Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

(1)

MEJA HIJAU

PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA

EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara OLEH:

JHONNY NADEAK 117005087 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(LEMBAR PENGESAHAN)

JUDUL TESIS : PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN

NAMA : JHONNY NADEAK

N.I.M. : 117005087 PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Ketua

Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum Anggota Anggota

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum


(3)

ABSTRAK

Sistim pemerintahan daerah dilaksanakan sebagai konsekuensi dari demokrasi di dalam negara kesatuan. Selain dianut asas dekonsentrasi juga dianut asas desentralisasi yang ditekankan pada pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah untuk mengurusi rumah tangga sendiri secara nyata dan seluas-luasnya. Otonomi daerah memberikan hak kepada penyelenggara di daerah untuk melaksanakan pembangunan disesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah tersebut, namun tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permasalahan dalam penelitian ini, pertama, bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah? Kedua, bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di kota Medan tahun 2011 dijalankan? Ketiga, apa saja tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?

Jenis penelitian adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, asas-asas, kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut UUPD dan UUMD3 tidak diatur secara komprehensif walaupun UUPD telah diubah sebanyak dua kali tetapi pengaturan fungsi pengawasan DPRD hanya sebatas check and balances dan tidak diberi kewenangan penegakan hukum bagi DPRD. Pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun 2011 masih belum memiliki sistim pengawasan yang ideal mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut pengawasan. Tindakan-tindakan anggota DPRD Kota Medan dalam melakukan pengawasan kinerja Pemerintah Kota Medan hanya bersifat rekomendasi dan saran-saran semata selanjutnya dilakukan pemantauan secara berkesinambungan.

Disarankan, pertama, agar diatur mekanisme pengawasan triwulan dalam UUPD bersamaan dengan pengaturan kewajiban laporan KDH kepada DPRD secara berkala per triwulan. Kedua, agar DPRD Kota Medan menggunakan mekanisme pengawasan triwulan walaupun belum diatur dalam UUPD dan KDH wajib menyampaikan laporannya secara berkala per tiga bulan sehingga realisasi ABPD atas kinerja KDH mudah untuk dideteksi secara dini. Ketiga, agar KDH dalam pertanggungjawaban kinerjanya di hadapan anggota DPRD, masyarakat dan media harus berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (prinsip-prinsp good government).

Kata Kunci : Pengawasan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kinerja Pemerintah Kota Medan, dan Otonomi Daerah.


(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkann kehadirat Tuhan Yang Maha pengasih dan penyayang, atas segala berkat da kasih karunia-Nya yang selalu menyertai penulis selama menuntut ilmu di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan atas penyertaan Tuhan penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Magister Hukum (MH) di Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum.

Penulis menyadari sungguh bahwa sebagai manusia penuh dengan kekurangan dan keterbatasan, sehingga penulisan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran kearah penyempurnaan sangat penulis harapkan.

Selain itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian studi maupun penyelesaian penulisan ini banyak rintangan yang dihadapi, namun kesemuanya dapat dihadapi dengan penuh kesabaran dan berkat bantuan dan bimbingan, pengarahan serta ide-ide yang sangat berharga dari para pihak dan senantiasa mengharapkan dari Tuhan Yesus Kristus sebagai penolongku.

Karena itu penulis menhanturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya dan hormat yang setinggi-tingginya dari lubuk hati yang paling dalam kepada yang saya muliakan yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DMT dan H.Sc (CTM)., Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di Program Studi Magister Ilmu Hukum.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH., M.Hum Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang sangat perduli terhadap penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi Pembimbing dengan penuh perhatian memberikan dorongan, masukan-masukan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Ibu Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan dan arahan, masukan, semangat, petunjuk serta nasehat yang sangat berharga kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak Dr. Mirza Nasution, SH, MHum selaku penguji yang telah banyak memberikan arahan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 8. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH, MH. selaku penguji yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam rangka penyelesaian tesis ini.

