai 30 – 40 cm. Jabon bisa dipanen dalam dua tahap melalui proses
penjarangan, yaitu penebangan pada tahun ke-3 dengan diameter kayu 20 – 25
cm, tahap ke-2 disebut panen raya biasanya dilakukan pada tahun ke-5 (Ahdiyat et
al. 2012). Menurut Mulyana et al. (2011), Jabon berpotensi untuk dikembangkan
dalam pembangunan hutan tanaman, hutan rakyat, maupun tujuan lainnya seperti
penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang dan pohon peneduh.
Permasalahan yang sering muncul dalam pembangunan hutan tanaman
jabon yang umumnya ditanam secara monokultur yaitu adanya serangan hama dan
penyakit. Serangan dapat terjadi ketika masih berada di persemaian maupun
setelah ditanam di lapangan yang dapat menjadi faktor penghambat peningkatan
produksi kayu jabon sebagai bahan baku industri. Salah satu penyakit yang
menyerang Jabon adalah hawar daun atau (leaf blight) yang disebabkan oleh fungi
yaitu Rhizoctonia sp.. Fungi patogen Rhizoctonia sp. merupakan suatu kelompok
besar cendawan yang penting karena diketahui dapat mempunyai tanaman inang
yang cukup luas. Fungi patogen ini sering menyebabkan penyakit di persemaian
dan di site penanaman. Fungi menyerang tanaman muda yang ada di persemaian
dan menyebabkan penyakit lodoh, busuk akar dan juga menimbulkan penyakit
hawar daun. Serangan penyakit hawar daun merupakan salah satu penyebab utama
berkurangnya jumlah tanaman yang dapat menurunkan produktivitas. Perkembangan
penyakit karena Rhizoctonia sp. terjadi dengan cepat. Miseliumnya cepat
membungkus bagian tanaman yang terserang dan terus menjalar ke bagian bawah
tanaman. Dalam waktu dua hari Rhizoctonia sp. mampu menimbulkan serangan
sampai 90% (Semangun 1996). Dalam penelitian (Pratomo 2006) Rhizoctonia sp.
merupakan salah satu penyebab penyakit lodoh yang sangat berbahaya bagi
pesemaian karena dapat menyerang dan menyebabkan penyakit pada sejumlah
jenis tanaman pada kondisi lingkungan yang beragam.

2
Pengendalian terhadap serangan Rhizoctonia sp. yang menyarang jabon (A.
cadamba) penting dilakukan untuk menekan kerugian produksi bibit maupun
penurunan produktivitas pohon. Pengendalian yang sering dilakukan yaitu
menggunakan fungisida sintetik namun akan memberikan dampak terhadap
lingkungan, sehingga pengendalian secara alami sangat dibutuhkan agar
kerusakan lingkungan akibat penggunaan fungisida dapat ditekan. Pengendalian
hayati menjadi alternatif yang lebih aman terhadap manusia dan juga lingkungan
(Sharma et al. 2009). Salah satu bentuk pengendalian hayati adalah dengan
menggunakan fungi antagonis yaitu T. harzianum. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa beberapa jenis penyakit tanaman dapat dikendalikan secara
alami dengan menggunakan T. harzianum. Menurut penelitian Widyastuti (2007)
dan Achmad (1997) bahwa T. harzianum berpotensi menghambat patogen.

Perumusan Masalah
Penggunaan fungisida sintetis sebagai pengendali berbagai macam penyakit
tanaman akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia
sehingga pengendalian secara alami sangat diperlukan untuk mengurangi dampak
tersebut. Penggunaan T. harzianum merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi.
Oleh karena itu, permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang
tersebut adalah berapa besar persentase penghambatan T. harzianum dalam
mengendalikan pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. pada jabon (A. Cadamba)
secara in vitro.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi T. harzianum
sebagai agensia pengendali hayati untuk menghambat pertumbuhan Rhizoctonia
sp. pada uji antagonis dengan metode langsung dan tak langsung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi tentang potensi
T. harzianum sebagai alternatif pengendalian penyakit jabon (A. cadamba)
khususnya yang disebabkan oleh cendawan patogen Rhizoctonia sp..

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2014 di
Laboratorium Patologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

3
Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah isolat Rhizoctonia sp.
yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Hutan Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB, T. harzianum yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP,
aquades, media potato dextrose agar (PDA), media potato fructose agar (PFA),
media potato dextrose broth (PDB), media potato fructose broth (PFB),
chlorampenicol dan alkohol.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor, panci, gelas
ukur 1000 mL, gelas ukur 10 mL, spatula, cawan petri, labu erlenmeyer, sprayer,
autoclave, laminar air flow, cork borer,botol jam, syringe filter, sentrifuse,
mikroskop, pisau, alat tulis, kamera, timbangan digital, oven, laptop, dan lampu
bunsen.
Prosedur Kerja
Tahap Persiapan
Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan PFA (Potato Fructose
Agar)
Pembuatan 1 liter PDA dan PFA masing-masing memerlukan 200 gram
kentang yang telah dipotong dadu dan 500 mL aquades kemudian direbus hingga
kentang menjadi empuk. Air ekstrak kentang dipisahkan, setelah itu dituang ke
dalam wadah yang berisi dekstros (glukosa) untuk PDA dan Fruktosa untuk PFA
sebanyak 20 gram dan agar sebanyak 15 gram. Sebelum larutan dipindahkan ke
dalam labu erlenmeyer, ditambahkan chlorampenicol dan diaduk hingga merata.
Larutan kemudian ditambahkan aquades sampai larutan menjadi 1 liter dan
dipanaskan lagi. Masing-masing media yang sudah dipanaskan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer yang berbeda berdasarkan sumber karbohidrat yang
digunakan dan disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan
suhu 121 °C selama 15 menit.
Pembuatan Media PDB (Potato Dextrose Broth) dan PFB (Potato Fructose
Broth)
Pada dasarnya cara pembuatan media PDB (Potato Dextrose Broth) dan
PFB (Potato Fructose Broth) sama dengan pembuatan media PDA (Potato
Dextrose Agar) dan PFA (Potato Fructose Agar). Perbedaannya terletak pada
penggunaan agar. Media PDB dan PFB dibuat tanpa menggunakan agar, setelah
air saringan kentang ditambahkan chlorampenicol dan diaduk hingga merata
media dimasukkan ke dalam botol jam dan disterilkan menggunakan autoclave
pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 °C selama 15 menit.

