Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap Botryodiplodia sp. Penyebab Penyakit Mati Pucuk pada Jabon (Anthocephalus cadamba) secara in Vitro

UJI ANTAGONIS Trichoderma harzianum TERHADAP
Botryodiplodia sp. PENYEBAB PENYAKIT MATI PUCUK
PADA JABON (Anthocephalus cadamba)
SECARA IN VITRO

SITI HARDINAH ADININGSIH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Antagonis
Trichoderma harzianum terhadap Botryodiplodia sp. Penyebab Penyakit Mati
Pucuk pada Jabon (Anthocephalus cadamba) secara in Vitro adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Siti Hardinah Adiningsih
NIM E44100066

ABSTRAK
SITI HARDINAH ADININGSIH. Uji Antagonis Trichoderma harzianum
terhadap Botryodiplodia sp. Penyebab Penyakit Mati Pucuk pada Jabon
(Anthocephalus cadamba) secara in Vitro. Dibimbing oleh ACHMAD.
Permasalahan yang sering muncul dalam pembangunan hutan tanaman
jabon (A. cadamba) yaitu adanya serangan Botryodiplodia sp. yang menyebabkan
mati pucuk. Pengendalian hayati sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk
menghambat pertumbuhan patogen dengan resiko kontaminasi terhadap
lingkungan paling sedikit jika dibandingkan dengan pengendalian non hayati.
Salah satu bentuk pengendalian hayati yaitu menggunakan agensia pengendali
hayati T. harzianum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi T.
harzianum sebagai agensia pengendali hayati untuk Botryodiplodia sp.. Uji

antagonis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan metode langsung
(dual culture) dan metode tak langsung (filtrat T. harzianum). Rancangan
percobaan yang digunakan yaitu menggunakan RAL (rancangan acak lengkap) in
time dan RAL faktorial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian T.
harzianum dalam uji antagonis pada metode langsung dan tak langsung dapat
menghambat pertumbuhan Botryodiplodia sp., hal ini menunjukan bahwa T.
harzianum memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan Botryodiplodia sp.
sehingga dapat digunakan sebagai pengendali hayati penyakit pada jabon (A.
cadamba) khususnya yang disebabkan oleh Botryodiplodia sp..
Kata kunci : Botryodiplodia sp., Trichoderma harzianum, uji antagonis

ABSTRACT
SITI HARDINAH ADININGSIH. Trichoderma harzianum Antagonistic
Examination Against Botryodiplodia sp. Cause of the Dieback Disease on Jabon
(Anthocephalus cadamba) in Vitro Way. Supervised by ACHMAD.
Frenquently issues emerge on
jabon (A. cadamba) plantations
development is Botryodiplodia sp. aggression that cause dieback desease. Biology
control is necessary as effort to hamper pathogen growth with lowest
environmental contamination risk compared to non biological control. One of

biological control configuration is using biological control agent T. harzianum
the research supposed to acquire T. harzianum potency as biological control agent
against Botryodiplodia sp.. In this research antagonist examination using direct
method (dual culture) and indirect method (filtrate T. harzianum). Experiment
model is using completely randomize design and in time completely randomize
design. This research result shows that T. harzianum disposal in antagonist
examination on direct mothode and indirect method against Botryodiplodia sp.
growth. This case shows that T. harzianum has potency to against Botryodiplodia
sp. growth. So that could be used as biological desease control on jabon (A.
cadamba) especially caused by Botryodiplodia sp..
Keywords :

Botryodiplodia
examination

sp.,

Trichoderma

harzianum,


antagonistic

UJI ANTAGONIS Trichoderma harzianum TERHADAP
Botryodiplodia sp. PENYEBAB PENYAKIT MATI PUCUK
PADA JABON (Anthocephalus cadamba)
SECARA IN VITRO

SITI HARDINAH ADININGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap Botryodiplodia sp.
Penyebab Penyakit Mati Pucuk pada Jabon (Anthocephalus
cadamba) secara in Vitro
Nama
: Siti Hardinah Adiningsih
NIM
: E44100066

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Achmad, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah uji
antagonis, dengan judul Uji Antagonis Trichoderma harzianum terhadap
Botryodiplodia sp. Penyebab Penyakit Mati Pucuk pada Jabon (Anthocephalus
cadamba) secara in Vitro.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Achmad, MS selaku
pembimbing, penghargaan penulis sampaikan kepada para staf Laboratorium
Patologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, selain itu ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, serta seluruh keluarga,
sahabat-sahabat (anna, faridah, fitria, desi, momo dan nanda), teman-teman
Silvikultur 47 dan Fahutan 47 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Siti Hardinah Adiningsih


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Alat

Bahan
Prosedur Kerja
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan Isolat Botryodiplodia sp.
Pertumbuhan Isolat Trichoderma harzianum
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Langsung
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Padat
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Cair
Pembahasan
Peertumbuhan Isolat Botryodiplodia sp. dan Trichoderma harzianum
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Langsung
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Padat
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Cair
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
2
2
2
2
3
6
7
7
7
7
8

10
11
13
13
16
17
18
19
19
19
20
23

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan metode uji antagonis
langsung
2 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PFA dengan metode uji antagonis
langsung

3 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan metode uji antagonis tak
langsung
4 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PFA dengan metode uji antagonis tak
langsung
5 Hasil uji Duncan pengaruh media dan teknik perlakuan terhadap bobot
Botryodiplodia sp.

9

10
10

11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Metode biakan ganda Botryodiplodia sp. dengan T. harzianum dalam
satu cawan konfrontasi berdiameter 9 cm
2 Pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp.
3 Pengamatan Botryodiplodia sp. ; (a) media PDA; (b) media PFA; (c)
mikroskopis Botryodiplodia sp.
4 Pertumbuhan koloni T. harzianum
5 Pertumbuhan makroskopis T. harzianum ; (a) media PDA; (b) media
PFA
6 Persen penghambatan Botryodiplodia sp. oleh T. harzianum pada media
PDA dan PFA
7 Pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. dan T. harzianum dalam cawan
konfrontasi; (a) bagian atas pada media PDA; (b) bagian bawah pada
media PDA; (c) bagian atas pada media PFA; (d) bagian bawah pada
media PFA
8 Persen penghambatan Botryodiplodia sp. oleh filtrat T. harzianum
9 Pertumbuhan koloni patogen Botryodiplodia sp.: (a) kontrol PDA; (b)
dengan filtrat T. harzianum pada media PDA; (c) kontrol PFA; (b)
dengan filtrat T. harzianum pada media PFA
10 Persen penghambatan Botryodiplodia sp. oleh filtrat T. harzianum pada
media PDB dan PFB
11 Biomassa Botryodiplodia sp. pada perlakuan kontrol dan penambahan
filtrat T. harzianum
12 Miselia Botryodiplodia sp. pada media PDB dan PFB; (a) kontrol; (b)
perlakuan penambahan filtrat T. harzianum