9. Seluruh Guru Besar dan Dosen di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti studi di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Karyawan Tata Usaha Kampus Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Kakanda Fika, Kakanda Fitri, Kakanda Yuli, Mas Udin, Bang Hendrik, Bang Hendra Sibarani, Bang Julhiman, yang memberikan dorongan, semangat kepada penulis selama mengikuti studi Program Studi Magister Ilmu Hukum.

11.Sahabat-sahabat satu angkatan penulis Marulianus Jawak, SH. Nasrun Pasaribu, SIK, Irwan Peter Pasaribu, SH., Miswarudin, SE, Novi, dan teman yang lainnya yang tidak saya sebutkan satu persatu, sebagai teman penulis sharing dalam menyelesaikan tesis ini.


(7)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada isteri tercinta dan tersayang Derta Dermawaty Lubis yang dengan sabar memberikan selalu mengigatkan, semangat, dorongan, juga kepada Putriku Kasih Hillary Ronauli Nadeak yang saya cintai

Kupersembahkan juga terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya bapak Benyamin Nadeak dan ibu Nursinta br sinaga, yang telah membesarkan saya dan memberikan nasehat-nasehat yang baik sampai bisa menyelesaikan study saya dan menyelesaikan tesisi ini.

Ada pepatah mengatakan “tiada gading yang tak retak, kalau tak retak bukanlah gading” yang artinya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan kesempurnaan tesisi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, yang adalah sumber segala berkat, senantiasa menyertai dan melimpahkan berkat-Nya bagi kita semua.

Medan,....Juli 2013 Penulis,

117005087 Jhonny Nadeak


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jhonny Nadeak

Tempat/Tanggal Lahir : Dolokniapul 11 April 1976. Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Bubu Gg Sentosa No 2 Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung-KP.20222.

Pendidikan Formal :

S-2 Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU - Lulus Tahun 2013).


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 13

1. Kerangka Teori... 13

2. Landasan Konsepsional ... 29

G. Metode Penelitian ... 31

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31

2. Sumber Data ... 31

3. Teknik Pengumpulan Data ... 33


(10)

BAB II : PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH ... 35

A. Sistim Pemerintahan Daerah ... 35

B. Otonomi Daerah ... 38

C. Hubungan Kepala Daerah dengan DPRD ... 44

1. Prinsip Check and Balances ... 44

2. Pengawasan ... 53

D. Tugas dan Wewenang serta Kewajiban KDH dan DPRD Dalam Kaitannya Dengan Pengawasan ... 56

E. Pengaturan Fungsi Pengawasan Anggota DPRD Menurut Ketentuan Perundang-Undangan di Bidang Pemerintahan Daerah 63 BAB III : PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN TERHADAP KINERJA EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN TAHUN 2011 ... 75

A. Temuan-Temuan Anggota DPRD Dalam Melaksanakan Pengawasan Kinerja Pemerintah Kota Medan di Tahun 2011... 75

B. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Pemerintah Kota Medan Tahun 2011 ... 83

C. Konsep Pengawasan yang Ideal Terhadap Kinerja Pemerintah Kota Medan ... 93


(11)

BAB IV : TINDAKAN-TINDAKAN ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN UNTUK MELAKUKAN FUNGSI PENGAWASAN

TERHADAP KINERJA PEMERINTAH KOTA MEDAN ... 104

A. Tindakan-Tindakan DPRD Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Kota Medan ... 104

B. Kendala-Kendala Bagi DPRD Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan ... 118

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 131

A. Kesimpulan ... 131

B. Saran ... 133


(12)

DAFTAR SINGKATAN APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anjal : Anak Jalanan

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan BKD : Badan Kepegawaian Daerah

BLH : Badan Lingkungan Hidup BLU : Badan Layanan Umum DBG : Dana Bagi Hasil DBD : Demam Berdarah

