Persepsi, Sikap dan Tindakan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan.

PERSEPSI, SIKAP DAN TINDAKAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
POLA KEMITRAAN (STUDI KASUS KELOMPOK TANI RIMBA
LESTARI DAN KELOMPOK TANI SEJAHTERA TANI,
KABUPATEN BOGOR)

MUHAMAD FAJAR

DEPARTEMEN MANEJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi, Sikap dan
Tindakan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan adalah benar-benar hasil
karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2015


Muhamad Fajar
NIM E14110100

ABSTRAK
MUHAMAD FAJAR. Persepsi, Sikap dan Tindakan Pengelolaan Hutan
Rakyat Pola Kemitraan. Dibimbing oleh YULIUS HERO.
Hutan rakyat saat ini sudah menjadi usaha yang menguntungkan. Usaha
hutan rakyat ini salah satunya dalam bentuk pola kemitraan. Pola kemitraan ini
bukan hanya menguntungkan bagi investor tetapi juga menguntungkan bagi pemilik
lahan dan petani hutan rakyat. Selain itu adanya peluang pemanfaatan lahan kosong
dan tidak produktif untuk usaha kemitraan diharapkan memberikan hasil ekonomi,
sosial, dan ekologi yang besar untuk masyarakat setempat dan pelaku yang terlibat
dalam usaha ini. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi, sikap dan
tindakan masyarakat terhadap usaha hutan rakyat dengan pola kemitraan. Metode
penelitian yang digunakan adalahah Analisis Behavior dan Analisis Regresi Linier
Berganda. Analisis Behavior (perilaku) digunakan untuk mengetahui Persepsi,
Sikap, dan Tindakan masyarakat terhadap usaha hutan rakyat pola kemitraan. Dari
hasil tabel diketahui nilai R2 = 0.638 yang dapat diartikan bahwa sebesar 0.638
(63.80%) sumbangan variabel persepsi dan sikap dapat menjelaskan variabel

tindakan, sedangkan sisanya sebesar 36.20% (0.638 – 1 x 100) dipengaruhi atau
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Kata kunci : Hutan rakyat, Kemitraan, Persepsi, Tindakan, Sikap.
ABSTRACT
MUHAMAD FAJAR. Persepsi, Sikap dan Tindakan Pengelolaan Hutan
Rakyat Pola Kemitraan. Supervised by YULIUS HERO.
Now aday, the public forest has become beneficial business, one exception
with partnership pattern. This partnership patternis not only profitable for investors
but also profitable for the land owner and workers of public forest.Furthermore,
with existence of opportunies from utilization of empty land and not productive in
partnership pattern hopefully can give highly income on economy, social and
ecology for locally peoples and investors are involved in this business. The
objectives of this research is for knowing public people’s perception, attitude and
behaviour on business public forest with partnership pattern. The methodology used
behavior analysis and linear regression analysis double Behavior analysis (
behavior ) used to know the perception , the attitude of , and the behavior of the
community for forest business partnership pattern of the people. From the results of
table known the value of R2 = 0.638 which means that amounted to 0.638 (63.80%)
contribution perception and attitude variables may explain the variable action, while
the remaining 36.20% (from 0.638 to 1 x 100) are affected or explained by other

variables which are not included in this research model.
Key word: Comunnity forest, partnerships, perception, behavior attitude.

PERSEPSI, SIKAP DAN TINDAKAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
POLA KEMITRAAN (STUDI KASUS KELOMPOK TANI RIMBA
LESTARI DAN KELOMPOK TANI SEJAHTERA TANI,
KABUPATEN BOGOR)

MUHAMAD FAJAR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manejemen Hutan

DEPARTEMEN MANEJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015


PRAKATA
Segala puji untuk Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan limpahan
nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Persepsi,
Sikap dan Tindakan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2014. Skripsi ini
memberikan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan
rakyat dengan pola kemitraan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua, Kakak, Adik serta seluruh Keluarga atas segala do’a dan
dukungannya.
2. Dr. Ir. Yulius Hero, M.Sc. atas bimbingan dan arahan serta saran yang telah
diberikan selama ini.
3. Kelompok Tani Rimba Lestari Cengal dan Kelompok Tani Sejahtera Tani
Cibunian atas sarana dan prasarana yang disediakan, sehingga penelitian ini
dapat terlaksana dengan baik.
4. Pemerintah Desa Cengal dan Desa Cibunian atas sarana dan prasarana yang
disediakan, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk

semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2015

Muhamad Fajar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Kemitraan
Kelembagaan
Persepsi
Sikap

Tindakan
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat Sumber Data
Metode Pengambilan Responden
Metode Pengambilan Data
Analisis Data
PROFIL KELOMPOK TANI DAN KEADAAN LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kelompok Tani
Kelompok Tani Rimba Lestari (Cengal)
Kelompok Tani Sejahtera Tani (Cibunian)
Letak dan Luas Kelompok Tani
Iklim dan Hidrologi
Kondisi Hutan
Pola Kemitraan dengan Masyarakat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Behavior (Perilaku)
Persepsi
Sikap

Tindakan
Analisis Regresi Linier Berganda
SIMPULAN DAN SARAN
simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
4
5

7
8
9
9
10
10
10
12
12
13
13
13
13
14
15
16
16
16
17
17

19
22
25
29
31
31
32
32
34
37

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi data persepsi sikap dan perilaku
2 Jawaban responden terhadap pertanyaan pertama persepsi
3 Jawaban responden terhadap pertanyaan kedua persepsi
4 Jawaban responden terhadap pertanyaan ketiga persepsi
5 Jawaban responden terhadap pertanyaan keempat persepsi
6 Jawaban responden terhadap pertanyaan pertama sikap
7 Jawaban responden terhadap pertanyaan kedua sikap

8 Jawaban responden terhadap pertanyaan ketiga sikap
9 Jawaban responden terhadap pertanyaan keempat sikap
10 Jawaban responden terhadap pertanyaan pertama perilaku
11 Jawaban responden terhadap pertanyaan kedua perilaku
12 Jawaban responden terhadap pertanyaan ketiga perilaku
13 Jawaban responden terhadap pertanyaan keempat perilaku
14 Uji regresi parsial
15 Uji regresi simultan ANOVA
16 Uji regresi parsial (uji t)
17 Analisa koefisien determinansi