4
Tahap Pelaksanaan
Peremajaan Cendawan Patogen dan Agen Hayati
Isolat Rhizoctonia sp. dan T. harzianum ditumbuhkan pada media PDA
dalam cawan petri. Koloni patogen yang sudah tumbuh dimurnikan dan disimpan
untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada uji antagonis secara in vitro.
Uji Antagonis
Metode yang digunakan adalah metode langsung dan tidak langsung.
Metode Langsung
Uji antagonis menggunakan metode langsung dilakukan dengan uji ganda
(dual culture) pada media PDA dan PFA. Koloni fungi patogen dan koloni fungi
antagonis yang telah berumur tujuh hari dipindahkan kedalam cawan uji antagonis
secara bersamaan. T. harzianum diinokulasikan pada masing-masing media
dengan jarak 5 cm dari koloni cendawan patogen Rhizoctonia sp. dan tiap
perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Pengamatan dilakukan setiap hari
dimulai dari 24 jam setelah kedua isolat uji diinokulasikan sampai hari ke- 8
setelah diadu dengan mengamati terbentuknya zona penghambatan. Selain itu,
pengamatan dilakukan dengan mengukur jari-jari koloni cendawan patogen yang
menjauhi koloni agens antagonis (r1) dan jari-jari koloni cendawan patogen yang
mendekati agen antagonis (r2) serta menghitung penghambatan agen antagonis
(PP). Persentase penghambatan dihitung berdasarkan teknik yang digunakan
dalam Rohana (1998) :

Keterangan :
PP
: Persen penghambatan
r1
: Jari-jari koloni patogen menuju tepi cawan petri
r2
: Jari-jari koloni patogen menuju koloni antagonis

Keterangan :
P : Patogen
A : Antagonis
r1 : Jari-jari koloni patogen menuju
tepi cawan petri
r2 : Jari-jari koloni patogen menuju
koloni antagonis
t : Jarak antara koloni patogen dan
antagonis
Gambar 1 Metode dual culture Rhizoctonia sp. dengan T. harzianum dalam satu
cawan uji antagonis berdiameter 9 cm

5
Uji Antagonis Metode Tak Langsung
Uji antagonis metode tak langsung dilakukan dengan cara mengamati
pengaruh filtrat biakan agen antagonis terhadap pertumbuhan patogen. Proses
pertama yang harus dilakukan adalah pembuatan filtrat. Media yang digunakan
dalam tahap ini adalah PDB. Tiga potongan koloni agen antagonis (Ø 8 mm)
dimasukkan ke dalam 100 mL media PDB dalam labu erlenmeyer 250 mL
kemudian diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar. Setelah masa inkubasi
berakhir, filtrat dipisahkan dari miselium cendawan melalui penyaringan dengan
menggunakan kertas saring steril.
Uji antagonis dengan metode tak langsung dilakukan pada media PDA,
PFA, PDB dan PFB. Penambahan filtrat T. harzianum pada media PDA dan PFA
yaitu dengan cara filtrat diteteskan diatas media PDA dan PFA yang sudah padat
menggunakan syringe filter sebanyak masing-masing 3 mL, setelah itu dibuat
merata dengan batang penyebar keseluruh permukaan media. Potongan koloni
patogen berdiameter 8 mm ditambahkan ditengah-tengah media dan diinkubasi
selama 7 hari. Pengamatan yang dilakukan yaitu mengamati persentase
penghambatan setiap 24 jam selama 8 hari. Persentase penghambatan dihitung
dengan teknik yang dilakukan oleh Jeyaseelan et al (2012) yaitu:

Keterangan :
PP
: Persen penghambatan
D1
: Diameter koloni patogen pada cawan petri kontrol
D2
: Diameter koloni patogen pada cawan perlakuan
Pada media PDB dan PFB filtrat T. harzianum diambil sebanyak 3 mL dan
ditambahkan 20 mL media PDB dan PFB di dalam botol jam, setelah itu
ditambahkan potongan koloni patogen ditanam di dalamnya. Kontrol dibuat
dengan mengganti media perlakuan dengan media PDB dan PFB dengan volume
yang sama. Botol jam perlakuan maupun kontrol diinkubasi selama 7 hari pada
suhu kamar. Miselium patogen disaring lalu ditentukan bobotnya setelah
dikeringkan dalam oven 60 °C selama 24 jam. Persentase penghambatan dihitung
dengan teknik yang digunakan Achmad (1997):

Keterangan :
PP
: Persen penghambatan
B1
: Biomassa koloni kontrol patogen (gram)
B2
: Biomassa koloni perlakuan patogen (gram)
Prosedur Analisis Data
Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis sidik
ragam. Pengaruh yang diberikan terhadap peubah yang diamati dilakukan dengan

6
analisis data menggunakan software SAS 9.1.3. Apabila hasil analisis
menunjukkan pengaruh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak
berganda Duncan. Uji Duncan digunakan untuk membandingkan perlakuan media
yang terbaik dalam percobaan.
Uji antagonis in vitro T. harzianum terhadap pertumbuhan koloni
Rhizoctonia sp. pada media PDA dan PFA dengan dua perlakuan yaitu uji
antagonis secara langsung dan tak langsung, dilakukan dalam pola RAL in time
menggunakan model linier sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2000):