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah E-KTP : Elektronik Kartu Tanda Penduduk Gepeng : Gelandangan dan Pengangguran IMB : Izin Mendirikan Bangunan IPAL : Instalasi Pengelolaan Limbah

Jamsostek : Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JPKMS : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat KDH : Kepala Daerah

KK : Kartu Keluarga

KUA : Kebijakan Umum APBD

LKPJ : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban PAD : Pendapatan Asli Daerah

Pemdakot Medan : Pemerintah Daerah Kota Medan PNS : Pegawai Negeri Sipil

PSK : Pekerja Seks Komersil

PPAS : Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran

RAPBD : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Renstra : Rencana Strategis


(13)

RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKA SKPD : Rencana Kerja dan Anggaran SKPD SDM : Sumber Daya Manusia

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

SPPL : Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Tupoksi : Tugas pokok dan fungsi

UMK : Upah Minimum Kabupaten/Kota UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPD : Undang-Undang Pemerintahan Daerah

UUMD3 : Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


(14)

ABSTRAK

Sistim pemerintahan daerah dilaksanakan sebagai konsekuensi dari demokrasi di dalam negara kesatuan. Selain dianut asas dekonsentrasi juga dianut asas desentralisasi yang ditekankan pada pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah untuk mengurusi rumah tangga sendiri secara nyata dan seluas-luasnya. Otonomi daerah memberikan hak kepada penyelenggara di daerah untuk melaksanakan pembangunan disesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah tersebut, namun tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Permasalahan dalam penelitian ini, pertama, bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah? Kedua, bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di kota Medan tahun 2011 dijalankan? Ketiga, apa saja tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?

Jenis penelitian adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, asas-asas, kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD menurut UUPD dan UUMD3 tidak diatur secara komprehensif walaupun UUPD telah diubah sebanyak dua kali tetapi pengaturan fungsi pengawasan DPRD hanya sebatas check and balances dan tidak diberi kewenangan penegakan hukum bagi DPRD. Pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun 2011 masih belum memiliki sistim pengawasan yang ideal mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut pengawasan. Tindakan-tindakan anggota DPRD Kota Medan dalam melakukan pengawasan kinerja Pemerintah Kota Medan hanya bersifat rekomendasi dan saran-saran semata selanjutnya dilakukan pemantauan secara berkesinambungan.

Disarankan, pertama, agar diatur mekanisme pengawasan triwulan dalam UUPD bersamaan dengan pengaturan kewajiban laporan KDH kepada DPRD secara berkala per triwulan. Kedua, agar DPRD Kota Medan menggunakan mekanisme pengawasan triwulan walaupun belum diatur dalam UUPD dan KDH wajib menyampaikan laporannya secara berkala per tiga bulan sehingga realisasi ABPD atas kinerja KDH mudah untuk dideteksi secara dini. Ketiga, agar KDH dalam pertanggungjawaban kinerjanya di hadapan anggota DPRD, masyarakat dan media harus berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (prinsip-prinsp good government).

Kata Kunci : Pengawasan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kinerja Pemerintah Kota Medan, dan Otonomi Daerah.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom

(locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan

undang-undang. Pada daerah-daerah dan kota yang bersifat otonom tersebut diadakan badan-badan perwakilan rakyat daerah seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (disingkat DPRD). Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan Pemerintah Daerah (disingkat Pemda) akan bersendi atas dasar permusyawaratan.1

Dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-hari, pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Kepala Daerah. Dalam melaksanakan politik pemerintahannya Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Presiden Cq Menteri Dalam Negeri, namun dalam konsep demokrasi, pertanggungjawaban kinerja pemerintahan daerah tidak cukup hanya kepada Presiden tetapi pelaksanakan tugas Kepala Daerah juga bertanggung jawab kepada masyarakat melalui DPRD sebagai representatif rakyat.

Dasar hukum pembentukan pemerintahan daerah terdapat dalam Pasal 18 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan: ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah

1

S.H. Sarundjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 28.


(16)

kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”.

Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (disingkat UUPD) menentukan Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 69 ayat (3) UUPD, Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 71 ayat (2) UUPD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pasal 72 UUPD, Kepala Daerah juga harus menyampaikan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat bersamaan dengan penyampaian laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut dalam UUPD Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenang mempunyai kewajiban menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD. Ketentuan ini menegaskan suatu kewajiban bagi Kepala Daerah untuk menyampaikan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.


(17)

Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) UUPD, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Kedudukan DPRD menurut ketentuan ini merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ketentuan ini menegaskan bahwa DPRD merupakan salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di mana sesuai dengan fungsinya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 149 ayat (1) UUPD, DPRD memiliki fungsi legislasi yaitu pembentukan Perda Kabupaten/Kota, anggaran, dan pengawasan.

Tujuan dari laporan dan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD sesungguhnya untuk dapat dievaluasi dan mengontrol kinerja eksekutif tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD dalam hal ini melaksanakan fungsinya sebagai pengawas. Fungsi pengawasan tersebut dijalankan oleh anggota DPRD sebagai wujud representasi rakyat di Kabupaten/Kota.

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan anggota DPRD Kabupaten/Kota melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, rencana strategis Kepala Daerah dalam meningkatkan pembangunan di Kabupaten/Kota wajib disampaikan kepada anggota DPRD melalui Rapat Paripurna DPRD bahkan anggota DPRD dapat meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya melalui Sidang Paripurna DPRD dapat memberikan persetujuan terhadap rencana kerja Kepala Daerah untuk tahun yang akan datang dan dapat pula


(18)

membatalkan kebijakan rencana kerja tersebut jika dipandang tidak tepat berdasarkan hak-hak anggota DPRD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 371 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3) melalui hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Konsep yang terkandung dalam UUPD dan UUMD3 menghendaki konsep kerjasama antara unsur-unsur di daerah khususnya di Kabupaten/Kota dalam menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab berdasarkan prinsip desentralisasi. Sinergi antara kedua undang-undang ini harus sejalan dalam menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab.

Pentingnya mewujudkan lembaga DPRD untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka unsur DPRD secara bersama-sama dengan pemerintah daerah harus mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah demi kepentingan masyarakat di daerah berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.2

Tujuan pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD terhadap kinerja eksekutif di daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan desentralisasi pembangunan ekonomi daerah agar tumbuh dan berkembang lebih baik serta otonom. Desentralisasi menumbuhkan semangat daerah untuk membangun dan mengurangi

2

Konsideran huruf c UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3).


(19)

beban Pemerintah Pusat, meningkatkan partisipasi serta dukungan masyarakat dalam pembangunan.3

Kota Medan merupakan salah satu daerah otonom yang dipimpin oleh seorang Walikota. Dari ketentuan UUPD tersebut ditetapkan bahwa Kepala Daerah berkewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun (vide: Pasal 69 ayat 1 UUPD), dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD (vide: Pasal 71 ayat 2 UUPD), serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat (vide: Pasal 72 UUPD).

Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di tingkat Provinsi oleh Gubernur disampaikan kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Laporan pertanggungjawaban ini disebut dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD). Sedangkan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di tingkat Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Untuk Laporan pertanggungjawaban ini disebut dengan LKPJ.4

3

Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembangunan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 21.

Baik di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota, laporan tersebut disampaikan masing-masing 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

4

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah disingkat LPPD sedangkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban disingkat LKPJ.


(20)

Dalam LKPJ kinerja Wali Kota Medan pada tahun 2011 masih banyak hal-hal yang belum dapat direalisasikan. Oleh karena itu dalam mensinergikan UUPD dan UUMD3 dalam rangka menciptakan pembangunan yang nyata dan bertanggung jawab di Kota Medan, maka anggota DPRD Kota Medan memberikan rekomendasi atas LKPJ tersebut untuk akhir tahun 2011 agar hal-hal yang dirasa belum terealisasi dapat dicapai di tahun 2012.