5
7
7
8
8
8

9
10
11
11
12
12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan yang persekutuan
alam lingkungannya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki banyak manfaat bagi
kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan
hutan yang berlebihan tanpa memperhatikan kelestariannya seiring dengan
meningkatnya kebutuhan manusia, dapat menyebabkan terjadinya deforestasi.
Deforestasi yang terjadi, telah menyebabkan menurunnya kualitas hutan alam.
Pembangunan hutan tanaman, salah satunya yaitu Hutan Tanaman Industri
(HTI) merupakan suatu solusi untuk memperbaiki kualitas hutan alam yang ada di
Indonesia dan meningkatkan produktivitas lahan serta kualitas lingkungan hidup.
Kriteria jenis pohon yang dikembangkan untuk HTI yaitu cepat tumbuh dan dapat
dimanfaatkan untuk industri olahan kayu yang memiliki pasar yang luas, salah
satunya jabon (Anthocephalus cadamba).
Jabon (A. cadamba) merupakan tanaman lokal Indonesia jenis fast growing
species (cepat tumbuh) selain itu jabon (A. cadamba) memiliki olahan kayu
dengan permintaan yang tinggi dan pasar yang luas, namun untuk masa di
pembibitan semua bibit ataupun semai rentan terhadap serangan patogen.
Serangan patogen dapat menurunkan kualitas pada bibit. Salah satu patogen yang
menyerang jabon di pembibitan adalah Botryodiplodia sp. yang menyebabkan
mati pucuk (Aisah 2014).
Botryodiplodia sp. merupakan patogen yang memiliki kisaran inang yang
luas. Patogen ini merupakan parasit lemah yang melakukan infeksinya melalui
luka-luka mekanis seperti akibat pemangkasan atau luka akibat serangga
(Semangun 2007). Pada awalnya, daun yang paling dekat dengan ranting yang
terserang akan berwarna kuning, kemudian kerusakan akan terus meluas
sepanjang cabang dan mencapai batang utama lalu tanaman akan mati dengan
cepat. Bagian dalam ranting dan cabang akan mengalami perubahan warna
menjadi coklat di bagian pembuluh. B. theobromae dapat menyebabkan mati
pucuk, busuk buah, dan kanker batang (Semangun 2000). B. theobromae
ditemukan pada pohon karet di Vietnam dan menyebabkan mati pucuk di
pembibitan. Patogen terus berkembang dan menyebabkan kerusakan yang serius
sehingga menekan produksi perkebunan di Dau Tieng Rubber Company (Pha et al.
2009). Menurut Rustini (2010) di Denpasar, Bali, hampir 53.24% dari buah
pisang yang dijual mengalami pembusukan akibat cendawan B. theobromae, hal
ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan pasar karena permintaan pisang di
Bali cukup tinggi untuk berbagai upacara keagamaan. Sejak akhir 1980 area
perkebunan kakao di Kamerun mengalami kejadian penyakit mati pucuk yang luar
biasa yang disebabkan oleh B. theobromae. Pada beberapa perkebunan di
Kamerun, penyakit ini dapat merugikan tanaman kakao sampai 100%, sehingga
menjadi pembatas produksi kakao di Kamerun (Mbenoun et al. 2008).
Penyakit yang menyerang jabon akan berdampak pada kematian bibit dan
membuat produktivitas menurun. Perlu dilakukan pengendalian hayati sebagai
salah satu upaya penghambatan penyakit yang ramah terhadap lingkungan. Salah

2
satu pengendalian hayati yang dapat dilakukan yaitu agensia pengendali hayati
dengan menggunakan jamur antagonis. Beberapa jenis fungi telah diketahui
memiliki kemampuan sebagai agensia pengendalian hayati, di antaranya
Trichoderma spp., Gliocladium spp., Pythium sp. (Soesanto 2008). Salah satu
spesies Trichoderma yang banyak dilaporkan memiliki kemampuan tersebut
adalah T. harzianum (Widyastuti 2007; Jamilah 2008; Soesanto 2008).
Penggunaan jamur antagonis dapat mengurangi pengendalian dengan
menggunakan bahan kimia.

Perumusan Masalah
Penggunaan fungisida sintetis sebagai pengendali berbagai macam penyakit
tanaman akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia
sehingga pengendalian secara alami sangat diperlukan untuk mengurangi dampak
tersebut. Penggunaan T. harzianum merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi.
Oleh karena itu, permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang
tersebut adalah berapa besar persen penghambatan T. harzianum dalam
mengendalikan pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. pada jabon (A. cadamba)
secara in vitro.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi T. harzianum
sebagai agensia pengendali hayati untuk menghambat pertumbuhan
Botryodiplodia sp. pada uji antagonis dengan metode langsung dan tak langsung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi tentang potensi
T. harzianum sebagai alternatif pengendalian penyakit jabon (A. cadamba)
khususnya yang disebabkan oleh patogen Botryodiplodia sp. di pembibitan.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni
Agustus 2014 di
Laboratorium Patologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah cawan petri, labu
erlenmeyer, autoclave, laminar, korek, lampu bunsen, cork borer, sudip,

