10. Hiperkritis, tidak fleksibel, tidak beralasan, over reaktif, tidak produktif, efisiensi buruk.
2.1.1.2 Tanda-Tanda Eustres
Sedangkan untuk tanda-tanda eustres, Looker dan Gregson 2005: 115 menyebutkan beberapa hal, yaitu:
a. Euforik, terangsang, tertantang, bersemangat. b. Membantu, memahami, ramah, akrab, mencintai, bahagia.
c. Tenang, terkontrol, yakin. d. Kreatif, efektif, efisien.
e. Jelas dan rasional dalam pikiran, keputusan. f. Bekerja keras, senang, produktif, riang, sering tersenyum.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tanda- tanda stres seorang individu dapat dilihat dari tanda-tanda yang muncul secara
fisik, mental, serta perilaku.
2.2 Intimasi Pelatih-Atlet
2.2.1 Pengertian Intimasi
Erikson dalam Feist dan Feist, 2012: 306-307 mengemukakan intimasi atau keakraban sebagai tanda dimulainya tahap dewasa awal, yang merupakan
kemampuan untuk meleburkan identitas seseorang dengan identitas orang lain tanpa ketakutan akan kehilangan identitas tersebut. Selanjutnya Erikson dalam
Alwisol, 2005: 132-133 menambahkan, intimasi hanya dapat dilakukan sesudah orang membentuk ego yang stabil. Intimasi yang masak adalah kemampuan dan
kemauan untuk berbagi perasaan saling percaya dan melibatkan pengorbanan,
kompromi, serta komitmen dalam hubungan yang sederajat, kekuatan dasar dari dewasa awal yang membuat orang berkembang produktif.
Salkind 2009: 200-201 mengemukakan bahwa dalam tahapan psikososial intimasi yang berlangsung pada masa dewasa awal, individu menghadapi tujuan
dan tugas-tugas baru yang melibatkan orang lain secara langsung. Dalam periode ini pula individu diharapkan agar bukan hanya mengembangkan dan mencapai
tujuan-tujuan karirnya, namun juga memulai proses perkembangan baru berupa pembentukan hubungan dekat dengan orang lain. Keintiman yang merupakan
tujuan tahapan psikososial ini bisa jadi hanya berupa kedekatan antar orang, tanpa memandang gender atau hubungan pribadi. Dalam pandangan Erikson, kedekatan
tersebut menggambarkan adanya komitmen individu terhadap orang lain, yang membuahkan hubungan hangat dan bermakna. Orang yang tengah berada dalam
proses menuju kedewasaan diharapkan mampu membuat komitmen terhadap orang lain melalui interaksi yang intim. Untuk mewujudkan hal ini individu harus
mampu menyalurkan perasaan, sistem keyakinan, nilai-nilai, dan maksud tujuan pada orang lain.
Selanjutnya dalam Papalia, dkk. 2009: 181 dijelaskan bahwa kebutuhan untuk membentuk hubungan yang kuat, stabil, dekat, dan penuh perhatian
merupakan motivator penting dari tingkah laku manusia. Unsur penting dari keintiman adalah pengungkapan diri self disclosure, dengan kata lain membuka
informasi penting tentang diri sendiri kepada orang lain. Hubungan yang dekat dapat tercipta melalui sikap saling terbuka, responsif terhadap kebutuhan orang
lain, serta adanya rasa menerima dan hormat yang timbal balik. Hubungan yang
intim menuntut keterampilan tertentu, seperti kepekaan, empati dan kemampuan mengkomunikasikan emosi, menyelesaikan konflik, serta mempertahankan
komitmen. Hinde dalam Prager, 1995: 19-20 mengkonsepkan intimasi menjadi dua
konsep dasar, yaitu sebagai sebuah interaksi dan sebuah hubungan. Sebagai sebuah interaksi, intimasi merupakan dialog di antara individu dan tidak ada
keharusan adanya hubungan yang berlangsung. Sedangkan sebagai sebuah hubungan, intimasi merupakan bagian dari interaksi di antara dua orang saling
mengenal satu sama lain. Hubungan ini dipengaruhi oleh interaksi di masa lalu dan mungkin akan berpengaruh pula di masa mendatang. Emotional intimacy atau
kedekatan emosional merefleksikan rasa kedekatan dan ikatan emosional, termasuk di dalamnya intensitas dari rasa suka, dukungan moral dan kemampuan
untuk mentoleril kesalahan orang terdekat Tolstedt dan Stode dalam Prager, 2005: 51.
Berdasarkan beberapa pengertian intimasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa intimasi merupakan hubungan dekat antar individu dengan adanya
komitmen dan keterbukaan untuk saling menyalurkan perasaan, sistem keyakinan, nilai-nilai, serta maksud dan tujuannya.
2.2.2 Pengertian Pelatih-Atlet