17
20
20
21
21
23
23
24
24

25
26
27
27
29
29
30
31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran
2 Struktur organisasi kelompok tani Rimba Lestari (Cengal)
3 Struktur organisasi kelompok tani Sejahtera Tani (Cibunian)
4 Grafik pertanyaan persepsi
5 Grafik pertanyaan sikap
6 Grafik pertanyaan perilaku

10
14
15
22
25
28

DAFTAR LAMPIRAN

1
2

Kuisioner penelitian
Lampiran. foto-foto penelitian

34
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan usaha hutan rakyat di Kabupaten Bogor khususnya wilayah
Bogor Barat saat ini mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu usaha hutan
rakyat yang banyak diminati saat ini adalah usaha hutan rakyat kerjasama kemitraan
baik melalui dana perorangan maupun melalui dana (Corporate Social
Responsibility) CSR. Hal ini tentu saja memberikan dampak yang menguntungkan
untuk petani dalam hal pendapatan dan pemodal dalam hal keuntungan yang
didapatkan. Menurut Hardjanto et al. (2015) usaha hutan rakyat energi di wilayah
Bogor Barat meningkatkan pendapatan dan memberikan kontribusi terhadap
penanggulangan kemis kinan masyarakat sebesar 10 persen dan serapan tenaga
kerja sebesar 12.7 persen.
Permintaan kayu saat ini diwilayah Bogor Barat mengalami peningkatan
yang pesat, hal ini bisa dilihat dari banyaknya tempat penggergajian kayu (saw
mailing) baik untuk industri kecil seperti kayu gergajian dan kayu bakar maupun
untuk industri besar seperti mebel dan lain-lain. Bentuk kerjasama kemitraan usaha
hutan rakyat selain berdampak pada petani hutan rakyat dalam hal pendapatan,
secara tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat yang ada disekitar
hutan rakyat. Karena keberhasilan usaha hutan rakyat melalui kerjasama kemitraan
ini sangat besar manfaatnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat dan pelaku yang terlibat dalam usaha ini. Hal ini mendorong masyarakat
yang mempunyai lahan untuk ikut serta dalam usaha hutan rakyat melalui
kerjasama kemitraan. Selain itu adanya peluang pemanfaatan lahan kosong dan
tidak produktif untuk usaha kemitraan diharapkan memberikan hasil ekonomi,
sosial, dan ekologi yang besar untuk masyarakat setempat dan pelaku yang terlibat
dalam usaha ini.
Menurut Hardjanto et al. (2015) usaha hutan rakyat di lahan kering wilayah
Bogor Barat lebih dipilih masyarakat setempat dibanding tanaman buah karena
beberapa faktor, yaitu: biaya usaha murah, pemeliharaan mudah, harga jual yang
baik, dan tidak banyak hama penyakit. Beberapa faktor yang menguntungkan
tersebut mendorong adanya minat masyarakat untuk terlibat dalam usaha hutan
rakyat kerjasama kemitraan. Pelaku kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat ini,
antara lain: petani, pemodal (investor), dan pemilik lahan. Petani adalah masyarakat
setempat yang umumnya tidak memiliki lahan dan berperan memberikan tenaga
(waktu kerja) dalam menjalankan usaha hutan rakyat. Pemodal (investor) adalah
pemilik modal yang umumnya berasal dari luar desa setempat dengan
menggunakan modal desa atau modal pinjaman dari program pemerintah; pemodal
berperan dalam memberikan modal atau biaya untuk menjalankan usaha hutan
rakyat. Pemilik lahan adalah pemilik lahan di desa setempat berupa tanah negara
(eks Hak Guna Usaha, milik desa, kawasan hutan) dan tanah milik penduduk luar
desa atau lahan milik perusahaan. Kerjasama kemitraan ini diikat dengan kontrak
kerjasama yang formal dan umumnya kerjasama kemitraan yang non-formal.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi, sikap dan tindakan
masyarakat terhadap usaha hutan rakyat dengan pola kemitraan di Kelompok Tani
Rimba Lestari dan Kelompok Tani Sejahtera Tani, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap kelompok
tani dan Dinas Kehutanan daerah setempat khususnya sebagai informasi dalam
pengembangan dan implementasi kemitraan usaha hutan rakyat dengan pola
kemitraan di masa yang akan datangdan untuk memberikan nilai tambah kelompok
tani kepada semua stakeholder.

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Pengertian Hutan Rakyat
Menurut UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, berdasarkan
kepemilikannya hutan dibedakan menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan
negara adalah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh diatas lahan yang tidak
dibebani oleh hak milik, sedangkan hutan hak adalah hutan yang tumbuh diatas
lahan yang dibebani oleh hak atas tanah, yang biasa disebut hutan rakyat.
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik
petani secara perseorangan, maupun bersama-sama atau badan hukum. Dalam
Permenhut Nomor P.03/MENHUT-V/2004 tanggal 22 Juli 2004 dikemukakan
bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik
maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0.25 ha, penutupan tajuk
tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.
Tujuan Hutan Rakyat
Pembuatan hutan rakyat dimaksudkan untuk merehabilitasi dan
meningkatkan produktivitas lahan, serta kelestarian sumberdaya alam agar dapat
memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada pemiliknya, sehingga
kesejahteraan hidupnya meningkat. Tujuan pembangunan hutan rakyat (Materi
Penyuluhan Kehutanan I, 1996) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan terutama petani di
daerah kritis.
2. Memanfaatkan secara optimal dan lestari lahan yang tidak produktif untuk
usaha tani tanaman pangan.
3. Meningkatkan produksi kayu bakar untuk mengatasi kekurangan energi dan
kekurangan kayu perkakas.
4. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang diperlukan masyarakat.