Banyak temuan-temuan oleh Panitia Khusus (Pansus) anggota DPRD yang belum terlaksana dan sekaligus menghambat program pembangunan di Kota Medan. Temuan itu antara lain tentang kebijakan (beschiking)5

Dalam LKPJ wali Kota Medan tersebut hanya disajikan laporan pertangggungjawaban yang sifatnya hanya statis artinya tidak berubah dari tahun-tahun yang lalu sehingga substansi dalam LKPJ tersebut sulit untuk diukur dengan fakta yang ada. Sementara pada kenyataannya kondisi di Kota Medan masih terdapat rawan banjir yang tidak teratasi dari tahun ke tahun, kawasan penyakit menular, tata pengelolaan keuangan daerah, urusan kesehatan, masalah akte kelahiran, urusan kepegawaian, urusan sosial dan ketenagakerjaan, urusan lingkungan hidup, urusan kependudukan dan catatan sipil, tumpang tindih antar kegiatan SKPD, dan lain-lain.

5

Muhammad Abduh, “Kumpulan Bahan Kuliah S2 Ilmu Hukum Konsentrasi HAN: Capita Selekta dan Perbandingan Hukum Administrasi Negara”, Modul, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, 2003), hal. 10. Dalam penelitian ini kinerja eksekutif dapat berupa kebijakan pemerintah (beschiiking) yang wajib memenuhi syarat formil dan materil. Syarat formil: tentang prosedur, bentuk dan pemberitahuan sedangkan syarat materil: dibuat oleh pejabat yang berwenang, tidak cacat, dan sesuai dengan tujuan. Jika tidak memenuhi kedua syarat ini maka tidak termasuk kebijakan (beschiking).


(21)

kota yang tidak teratur, dan lain sebagainya, tetapi dalam LKPJ tersebut Kepala Daerah (KD) tampaknya terlalu membesar-besarkan hal-hal yang sudah terealisasi.6

Tidak ketinggalan pula dalam struktur perekonomian masyarakat seperti kontribusi masing-masing sektor industri, perdagangan, hotel, restauran, dan jasa-jasa tidak disajikan secara jelas dan terang informasi tentang program. Padahal masing-masing sektor ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pembangunan Kota Medan. Dalam LKPJ tidak dirinci secara detail target-target apa yang telah dijalankan dan yang belum terealisasikan terhadap sektor-sektor dimaksud serta kontribusi pendapatan.

7

Wali Kota Medan dalam pidatonya mengatakan penyelenggaraan pemerintahan daerah selama tahun 2011 khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah cukup berhasil dan menurutnya kondisi keuangan mendukung kebutuhan pembiayaan Kota Medan. Pendapatan daerah tahun 2011 mencapai 88,95% (delapan puluh delapan koma sembilan puluh lima persen) sekitar Rp.2,74 Trilyun (dua koma

6

Pemerintahan Kota Medan, “Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011”, Pemerintah Kota Medan Tahun 2012. Antara lain: misalnya masalah yang menyangkut pembangunan di kota Medan yang belum dapat ditanggulangi Pemerintah kota Medan seperti masalah pengangguran dan kemiskinan. Tertib dan kenyamanan berlalu lintas di mana transportasi yang semakin bertambah tidak seimbang dengan sarana dan prasarana jalan yang memadai. Pasar tradisional belum efektif sebagai pasar yang standar misalnya banyaknya pasar tradisional yang berada di pinggir jalan bahkan menggunakan hampir separuh dari badan jalan. Kondisi ini juga diperparah dengan pedagang liar di pinggir jalan yang tidak tertata dengan baik dalam sebuah tempat yang disediakan. Alokasi anggaran daerah untuk pendidikan dan kesehatan masih jauh dari harapan sehingga masalahnya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan masih kurang memadai. Pengembangan UKMK masih membutuhkan perhatian serius bagi Pemerintah Daerah kota Medan untuk dapat menopang daya tahan perekonomian kota Medan. Peningkatan daya saing daerah pada era perdagangan bebas saat ini produk-produk lokal baik di pasar domestik maupun modern di kota Medan banyak dipengaruhi oleh produk-produk luar negeri sehingga menimbulkan daya saing yang kurang terhadap produk-produk lokal. Dan lain-lain.

