Bab II Pembahasan
Dalam memahami bentuk kelembagaan dan fungsinya, tidak dapat terlepas dari proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dilakukan dalam empat kali yaitu pada tahun
1999, kedua pada tahun 2000, perubahan ke tiga pada tahun 2001, dan perubahan ke empat pada tahun 2002. Tujuan dalam perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat merupakan upaya penyempurnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang dalam
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
4
Dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 terjadi banyak perubahan dalam substansi serta
kelembagaannya. Namun hal-hal tersebut tetap mempunyai kaitan erat dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang aslinya dalam substansi maupun kelembagaannya. Dalam setiap pembicaraan
mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud
pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut baik
namanya maupun fungsi serta kewenangannya yang diatur dalam peraturan yang lebih rendah. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sendiri terdapat lebih dari 34 buah lembaga yang disebut
baik secara langsung atau tidak langsung. Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya. Terdapat dua kriteria dalam pembagian hirarki, yaitu 1
kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan 2 kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara. Dengan demikian
terdapatlah dua pembagian berdasarkan fungsinya yaitu yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjan auxiliary. Selain itu ada pula pembagian menurut
pelapisan. Yaitu organ lapis pertama atau disebut lembaga tinggi negara, organ lapis kedua atau
4
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2007 Hal. 5.
disebut lembaga negara saja, dan yang terakhir organ lapis ketiga yang merupakan lembaga daerah. Dalam hal ini, Dewan Perwakilan Daerah termasuk dalam organ-organ konstitusi lapis pertama, di
karenakan fungsi dan kewenangannya Dewan Perwakilan merupakan jembatan masyarakat daerah untuk membahas legislasi tertentu dan tidak melupakan kepentingan masyarakat di daerah serta
menghindari ketimpangan antara pusat dan daerah.
5
Latar belakang pembentukan Dewan Perwakilan Daerah semula dimaksudkan untuk mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar Bikameral yang terdiri atas Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dengan struktur bikameral itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan dengan sistem double-check yang memungkinan representasi
kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosail yang lebih luas. Dewan Perwakilan Rakyat merupakan cermin representasi politik political representation,
sedangkan disisi lain Dewan Perwakilan Daerah menjadi cerminan dalam prinsip representasi teritorial atau regional regional representation. Namun, dalam pengajuan ide bikeralisme atau
sistem parlemen dua kamar mendapat kritik dan tentangan keras dari kelompok konservatif di Panitia Ad Hoc Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat pada
tahun 1999 hingga 2002, sehingga hasil yang disepakati menjadi rumusan yang sekarang tidak dapat disebut sistem bikameral sama sekali. Dalam ketentuan Undang-Undang 1945, Dewan Perwakilan
Daerah tidak mempunyai kewenangan dalam pembentukan undang-undang. Namun, hanya terbatas dalam kewenangan di bidang pengawasan terhadap pembentukan undang-undang yang berkenaan.
Dengan Dewan Perwakilan Daerah hanya disebut sebagai co-legislator daripada legislator yang sepenuhnya.
6
Menurut ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Perwakilan Daerah mempunyai beberapa kewenangan yang dapat di interpretasi sebagai berikut:
1 Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Daerah
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan: a.
Otonomi daerah; b.
Hubungan pusat dan daerah;
5
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006 Hal. 98-105.
6
Ibid, Hal. 138-139
c. Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d. Pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya; serta
e. Yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2 Dewan Perwakilan Daerah DPD:
a. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
i. Otonomi daerah;
ii. Hubungan pusat dan daerah;
iii. Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
iv. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
serta v.
Perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta b.
Memberikan pertimbangan kepada DPR atas: i.
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara; ii.
Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak; iii.
Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan; dan iv.
Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan agama. 3
Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan kontrol atas: a.
Pelaksanaan UU mengenai: i.
Otonomi daerah; ii.
Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; iii.
Hubungan pusat dan daerah; iv.
Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; v.
Pelaksanaan anggaran dan belanja negara; vi.
Pajak; vii.
Pendidikan dan agama; serta b.
Menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
7
Dengan demikian, harus dibedakan antara fungsi DPD dalam bidang legislasi dan bidang pengawasan. Meskipun dalam bidang pengawasan, keberadaan DPD itu bersifat utama main
7
Pasal 22D, Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Amandemen ke 4, 11 Agustus 2002.
constitutional organ yang sederajat dan sama penting dengan DPR, tetapi dalam bidang legislasi, fungsi Dewan Perwakilan Daerah DPD itu hanyalah sebagai co-legislator di samping Dewan
Perwakilan Rakyat DPR. Sifat tugasnya di bidang legislasi hanya menunjang auxiliary agency tugas konstitusional DPR. Dalam proses pembentukan suatu undang-undang atau legislasi, DPD
tidak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan atau berperan dalam proses pengambilan keputusan sama sekali. Padahal, persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD jauh lebih berat daripada
persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPR. Artinya, kualitas legitimasi anggota DPD itu sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas kewenangannya sebagai wakil rakyat
daerah regional representatives. Namun, dengan di bentuknya Dewan Perwakilan Daerah, maka timbul lah harapan untuk
memenuhi fungsi demokrasi yaitu rasa keadilan masyarakat di daerah, serta memperluas dan meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional.
8
Selain itu, hal tersebut juga dapat menghapus mindset mengenai sentralisasi, karena kepentingan daerah tidak lagi
dipegang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, namun langsung dipegang oleh parah regional representatives yang berhubungan dengan pemerintah pusat. Dengan demikian, dengan adanya hal-
hal tersebut maka dapat disebut bahwa usaha untuk menghapuskan sentralisasi diharapkan dapat terealisasikan.
Hal ini senada dengan ungkapan Ketua DPD RI periode 2004-2009, yang menyatakan gagasan dasar pembentukan DPD adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan
sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk soal-soal yang terutama berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan
tersebut berangkat dari pemikiran bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada zaman yang lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, sehingga dapat
membahayakan keutuhuan wilayah negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsur Utusan Daerah
8
Delfina Gusman dan Andi Nova, “Tinjauan Yuridis Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD RI Dalam
Rangka Menuju
Sistem Bikameral
Yang Efektif
” 2013
diakses dari
http:fhuk.unand.ac.idinkerjasama-hukummenuartikeldosen-category943-tinjauan-yuridis-fungsi- tugas-dan-wewenang-dpd-ri-dalam-rangka-menuju-sistem-bikameral-yang-efektif-article.html, pada
tanggal 10 Juni 2015 pukul 14.09
dalam keanggotan Majelis Permusyawaratan Rakyat selama ini sebelum dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945 dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
9
Melalui amandemen UUD 1945 khususnya Pasal 2 ayat 1 maka terbentuklah sistem ketatanegaraan baru dengan berdirinya sebuah lembaga negara baru yang disebut Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia DPD RI . Kelahiran DPD telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan
diperjuangkan di tingkat nasional. Bahwa kebijakan-kebijakan publik baik di tingkat nasional maupun daerah tidak merugikan dan senantiasa sejalan dengan kepentingan daerah dan kepentingan
rakyat di seluruh tanah air. DPD akan menjamin kepentingan daerah sebagai bagian yang serasi dari kepentingan nasional, dan kepentingan nasional secara serasi merangkum kepentingan daerah.
9
Ginandjar Kartasasmita selaku Ketua DPD RI Periode 2004-2009, Makalah yang berjudul Bikameralisme Di Indonesia disampaikan pada acara seminar sehari, Jakarta 2 Maret 2006.
Bab III Penutup