Keefektifan Kitosan Dalam Mengendalikan Botryodiplodia Theobromae Pat. Penyebab Mati Pucuk Pada Bibit Jabon (Anthocephalus Cadamba (Roxb) Miq)

KEEFEKTIFAN KITOSAN DALAM MENGENDALIKAN
Botryodiplodia theobromae Pat. PENYEBAB MATI PUCUK
PADA BIBIT JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq)

DESI NURAFIDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Kitosan dalam
Mengendalikan Botryodiplodia theobromae Pat. Penyebab Mati Pucuk pada Bibit
Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Desi Nurafida
NIM E451140286

RINGKASAN
DESI NURAFIDA. Keefektifan Kitosan dalam Mengendalikan Botryodiplodia
theobromae Pat. Penyebab Mati Pucuk pada Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba
(Roxb.) Miq). Dibimbing oleh ACHMAD dan SYAMSUL FALAH.
Penyakit mati pucuk pada bibit jabon (Anthocephalus cadamba) oleh
cendawan Botryodiplodia theobromae menyebabkan terhambatnya regenerasi
tanaman ini. Usaha pengendalian yang banyak dilakukan saat ini yaitu dengan
menggunakan fungisida sintetis. Tetapi penggunaanya menimbulkan masalah
dengan meninggalkan residu bagi lingkungan dan menyebabkan resistensi patogen.
Kitosan merupakan senyawa alami yang potensial sebagai alternatif untuk
mengendalikan serangan penyakit pada tanaman. Senyawa ini memiliki sifat
biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya biorenewable, biodegradable, dan
biofunctional sehingga aman untuk lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji efektivitas kitosan dalam mengendalikan B. theobromae penyebab mati
pucuk pada bibit jabon dan menguji pengaruh viskositas kitosan dalam

mengendalikan mati pucuk pada bibit jabon.
Penelitian ini menggunakan kitosan dari cangkang udang yang di larutkan
dengan asam asetat 1.5% dan lakukan uji viskositas menggunakan Viskometer
Brookfielt. Uji efektivitas larutan kitosan dalam mengendalikan mati pucuk pada
bibit jabon dilakukan secara in-vivo. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu
rancangan dua faktor dalam rancangan acak lengkap (Faktorial RAL) dengan faktor
waktu penyemprotan dan konsentrasi larutan kitosan. Waktu penyemprotan larutan
kitosan dilakukan satu hari sebelum inokulasi dan satu hari setelah inokulasi
sedangkan konsentrasi larutan kitosan yang digunakan yaitu 0.0%, 0.1%, 0.3%,
0.5%, 0.8%, dan 1.0%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan kitosan dapat mengurangi
tingkat keparahan penyakit pada bibit jabon yang diduga karena larutan kitosan
memiliki gugus amin bermuatan positif yang dapat berikatan dengan bahan dinding
sel yang bermuatan negatif sehingga terjadi kebocoran pada sel patogen. Berbeda
pada parameter tingkat kejadian penyakit yang diamati, larutan kitosan tidak
memberikan pengaruh nyata karena B. theobromae mampu menimbulkan gejala
mati pucuk pada seluruh bibit jabon. Konsentrasi dan waktu penyemprotan larutan
kitosan berpengaruh nyata terhadap tingkat keparahan penyakit (P
50% bagian tanaman mengalami nekrosis, (f) 5 = tanaman mati. Tanda
panah menunjukkan gejala pada bibit jabon

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan dua faktor dalam Faktorial
Rancangan Acak Lengkap (Faktorial RAL) dengan 5 ulangan. Faktor pertama
adalah waktu penyemprotan, yang terdiri atas dua taraf yaitu, sebelum inokulasi
(T0) dan setelah inokulasi (T1). Faktor kedua adalah konsentrasi larutan kitosan
yang terdiri atas enam taraf 0.0% (K00), 0.1% (K01), 0,3% (K03), 0.5% (K05),
0.8% (K08), dan 1% (K10) (b/v). Sampel ditempatkan di dalam rumah kaca dan
dilakukan pengacakan sesuai dengan rancangan.
Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan
Sumertajaya 2002):
Yijk =  + αi + βj + (αβ)ij + ijk
keterangan:
Yijk
= respon dari faktor waktu penyemprotan ke-i, faktor konsentrasi larutan
kitosan ke-j, serta ulangan ke-k
µ
= rataan umum
αi
= pengaruh faktor waktu penyemprotan ke-i
βj