Yij = μ + τi +

(i)k

+ Wj + (τW)ij +

ijk

Keterangan:
Yij
: Pengamatan pada perlakuan antagonis
μ
: Rataan Umum
τi
: Pengaruh perlakuan antagonis
:
Pengaruh acak pada perlakuan antagonis
(i)k
Wj
: Pengaruh waktu (cm/hari)
(τW)ij : Interaksi antara perlakuan antagonis dan waktu (cm/hari)
: Pengaruh acak pada perlakuan antagonis, waktu (cm/hari), dan
ijk
ulangan
Analisis ragam RAL faktorial digunakan dalam menguji pengaruh macam
media pada pertumbuhan isolat Rhizoctonia sp. dan T. harzianum dalam
perlakuan kontrol dan menguji pengaruh uji antagonis metode tak langsung pada
media PDB dan PFB dalam pola RAL sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya
2000):

Keterangan:
Y ij
: Nilai respon biomassa Rhizoctonia sp. pada perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
µ
: Rataan umum
αi
: Pengaruh perlakuan ke-i
: Pengaruh acak dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
(ijk)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan Miselium Rhizoctonia sp.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pertumbuhan koloni
miselium Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan pada media PDA mulai tumbuh pada
hari pertama setelah isolasi. Koloni miselium Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan
pada media PDA memenuhi petri pada hari ke- 8 setelah isolasi. Pertumbuhan
koloni pada media PDA lebih cepat dibandingkan pada media PFA. Pada hari
terakhir pengukuran, diameter koloni miselium Rhizoctonia sp. pada media PDA
telah mencapai 9 cm, sedangkan pada media PFA pada hari terakhir pengukuran

7
baru mencapai 8.75 cm. Pertumbuhan koloni miselium Rhizoctonia sp. disajikan
pada Gambar 2.
10

Diameter (cm)

8
6
PDA

4

PFA

2
0
1

2

3

4
5
Hari ke-

6

7

8

Gambar 2 Pertumbuhan koloni miselium Rhizoctonia sp.

a

b

Gambar 3 Pengamatan Rhizoctonia sp.; (a) media PDA dan (b) media PFA
Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan tunggal pada media PDA dan PFA
digunakan sebagai kontrol dari uji antagonis. Pertumbuhan miselium Rhizoctonia
sp. pada media PDA lebih tebal dibandingkan pertumbuhan miselium pada media
PFA.

Percabangan
hifa
Delipore septa

Gambar 4 Struktur miselium Rhizoctonia sp. (Aisah 2013)
`
Jika diamati secara mikroskopis Rhizoctonia sp. memiliki susunan
percabangan hifa yang tegak lurus atau hampir tegak lurus, adanya septa yang
berpori (delipore septa) dan tidak ada sambungan apit (clamp connection).

8

Diameter (cm)

Pengamatan T. harzianum
Inokulum T. harzianum ditanam pada media PDA dan PFA. Koloni T.
harzianum mula-mula berwarna putih, kemudian akan mulai tumbuh konidia
berwarna hijau pada waktu 60 jam setelah isolasi.

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

PDA
PFA

12

24

36

48 60
Jam ke-

72

84

96

Gambar 5 Pertumbuhan koloni T. Harzianum
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diperoleh bahwa pertumbuhan
koloni T. harzianum yang telah ditumbuhkan pada media PDA dan PFA telah
memenuhi cawan petri pada waktu 96 jam atau 4 hari setelah isolasi. Seperti yang
terlihat pada grafik pertumbuhan koloni T. harzianum yang paling cepat adalah
yang ditumbuhkan pada media PDA, karena miselium sudah memenuhi cawan
petri selama 72 jam atau 3 hari.

a

b

Gambar 6 Pengamatan T. harzianum; (a) media PDA dan (b) media PFA
Uji Antagonis Metode Langsung Pada Media PDA dan PFA
Berdasarkan pengamatan uji antagonis yang ditumbuhkan pada media
PDA dan PFA, koloni T. harzianum dapat menghambat koloni Rhizoctonia sp.
pada kedua media tersebut. Pada hari pertama perkembangan koloni patogen tidak
berbeda dengan koloni antagonis, karena keduanya memiliki diameter yang sama.
Interaksi antara kedua koloni ditunjukkan pada hari pertama setelah isolasi.
Pengamatan makroskopis menunjukan bahwa pada hari ke-8 inkubasi terjadi
penghambatan Rhizoctonia sp. oleh T. harzianum hal tersebut dapat terlihat dari
jari-jari koloni patogen Rhizoctonia sp. yang mendekati koloni antagonis T.
harzianum lebih kecil dibandingkan jari-jari koloni patogen yang mendekati tepi,
baik pada media PDA maupun media PFA (Gambar 7).

9

T

R

R

T

a

b

Gambar 7 Pertumbuhan isolat Rhizoctonia sp. (R) dan T. harzianum (T) dalam
cawan uji antagonis; (a) media PDA dan (b) media PFA

Persen penghambatan (%)

Pada penelitian ini aktifitas T. harzianum lebih mendominasi jika
dibandingkan dengan patogen, hal ini terlihat dari ukuran jari-jari koloni T.
harzianum yang lebih besar daripada jari-jari koloni Rhizoctonia sp.. Penelitian ini
menunjukkan bahwa uji antagonis yang ditumbuhkan pada media PDA memiliki
penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan PFA. T. harzianum dapat
menghambat koloni patogen Rhizoctonia sp. sebesar 79.38% pada media PDA
dan 69.10% pada media PFA. Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh T.
harzianum pada media PDA dan PFA dapat divisualisasikan pada Gambar 8.
100
80
60
40