5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang
berada di kawasan perlindungan di daerah-daerah hulu suatu DAS.
Adapun sasaran lokasi pembangunan hutan rakyat adalah sebagai berikut :
1. Areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing dengan
kelerengan lebih dari 50%.
2. Areal kritis yang diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan pertanian
tanaman semusim.
3. Areal kritis yang karena pertimbangan khusus, seperti untuk perlindungan mata
air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman
tahunan.
4. Lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan
bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim.
Pengelolaan hutan rakyat selalu memperhatikan berbagai aspek, sebagai berikut :
1. Aspek Bisnis dan Sosial
Aspek bisnis dan sosial menyangkut masalah-masalah ekonomi, organisasi,
administrasi, akuntansi, statistik, hukum, dan pemasaran hasil.
2. Aspek Teknologi
Aspek teknologi menyangkut masalah-masalah sistem silvikultur, teknologi
ukur kayu, eksploitasi, teknologi hasil hutan, satwa liar, rekreasi dan teknik
sipil. Untuk itulah banyak diperlukan pengkayaan ide untuk terciptanya sistem
pengaturan hasil hutan yang sesuai dengan pola dan kondisi pengelolaan hutan
rakyat.
Pengelolaan Hutan Rakyat
Pengelolaan hutan rakyat di satu sisi memang menunjukkan potensi hasil
hutan kayu dan non kayu yang besar, peningkatan nilai ekologis kawasan, dan
peningkatan pendapatan masyarakat pengelola hutan (Haeruman et al. 1990).
Namun, pada kenyataannya nilai jual kayu di masyarakat masih sangat rendah. Hal
ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah keberadaan tengkulak atau
pengepul dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap harga jual kayu yang sangat
mempengaruhi nilai jual kayu. Pengelolaan hutan rakyat merupakan proses yang
sangat kompleks dan terencana mulai dari perencanaan, pembinaan hutan, sampai
dengan proses produksi. Pada umumnya hutan rakyat tidak berwujud suatu kawasan
hutan yang murni dan kompak, melainkan berdiri bersama-sama dengan
penggunaan lahan yang lain, seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan,
rumput pakan ternak atau dengan tanaman pangan lainnya yang biasanya disebut
sebagai pola agroforestry (Kurniatun et al. 2003).Diperlukan suatu sistem
pengaturan hasil hutan rakyat yang sesuai, dengan menitikberatkan pada
pengelolaan pohon, bukan pada pengelolaan kawasan. Selain itu, tidak menuntut
persyaratan yang tinggi terhadap tercapainya umur masak tebang (umur daur),
bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan, serta menjamin terlaksananya
kelestarian pendapatan petani, dan kelestarian sumberdaya hutan tersebut.
Departemen Kehutanan (1999) menyebutkan bahwa keberhasilan
pengembangan hutan rakyat sangat tergantung pada beberapa faktor, sebagai
berikut:
1. Tujuan pengembangan hutan rakyat yang jelas.
2. Lokasi dan luas unit usaha hutan rakyat.

3.
4.
5.
6.

Pemilihan jenis yang di tanam.
Sistem penanaman, pemeliharaan, dan pengelolaan.
Produksi tahunan yang terencana.
Investasi yang tersedia dan keterkaitan dengan industri pengelolaan kayu.

Kemitraan
Pengertian Kemitraan
Definisi kemitraan menurut beberapa ahli, antara lain: menurut Hafsah
(2000) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat atau keuntungan bersama
sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling mengisi berdasarkan pada
kesepakatan. Konsep formal kemitraan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 9
tahun 1995: “Kemitraan adalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar yang disertai dengan pembinaan dan
pengembangan usaha yang berkelanjutan oleh usaha besar atau usaha menengah
dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan”. Maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “win-win solution
partnership”, di mana kedua pihak yang bermitra tidak ada yang dirugikan,
keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan melalui praktik kemitraan (Hafsah,
2000). Kemitraan usaha menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra karena
kemitraan bukanlah proses merger atau akuisisi. Kemitraan juga bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan, menjaga kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, mengurangi resiko usaha,
meningkatkan efisiensi, meningkatkan daya saing usaha serta menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri. Kemitraan diharapkan
dapat memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mendorong pemerataan
kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan
ekonomi regional (wilayah).
Pola Kemitraan
Jangka waktu kemitraan dibedakan menjadi tiga (Departemen Pertanian
1997), sebagai berikut:
1. Kemitraan Insidental
Bentuk kemitraan ini didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama dalam
jangka pendek dan dihentikan jika kegiatan tersebut telah selesai, dengan atau
tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja. Bentuk kemitraan seperti ini
biasanya ditemui dalam pengadaan input dan pemasaran usaha tani.
2. Kemitraan Jangka Menengah
Bentuk kemitraan ini didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam jangka
menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa perjanjian tertulis.
3. Kemitraan Jangka Panjang
Kemitraan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terusmenerus dalam skala besar dan dengan perjanjian tertulis. Misalnya adalah
kepemilikan perusahaan oleh petani atau koperasi.

Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian dalam Puspitawati
(2006) memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan, sebagai
berikut :
1. Inti Plasma
2. Subkontrak
3. perdagangan umum
4. Keagenan
5. Kerja sama Operasional Khusus (KOA)
6. Pola Kemitraan Saham
Menurut Hermawan (1999) azas dalam kemitraan adalah adanya azas
kesejajaran kedudukan mitra, azas saling membutuhkan dan azas saling
menguntungkan, selain itu diperlukan pula adanya azas saling mematuhi etika
bisnis kemitraan. Kemitraan berdasarkan pada persamaan kedudukan, keselarasan
dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui
perwujudan sinergi kemitraan, sebagai berikut:
1. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan
baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan.
2. Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra
sama-sama memperhatikan kedudukan masing-masing dalam peningkatan daya
usahanya.
3. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra
memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
Menurut Mayers dan Vermeulen (2002), beberapa gambaran mengenai
konsep kemitraan yang kuat adalah sebagai berikut :
1. Adanya dialog. Pihak-pihak yang terlibat setuju dan bersedia untuk saling
berkonsultasi dan berinteraksi selama dalam tahap persiapan rencana.
2. Kesepakatan bersama. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk tidak bertindak
tanpa persetujuan dari pihak lain. Dengan kata lain, adanya suatu sikap saling
pengertian yang tinggi antar pihak terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3. Adanya kontrak kerjasama. Pihak-pihak yang terlibat paham bahwa salah satu
pihak memberikan pelayanan atas dasar kontrak terhadap pihak lain.
4. Berbagi rencana kerja. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk membahas serta
mengimplementasikan rencana kerja yang telah dibuat secara bersama-sama
menuju pada suatu tujuan yang telah direncanakan.
5. Berbagi tanggung jawab dan juga resiko. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk
sama-sama bertanggung jawab secara penuh terhadap rencana yang telah
dibuat.