3
mikroskop, oven, timbangan digital, pisau, sprayer, syringe filter, sentrifuse,
batang penyebar, alat tulis, laptop, dan kamera.
Bahan
Penelitian ini memerlukan bahan berupa isolat Botryodiplodia sp. dan isolat
T. harzianum yang merupakan koleksi Laboratorium Patologi Hutan Departemen
Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Media kultur PDA (Potato Dextrose Agar)
dan media PFA (Potato Fructose Agar), PDB (Potato Dextrose Broth), PFB
(Potato Fructose Broth), alkohol 70%, aquades, alumunium foil, wrap plastic,
tissue, kapas, kentang, agar putih, chloramphenicol, spirtus, dekstrosa dan
fruktosa.
Prosedur Kerja
Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan media kultur dan penyiapan
isolat fungi patogen dan fungi antagonis. Pembuatan media kultur padat dan cair
menggunakan teknik yang digunakan oleh Nurafida (2014), sebagai berikut :
Pembuatan Media Kultur Padat PDA (Potato Dextrose Agar)
Pembuatan 1 liter PDA memerlukan 200 gram kentang yang telah
dipotong dadu dan 500 ml aquades kemudian direbus hingga kentang menjadi
empuk. Air ekstrak kentang dipisahkan, setelah itu dituang ke dalam wadah yang
berisi dekstrosa (glukosa) 20 gram dan agar sebanyak 15 gram. Sebelum larutan
dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan chlorampenicol dan diaduk
hingga merata. Larutan kemudian ditambahkan aquades sampai larutan menjadi 1
liter. Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan suhu
121 °C selama 15 menit.
Pembuatan Media Kultur Padat PFA (Potato Fructose Agar)
Pembuatan 1 liter PDA memerlukan 200 gram kentang yang telah
dipotong dadu dan 500 ml aquades kemudian direbus hingga kentang menjadi
empuk. Air ekstrak kentang dipisahkan, setelah itu dituang ke dalam wadah yang
berisi fruktosa 20 gram dan agar sebanyak 15 gram. Sebelum larutan dipindahkan
ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan chlorampenicol dan diaduk hingga
merata. Larutan kemudian ditambahkan aquades sampai larutan menjadi 1 liter.
Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm dengan suhu
121 °C selama 15 menit.
Pembuatan Media Kultur Cair PDB (Potato Dextrose Broth)
Satu liter PDB memerlukan 200 gram kentang yang telah dipotong dadu
dan 1 liter aquades kemudian direbus hingga lunak. Air ekstrak kentang
dipisahkan dan ditambahkan aquades hingga menjadi 1 liter larutan. Larutan
dituang ke dalam wadah yang berisi dextrose 20 gram. Sebelum larutan
dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan chloramphenicol dan diaduk

4
hingga merata. Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm
dengan suhu 121 0C selama 15 menit.
Pembuatan Media Kultur Cair PFB (Potato Fructose Broth)
Satu liter PFB memerlukan 200 gram kentang yang telah dipotong dadu
dan 1 liter aquades kemudian direbus hingga lunak. Air ekstrak kentang
dipisahkan dan ditambahkan aquades hingga menjadi 1 liter larutan. Larutan
dituang ke dalam wadah yang berisi fruktosa 20 gram. Sebelum larutan
dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan chloramphenicol dan diaduk
hingga merata. Media disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1 atm
dengan suhu 121 0C selama 15 menit.
Penyediaan Isolat Fungi Patogen dan Antagonis
Isolat Botryodiplodia sp. diperoleh dari inang jabon (A. cadamba) yang
terserang penyakit kemudian diisolasi dan merupakan koleksi dari Laboratorium
Patologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Isolat T.
harzianum merupakan koleksi dari SEAMEO BIOTROP.
Tahap Pelaksanaan
Uji Antagonis Metode Langsung
Uji antagonis metode langsung dilakukan untuk mengetahui efek
penghambatan dari potongan isolat T. harzianum terhadap pertumbuhan
Botryodiplodia sp. yang ditumbuhkan secara bersamaan dalam cawan petri
seperti pada Gambar 1 dengan perlakuan penggunaan media yang berbeda yaitu
media kultur padat PDA dan PFA, masing-masing memiliki tiga kali ulangan. Uji
antagonis dengan metode langsung menggunakan metode dalam penelitian
Jamilah (2008) yaitu metode biakan ganda, dimana koloni fungi patogen dan
koloni fungi antagonis yang telah berumur tujuh hari dipindahkan ke dalam cawan
konfrontasi secara bersamaan pada sisi yang berlawanan dengan jarak 5 cm.
Pertumbuhan jari-jari isolat patogen diukur pertumbuhannya setiap hari sampai
hari ke-7 saat kedua isolat tersebut dikonfrontasikan.
Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengamati terbentuknya zona
penghambatan dan persentase penghambatan. Zona penghambatan adalah panjang
wilayah dalam cawan konfrontasi yang tidak ditumbuhi oleh kedua isolat yang
saling antagonis. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur panjang dari zona
kosong tersebut (Jamilah 2008). Persen penghambatan dihitung berdasarkan
teknik yang digunakan dalam Rohana (1998) :

Keterangan :
PP
: Persen penghambatan
r1
: Jari-jari koloni patogen menuju tepi cawan petri
r2
: Jari-jari koloni patogen menuju koloni antagonis

5
Keterangan :
P : Patogen
A : Antagonis
r1 : Jari-jari koloni patogen menuju tepi cawan
petri
r2 : Jari-jari koloni patogen menuju koloni
antagonis

Gambar 1 Metode biakan ganda Botryodiplodia sp. dengan T. harzianum dalam
satu cawan konfrontasi berdiameter 9 cm.
Uji Antagonis Metode Tak Langsung
Uji Antagonis dengan metode tak langsung dilakukan dengan cara
mengamati efek penambahan filtrat T. harzianum terhadap pertumbuhan
Botryodiplodia sp.. Pembuatan filtrat T. harzianum sesuai dengan teknik yang
digunakan dalam Achmad (1997). Media yang digunakan dalam tahap ini adalah
PDB dan PFB. Tiga potongan koloni agen antagonis (Ø 8 mm) dimasukkan ke
dalam 100 mL media PDB dan PFB dalam labu erlenmeyer 250 mL kemudian
diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar. Setelah masa inkubasi berakhir, filtrat
dipisahkan dari miselia cendawan melalui penyaringan dengan menggunakan
kertas saring steril.
Dalam uji antagonis dengan metode tak langsung dilakukan dengan
perlakuan media yang berbeda yaitu pada media kultur padat (PDA, PFA) dan
media kultur cair (PDB, PFB). Pada media PDA dan PFA, penambahan filtrat T.
harzianum pada media PDA dan PFA yaitu filtrat diteteskan sebanyak 3 mL di
atas media PDA dan PFA yang sudah padat, setelah itu dibuat merata dengan
batang penyebar keseluruh permukaan media. Potongan koloni patogen
berdiameter 8 mm ditambahkan di tengah-tengah media dan diinkubasi selama 7
hari. Pengamatan yang dilakukan yaitu mengamati persen penghambatan setiap 12
jam selama 7 hari. Persen penghambatan dihitung dengan teknik yang dilakukan
oleh Jeyaseelan et al. (2012) yaitu :
Keterangan :
PP
: Persen penghambatan
D1
: Diameter koloni patogen pada cawan petri kontrol
D2
: Diameter koloni patogen pada cawan perlakuan
Pada media PDB dan PFB filtrat T. harzianum diambil sebanyak 3 mL dan
ditambahkan 20 mL pada media PDB dan PFB di dalam botol jam, setelah itu
ditambahkan potongan koloni patogen ke dalamnya. Kontrol dibuat dengan
mengganti media perlakuan dengan media PDB dan PFB dengan volume yang
sama. Botol jam perlakuan maupun kontrol diinkubasi selama 7 hari pada suhu
kamar. Miselia patogen disaring lalu ditentukan bobotnya setelah dikeringkan
dalam oven 60 °C selama 24 jam. Persen penghambatan dihitung dengan teknik
yang digunakan oleh Achmad (1997) :