PDA

20

PFA

0
1

2

3

4
5
Hari ke-

6

7

8

Gambar 8 Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh T. harzianum pada
media PDA dan PFA
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa penggunaan media beda
karbohidrat PDA dan PFA tidak berbeda nyata pada hari ke- 8 terhadap aktifitas
penghambatan T. harzianum terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp. terlihat dari
persentase penghambatan pada tabel hasil uji Duncan (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil uji Duncan persentase penghambatan Rhizoctonia sp. pada media
PDA dan PFA dengan metode uji antagonis langsung
Pengamatan hari keMedia
1
2
3
4
5
6
7
8
Persentase penghambatan (%)
PDA
73.75a 73.12a 72.97a 72.89a 74.10a 75.30a 75.97a 79.38a
PFA
48.25b 57.26ab 59.37ab 60.42ab 65.68ab 66.33ab 67.12ab 69.10a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada selang
kepercayaan 95%

10
Uji Antagonis Metode Tak Langsung Pada Media PDB dan PFB
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk uji antagonis tak langsung
pada media PDA dan PFA, pertumbuhan koloni patogen Rhizoctonia sp.
mengalami penghambatan dari hari ke hari dengan penghambatan yang dihasilkan
yaitu 60.84% pada media PDA dan 60.62% pada media PFA (Gambar 9).

Gambar 9 Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh filtrat T. harzianum
Hasil analisis ragam pertumbuhan in vitro diameter koloni Rhizoctonia sp.
pada media PDA dan PFA menunjukkan bahwa pemberian filtrat T. harzianum
pada media memberikan pengaruh pada respon pertumbuhan diameter. Hasil
selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji Duncan persentase penghambatan Rhizoctonia sp. pada media
PDA dan PFA dengan metode uji antagonis tak langsung

Media

PDA
PFA

1

2

35.91b
33.17c

37.50b
33.17c

Pengamatan hari ke3
4
5
6
Persentase penghambatan (%)
43.66ab 51.50ab 57.11a
40.84bc 52.52ab 55.45a

59.21a
58.33a

7

8

60.84a
60.62a

60.84a
60.62a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada selang
kepercayaan 95%

Pada hari pertama koloni patogen Rhizoctonia sp. tumbuh pada cawan
petri sampai pada hari ke-7 dengan diameter koloni patogen mencapai 3.4 cm
pada media PDA dan 3 cm pada media PFA. Hari terakhir pengukuran yakni hari
ke- 8 tidak ada penambahan diameter koloni patogen (Gambar 10). Hal tersebut
menandakan bahwa terjadinya penghambatan pada pertumbuhan koloni patogen
Rhizoctonia sp. oleh filtrat T. harzianum.

11

a

b

c

d

Gambar 10 Perbandingan pertumbuhan isolat Rhizoctonia sp.; (a) kontrol PDA
dengan (b) setelah ditambah filtrat T. harzianum pada media PDA;
dan (c) kontrol PFA dengan (d) setelah ditambah filtrat T. harzianum
pada media PFA
Uji Antagonis Tak Langsung Pada Media PDB dan PFB
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa macam media tidak
berpengaruh terhadap penurunan biomassa, hal tersebut menyebabkan uji Duncan
yang dihasilkan hanya pada faktor perlakuan. Uji antagonis dengan metode tak
langsung menunjukkan bahwa penambahan filtrat T. harzianum dapat menekan
pertumbuhan Rhizoctonia sp. yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan filtrat antagonis terhadap
pertumbuhan Rhizoctonia sp.
Faktor
Biomassa (g)
Media
tn
Penambahan filtrat
*
Keterangan: tn= tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
*= berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan tanpa penambahan filtrat T. harzianum
memiliki biomassa yang lebih tinggi daripada biomassa Rhizoctonia sp. yang
telah ditambahkan filtrat T. harzianum (Gambar 11).

12

Biomassa Rhizoctonia sp. pada perlakuan kontrol dan penambahan
filtrat T. harzianum

Persen
penghambatan

Gambar 11

40%
30%
20%
10%
0%

PDB
PFB
PDB

PFB
media

Gambar 12 Persentase penghambatan Rhizoctonia sp. oleh filtrat T. harzianum
Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan tanpa penambahan filtrat T. harzianum
memiliki biomassa yang lebih tinggi yaitu 0.26 pada media PDB dan 0.25 pada
media PFB dibandingkan dengan media yang telah ditambahkan filtrat T.
harzianum yang memiliki bobot yang lebih rendah yaitu 0.21 pada media PDB
dan 0.16 pada media PFB. Persentase penghambatan yang dihasilkan pada media
PDB sebesar 23% dan pada media PFB sebesar 32%, hal tersebut menunjukkan
bahwa penambahan filtrat T. harzianum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
Rhizoctonia sp. yang terlihat dari penurunan biomassa Rhizoctonia sp., sedangkan
media tidak berpengaruh nyata terhadap aktifitas penghambatan.
PDB

a

PFB

PDB

b

PFB

Gambar 13 Miselium Rhizoctonia sp. pada media PDB dan PFB; (a) kontrol dan
(b) perlakuan penambahan filtrat T. harzianum
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa miselium Rhizoctonia sp. pada
perlakuan kontrol memiliki ukuran yang lebih besar daripada Rhizoctonia sp. yang
ditambahkan filtrat.