= pengaruh faktor konsentrasi larutan kitosan ke-j
αβij
= pengaruh interaksi faktor waktu penyemprotan ke-i dan factor
konsentrasi larutan kitosan ke-j
ijk
= galat dari faktor waktu penyemprotan ke-i, faktor konsentrasi larutan
kitosan ke-j serta ulangan ke-k

13
Hasil uji efektivitas larutan kitosan dalam menghambat pertumbuhan B.
theobromae dianalisis dengan selang kepercayaan 95% menggunakan software
SAS 9.3.1. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Karakter Makroskopis dan Mikroskopis Isolat B. theobromae
Koloni B. theobromae muda mula-mula berwarna putih kemudian akan
berubah warna menjadi abu-abu kehitaman setelah umur 3–4 minggu setelah isolasi

(Gambar 6a). Miselia B.theobromae yang diamati memiliki sekat dan berdiameter
±4.7 µm (Gambar 6b), sedangkan konidianya berukuran 20–30 µm. Konidia muda
B. theobromae berwarna hialin dan konidia tuanya berwarna hitam dan memiliki
sekat melintang (Gambar 6c).

Sumber Gambar 1(a,b): Nurafida (2014); 1(c): Aisah (2014)

Gambar 6 Pengamatan B. theobromae (a) koloni B. theobromae., (b) miselia B.
theobromae, dan (c) konidia B. theobromae
Gejala Mati Pucuk pada Bibit Jabon Oleh Cendawan B. theobromae
B. theobromae menyebabkan mati pucuk pada bibit jabon. Bagian bibit yang
terserang akan mengalami nekrosis atau kematian jaringan sehingga berubah warna
menjadi coklat kehitaman. Gejala yang berkembang pada bagian batang akan
menyebabkan batang mengering dan tidak mampu menopang bagian diatasnya,
selanjutnya bibit akan mengalami kematian (Gambar 7).

14

Gambar 7 Gejala mati pucuk pada bibit jabon. (a) bibit sehat, (b,c,d) bibit terinfeksi
B. theobromae

Virulensi B.theobromae
Isolat B.theobromae yang akan digunakan untuk uji efektivitas kitosan
terlebih dulu dilakukan uji virulensi patogen pada bibit jabon. Hasil uji virulensi
tersebut menunjukkan bahwa isolat yang digunakan dapat menimbulkan gejala
mulai hari pertama setelah isolasi yaitu sebesar 2.00% dan menyebabkan kematian
pada hari ke-10 setelah isolasi (Gambar 8).
120,00

% kerusakan

100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
1

2


3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14

hari ke-

Gambar 8 Virulensi B.theobromae terhadap bibit jabon


Gambar 9 Uji virulensi B. theobromae pada bibit jabon. (a) kondisi bibit sebelum
inokulasi, (b) 5 HSI, (c) 10 HSI

15
Viskositas dan Bobot Molekul
Pengukuran viskositas larutan kitosan menunjukkan bahwa konsentrasi
larutan kitosan berbanding lurus dengan nilai viskositasnya, sehingga semakin
pekat larutan kitosan maka viskositasnya semakin tinggi.
Tabel 2 Viskositas larutan kitosan dan bobot molekul
Konsentrasi (%) (b/v)
0.00
0.10
0.30
0.50
0.80
1.00

ηr (cP)
2.82
4.80

6.48
9.06
13.26
15.30

ηsp
1.82
3.80
5.48
8.06
12.26
14.30

BM (kDa)
20.6

Nilai yang diperoleh dalam pengukuran merupakan viskositas relatif (ηr)
kemudian di konversi menjadi viskositas spesifik (ηsp) dapat dilihat pada tebel 2.
Bobot molekul kitosan diperoleh dengan persamaan Mark-Houwink menggunakan
viskositas intrinsik (η) yang telah diketahui pada sertifikat analisis kitosan yang