7


(22)

tujuh puluh empat trilyun rupiah). Tidak disebutkan target pendapatan daerah di tahun sebelumnya.8

WaliKota Medan juga mengatakan di sisi belanja daerah sudah dikelola semakin efisien, efektif, dan ekonomis. Pertumbuhan ekonomi sebesar 7,9% (tujuh koma sembilan persen), pendapatan perkapita menjadi Rp.43,9 juta (empat puluh tiga koma sembilan juta rupiah) di tahun 2011.

9

Sesuai dengan fungsi yang diemban oleh anggota DPRD Kota Medan bahwa salah satu fungsi anggota DPRD adalah melaksanakan fungsi pengawasan. Menurut Pasal 69 ayat (1) UUMD3 ditentukan bahwa DPRD Kabupaten/Kota mempunyai fungsi: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut anggota DPRD berperan sebagai wujud representasi hak-hak rakyat. Melalui anggota DPRD Kota Medan masyarakat Kota Medan menyampaikan segala aspirasinya terhadap kinerja eksekutif (Pemerintah Kota Medan) dalam melaksanakan pembangunan.

Sesuai dengan perintah dalam Pasal 366 ayat (1) huruf h UUMD3 ditentukan bahwa tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota adalah “meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan

8

Naskah Pidato Wali Kota Medan Dalam Rangka Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011 Kepada DPRD Kota Medan, hal. 8.

9

Ibid., hal. 10-13. Selanjutnya terdapat pada: Rekomendasi Atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2012 dalam Keputusan DPRD Kota Medan Nomor: 171/4285/Kep-DPRD/2012, tertanggal 04 Mei 2012, hal. 9. Masalah sarana dan prasarana sekolah misalnya gedung-gedung sekolah yang seharusnya memerlukan perbaikan menjadi terabaikan, sementara sekolah yang belum saatnya direnovasi dijadikan prioritas. Masalah dalam hal ini juga terkait dengan belum meratanya tenaga pengajar di seluruh kota Medan. Tenaga pengajar di bagian pusat kota Medan umumnya berlebih dalam berbagai bidang pelajaran sementara di bagian pinggiran kota Medan masih minim sekali.


(23)

pemerintahan daerah Kabupaten/Kota”. Dalam hal ini LKPJ dimaksud adalah LKPJ Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011.

Pasal 71 ayat (2) UUPD, Kepala Daerah menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD ini disebut dengan LKPJ, yang menegaskan Kepala Daerah berkewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan LKPJ kepada DPRD, serta menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota ditentukan pula dalam Pasal 154 ayat (1) huruf h UUPD, yaitu meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Tugas dan wewenang DPRD meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah ini melalui LKPJ Kepala Daerah kepada DPRD sebagai representasi rakyat. Dalam konteks ini sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas terkait berbagai masalah yang terdapat dalam LKPJ Wali Kota Medan dalam rangka pembangunan Kota Medan sehingga menarik untuk dilakukan penelitian terhadap fungsi pengaturan, pelaksanaan pengawasan, dan hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Medan, maka dirasa penting untuk dilakukan penelitian tentang,


(24)

”Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan” sebagai judul dalam tesis ini.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini dirumuskan sebagaimana berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah?

2. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun 2011 dijalankan?

3. Apa tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam rangka melakukan penelitian terhadap ketiga permasalahan di atas, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah.