13
Pembahasan
Fungi adalah mikroorganisme heterotrof, yakni tidak memiliki kemampuan
untuk mengoksidasi senyawa karbon anorganik, atau senyawa yang memiliki satu
karbon. Senyawa karbon organik yang dapat dimanfaatkan fungi untuk membuat
materi sel baru atau tumbuh berkisar dari molekul sederhana seperti gula
sederhana, asam organik, gula terikat alkohol, polimer rantai pendek dan panjang
mengandung karbon, hingga kepada senyawa kompleks seperti karbohidrat,
protein, lipid dan asam nukleat. Pertumbuhan dalam mikrobiologi adalah
pertambahan volume sel karena adanya pertambahan protoplasma dan senyawa
asam nukleat yang melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis.
Pertambahan volume sel tersebut bersifat irreversible yang artinya tidak dapat
kembali ke volume semula (Gandjar et al. 2006).
Pertumbuhan yang baik akan diperoleh jika media yang digunakan
memenuhi persyaratan seperti mempunyai semua nutrisi yang mudah digunakan
oleh organisme, mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan, tidak
mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
dikehendaki, steril dan terlindung dari kontaminasi (Fardiaz 1987). Fungsi bahan
yang digunakan pada medium yakni kentang dan dekstrosa sebagai sumber
karbon (karbohidrat), sumber energi dan juga vitamin yang terdapat di dalam
kentang. Dalam pertumbuhannya cendawan memerlukan nutrisi, diantaranya
dalam bentuk karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium, magnesium, natrium,
kalsium, nutrien mikro (besi, mangan, zinc, kobalt, molybdenum) dan vitamin
(Gandjar et al. 2006). Unsur karbon memiliki peranan sangat penting bagi
cendawan karena cendawan membutuhkan unsur karbon dalam jumlah yang besar
daripada unsur-unsur esensial yang lain dan karbon merupakan nutrisi yang pokok
dan terpenting pada cendawan (Moore 1972).
Karbohidrat merupakan substrat utama untuk metabolisme karbon pada
fungi yang digolongkan ke dalam monosakarida, disakarida, oligosakarida dan
polisakarida. Banyak fungi dapat memanfaatkan monosakarida, tetapi sedikit
fungi yang dapat memanfaatkan di-, oligo- atau polisakarida, karena tidak
memiliki kemampuan untuk menghidrolisis molekul-molekul besar tersebut
(Gandjar et al. 2006). Jenis karbohidrat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah glukosa dan fruktosa, dimana keduanya tergolong ke dalam monosakarida
yang terdiri dari enam atom C dengan rumus molekul yang sama yaitu C6H12O6.
Penggunaan kedua jenis media kultur fungi berupa fruktosa dan glukosa yang
merupakan kelompok monosakarida dalam penelitian ini, secara umum
disebabkan karena kedua jenis karbohidrat itulah yang paling mudah untuk
dimanfaatkan oleh fungi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya.
Cendawan lazimnya dapat berkembangbiak dengan baik pada media yang
mengandung karbohidrat tinggi (Fardiaz 1987). Monosakarida adalah karbohidrat
yang tidak dapat terhidrolisis menjadi satuan karbohidrat sederhana yang
merupakan unit dasar karbohidrat dari metabolisme seluler. Perbedaan glukosa
dan fruktosa terletak pada gugus karbonilnya yakni aldehida pada dekstrosa dan
keton pada fruktosa. Menurut Sastrohamidjojo (2011) aldehida dan keton disebut
senyawa-senyawa karbonil, karena keduanya mengandung gugus karbonil.
Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung gugus karbonil (C=O) yang
terikat pada sebuah atau dua buah unsur hidrogen. Keton bisa berarti gugus fungsi

14
yang dikarakterisasikan oleh sebuah gugus karbonil (C=O) yang terhubung
dengan dua atom karbon ataupun senyawa kimia yang mengandung gugus
karbonil.

Glukosa

Fruktosa

Glukosa, juga dikenal sebagai D-glukosa, dekstrosa, atau gula anggur
adalah karbohidrat yang penting dalam biologi, dekstrosa digunakan sebagai
sumber utama energi dan perantara metabolik (Sridianti 2014). Glukosa dan
dekstrosa tidak berbeda. Glukosa memiliki enansiomer yaitu isomer cermin
terhadap dirinya yaitu D-glukosa yang biasa disebut dengan dekstrosa dan Lglukosa. Namun kenyataannya yang ditemukan pada organisme, hanya yang
dalam bentuk D-isomer. Dalam bentuk rantai lurus kita dapat dengan mudah
membedakan Bentuk D atau L konformasi isomer pada karbon nomor 5 atau pada
atom C asimetris. Notasi D berasal dari kata dextro berarti kanan, dan notasi L
berarti levo atau kiri, sebagai penanda digunakan gugus hidroksilnya. D-glukosa
berotasi terpolarisasi cahaya ke kanan. Faktor yang menjadi penentu dari bentuk
glukosa ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (–OH) dalam struktur
molekulnya (Komarudin dan Binarahman 2011).
Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya
terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa (Winarno 2008).
Fruktosa juga dikenal dengan sebutan gula buah. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa isolasi yang dilakukan dengan menggunakan media berbahan dasar
fruktosa memiliki kecepatan tumbuh yang lebih rendah dari media yang berbahan
dasar dekstrosa.
Cendawan mampu memanfaatkan berbagai bentuk sumber karbon untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Sumber karbon memberikan dua fungsi
essensial di dalam fisiologi jamur dan organisme heterotrof lain, yaitu untuk
mensuplai kebutuhan karbon untuk sintesis komponen kritis seperti karbohidrat,
protein, lipid, dan asam nukleat, dan oksidasinya menyediakan sumber energi
untuk menjalankan fungsi yang sesuai menyangkut proses penting bagi kehidupan
jamur (Garraway dan Evans 1984). Sumber energi tersebut diperoleh dari proses
metabolisme. Metabolisme karbohidrat memiliki peran yang penting yaitu dapat
dioksidasi menjadi energi kimia yang tersedia didalam sel dalam bentuk ATP dan
menyediakan hampir semua karbon yang diperlukan untuk cendawan (Gandjar et
al. 2006). Pada metabolisme fungi terdapat produksi energi (katabolisme) yang