digunakan. Hasil perhitungan BM disajikan pada tabel 2.
Efektivitas Kitosan terhadap Pengendalian Mati Pucuk Bibit Jabon oleh
Cendawan Botryodiplodia sp. secara In-Vivo
Konsentrasi larutan kitosan berpengaruh terhadap keparahan penyakit mati
pucuk pada bibit jabon. Konsentrasi terbaik dalam menghambat perkembangan
serangan adalah 0.1% dengan keparahan penyakit sebesar 7.90%. Besarnya
konsentrasi kitosan tidak selalu berbanding lurus dengan penghambatan serangan
B. theobromae pada bibit jabon (Tabel 3).
Tabel 3 Pengaruh konsentrasi larutan kitosan terhadap besar serangan
B.theobromae pada bibit jabon
Konsentrasi (%) (b/v)
0.00
0.10
0.30
0.50
0.80
1.00

ηsp
1.82

3.80
5.48
8.06
12.26
14.30

Keparahan penyakit (%)
75.20a
7.90c
23.70c
29.10bc
51.00ab
57.30a

Waktu penyemprotan larutan kitosan memiliki pengaruh nyata terhadap
besar serangan B.theobromae pada bibit jabon. Waktu pemyemprotan yang efektif
yaitu sebelum dilakukan inokulasi B. theobromae pada bibit jabon dengan
keparahan penyakit sebesar 31.10% jika dibandingkan dengan waktu penyemprotan
larutan kitosan setelah inokulasi sebesar 50.30% (Tabel 4).
Tabel 4 Pengaruh waktu penyemprotan terhadap besar keparahan penyakit
B.theobromae pada bibit jabon
Waktu Penyemprotan
Sebelum inokulasi
Setelah inokulasi

Keparahan Penyakit (%)
31.10a
50.30b

16
Tabel 5 Kejadian dan keparahan penyakit
Perlakuan
T0K00
T0K01
T0K03
T0K05
T0K08
T0K10
T1K00
T1K01
T1K03
T1K05
T1K08
T1K10

KjP (%)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

KpP (%)
80a
25e
25e
40de
50cde
60abcd
80a
30de
55abcd
45bcde
70abc
75abc

keterangan: (T0) waktu penyemprotan sebelum inokulasi, (T1) waktu penyemprotan setelah
inokulasi, dan (K) konsentrasi larutan kitosan.

Waktu penyemprotan dan konsentrasi larutan kitosan berpengaruh nyata
terhadap persen keparahan penyakit, akan tetapi keduaanya tidak memiliki interaksi
dalam melakukan penghambatan pertumbuhan B.theobromae dalam menyerang
bibit jabon. Berbeda halnya dengan tingkat kejadian penyakit, kedua faktor tidak
memiliki pengaruh nyata.
Tingkat keparahan penyakit tertinggi terjadi pada bibit jabon yang tidak
diberi larutan kitosan (T0K00 dan T1K00) yaitu sebesar 80%. Perlakuan paling
efektif yaitu penyemprotan larutan kitosan sebelum inokulasi dengan konsentrasi
0.1% dan 0.3% dengan tingkat keparahan penyakit sebesar 25%. Hasil pengukuran
keparahan penyakit disajikan pada Tabel 5.

Pembahasan
Karakter Makroskopis dan Mikroskopis Isolat B. theobromae
Koloni B. theobromae mula-mula berwarna putih kemudian akan berubah
warna menjadi abu-abu kehitaman setelah umur 3–4 minggu setelah isolasi
(Gambar 6a). Miselia Botryodiplodia sp. yang diamati memiliki sekat dan
berdiameter ±4.7 µm (Gambar 6b), sedangkan konidianya berukuran 20–30 µm.
Konidia muda Botryodiplodia sp. berwarna hialin sedangkan konidia tuanya
berwarna hitam dan memiliki sekat melintang (Gambar 6c) (Nurafida 2014).
Piknidia B. theobromae tidak ditemukan setelah 1 bulan masa inkubasi
(Nurafida 2014 dan Yanti 2014). Menurut Kunz (2007), perkembangan piknidia
Botryodiplodia spp. pada media buatan bersifat jarang dan membutuhkan waktu
yang lama. Aisah (2014) berhasil menemukan piknidia berwarna hitam bulat dan
dapat dilihat secara langsung yang tumbuh setelah 21 hari inkubasi.
Gejala Mati Pucuk pada Bibit Jabon oleh Cendawan B. theobromae
Bibit jabon yang terinfeksi penyakit mati pucuk memiliki gejala nekrosis.
Bagian tanaman yang terserang akan mengering dan berwarna coklat. Gejala yang
berkembang pada batang menyebabkan batang lemah dan tidak dapat menopang
bagian atas tanaman (Gambar 7c). Selain nekrosis gejala mati pucuk juga dapat