Kelembagaan
Pengertian Kelembagaan
Pengertian kelembagaan menurut para ahli berbeda-beda sesuai
pemikirannya masing-masing. Menurut Soekanto (2002) istilah kelembagaan
diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian yang
abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi
ciri lembaga tersebut. Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa

lembaga mempunyai fungsi sebagai alat pengamatan kemasyarakatan (social
control) artinya kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat
yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut.
Sementara dalam hal hubungan perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi
sosial, Rahayuningsih (2004) mengatakan di dalam suatu kelompok terdapat
pengaruh dari perilaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan.
Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap norma dan
sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan
beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan yang telah dipaparkan di atas
dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang sarat dengan
nilai dan norma yang kompleks yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia
di dalam kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada
umumnya. Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan
kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) untuk
dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal adanya
empat pengertian, yaitu: 1) Cara (usage) 2) Kebiasaan (folkways) 3) Tata kelakuan
(mores), dan 4) Adat-istiadat (custom) Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan
memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk mentaati
norma. Begitu pula yang dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa
setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang
digunakan oleh masyarakat untuk memaksa para anggotanya untuk mentaati
norma-norma yang terkandung di dalamnya.
Komponen Utama Kelembagaan
Menurut Pasaribu (2007), kelembagaan tersusun atas tiga komponen utama
yaitu hak kepemilikan (property rights), batas yurisdiksi dan aturan representatif.
Hak kepemilikan mengandung makna sosial, muncul dari konsep hak (right) dan
kewajiban (obligation) yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi
atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal
kepentingannya terhadap sumberdaya. Karena itu, pernyataan hak milik
memerlukan pengesahan dari masayarakat dimanapun ia berada. Implikasi dari hal
ini adalah : 1) Hak seseorang adalah kewajiban orang lain, 2) Hak yang
dicerminkan oleh kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol
terhadap sumberdaya. Hak milik dapat diperoleh dari penemuan, pemberian atau
warisan dan pembelian. Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup
dalam suatu kelembagaan dalam suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat
mencakup wilayah kekuasaan atau batas otorita yang dimiliki oleh suatu institusi,
atau mengandung makna keduanya. Aturan representatif merupakan perangkat
aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan
representatif mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang terdapat
dalam proses pengambilan keputusan.
Kelembagaan Hutan Rakyat
Peran kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting
diperhatikan keseimbangannya. Seperti yang disebutkan dalam Ngadiono (2004)
bahwa tujuan pengelolaan hutan rakyat adalah terwujudnya hutan rakyat yang
memiliki keseimbangan fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi. Beberapa

komponen keseimbangan tersebut antara lain: 1) Data dasar tingkat desa; 2) Tujuan
dan sasaran; 3) Instrumen dan kebijakan dalam kegiatan hutan desa; 4) Program
dan kegiatan hutan desa; 5) Dukungan kelembagaan dan dana. Menurut Ngadiono
(2004) dana merupakan unsur penting dalam mewujudkan program dan kegiatan.
Oleh karena itu, sistem dukungan pendanaan harus dibicarakan sejak awal dengan
masyarakat. Kelembagaan akan mencakup 2 (dua) hal yaitu: 1) Organisasi
masyarakat dan organisasi pengelola hutan rakyatnya; dan 2) Aturan hukum dan
norma yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat. Kedudukan
kelembagaan dalam hutan rakyat menurut Ngadiono (2004) merupakan unsur yang
tidak kalah penting dengan unsur dukungan pendanaan hutan rakyat itu sendiri.
Karena di dalam kelembagaan mencakup organisasi masyarakat dan aturan hukum
yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat
dengan membentuk kelembagaan atau organisasi di dalamnya akan semakin
menumbuhkan interaksi dan koordinasi antar anggota sehingga tujuan bersama
akan cepat tercapai. Kelembagaan hutan rakyat sebagaimana sektor kehutanan yang
lainnya memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Keterkaitan tersebut
nantinya akan memberikan efek terhadap kemajuan pembangunan kehutanan
secara menyeluruh.

Persepsi
Pengertian Persepsi
Menurut Rakhmat (2005) persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi
inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektuasi, motivasi
dan memori. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi berasal
dari lingkungan yang kemudian diterima oleh panca indera manusia kemudian
diproses dalam pikiran yang dipengaruhi oleh sensasi, atensi, ekspektuasi, motivasi
dan memori sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dari informasi yang
diperoleh tersebut. Persepsi masyarakat yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah pikiran atau pendapat beberapa individu yang dianggap dapat mewakili
masyarakat yang lainnya dalam wilayah yang sama.
Persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu
obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang,
mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan
keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan
tindakannya. Persepsi yang dimiliki seseorang berbeda karena pengaruh berbagai
faktor, mulai dari pengalaman, latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal, juga
motivasi dan lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang akan
menyebabkan seseorang dapat menginterpretasikan sesuatu mempunyai perbedaan
pendapat (Muchtar 1998).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat,
20005). Leavitt (1978) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Faktor fungsional : faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu dan hal-hal lainyang termasuk dalam faktor-faktor personal. Persepsi tidak
ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respon pada stimuli tersebut.
2. Faktor struktural : faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek
saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.
Selain faktor kebutuhan diatas, cara individu melihat dunia adalah berasal dari
kelompoknya serta keanggotaanya dalam masyarakat. Artinya, terdapat pengaruh
lingkungan terhadap cara individu melihat dunia yang dapat dikatakan sebagai
tekanan-tekanan sosial.
Pentingnya Persepsi
Persepsi yang baik terhadap sebuah program akan merupakan dasar
dukungan dan motivasi positif untuk berperan serta, begitu pula sebaliknya persepsi
yang buruk terhadap sebuah program merupakan penghambat untuk seseorang atau
kelompok orang untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan (Susiatik, 1998).