15
dimulai dari proses glikolisis atau pembongkaran glukosa. Dalam Ngili (2009)
menyebutkan bahwa fruktosa memiliki jalur alternatif untuk dapat langsung
masuk ke dalam jalur glikolisis yang melibatkan konversi menjadi fruktosa 6fosfat oleh enzim heksokinase. Jalur ini melibatkan konversi fruktosa oleh
fruktokinase menjadi fruktosa 1-fosfat aldolase menjadi dihidroksiaseton fosfat
dan gliseraldehid. Gliseraldehid kemudian difosforilasi oleh gliseraldehid kinase
untuk memberikan gliseraldehid 3-fosfat. Dengan demikian fruktosa menjadi
dihidroksiaseton dan gliseraldehid 3-fosfat, yakni 2 intermediet C3 pada jalur
glikolisis.
Pengamatan Rhizoctonia sp. dan Trichoderma harzianum
Rhizoctonia sp. merupakan cendawan yang termasuk ke dalam sub divisi
Deuteromycetes (Agrios 1988). Miselium halus bercabang-cabang membentuk
jala halus dan bersepta. Miselium Rhizoctonia sp. pada kedua jenis media saat
dalam masa pengukuran masih berwarna putih, selang 1 minggu setelah
pengukuran selesai, miselium Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan pada media
PDA berangsur-angsur berubah warna menjadi coklat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suharti (1973), Rhizoctonia sp. bila ditumbuhkan pada media PDA
mula-mula miselianya akan tampak berwarna putih, lama-kelamaan warna miselia
berubah menjadi coklat muda sampai tua. Secara mikroskopis sesuai dengan
pernyataan Alexopoulus et al. (1996), Rhizoctonia sp. memiliki susunan
percabangan hifa yang tegak lurus atau hampir tegak lurus, adanya septa yang
berpori (delipore septa) dan tidak ada sambungan apit (clamp connection).
Karakteristik yang di kemukakan oleh Barnett dan Hunter (1998), antara lain
miseliumnya bening pada beberapa jenis dan gelap pada jenis lainnya, sel-sel
miselium biasanya panjang, septa pada cabang terbentuk dari tubuh utama, tidak
memiliki konidia dan sel reproduksi lainnya, memiliki sclerotia yang berwarna
terang atau coklat sampai hitam. Cendawan ini dikenal dapat menyebabkan busuk
akar, busuk batang, dumping off, dan dalam beberapa kasus menyebabkan hawar
daun pada Jabon. Cendawan Rhizoctonia sp. merupakan soil-borne pathogen
(patogen tular tanah) yang terlindungi oleh kondisi hangat dan kelembaban tanah
yang cukup. Cendawan ini mampu bertahan dalam tanah sebagai sclerotia dan
basidiospora (Moorman, 2002).
Cendawan Rhizoctonia sp. ditumbuhkan tunggal pada media PDA dan
PFA digunakan sebagai kontrol dari uji antagonis. Pada penelitian ini miselium
Rhizoctonia sp. memenuhi cawan petri selama 8 hari setelah isolasi, namun dalam
penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2006) dan Mulyaningsih (2013)
menunjukkan miselium Rhizoctonia sp. dapat memenuhi cawan petri hanya dalam
waktu 3 – 4 hari dengan tambahan perlakuan seperti faktor lingkungan yang
sesuai dengan pertumbuhan Rhizoctonia sp.. Beberapa faktor lingkungan yang
mungkin mempengaruhi pertumbuhan Rhizoctonia sp. seperti nutrisi makanan,
daya tahan hidup (survival), suhu, kelembaban, derajat kemasaman (pH), dan cahaya.
Jika dibandingkan pertumbuhan pada media PDA lebih cepat dan memiliki miselium
yang lebih tebal daripada pada media PFA, hasil yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pratomo (2006), menunjukkan bahwa berdasarkan pertumbuhan
koloni miselia yang ditumbuhkan pada media PDA lebih mampu menunjang
pertumbuhan miselium cendawan Rhizoctonia sp. dibandingkan dengan yang
ditumbuhkan pada media PSA. Achmad dalam Pratomo (2006) juga menyebutkan

16
bahwa media PDA merupakan media umum karena mengandung kebutuhan
pokok penunjang pertumbuhan semua mikroorganisme dan lazim disebut media
kaya. Pembiakan mikroorganisme di laboratorium membutuhkan tersedianya
media yang tepat. Dalam hal ini yang dimaksud adalah bahan yang digunakan
untuk menumbuhkan mikroorganisme.
Agen antagonis yang digunakan adalah Trichoderma harzianum, pada
awalnya tumbuh miselium berwarna putih, kemudian mulai tumbuh konidia dan
dapat mencapai diameter 9 cm pada pengamatan hari ke- 4. Semakin lama konidia
semakin padat membentuk konidium sehingga warnanya cepat berubah dari hijau
kekuningan menjadi hijau tua. Hal ini tidak berbeda jauh dengan pernyataan
Widyastuti (2007) yang menyebutkan bahwa koloninya berwarna hijau tua dan
dapat mencapai pertumbuhan diameter lebih dari 9 cm dalam waktu 5 hari pada
medium oat agar dan malt extract agar. Konidia yang terbentuk di media yang
berbahan dasar dekstrosa lebih banyak dibandingkan pada media yang berbahan
dasar fruktosa, karena konidia T. harzianum akan tumbuh pada media yang lebih
kaya nutrisi (Widyastuti 2007).
Berdasarkan pertumbuhan diameter, Rhizoctonia sp. dan T. harzianum
yang ditumbuhkan pada media PDA sedikit lebih besar dibandingkan pada media
PFA. Sehingga hasil dari analisis ragam menunjukkan macam media yang tidak
berpengaruh nyata, diduga hal ini dapat terjadi karena sumber karbon yang
terkandung dalam media tersebut.
Uji Antagonis Metode Langsung
Pengamatan uji antagonis dilakukan dengan masa inkubasi selama 8 hari.
Uji antagonis dengan metode langsung yaitu dengan menambahkan potongan
isolat antagonis T. harzianum pada cawan petri yang bersamaan dengan potongan
isolat patogen Rhizoctonia sp. (dual culture). Dalam penelitian ini, pada metode
langsung, media yang digunakan yaitu PDA dan PFA.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa T. harzianum dapat menghambat
pertumbuhan dari Rhizoctonia sp.. Pada cawan uji antagonis, pertumbuhan
Rhizoctonia sp. dalam waktu 4 hari sudah memenuhi cawan ke arah tepi karena
sebagian besar cawan petri sudah didominasi oleh pertumbuhan miselium T.
harzianum, sedangkan pada cawan petri perlakuan kontrol Rhizoctonia sp. belum
memenuhi cawan petri.
Pada uji antagonis ini tidak terbentuk zona bening di antara patogen dan
agen hayati, sehingga mekanisme penghambatan ini dikatakan bersifat
mikoparasitisme (Widyastuti 2007). Mikoparasitisme merupakan fenomena suatu
fungi yang berbeda taksonomi yang hidup secara parasit dan melibatkan
penggabungan fisik (Soesanto 2008). Empat tahap yang dibedakan berdasarkan
kerja parasitisme di dalam mikoparasitisme yaitu pertumbuhan kemototrof,
pengenalan, pelekatan, dan penguraian dinding sel inang.
Tahap pertumbuhan kemototrof pada penelitian ini dapat dijelaskan
melalui mekanisme rangsangan kimia yang dihasilkan oleh Rhizoctonia sp.
terhadap pertumbuhan T. harzianum. Kemudian dilanjutkan pada tahap
pengenalan yang pada kebanyakan kasus bersifat spesifik antara satu jenis T.
harzianum yang bersifat antagonis terhadap fungi patogen tertentu (Widyastuti
2007), dalam hal ini berarti terhadap fungi Rhizoctonia sp. Kemudian pada tahap
selanjutnya yaitu pelekatan. Pada tahapan ini hifa T. harzianum dapat tumbuh