6

Keterangan :
PP
: Persen penghambatan
B1
: Biomassa koloni kontrol patogen (gram)
B2
: Biomassa koloni perlakuan patogen (gram)
Prosedur Analisis Data
Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis ragam,
untuk mengetahui pengaruh yang diberikan terhadap peubah yang diamati
menggunakan software SAS 9.1.3. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh
nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan.
Uji antagonis in vitro T. harzianum terhadap pertumbuhan koloni
Botryodiplodia sp. pada uji antagonis dengan metode langsung maupun tak
langsung pada media kultur padat PDA dan PFA, dilakukan dalam pola RAL in
time, tujuan RAL in time adalah untuk mengetahui perubahan respon dari suatu
periode waktu ke periode waktu lainnya. RAL in time menggunakan model linier
sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2000):

Yij = μ + τi +
Keterangan:
Yij
μ
τi
(i)k

Wj
(τW)ij
ijk

(i)k

+ Wj + (τW)ij +

ijk

: Pengamatan pada perlakuan antagonis
: Rataan Umum
: Pengaruh perlakuan antagonis
: Pengaruh acak pada perlakuan antagonis
: Pengaruh waktu (cm/hari)
: Interaksi antara perlakuan antagonis dan waktu (cm/hari)
: Pengaruh acak pada perlakuan antagonis, waktu (cm/hari), dan
ulangan

Analisis ragam RAL faktorial digunakan dalam menguji pengaruh macam
media pada pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. dan T. harzianum dalam
perlakuan kontrol dan menguji pengaruh uji antagonis metode tak langsung pada
media PDB dan PFB dalam pola RAL sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya
2000):
Keterangan:
Y ij
µ
αi
(ijk)

: Nilai respon biomassa Botryodiplodia sp. pada perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
: Rataan umum
: Pengaruh perlakuan ke-i
: Pengaruh acak dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Diameter (cm)

Pertumbuhan Botryodiplodia sp.
Berdasarkan hasil pengamatan, pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp.
yang ditumbuhkan pada media PDA dan PFA telah memenuhi cawan petri dalam
waktu 3 4 hari
96 jam. Gambar 2 menunjukkan bahwa
pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada media PDA dan PFA. Pertumbuhan
makroskopis dan mikroskopis Botryodiplodia sp. disajikan pada Gambar 3.
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

PDA
PFA
12 24 36 48 60 72 84 96
Jam ke-

Gambar 2 Pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp.

a

b

c

Sumber Gambar 3(c): Aisah (2014)

Gambar 3 Pengamatan Botryodiplodia sp.: (a) makroskopis media PDA; (b)
makroskopis media PFA; (c) mikroskopis konidia Botryodiplodia sp.
Pertumbuhan Trichoderma harzianum
T. harzianum yang diisolasi digunakan sebagai kontrol dari uji antagonis,
yang ditumbuhkan pada media PDA dan PFA. Pengamatan T. harzianum
dilakukan secara makroskopis. Koloni T. harzianum mula-mula berwarna putih,
kemudian akan mulai tumbuh konidia berwarna hijau setelah 60 jam setelah
3 hari (Gambar 4 ).

Diameter (cm)

8
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

PDA
PFA
12 24 36 48 60 72 84 96
Jam ke-

Gambar 4 Pertumbuhan koloni T. harzianum
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diperoleh bahwa pertumbuhan koloni
T. harzianum yang ditumbuhkan pada media PDA dan PFA telah memenuhi
cawan petri pada jam ke-72 pada media PDA dan jam ke-84 pada media PFA.
Gambar 5 menunjukkan konidia T. harzianum yang tumbuh pada media PDA
lebih banyak dibandingkan pada media PFA.

a

b

Gambar 5 Pertumbuhan makroskopis T. harzianum: (a) media PDA; (b) media
PFA

Persen penghambatan (%)

Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Langsung
Berdasarkan pengamatan uji antagonis yang ditumbuhkan pada media PDA
dan PFA, koloni T. harzianum dapat menghambat koloni Botryodiplodia sp. pada
kedua media tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa uji antagonis yang
ditumbuhkan pada media PDA memiliki penghambatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan PFA. T. harzianum dapat menghambat koloni patogen
Botryodiplodia sp. sebesar 72.59 % pada media PDA dan 71.85 % pada media
PFA (Gambar 6).
100%
80%
60%
40%
20%
0%
PDA

PFA
Media

Gambar 6

Persen penghambatan Botryodiplodia sp. oleh T. harzianum pada
media PDA dan PFA

9
Gambar 7 menunjukkan penghambatan T. harzianum terhadap
pertumbuhan koloni Botryodiplodia sp. yang dapat terlihat dari jari-jari koloni
patogen Botryodiplodia sp. yang mendekati koloni antagonis T. harzianum lebih
kecil dibandingkan jari-jari koloni patogen yang mendekati tepi, baik pada media
PDA maupun media PFA (Gambar 7).
B

T

a

B

T

B

T

b

B

c

T

d

Gambar 7 Pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. (B) dan T. harzianum (T) dalam
cawan konfrontasi: (a) bagian atas pada media PDA; (b) bagian bawah
pada media PDA; (c) bagian atas pada media PFA; (d) bagian bawah
pada media PFA
Hasil analisis sidik ragam dengan menggunakan RAL in time
menunjukkan, bahwa waktu berpengaruh nyata terhadap uji antagonis T.
harzianum terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. terlihat dari persen
penghambatan pada tabel hasil uji Duncan (Tabel 1, Tabel 2).
Tabel 1 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan metode uji antagonis
langsung
JSI (Jam)
12
24
36
48
60
72
84
96

Persen penghambatan (%)*
52.00c
62.00b
62.00b
64.67ba
68.33ba
69.67ba
72.59a
72.59a

Keterangan : * = angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
JSI = jam setelah isolasi

10
Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PFA dengan metode uji antagonis
langsung
JSI (Jam)
12
24
36
48
60
72
84
96

Persen penghambatan (%)*
44.33b
66.67a
65.33a
69.33a
69.67a
71.33a
71.85a
71.85a

Keterangan : * = angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Padat
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk uji antagonis dengan
metode tak langsung pada media PDA dan PFA, dihasilkan persen penghambatan
sebesar 79.24 % pada media PDA dan 79.13 % pada media PFA (Gambar 8).
Persen penghambatan
(%)