Sikap
Sikap merupakan salah satu hal yang bisa dinilai dari diri seseorang. Dari
sikapnya, seseorang bisa dianggap baik atau buruk, dewasa atau kekanak-kanakan,
sederhana atau mewah, dan sebagainya. Melihat peran sikap yang sangat vital
dalam kehidupan sosial sehingga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Sikap juga pilihan atas pendapat dari para pihak terkait (petani/kelompok tani,
pemodal/ investor, pemilik lahan, pemerintah desa, dan sebagainya) terhadap usaha
hutan rakyat kemitraan.
Sarwono (2002) menyatakan bahwa ciri khas dari sikap adalah mempunyai
objek tertentu (orang, perilaku, situasi, benda) juga mengandung penilaian setuju
tidak setuju, suka tidak suka. Perbedaan terletak pada proses selanjutnya dan
penerapan konsep tentang sikap mengenai proses terjadinya, sebagian besar pakar
berpendapat bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan). Oleh
karena itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.
Sikap mempunyai tiga komponen, yaitu : 1) Kognitif adalah kepercayaan seseorang
terhadap sesuatu atau pengalaman faktual seseorang mengenai suatu objek. 2)
Afektif adalah penilaian seseorang, kesukaan atau respon emosional terhadap
sesuatu. 3) Konatif merupakan perilaku yang jelas dari seseorang yang diarahkan
terhadap suatu objek (bertingkah laku). Berdasarkan ketiga komponen tersebut
dapat dikatakan bahwa sikap merupakan kumpulan dari berfikir, keyakinan, dan
pengetahuan serta memiliki evaluasi negatif maupun positif yang berakar emosi.

Tindakan
Tindakan adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam
gerakan (sikap) tidak saja badan atau ucapan. Menurut Sumardi (1997) menyatakan
bahwa tindakan seseorang terhadap keberadaan suatu objek, dalam hal ini
sumberdaya hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor individu baik dari
dalam maupun dari luar. Faktor individu meliputi keadaan seseorang terdiri dari
status sosial, ekonomi, dan budaya. Sedangkan yang berasal dari faktor luar
meliputi segala sesuatu yang ada di sekitarnya yang mampu mempengaruhi
seseorang untuk berperan terhadap suatu kegiatan tertentu, seperti masyarakat dan
kebijakan pemerintah.
Wahjosumidjo (1984) menyatakan bahwa teori pemenuhan kebutuhan
(satisfaction of needs theory) yang dikemukakan oleh Abraham Maslow
beranggapan bahwa perilaku manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhannya dibagi dalam lima jenjang kebutuhan pokok manusia.
1. Kebutuhan mempertahankan hidup (phsysiological needs) Manifestasi
kebutuhan tampak pada tiga hal yaitu : sandang, pangan, papan yang merupakan
kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain
kebutuhan akan keamanan jiwa, dimana manusia berada, kebutuhan keamanan
harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua.
3. Kebutuhan sosial (social needs) Manifestasi kebutuhan ini tampak pada
kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging),
kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of achievement), kekuatan ikut
serta (sense of partisipation).
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) Semakin tinggi status seseorang
semakin tinggi pula prestisenya.
5. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualisation) Manifestasi
kebutuhan ini tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan
kapasitas kerja.

METODE PENELITIAN
Kerangka pemikiran penelitian ini menggunakan Analisis Behavior
(perilaku) dalam pengelolaan hutan rakyat, meliputi persepsi, sikap dan tindakan.
Dimana persepsi mempengaruhi sikap dan persepsi mempengaruhi tindakan.
Uraian kerangka pemikiran penelitian ini tertera pada gambar 1.

Kerangka Pemikiran
Persepsi

Pengelolaan
Hutan Rakyat
pola kemitraan

Sikap

Keputusan terhadap
pengelolaan Hutan Rakyat pola
kemitraan

Tindakan

Wujud nyata pengelolaan
Hutan Rakyat pola kemitraan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kampung Cengal dan Cibunian, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat pada bulan September-Oktober 2014 dan pengolahan
data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015.

Bahan dan Alat Sumber Data Lainnya
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian, meliputi : a) Kuisioner b)
Alat tulis c) Laptop dengan software Microsoft Excel d) Kamera e) Software SPSS
versi 19.00.
Sumber Data
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat
Kampung Cengal dan Cibunian dengan teknik wawancara dan kuisioner. Data yang
dikumpulkan berasal dari 2 kelompok tani di masing-masing lokasi.
a. Kelompok Tani Rimba Lestari yang berada di kampung Cengal, Desa
Kracak, Kabupaten Bogor.
b. Kelompok Tani Sejahtera Tani yang berada di kampung Cibunian, Desa
Cibunian, Kabupaten Bogor.
Adapun data primer yang dikumpulkan adalah sebagai berikut :
Data responden terhadap persepsi, sikap dan tindakan pengelolaan hutan
rakyat pola kemitraan serta manfaat langsung dari usaha hutan rakyat pola
kemitraan meliputi :

1) Persepsi pendapat masyarakat mengenai rencana kerjasama kemitraan
pemanfaatan terhadap lahan tidak produktif untuk usaha hutan rakyat,
pelaksanaan kerjasama kemitraan pemanfaatan terhadap lahan tidak
produktif untuk usaha hutan rakyat, manfaat kerjasama kemitraan
pemanfaatan terhadap lahan tidak produktif untuk usaha hutan rakyat,
keberlanjutan kerjasama kemitraan pemanfaatan terhadap lahan tidak
produktif untuk usaha hutan rakyat.
Batasan mengenai Persepsi :
Untuk rencana kerjasama kemitraan.
(a) Persepsi baik, apabila responden setuju.
(b) Persepsi tidak baik, apabila responden tidak setuju mengenai
rencana kerjasama kemitraan.
(c) Persepsi tidak tahu, apabila responden tidak mengetahui atau tidak
peduli tentang rencana kerjasama kemitraan.
Untuk pelaksanaan kerjasama kemitraan.
(a) Persepsi baik, apabila responden menganggap mudah dalam
pelaksanaan dan pengelolaan hutan rakyat.
(b) Persepsi tidak baik, apabila responden menganggap tidak mudah
dalam pelaksanaan dan pengelolaan hutan rakyat.
(c) Persepsi tidak tahu, apabila responden tidak mengetahui atau tidak
peduli tentang pelaksanaan kerjasama kemitraan.
Untuk manfaat kerjasama kemitraan.
(a) Persepsi menguntungkan, apabila responden menganggap usaha
hutan rakyat dengan pola kemitraan menguntungkan untuk petani.
(b) Persepsi tidak untung, apabila responden menganggap usaha hutan
rakyat dengan pola kemitraan tidak menguntungkan untuk petani.
(c) Persepsi tidak tahu, apabila responden tidak mengetahui atau tidak
peduli tentang manfaat kerjasama kemitraan.
Untuk keberlanjutan kerjasama kemitraan.
(a) Persepsi berlanjut, apabila responden menganggap usaha hutan
rakyat dengan pola kemitraan dianggap menguntungkan dan
memiliki manfaat untuk petani dan warga sekitar.
(b) Persepsi tidak lanjut, apabila responden menganggap usaha hutan
rakyat dengan pola kemitraan dianggap tidak menguntungkan dan
tidak memiliki manfaat untuk petani dan warga sekitar.
(c) Persepsi tidak tahu, apabila responden tidak mengetahui atau tidak
peduli tentang keberlanjutan kerjasama kemitraan.
2) Sikap respon yang mengandung keputusan masyarakat terhadap
pernyataan-pernyataan persepsi sebelumnya sehingga membuat
masyarakat mengambil keputusan untuk (Mau terlibat/tidak mau/tidak
tahu). Selanjutnya untuk masyarakat yang mau terlibat akan ditanyakan
kembali mengenai keterlibatan masyarakat tersebut (Aktif/Tidak
aktif/Tidak tahu). Setelah mengetahui keputusan responden untuk aktif
dalam pelaksaan kerjasama kemitraan hutan rakyat, responden akan
membuat keputusan mengenai manfaat yang mereka peroleh dari
kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat (Menguntungkan/Tidak
untung/Tidak tahu). Terakhir responden akan membuat keputusan