17
sepanjang hifa Rhizoctonia sp. atau membelit di sekeliling hifa tersebut dengan
atau tanpa penetrasi. Penetrasi dari T. harzianum terbentuk baik dari hifa yang
membelit atau dari hifa yang langsung kontak dengan miselium Rhizoctonia sp..
Setelah proses pelekatan, kemudian dilanjutkan tahap terakhir berupa penguraian
dinding sel inang. Pada tahapan ini T. harzianum menghasilkan enzim kitinase
dan glukanase yang dapat menguraikan dinding sel Rhizoctonia sp.. Cook dalam
Ekowati (2000) menyatakan mekanisme antagonis ini terjadi karena jamur
antagonis mampu menghasilkan senyawa antifungi. Trichoderma spp. memiliki
kemampuan menghasilkan enzim pengurai dinding sel yakni glukanase, selulase
dan kitinase. Trichoderma spp. mempunyai aktifitas lisis dan antifungi yang
paling kuat dibandingkan tipe enzim kitinase yang lain (Widyastuti 2007).
Adanya kitinase yang dihasilkan oleh T. harzianum dapat menguraikan miselium
Rhizoctonia sp. pada saat interaksi.
Persentase penghambatan tertinggi dicapai pada hari ke- 8 dalam cawan uji
antagonis baik pada media PDA maupun media PFA, hal tersebut diduga karena
aktifitas enzim kitinase pada T. harzianum meningkat pada hari ke- 8. Hasil
tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian Harjono (2001) yang menunjukkan
bahwa produksi dari enzim kitinase yang dihasilkan oleh T. reesei dipanen saat
berumur 7 hari. Dalam Achmad et al. (1999) mengatakan bahwa T. harzianum
dan T. pseudokoningii mampu menekan pertumbuhan R. solani dan Fusarium
oxysporum melalui mekanisme mikoparasitisme dengan memproduksi enzim
kitinase. Persentase penghambatan yang dihasilkan T. harzianum terhadap
Rhizoctonia sp. yaitu 79.38% pada media PDA dan 69.10 % pada media PFA.
Uji Antagonis Metode Tak Langsung Pada Media PDA dan PFA
Uji antagonis dengan metode tak langsung dilakukan dengan
menggunakan media PDA, PFA, PDB dan PFB yang ditambahkan filtrat T.
harzianum pada setiap media yang akan ditumbuhkan Rhizoctonia sp..
Pengamatan dilakukan dengan masa inkubasi 7 hari, dengan mengamati
persentase penghambatan pada setiap media.
Pertumbuhan Rhizoctonia sp. pada media PDA dan PFA dengan metode
tak langsung terjadi sangat lambat, hal tersebut diduga karena adanya penambahan
filtrat T. harzianum yang dapat menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp. karena
diduga dalam filtrat pada media tersebut T. harzianum terkandung biochemist
seperti antibiotik, toksin dan enzim (Soesanto 2008). Penghambatan ditunjukkan
oleh tidak terjadinya pertambahan diameter Rhizoctonia sp. pada hari ke- 8.
Rhizoctonia sp. yang tumbuh pada kedua media tersebut memiliki miselium yang
tipis dengan luasan yang kecil. Persentase penghambatan yang dihasilkan pada
media PDA sebesar 60.84% dan 60.62% pada media PFA.
Uji Antagonis Metode Tak Langsung Pada Media PDB dan PFB
Biomassa miselium Rhizoctonia sp. yang ditumbuhkan pada media PDB
dengan penambahan filtrat lebih besar yaitu 0.21 gram, sedangkan pada kontrol
biomassa Rhizoctonia sp. sebesar 0.26 gram. Miselium Rhizoctonia sp. pada
media PFB sebesar 0.16 gram, sedangkan pada kontrol sebesar 0.25 gram.
Persentase penghambatan pada media PDB dan PFB secara berturut-turut sebesar
23% dan 32%. Persentase penghambatan pada metode ini lebih kecil jika
dibandingkan dengan persentase penghambatan metode tak langsung pada kultur