100%
80%
60%
40%
20%
0%

PDA

PFA
Media

Gambar 8 Persen penghambatan Botryodiplodia sp. oleh filtrat T. harzianum
Hasil analisis ragam pertumbuhan in vitro diameter koloni Botryodiplodia
sp. pada media PDA dan PFA menunjukkan bahwa pemberian filtrat T.
harzianum pada media memberikan pengaruh pada respon pertumbuhan diameter.
Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PDA dengan metode uji antagonis tak
langsung
JSI (Jam)
12
24
36
48
60
72
84
96

Persen penghambatan (%)*
73.33b
72.00ba
75.67ba
77.33ba
79.24a
79.24a
79.24a
79.24a

Keterangan : * = angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

11
Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh waktu terhadap persen penghambatan
Botryodiplodia sp. pada media PFA dengan metode uji antagonis tak
langsung
JSI (Jam)
12
24
36
48
60
72
84
96

Persen penghambatan (%)*
63.33ba
58.67b
69.00ba
73.67ba
79.13a
79.13a
79.13a
79.13a

Keterangan : * = angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Pada dua belas jam pertama koloni patogen Botryodiplodia sp. tumbuh pada
cawan petri, sampai pada dua belas jam ketiga atau sekitar dua hari diameter
koloni patogen mencapai 1.5 cm pada media PDA dan 1.7 cm pada media PFA,
namun pada dua belas jam keempat dan seterusnya koloni patogen tidak ada
penambahan diameter sampai hari ke-7 inkubasi (Gambar 9). Hal tersebut
menandakan bahwa terjadinya penghambatan pada pertumbuhan koloni patogen
Botryodiplodia sp. oleh filtrat T. harzianum.

a

b

d

c

Gambar 9 Pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp.: (a) kontrol PDA; (b) dengan
filtrat T. harzianum pada media PDA; (c) kontrol PFA; (b) dengan
filtrat T. harzianum pada media PFA

Persen
penghambatan (%)

Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Cair
Persen penghambatan yang dihasilkan dalam uji antagonis dengan metode
tak langsung pada media kultur cair yang telah ditambahkan filtrat T. harzianum
terhadap pertumbuhan Botryodiplodia yaitu 16 % pada media PDB dan 12 % pada
media PFB (Gambar 10).
20%
15%
10%
5%
0%
PDB

PFB
Media

Gambar 10 Persen penghambatan Botryodiplodia sp. oleh filtrat T. harzianum
pada media PDB dan PFB

12
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa macam media (PDB dan PFB)
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot Botryodiplodia sp. (Tabel 5).
Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh media dan teknik perlakuan terhadap bobot
Botryodiplodia sp.
Faktor
Media
Perlakuan
Media*Perlakuan

Bobot Botryodiplodia sp.
tn
*
tn

Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf uji 5%; tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Botryodiplodia sp. yang ditumbuhkan tanpa penambahan filtrat T.
harzianum memiliki biomassa yang lebih tinggi yaitu 0.174 g pada media PDB
dan 0.172 g pada media PFB dibandingkan dengan media yang telah ditambahkan
filtrat T. harzianum yang memiliki bobot Botryodiplodia sp. yang lebih rendah
yaitu 0. 152 g pada media PDB dan 0.154 g pada media PFB, hal tersebut
menunjukkan bahwa penambahan filtrat T. harzianum berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan Botryodiplodia sp. yang terlihat dari penurunan biomassa
Botryodiplodia sp. (Gambar 11).
Biomassa (g)

0.180
0.170
0.160

kontrol

0.150

filtrat

0.140

PDB

PFB
Media

Gambar 11 Biomassa Botryodiplodia sp. pada perlakuan kontrol dan penambahan
filtrat T. harzianum
Pada kertas saring dapat dilihat bahwa miselia Botryodiplodia sp. pada
perlakuan kontrol memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan penambahan filtrat (Gambar 12). Hal tersebut menunjukkan bahwa
terjadi pengurangan biomassa dari isolat Botryodiplodia sp. karena penambahan
filtrat T. harzianum pada media kultur cair.

a

b

Gambar 12 Miselia Botryodiplodia sp. pada media PDB dan PFB: (a) kontrol;
(b) perlakuan penambahan filtrat T. harzianum

13
Pembahasan
Pertumbuhan Botryodiplodia sp. dan Trichoderma harzianum
Pertumbuhan fungi memerlukan nutrisi di antaranya dalam bentuk karbon,
unsur hara dan vitamin (Gandjar et al. 2006). Moore (1972) menjelaskan akan
pentingnya unsur karbon bagi cendawan karena cendawan membutuhkan unsur
karbon dalam jumlah yang besar daripada unsur-unsur esensial yang lain dan
karbon merupakan nutrisi yang pokok dan terpenting pada fungi. Metabolisme
karbohidrat memiliki peran yang penting yaitu dapat dioksidasi menjadi energi
kimia yang tersedia di dalam sel dalam bentuk ATP (Adenosin Trifosfat) dan
menyediakan hampir semua karbon yang diperlukan untuk fungi (Ganjdar et al.
2006).
Karbohidrat digolongkan ke dalam monosakarida, disakarida, oligosakarida
dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat terhidrolisis
menjadi satuan karbohidrat sederhana (Pratomo 2006). Monosakarida merupakan
suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, monosakarida
mengandung satu gugus aldehida yang disebut aldosa dan satu gugus keton yang
dinamakan ketosa. Penggunaan media kultur fungi dalam penelitian ini memiliki
sumber karbon yang berasal dari kelompok monosakarida yaitu fruktosa dan
glukosa yang memiliki rumus molekul yang sama yaitu C6H12O6. Hal yang
membedakan yaitu glukosa merupakan monosakarida yang mengandung gugus
aldehida sedangkan fruktosa merupakan monosakarida yang mengandung gugus
keton.
Menurut Kusnandar (2011) struktur monosakarida bersifat asimetrik atau
memiliki pusat kiral, yaitu mengikat gugus yang berbeda. Deret-D melambangkan
posisi hidroksil dari gliseraldehida yang terletak di sebelah kanan sedangkan
deret-L melambangkan posisi hidroksil gliseraldehida disebelah kiri. Pada
umumnya struktur monosakarida di alam memiliki struktur D dan hanya sedikit
yang memiliki struktur L. Dalam Winarno (2008) walaupun D-glukosa dan Dfruktosa sama-sama mempunyai bentuk yang sama yaitu D, tetapi terhadap cahaya
yang terpolarisasi D-fruktosa bersifat pemutar kiri atau levo ( ), sedangkan Dglukosa pemutar kanan atau dextro (+). Karena itu untuk menggambarkan lebih
(+)( )-fruktosa. Menurut
Kusnandar (2011) dan Fessenden (1986) D-glukosa dapat disebut juga dextrosa,
yang tersusun dari kata dextro yang berarti bersifat terpolarisasi ke kanan terhadap
cahaya dan –osa merupakan sebutan untuk suatu gula pereduksi.
Secara umum penggunaan glukosa dan fruktosa merupakan jenis
karbohidrat yang paling mudah untuk dimanfaatkan oleh fungi sebagai sumber
karbon untuk pertumbuhannya. Gandjar et al. (2006) menyebutkan bahwa
senyawa karbon organik yang dapat dimanfaatkan oleh fungi untuk membuat
materi sel baru berasal dari karbohidrat. Karbohidrat menyediakan hampir semua
karbon yang dibutuhkan oleh fungi. Banyak fungi yang memanfaatkan
monosakarida, tetapi hanya sedikit yang memanfaatkan disakarida, oligosakarida
dan polisakarida karena tidak memiliki kemampuan untuk menghidrolisis
molekul-molekul besar tersebut.
Dalam penelitian ini isolat Botryodiplodia sp. tumbuh pada 3-4 hari, hasil
ini sesuai dengan penelitian Aisah (2014) yaitu isolat Botryodiplodia sp. yang
diisolasi pada media