mengenai keberlanjutan kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat yang
diikuti (Berlanjut/Tidak lanjut/Tidak tahu).
3) Tindakan atau cara yang dilakukan oleh para responden tentang
komitmen para pihak (pemilik lahan, Investor, kelompok tani) terhadap
rencana, kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat dan komitmen
keberlanjutan kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat. Serta keyakinan
para pihak (pemilik lahan, Investor, Kelompok Tani) terhadap manfaat
kemitraan usaha hutan rakyat.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber data yang dipercaya
yang dapat menunjang hasil penelitian seperti data dari kantor desa, kecamatan,
serta data dari dinas kehutanan Kabupaten Bogor.

Metode Pengambilan Responden
Pemilihan responden sebagai sasaran penelitian dilakukan melalui
informasi yang diperoleh dari kelompok tani masing-masing lokasi mengenai
jumlah anggotanya. Penentuan responden sebagai unit contoh dilakukan dengan
metode purposive sampling, penentuan contoh atas pertimbangan jumlah anggota
kelompok tani. Untuk Kelompok Tani Rimba Lestri (Cengal) diambil 30 responden
yang mewakili. Untuk Kelompok Tani Sejahtera Tani (Cibunian) diambil 30
responden yang mewakili juga, sehingga total responden untuk penelitian ini
sebanyak 60 orang.

Metode Pengambilan Data
1. Teknik Wawancara
Data dikumpulkan dengan mewawancarai anggota Kelompok tani dan warga
sekitar kelompok tani sebagai responden. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan kuisioner. Kuisioner berisikan pilihan ataupun isian atas jawaban
dari pertanyaan. Dalam hal ini, juga dilakukan wawancara bebas yang dilakukan
tanpa kuisioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian.
2. Pengumpulan Data Pendukung
Data pendukung digunakan untuk membantu penelitian dengan pengutipan dan
pencatatan data dari dinas atau instansi terkait, seperti kantor Kecamatan, kantor
BP3K Kecamatan Cibungbulang dan Leuwiliang.
3. Studi pustaka
Mencatat dan mempelajari studi yang telah dilakukan dan berhubungan dengan
penelitian ini.

Analisis Data
Pada penelitian ini dilakukan analisis deskriptif dari jawaban responden.
Hasil ditabulasi dalam bentuk tabel frekuensi dan analisis data regresi linear
berganda untuk mempresentasikan persepsi, sikap dan tindakan pengelolaan usaha
hutan rakyat pola kemitraan.

PROFIL KELOMPOK TANI DAN KEADAAN LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kelompok Tani
Kelompok Tani Rimba Lestari (Cengal)
Kelompok Tani Rimba Lestari berdiri tahun 2010 yang digagas oleh salah
satu warga Kampung Cengal sebagai Ketua Kelompok Tani. Pada awal berdirinya
Kelompok Tani Rimba Lestari hanya beranggotakan sekitar enam orang dan semua
anggota merupakan warga kampung Cengal, Desa Karacak. Hal ini karena warga
sekitar menganggap bahwa usaha hutan rakyat ini keuntungannya tidak terlalu
besar selain itu waktu panen yang lama. Dari awal rencana pembentukan telah
dilakukan sekitar sepuluh kali pertemuan anggota yang aktif sampai terbentuknya
kelompok tani Rimba Lestari. Dalam satu kali pertemuan biasanya sekitar satu
sampai dua jam bergantung pada hal yang didiskusikan dan tempat pertemuan
selalu di rumah Ketua Kelompok Tani. Berkat kesungguhan dan ketekunan dari
anggota Kelompok Tani Rimba Lestari, dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun
Kelompok Tani Rimba Lestari sudah banyak memiliki prestasi diantaranya
Kelompok Tani berprestasi tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi bahkan
mendapatkan penghargaan langsung dari Presiden. Selain prestasi, Kelompok Tani
Rimba Lestari pun mempunyai struktur organisasi dan kelembagaan yang sangat
baik, tertata dan sangat kompak. Sampai saat ini lahan yang dikelola oleh kelompok
tani Rimba Lestari seluas 49 Ha, dengan lahan yang dikelola untuk kemitraan usaha
hutan rakyat seluas 11 Ha. Untuk struktur organisasi Kelompok Tani Rimba Lestari
hampir sama dengan struktur organisasi kelompok tani pada umumnya mulai dari
ketua sampai dengan bagian atau bidang yang dikelola oleh kelompok tani. Uraian
struktur organisasi Kelompok Tani Rimba Lestari tertera pada gambar 2.