17
diawali dengan layu dan mengerutnya bagian batang (Aisah 2014). Gejala mati
pucuk pada daun juga menimbulkan nekrosis dan daun menggulung. Daun yang
terserang lebih lanjut akan mengering secara menyeluruh bahkan beberapa terlepas
dari bagian tanaman.
Infeksi yang diawali dari batang akan berkembang menuju bagaian atas
hingga ke pucuk selanjutnya berkembang ke bagian bawah hingga ke pangkal. Hal
ini terjadi karena batang bagian atas masih sekulen sehingga lebih mudah terserang
dibandingkan dengan batang bagian bawah (Aisah 2014). Gejala penyakit akan
terhambat atau berhenti pada bagian batang yang telah mengeras, sehingga bibit yang
telah memiliki batang cukup keras terkadang masih bisa bertahan hidup dengan cara
menghasilkan tunas baru. Bibit jabon yang terinfeksi cendawan B. theobromae
secara berkelanjutan dapat mengalami kematian (Gambar 7d). Kematian bibit jabon
terjadi dengan mengering atau membusuknya seluruh bagian tanaman. Pembusukan
batang pada bibit jabon putih, menunjukkan bahwa patogen B. theobromae telah
merusak pada jaringan epidermis, korteks, dan stele (Yanti 2014).
Virulensi B. theobromae
Uji virulensi dilakukan dengan menginokulasikan cendawan pada bibit
jabon. Hasil uji virulensi tersebut menunjukkan bahwa isolat yang digunakan dapat
menimbulkan gejala mulai hari pertama setelah inokulasi yaitu sebesar 2.0% dan
menyebabkan kematian pada hari ke-10 setelah inokulasi (Gambar 8). Hasil ini
menunjukkan bahwa isolat yang digunakan masih cukup virulen atau mampu
menimbulkan gejala pada tanaman inang sehingga dapat digunakan untuk
penelitian. Selain itu, isolat ini juga belum mengalami penurunan virulensi karena
pada mulanya isolat yang diperoleh juga telah dilakukan uji virulensi oleh Winara
(2014) dengan hasil yang sama.
Viskositas dan Bobot Molekul
Viskositas suatu fluida merupakan daya hambat yang disebabkan oleh
gesekan antara molekul-molekul cairan, yang mampu menahan aliran fluida
sehingga dapat dinyatakan sebagai indikator tingkat kekentalannya (Warsito et al.
2010). Semakin besar nilai viskositas suatu fluida maka semakin sulit fluida
tersebut untuk mengalir dan bergerak. Nilai viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi
larutan (Yulina 2011), sehingga secara bersama viskositas dan konsentrasi larutan
berpengaruh terhadap daya hambat pertumbuhan penyakit mati pucuk pada bibit
jabon.
Hasil pengukuran viskositas larutan kitosan menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan kitosan maka nilai viskositasnya meningkat (Tabel 2).
Prisma et al. (2014) menyatakan bahwa viskositas larutan berbanding lurus secara
eksponensial dengan konsentrasi larutan itu sendiri. Hal ini berarti konsentrasi
larutan kitosan rendah lebih encer dan mudah bergerak, sedangkan konsentrasi
larutan kitosan tinggi lebih kental dan sulit bergerak.
Aktivitas antijamur kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bobot
molekul, derajat deasetilasi, dan pH kitosan (Li et al. 2008). Penelitian mengenai
pengaruh bobot molekul kitosan terhadap aktivitas antijamur kitosan banyak
dilaporkan. Hasil penelitian Li et al. (2008) mengenai pengaruh beberapa bobot
molekul kitosan terhadap aktivitas antijamur menunjukkan bakwa berat molekul
rendah paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Aspergillus niger. Bobot

18
molekul kitosan yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu 50, 140, 200, 800,
dan 1 000 kDa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah
bobot molekul maka semakin kuat daya hambat terhadap pertumbuhan A. niger.
Kitosan dengan bobo