14
4 hari setelah isolasi. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis,
Botryodiplodia sp. memiliki hifa bersekat. Hifa muda hialin sedangkan hifa tua
berwarna kehitaman dengan ukuran diameter ± 4.7 µm (Gambar 3c). Konidia
pada awalnya hialin dan tidak bersekat, kemudian berubah menjadi hitam dan
bersekat satu atau bersel dua. Arshinta (2013) menerangkan bahwa
Botryodiplodia sp. memiliki konidia yang terpencar secara tunggal dengan ciriciri berbentuk jorong dan memiliki sekat.
Botryodiplodia sp. memiliki tekstur miselia seperti benang halus dengan
miselium udara yang tebal dan menyebar. Menurut Gandjar et al. (1999) koloni
Botryodiplodia sp. tumbuh cepat pada media PDA dengan membentuk miselia
aerial yang lebat dan berwarna coklat kehitaman. Gandjar et al. (1999)
menerangkan bahwa pematangan konidia berjalan lambat sehingga sangat besar
kemungkinan untuk menemukan konidia bersel satu dan berwarna hialin.
Botryodiplodia sp. yang ditumbuhkan tunggal pada media PDA dan PFA
digunakan sebagai kontrol dari uji antagonis. Pertumbuhan Botryodiplodia sp.
dalam penelitian ini pada media PFA, miselium yang tumbuh dari koloni patogen
lebih tipis dibandingkan pada media PDA yang memiliki pertumbuhan miselium
yang tebal (Gambar 3 a,b). Koloni Botryodiplodia sp. dalam kontrol pada hari ke5 menunjukkan kondisi miselium yang sudah berwarna keabu-abuan pada media
PFA sedangkan pada media PDA miselium masih berwarna putih. Hal ini
menurut penelitian Retnosari (2011) disebabkan pertumbuhan Botryodiplodia sp.
pada media yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan Botryodiplodia sp.
akan lebih cepat memproduksi massa konidia yang berwarna kehitaman dalam
media tersebut.
T. harzianum memiliki konidium yang halus dan lembut dalam
pertumbuhannya. Koloninya berwarna hijau tua dan dapat mencapai pertumbuhan
diameter lebih dari 9 cm dalam waktu 5 hari pada medium oat agar dan malt
extract agar (Widyatusti 2007) . T. harzianum yang ditumbuhkan pada media
PDA dan PFA digunakan sebagai kontrol dalam uji antagonis yang dilakukan.
Dalam penelitian Widyastuti et al. (2003), konidia Trichoderma spp. tidak dapat
berkecambah tanpa adanya nutrisi yang cukup (sumber karbon dan air). Ko dan
Lockwood (1967) telah menyimpulkan bahwa ketersediaan nutrisi yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan Trichoderma spp. merupakan faktor pembatas
perkecambahan konidium fungi.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa, macam media tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. dan T. harzianum,
diduga hal ini dapat terjadi karena sumber karbon yang terkandung dalam media
tersebut.
Penelitian Winara (2014) menunjukkan bahwa isolat Botryodiplodia sp.
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat pada media PSA (Potatos Sucrose Agar)
dibandingkan media PDA. Sementara itu dalam penelitian ini, pertumbuhan
terbaik berdasarkan diameter Botryodiplodia sp. yang ditumbuhkan terdapat pada
media PDA dengan menunjukkan bobot yang sedikit lebih besar dibandingkan
media PFA, sehingga hasil dari analisis ragam menunjukkan macam media yang
tidak berpengaruh nyata. Dalam penelitian ini juga menunjukkan hal serupa
dimana bobot Botryodiplodia sp. pada media PDB lebih besar dibandingkan pada
media PFB, meskipun hasil analisis statistik menunjukkan hal yang berbeda
dengan hasil penelitian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Winara