Ketua
Pembina

Penasehat

Sekretaris

Bendahara
Seksi
Kegiatan

Bidang
Kehutanan

Seksi
Humas

Bidang
Peternakan

Seksi
Pemasaran

Bidang
Pembibitan

Bidang
Tambak

Seksi
Peralatan

Bidang
Kwt

Anggota Kelompok Tani
Gambar 2 Struktur Organisasi Kelompok Tani Rimba Lestari (Cengal)
Kelompok Tani Sejahtera Tani (Cibunian)
Kelompok Tani Sejahtera Tani berdiri pada tahun 2010 dimana pada awal
berdirinya Kelompok Tani Sejahtera Tani didasari oleh kesadaran warga Desa
Cibunian yang mempunyai lahan tetapi tidak tahu bagaimana cara mengelolanya
karena selama ini warga hanya menanam tanaman yang bernilai jual rendah,
sehingga keuntungan yang didapat tidak bisa mencukupi kehidupan keluarga.
Dalam proses pembentukan kelompok tani ada lima belas warga Cibunian yang
sering melakukan pertemuan untuk membentuk kelompok tani mulai dari
kepengurusan sampai pelaksanaan dilapangan. Pertemuan biasanya dilakukan
seminggu sekali pada hari jum’at setelah selesai acara pengajian di masjid.
Pertemuan yang dilakukan sampai terbentuknya kelompok tani Sejahtera Tani
kurang lebih sebanyak sepuluh kali pertemuan dengan biaya konsumsi setiap
pertemuan sebesar Rp 100 000 – Rp 200 000 dana tersebut didapat dari hasil
patungan semua anggota. Kelompok Tani Sejahtera Tani dalam pelaksanaannya
mendapatkan bantuan dari pemerintah, dan bantuannya selalu dalam bentuk barang
seperti bibit, pupuk, alat-alat pertukanagan dan lain-lain. Pada tahun 2013
kelompok tani Sejahtera Tani tidak berjalan lagi, tetapi bantuan dari pemerintah
masih terus berjalan. Karena cukup lama tidak berjalan banyak dari anggota
kelompok tani yang memilih keluar dan beralih menggarap lahan orang lain bahkan
ada yang sampai beralih profesi. Pertengahan tahun 2013 lahan Kelompok Tani
Sejahtera Tani dan sebagian warga cibunian dijual kepada pihak (Widya Karya)
WIKA (Perusahaan pembuat beton) yang pada saat itu sedang mengadakan
program penghijauan melalui dana dana (Corporate Social Responsibility) CSR.
Sehingga lahan milik kelompok tani Sejahtera tani sebagian besar sudah dikelola
oleh pihak (Widya Karya) WIKA. Ada 20 Ha lahan yang dikelola oleh (Widya
Karya) WIKA dimana dari 20 Ha dibagi dalam dua wilayah pengelolaan yaitu lahan
pertama seluas 3 Ha dan lahan kedua seluas 17 Ha. Pihak (Widya Karya) WIKA

sendiri tidak ikut terlibat langsung dalam pengelolaan usaha hutan rakyat ini tetapi
menyerahkan kepada orang kepercayaan mereka untuk mengurus usaha hutan
rakyat. Untuk struktur organisasi dari Kelompok Tani Sejahtera Tani berbeda pada
struktur organisasi pada umumnya karena adanya keterlibatan dari pihak investor
seperti tertera pada gambar 3.
Investor

Penasehat

Pembina

Bendahara

Sekretaris

Mandor I

Mandor II
Petani

Gambar 3 Struktur Organisasi Kelompok Tani Sejahtera Tani (Cibunian)

Letak dan Luas Kelompok Tani
Areal hutan rakyat yang dikelola oleh Kelompok Tani Rimba lestari berada
pada wilayah administrasi pemerintahan Kampung Cengal, Desa Kracak,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan batas-batas geografis sebagai
berikut :
1. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Barengkok.
2. Bagian Timur berbatasan dengan Situ Udik.
3. Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Karyasari.
4. Bagian Barat berbatasan dengan Desa pabangbon dan Cibeber II.
Topografi wilayah Desa Kracak meliputi dataran rendah, berbukit-bukit, dataran
tinggi serta bentang aliran sungai dengan tingkat kemiringan tanah rata-rata yaitu
300. Untuk luas areal keseluruhan dari kelompok Tani Rimba Lestari yaitu seluas
49 Ha tetapi yang dikelola untuk kemitraan usaha hutan rakyat seluas 11 Ha.
Untuk areal hutan rakyat kelompok Sejahtera tani berada pada wilyah
administrasi pemerintahan Desa Cibunian, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor dengan batas-batas geografis sebagai berikut :
1. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Purasari
2. Bagian Timur berbatasan dengan Sungai Cianten dan Desa Cibitung Kulon
3. Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Purwabakti
4. Bagian Barat berbatasan dengan Sungai Cianten.
Topografi wilayah Desa Cibunian meliputi dataran rendah, dataran tinggi dan
berbukit-bukit. Untuk luas lahan keseluruhan Desa Cibunian seluas 783 Ha dan luas
areal yang dikelola oleh pihak (Widya Karya) WIKA 20 Ha.

Iklim dan Hidrologi
Iklim di kawasan hutan rakyat kelompok Tani Rimba Lestari adalah tipe A
menurut pembagian iklim Schmidt Ferguson. Cara pembagian iklim menurut
Schimdt Fergusson berdasarkan perhitungan jumlah bulan-bulan terkering dan
bulan-bulan terbasah setiap tahun kemudian dirata-ratakan. Menurut data profil
Desa Kracak Curah hujan tahunan di kampung Cengal sebesar 4683 mm/tahun
dengan jumlah bulan hujan sebanyak 6 bulan dengan suhu rata-rata harian yaitu
37 oC. sedangkan untuk kawasan hutan rakyat Sejahtera Tani yang berada di desa
Cibunian memiliki Curah hujan tahunan sebesar 4732 mm/tahun dengan jumlah
bulan hujan sebanyak 6 bulan. Di wilayah Cibunian mengalir beberapa sungai
diantaranya Sungai Cianten, Purwabakti dan Situ Udik.