18
media padat. Hal tersebut diduga karena biochemist dalam filtrat T. harzianum
yang tidak dipisahkan dengan komponen penyusun media, sehingga pada saat
penambahan filtrat pada media PDA, PFA, PDB dan PFB biochemist T.
harzianum yang terambil lebih sedikit dibandingkan komponen penyusun media
yang tercampur oleh filtrat T. harzianum, sehingga mempengaruhi penghambatan
yang dihasilkan oleh filtrat T. harzianum terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp..
Hasil analisis ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan media
yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp.,
hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Achmad dan Eny (2009) yang
menyebutkan bahwa macam media (PDB dan PSB) tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan fungi Fusarium oxysporum. Fungi memiliki kemampuan
yang berbeda dalam menggunakan sumber karbon yang berbeda.
Miselium yang tumbuh pada media PDB dan PFB pada perlakuan kontrol
dan penambahan filtrat T. harzianum yang telah dioven selama 24 jam dengan
suhu 60° C dapat dilihat pada Gambar 13. Miselium yang terdapat pada Gambar
13a merupakan hasil dari pertumbuhan Rhizoctonia sp. pada perlakuan kontrol
lebih besar dibandingkan dengan miselium Rhizoctonia sp. dengan penambahan
filtrat T. harzianum pada Gambar 13b. Lapisan yang ada di bagian atas media
berwarna putih tebal dan media cair berwarna lebih keruh.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa T. harzianum terbukti berpotensi
menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp. yang merupakan penyebab penyakit
hawar daun pada jabon (A. cadamba). Persentase penghambatan optimal terjadi
pada saat keduanya diuji antagonis menggunakan metode langsung dengan besar
persentase penghambatan pada media PDA sebesar 79.38% dan 69.10% pada
media PFA.
Saran
Penelitian selanjutnya yang diharapkan untuk dilakukan:
1. Uji antagonis T. harzianum terhadap Rhizoctonia sp. yang merupakan
penyebab penyakit hawar daun pada jabon (A. cadamba) secara in vivo.
2. Uji antagonis filtrat T. harzianum dengan berbagai konsentrasi terhadap
Rhizoctonia sp. yang merupakan penyebab penyakit hawar daun pada
jabon (A. cadamba) secara in vitro dan in vivo.

19

DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 1997. Mekanisme serangan patogen dan pertahanan inang serta
pengendalian hayati penyakit lodoh pada Pinus merkusii [disertasi]. Bogor
(ID):Institut Pertanian Bogor
Achmad et al. 1999. The Potential Use of Two Species of Trichoderma for
Biological Control of Damping off on Pinus merkusii. Proc. Inter.
Workshop BIO-REFOR
Achmad, Eny PS. 2009. Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan Cendawan
Fusarium oxysporum. Buletin RISTRI 1(4):159-168
Agrios GN. 1988. Plant Pathology 3rd ed. New York: Academic Press
Ahdiyat N, Dwi ZJ. 2012. Agribisnis tanaman Jabon. [Internet]. [diunduh 2014
Juni 17]. Tersedia pada: http://kayusatu.wordpress.com
Alexopoulus CJ, Mims CW and Blackwell. 1996. Introductory Mycologi. Eds 4th.
John Wiley & Sons.Inc. New York
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. 4th Ed.
Minnesota: APS Press
Ekowati N, Ratnaningtyas, Mumpuni. 2000. Aktivitas senyawa antifungi beberapa
isolat lokal Gliocladium spp dan Trichoderma spp terhadap Phyptophthora
pakmivora penyebab busuk buah kakao. Laporan Penelitian. Purwokerto:
UNSOED
Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga
Sumberdaya Informasi- Institut Pertanian Bogor
Gandjar I, Samson RA, Van K, Oetari A, Santoso I. 2006. Mikologi Dasar dan
Terapan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Garraway MO, Evans RC. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. New York:
John Wiley and Sons
Harjono, Widyastuti SM. 2001. Optimasi Produksi Endokitinase dari Fungi
Mikoparasit Trichoderma ressei. Jurnal Perlindungan Hutan Indonesia.
7(1): 55 – 58
Jeyaseelan AC, S Tharmila, K Niranjan. 2012. Antagonistic Activity of
Trichoderma spp. and Bacillus spp. against Pythium aphanidermatum isolatd
from Tomato Damping off. Scholars Research Library 4(4):1623-1627
Komarudin AN dan Binarahman HF. 2011. Struktur Konformasi Glukosa.
[Internet].
[diunduh
2014
Okt
27].
Tersedia
pada:
http://agusnurul.blogspot.com
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press
Moore E, Landecker. 1972. Fundamentals of The Fungi. New Jersey: PrenticeHall, Inc
Moorman GW. 2002. Rhizoctonia. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 17]. Tersedia
pada: http://www.cas.psu.edu/docs/CASDEPT/PLA
Mulyana D, Asmarahman C, Fahmi I. 2010. Bertanam Jabon. Jakarta:
Agromedia Pustaka
Mulyaningsih I. 2013. Pengaruh pH, penggoyangan media dan ekstrak daun sirih
merah (Piper crocatum linn.) terhadap Rhizoctonia sp. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Ngili Y. 2009. Biokimia Metabolisme dan Bioenergitika. Yogyakarta: Graha Ilmu

20
Pratomo R. 2006. Pengaruh macam, pH, dan penggoyangan media terhadap
pertumbuhan cendawan Rhizoctonia sp. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rohana I. 1998. Efektifitas penggunaan Trichoderma harzianum dan fungisida
mankozeb untuk pengendalian Rhizoctonia solani penyebab penyakit lodoh
pada Acacia mangium [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Sastrohamidjojo H. 2011. Kimia Organik Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Semangun H. 1988. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia. UGM
Press.
Sharma RR, Dinesh S, Rajbir S. 2009. Biological control of postharvest diseases
of fruits and vegetables by microbial antagonists: A review. Biol Contr.
[Internet]. [diunduh 2012 Desember 17];50(2009):