15
(2014) yang menunjukkan bahwa pada media PSB Botryodiplodia sp. memiliki
bobot miselia lebih besar dibandingkan pada media PDB, meskipun hasil analisis
statistik menunjukkan hasil yang tidak nyata.
Hasil analisis ragam pada penelitian ini menunjukkan bahwa macam
media tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan T. harzianum meskipun
berdasarkan pertumbuhan radial T. harzianum pada media kontrol PDA
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan media kontrol
PFA. Hal tersebut sejalan Wahyudi et al. (2010) yaitu T. harzianum yang
ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa ditambah dengan xilan
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan xilan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa media yang mengandung glukosa mendukung pertumbuhan
T. harzianum lebih baik dibandingkan dengan media yang tidak mengandung
glukosa.
Secara umum, pertumbuhan miselium isolat Botryodiplodia sp. dan T.
harzianum pada media kultur padat (PDA dan PFA) dan media kultur cair (PFB
dan PDB) menunjukkan bahwa media kultur kentang dekstrosa (Potatos Dextrose
Medium) menghasilkan pertumbuhan miselium terbaik dibandingkan media kultur
kentang fruktosa (Potatos Fructose Medium) baik pada pertumbuhan radial
maupun bobot biomassa. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Chang dan Miles
(2004) yang menunjukkan bahwa glukosa menjadi sumber karbon utama bagi
banyak fungi pada media kultur sehingga pada media kultur kentang dekstrosa
(glukosa) pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. dan T. harzianum menjadi yang
terbaik.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa macam media tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan isolat
Botryodiplodia sp. dan T. harzianum pada media kultur yang mengandung
dekstrosa dan fruktosa. Hal tersebut diduga karena sumber karbon yang digunakan
masih dalam kelompok yang sama yaitu monosakarida yang merupakan gula
sederhana. Pada metabolisme fungi terdapat proses untuk memproduksi energi
yang dimulai dari proses pembongkaran glukosa atau biasa disebut proses
glikolisis. Proses glikolisis didefinisikan sebagai proses perubahan satu molekul
glukosa menjadi dua molekul piruvat. Dalam penelitian ini media yang digunakan
memiliki sumber karbon yang berasal dari dekstrosa (glukosa) dan fruktosa.
Dalam Ngili (2009) tidak semua kelompok monosakarida memiliki cara
pemasukan langsung ke dalam jalur glikolisis seperti galaktosa yang harus diubah
terlebih dahulu menjadi glukosa. Tetapi untuk yang lainnya tersedia urutan
alternatif reaksi. Suatu jalur alternatif tersedia untuk metabolisme fruktosa, selain
dari konversi langsung menjadi fruktosa 6-fosfat oleh enzim heksokinase. Jalur ini
melibatkan konversi fruktosa oleh fruktokinase menjadi fruktosa 1-fosfat, yang
kemudian dipotong oleh reaksi fruktosa 1-fosfat aldolase menjadi
dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehid. Gliseraldehid kemudian di fosforilasi
oleh gliseraldehid kinase untuk memberikan gliseraldehid 3-fosfat. Dengan
demikian fruktosa diubah menjadi dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehid 3fosfat, yakni dua intermediet C3 pada jalur glikolisis. Hal tersebut diduga yang
menyebabkan media yang mengandung glukosa (dekstrosa) dan fruktosa tidak
berbeda nyata terhadap pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. dan T. harzianum.

16
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Langsung
Pengamatan penghambatan isolat Botryodiplodia sp. dilakukan dengan
masa inkubasi 7 hari setelah isolasi. Efek penghambatan T. harzianum dengan
metode langsung yaitu dengan menambahkan potongan isolat antagonis T.
harzianum pada cawan petri yang berisi potongan isolat patogen Botryodiplodia
sp. ( metode biakan ganda) dengan menggunakan media kultur padat yaitu PDA
dan PFA.
Hasil analisis ragam menggunakan RAL in time menunjukkan bahwa
penghambatan tertinggi yang dihasilkan pada media PDA maupun PFA terjadi
pada jam ke-96 setelah isolasi (Tabel 1 dan Tabel 2). Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Harjono dan Widyastuti (2001) yang menyebutkan bahwa aktivitas
enzim glukanase akan terus meningkat sampai hari ke-5 pada Trichoderma reesei.
Oleh karena itulah persen penghambatan tertinggi dalam penelitian ini terjadi
pada saat T. harzianum memiliki aktivitas enzim glukanase sebagai pengurai
dinding sel patogen tertinggi yaitu pada jam ke-96 setelah isolasi (hari ke-4).
Enzim glukanase yang memiliki kemampuan anti patogen memiliki substrat yang
terdiri dari kitin dan glukan yang merupakan komponen utama penyusun dinding
sel fungi patogen, sehingga enzim tersebut sangat berperan dalam menghambat
pertumbuhan fungi patogen (Widyastuti 2007).
Hasil pengamatan menunjukkan persen penghambatan yang dihasilkan T.
harzianum terhadap Botryodiplodia sp. yaitu 72.59% dalam media PDA dan
71.85% dalam media PFA. Penghambatan Botryodiplodia sp. disebabkan oleh T.
harzianum yang tumbuh bersama dalam cawan konfrontasi. Menurut Soesanto
(2008) T. harzianum memiliki hifa yang dapat melilit atau membelit jamur
patogen tanaman. Komponen penting dinding sel sebagian besar fungi patogen
adalah kitin dan glukan (Gandjar et al. 2006). Widyastuti (2007) menyebutkan
bahwa Trichoderma spp. memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim
pengurai dinding sel yaitu glukanase, selulase dan kitinase. Oleh karena itu, T.
harzianum mampu menghambat pertumbuhan Botryodiplodia sp. sebagai fungi
patogen melalui mekanisme penguraian dinding sel tersebut.
Persen penghambatan yang lebih besar pada media PDA yang dihasilkan T.
harzianum terhadap Botryodiplodia sp., dapat dilihat dari pertumbuhan miselium
pada perlakuan kontrol T. harzianum dalam media PDA yang lebih baik jika
dibandingkan dengan perlakuan kontrol T. harzianum pada media PFA. Media
yang mendukung pertumbuhan fungi antagonis dalam hal ini adalah PDA yang
diduga membuat persen penghambatan yang dihasilkan tinggi terhadap fungi
patogen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Castro et al. (2009)
bahwa Trichoderma sp. memiliki pertumbuhan terbaik pada media yang
mengandung glukosa.
Soesanto (2008) menyebutkan bahwa nutrisi merupakan salah satu faktor
yang memengaruhi mikoparasitisme. Rhizoctonia solani sangat diparasit oleh
Talaromyces flavus ketika ditumbuhkan pada media PDA yang mengandung
dekstrosa dengan konsentrasi yang relatif tinggi (20 g). Parasitisme tidak ada
artinya jika inang yang ditumbuhkan pada media PDA dengan konsentrasi 10 g
dekstrosa per liter. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat dekstrosa,
semakin naik keberadaan mikoparasit melalui peningkatan kepekaan inangnya.
Penghambatan Botryodiplodia sp. oleh T. harzianum dalam penelitian ini
bersifat mikoparasitisme. Widyastuti (2007) menyebutkan bahwa mekanisme