Kondisi Hutan
Kawasan hutan yang dikelola oleh Kelompok Tani Rimba Lestari termasuk
jenis hutanrakyat dengan tanaman utama yaitu Sengon dan tidak ada tanaman sela.
Tanaman sengon dipilih karena lebih resisten terhadap air dan resisten terhadap
hama. Jarak tanam yang digunakan yaitu 3m x 3m danada juga beberapa tanaman
buah-buahan tetapi tidak dalam pola kemitraan. Sengon dalam bahasa latin disebut
Paraserienthes falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga polongpolongan. Sengon memiliki beberapa nama daerah seperti Jeunjing (Sunda),
Sengon Sabrang (Jawa), Seja (Ambon), Sikat (Banda), Tawa (Ternate), dan Gosui
(Tidore). Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman Sengon
adalah kayu. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30 sampai 45 meter dengan
diameter batang sekitar 70 sampai 80 cm. Bentuk batang Sengon bulat dan tidak
berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak
mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0.33 dan termasuk kelas awet IV – V (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan 2010). Sedangkan Kelompok Tani Sejahtera Tani
menanam Sengon sebagai tanaman utama dan tanaman jagung sebagai tanaman
sela. Jarak tanam yang digunakan oleh kelompok tani sejahtera tani yaitu 3m x 3m,
bibit sengon yang digunakan pun merupakan bibit yang bersertifikat sehingga
pertumbuhannya sangat cepat.

Pola Kemitraan Dengan Masyarakat
Bentuk kerjasama Kelompok tani Rimba lestari adalah dengan
menggunakan pola kemitraan pemanfaatan lahan milik masyarakat. Dari 11 Ha
lahan yang digunakan untuk pola kemitraan usaha hutan rakyat merupakan lahan
milik masyarakat Kampung Cengal. Kelompok Tani Rimba Lestari memfasilitasi
untuk investor yang ingin menanamkan modal pada lahan milik warga kemudian
Kelompok Tani Rimba Lestari akan mengelola lahan tersebut sampai siap panen.
Untuk persentase pembagian hasil yaitu pemilik lahan 40%, investor 40% dan
Kelompok Tani Rimba Lestari 20%. Untuk Kelompok Tani Sejahtera Tani
Cibunian lahan yang digunakan merupakan lahan milik warga yang sudah dibeli
oleh pihak (Widya Karya) WIKA melalui dana (Corporate Social Responsibility)

CSR dan pihak (Widya Karya) WIKA memilih warga sekitar yang mengelola lahan
tersebut. Pihak (Widya Karya) WIKA memiliki orang kepercayaan yang ditunjuk
untuk mengurus semua administrasi dan pengelolaan lahan tersebut. Persentase
pembagian hasil ketika panen yaitu 70% untuk pemodal (Widya Karya) WIKA dan
30% untuk petani. Untuk upah petani dibayar setiap bulan oleh orang kepercayaan
dari (Widya Karya) WIKA dan nantinya ketika panen upah petani dipotong dengan
upah yang sudah dibayarkan setiap bulannya sampai panen.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perilaku (Behavior)
Analisis Behavior (perilaku) menggunakan pendekatan persepsi, sikap, dan
tindakan. Persepsi adalah pikiran atau pendapat dari para pihak terhadap usaha
hutan rakyat kemitraan. Sikap adalah pilihan atas pendapat dari para pihak terhadap
usaha hutan rakyat kemitraan. Tindakan adalah wujud perilaku nyata dari para
pihak terhadap usaha hutan rakyat kemitraan. Hasil rekapitulasi data wawancara
terhadap 30 responden petani hutan rakyat di luar anggota Kelompok Tani tertera
pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi data persepsi, sikap dan tindakan

No.
Uraian
A. Persepsi
Setuju
Tidak Setuju
Tidak Tahu
B.

C.

Sikap
Mau
Tidak Mau
Tidak Tahu

Cibungbulang
(Cibunian)

Leuwiliang
(Cengal)

90.83%
0.83%
8.33%

85.00%
0%
15.00%

86.67%
4.17%
9.17%

81.67%
5.83%
12.50%

Tindakan
Komit
85.83%
77.50%
Tidak Komit
0%
0%
Tidak Tahu
14.17%
22.50%
Berdasarkan data yang diperoleh secara keseluruhan untuk Persepsi di
Kampung Cengal sebesar 85.00% dan untuk Kampung Cibunian sebesar 90.83%.
Untuk Sikap di Kampung Cengal sebesar 81.67% dan Kampung Cibunian 86.67%.
Begitupun dengan tindakan di Kampung Cibunian lebih besar (85.83%) di
bandingkan dengan Kampung Cengal (77.50%). Persepsi, sikap dan tindakan warga
Kampung Cibunian terhadap usaha hutan rakyat pola kemitraan lebih tinggi
dibandingkan dengan Kampung Cengal. Hal ini disebabkan oleh banyak hal
diantaranya pandangan masyarakat terhadap pola kemitraan usaha hutan rakyat di
Cibunian yang bersumber dari dana (Corporate Social Responsibility) CSR

dianggap lebih menguntungkan dan lebih banyak dana yang dikeluarkan sehingga
masyarakat cenderung beranggapan bahwa pola kemitraan usaha hutan rakyat
Cibunian lebih bisa memberikan kesejahteraan untuk masyarakat yang bekerja
sebagai petani. Berbeda dengan Cibunian, pola kemitraan usaha hutan rakyat
Cengal berasal dari dana perorangan dimana jumlah dana yang dikeluarkan terbatas
sehingga warga Cengal beranggapan bahwa pola kemitraan hutan rakyat ini kurang
menjanjikan terhadap kesejahteraan warga sekitar. Untuk tenaga kerja pola
kemitraan usaha hutan rakyat Cibunian mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak
dibandingkan dengan Pola kemitraan usaha hutan rakyat Cengal. Ada sekitar 30
orang petani yang bekerja di usaha hutan rakyat pola kemitraan Cibunian yang
terbagi dalam dua lokasi hutan rakyat sedangkan di Cengal hanya ada 6 orang yang
bekerja untuk usaha hutan rakyat dengan pola kemitraan dan semua orang tersebut
merupakan anggota kelompok tani Rimba Lestari yang mempunyai lahan atau
anggota kelompok tani yang mau mengelola dan bertanggung jawab terhadap lahan
tersebut. Selain itu, dalam hal bibit pun usaha hutan rakyat dengan pola kemitraan
Cibunian lebih unggul karena menggunakan bibit bersertifikat sehingga hasilnya
sangat bagus dan ada tanaman sela berupa tanaman jagung yang dapat
meningkatkan pendapatan. Bibit yang ditanam di usaha hutan rakyat pola kemitraan
Cibunian dan Rimba Lestrai Cengal sama yaitu dari jenis sengon atau warga
setempat biasa menyebutnya dengan pohon jengjeng dengan jarak tanam yang sama
pula yaitu 3m x 3m.
Meskipun baru setahun bibit yang ditanam