17
penghambatan bersifat mikoparasitisme dapat dilihat dengan tidak adanya zona
jernih (antibiosis) dalam cawan petri pada penghambatan Botryodiplodia sp.
dengan metode langsung (dibuktikan pada Gambar 7).
Soesanto (2008) menyebutkan bahwa mikoparasitisme merupakan
fenomena suatu fungi memarasit fungi lain pada taksonomi yang berbeda dengan
melibatkan mekanisme penggabungan fisik. Empat tahap yang dibedakan
berdasarkan kerja parasitisme di dalam mikoparasitisme yaitu pertumbuhan
kemototrof, pengenalan, pelekatan, dan penguraian dinding sel inang.
Tahap pertumbuhan kemototrof pada penelitian ini dapat dijelaskan melalui
mekanisme rangsangan kimia yang dihasilkan oleh Botryodiplodia sp. terhadap
pertumbuhan T. harzianum. Kemudian dilanjutkan pada tahap pengenalan yang
pada kebanyakan kasus bersifat spesifik antara satu jenis T. harzianum yang
bersifat antagonis terhadap fungi patogen tertentu (Chet dalam Widyastuti 2007)
dalam hal ini berarti terhadap fungi Botryodiplodia sp., kemudian pada tahap
selanjutnya yaitu pelekatan. Pada tahapan ini hifa T. harzianum dapat tumbuh
sepanjang hifa Botryodiplodia sp. atau membelit di sekeliling hifa tersebut dengan
atau tanpa penetrasi. Taju penetrasi dari T. harzianum terbentuk baik dari hifa
yang membelit atau dari hifa yang langsung kontak dengan miselium
Botryodiplodia sp.. Setelah proses pelekatan, kemudian dilanjutkan tahap terakhir
berupa penguraian dinding sel inang. Pada tahapan ini T. harzianum menghasilkan
enzim kitinase dan glukanase yang dapat menguraikan dinding sel Botryodiplodia
sp..
Penelitian yang dilakukan oleh Lorito et al. (1993) menunjukkan bahwa
enzim kitinase dan glukanase lah yang mempunyai peran kunci dalam mekanisme
mikoparasitisme. Enzim kitinase yang telah dimurnikan menunjukkan aktivitas
antifungi yang signifikan terhadap perkembangan fungi patogen.
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Padat
Efek penghambatan dengan metode tak langsung dilakukan dengan
menggunakan media kultur padat PDA dan PFA yang ditambahkan filtrat T.
harzianum pada setiap media yang akan ditumbuhkan Botryodiplodia sp..
Pengamatan dilakukan dengan masa inkubasi 7 hari, dengan mengamati persen
penghambatan pada setiap media.
Penghambatan oleh filtrat T. harzianum semakin meningkat sampai hari
ke-4 pada media PDA maupun PFA. Hal ini dibuktikan dari pertumbuhan
Botryodiplodia sp. yang tidak menujukkan penambahan diameter untuk
memenuhi cawan petri setelah hari ke-4 dimana filtrat T. harzianum ditambahakan.
Jika dibandingkan dengan pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada media PDA dan
PFA dalam kontrol, maka aktivitas serupa ditunjukkan, bahwa setelah hari ke-4
cawan petri telah dipenuhi oleh miselium Botryodiplodia sp. secara radial
sehingga tidak ada lagi penambahan diameter. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa terjadi penghambatan pertumbuhan Botryodiplodia sp. yang dihasilkan
karena penambahan filtrat T. harzianum karena diduga dalam filtrat T. harzianum
terkandung biochemist seperti antibiotik, toksin dan enzim (Soesanto 2008).
Persen penghambatan yang dihasilkan pada media PDA dan PFA berturutturut yaitu 79.24% dan 79.13% pada jam ke-60 setelah isolasi. Botryodiplodia sp.
yang tumbuh pada kedua media tersebut memiliki miselium yang tipis dan luasan

18
yang kecil. Kontrol T. harzianum yang ditumbuhkan pada media yang
mengandung dekstrosa memiliki pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan
media yang mengandung fruktosa. Filtrat T. harzianum yang ditambahkan pada
media PDA berasal dari isolat T. harzianum yang ditanamkan pada media PDB,
hal tersebut diduga menjadi penyebab tingginya persen penghambatan yang
dihasilkan filtrat T. harzianum terhadap Botryodiplodia sp. pada media yang
mengandung dekstrosa.
Penelitian yang dilakukan oleh Margino (2008) menunjukkan bahwa
antibiotik yang dihasilkan dari beberapa jamur dalam media yang mengandung
glukosa dapat meningkatkan produksi antibiotik (antifungi). Menurut Cheeptam
(1999) glukosa merupakan substrat penting dalam pertumbuhan dan biosintesis
penghasilan metabolit sekunder, termasuk antibiotik.
Mekanisme penghambatan dengan menggunakan filtrat T. harzianum pada
patogen disebabkan karena produksi antibiotik (Upadhyay dan Rai dalam Mishra
2010). Dalam mekanisme antibiosis, antibiotik sebagai biochemist yang
dikeluarkan oleh T. harzianum lah yang memengaruhi persen penghambatan yang
dihasilkan. Widyastuti (2007) menyebutkan bahwa Trichoderma spp.
mengandung antibiotik senyawa glioviridin dan trichodermin yang dapat
menghambat pertumbuhan fungi patogen. Senyawa lain yang dihasilkan oleh T.
harzianum yaitu furanon. Furanon adalah senyawa yang dihasilkan dalam jumlah
besar dalam medium tumbuh cair biakan T. harzianum, yang memperlihatkan
penghambatannya terhadap Fusarium oxysporum (Soesanto 2008).
Efek Penghambatan Trichoderma harzianum dengan Metode Tak Langsung
pada Media Kultur Cair
Filtrat T. harzianum yang ditambahkan pada media PDB dan PFB
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan miselia Botryodiplodia sp.. Secara
visual hasil miselia yang tumbuh pada media PDB dan PFB pada perlakuan
kontrol dan penambahan filtrat T. harzianum yang telah dioven selama 24 jam
dengan suhu 60° C dapat dilihat pada Gambar 11. Miselia yang terdapat pada
Gambar 11a merupakan hasil dari pertumbuhan Botryodiplodia sp. pada
perlakuan kontrol lebih besar dibandingkan dengan miselia Botryodiplodia sp.
dengan penambahan filtrat T. harzianum pada Gambar 11b. Menurut Gandjar et
al. (2006) menerangkan bahwa pertumbuhan miselia pada media cair biasanya
membentuk lapisan yang berada di bagian atas media yang biasanya berwarna
putih dan semakin lama menebal, sedangkan di bagian dalam media tumbuh
miselia vegetatif seperti akar-akar yang bercabang sehingga mempengaruhi warna
media menjadi lebih keruh.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa teknik perlakuan berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan Botryodiplodia sp. dalam media kultur cair PDB dan
PFB (Tabel 5), sedangkan macam media (PDB dan PFB) tidak mempengaruhi
pertumbuhan Botryodiplodia sp. meskipun hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini menunjukkan bahwa bobot Botryodiplodia sp. dalam media PDB
menunjukkan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan media PFB. Hasil
pengamatan ini, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Achmad dan Eny
(2009), bahwa macam media (PDB dan PSB (Potatos Sucrose Broth)) tidak
memengaruhi pertumbuhan biomassa Fusarium oxysporum. Selain itu hasil
penelitian Zhao et al. (2010) menunjukkan hal yang sama dengan penelitian

19
Achmad dan Eny (2009) bahwa macam media (PDB dan PSB) tidak berpengaruh
nyata