(25)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan fungsi pengawasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan tahun 2011 dijalankan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis tindakan anggota DPRD Kota Medan untuk melakukan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat secara teoritis maupun secara praktis antara lain:

1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi sebagai bahan kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut serta bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Kota Medan sebagai unsur yang secara langsung turut merasakan kinerja pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah Kota Medan.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta untuk bahan kajian lebih lanjut seperti terhadap segenap unsur Pemerintahan Daerah Kota Medan dan terhadap anggota DPRD Kota Medan dalam menyikapi berbagai masalah pembangunan di Kota Medan.


(26)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari hasil karya penelitian pihak lain. Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan terhadap judul dan permasalahan dari tesis-tesis yang ada baik di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum maupun dilakukan penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi lainnya melalui internet dan diperoleh judul tesis tentang:

1. Pengawasan DPRD Terhadap Implementasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai, oleh: Nurdin Sipayung. Penelitian mengkonsentrasikan kajiannya pada Pengawasan DPRD terhadap Perda dan Peraturan Bupati di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Pengawasan Terhadap Kinerja Eksekutif Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Dalam Perspektif UU No.8 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), oleh: TM Zuhri, NIM: 017005065. Penelitian ini mengkonsentrasikan kajiannya terhadap pengawasan kinerja eksekuti di NAD sesuai dengan UU No.8 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Kedudukan Hukum Eksekutif Daerah dan Legislatif Daerah Dalam Pembuatan Peraturan Daerah (Studi di DPRD Kota Medan), oleh: Abel Zekonia Trilegenda, NIM: 087005071. Penelitian ini mengkonsentrasikan kajiannya terhadap kedudukan antara Pemerintah Daerah Kota Medan dengan DPRD Kota Medan khususnya dalam membuat Perda Kota Medan.


(27)

Berdasarkan ketiga karya ilmiah di atas tidak satupun yang memiliki kesamaan dengan judul dan permasalahan dalam tesis ini sebab konsentrasi kajian dalam tesis ini adalah penelitian terhadap fungsi pengaturan, pelaksanaan pengawasan, dan hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Medan dalam melaksanakan fungsi pengawasan anggota DPRD terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan.

Oleh sebab itu terhadap judul dan permasalahan dalam tesis ini tidak mengandung unsur kesamaan atau plagiat dari hasil karya ilmiah pihak lain, baik dari sisi judul, permasalahan maupun dalam substansinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif, terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran ilmiah secara bertanggung jawab.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pembagian kekuasaan

(distribution of power) bukan pemisahaan kekuasaan (separation of power). Teori ini

pertama kali dikemukakan oleh Montesquieu yang disebut dengan teori trias politika. Asas mula teori ini berasal dari Negara Perancis yang membedakan kekuasaan dan tanggung jawab berkaitan dengan pemerintahan terdiri dari: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Ketiga pembagian kekuasaan ini


(28)

bersifat mandiri antara satu sama lainnya tetapi tidak terlepas dari sistim kontrol antara kekuasaan tersebut.10

Pembagian kekuasaan yang terdiri dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif tersebut bertujuan untuk mencegah tindakan penyelewenangan kekuasaan dari setiap bidang karena kekuasaan masing-masing bebas (merdeka) melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Itu sebabnya walaupun dibagi-bagi dalam tiga bentuk kekuasaan tetapi ketiga kekuasaan tersebut tidak dispisahkan tetap saling dilakukan sistim kontrol antar lembaga.11

Pembagian ketiga kekuasaan tersebut masing-masing memiliki tugas dan fungsi pokok, di mana untuk kekuasaan legislatif melaksanakan tugas sebagai regulator (pembentuk undang-undang) dan melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja eksekutif. Untuk kekuasaan eksekutif melaksanakan tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di provinsi, Kabupaten/Kota. Sedangkan kekuasaan yudikatif melaksanakan tugas dan fungsi sebagai lembaga kekuasaan kehakiman dalam rangka memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara.

Hal ini membawa konsekuensi di antara pembagian tersebut yaitu dimungkinkan adanya kerja sama antar lintas lembaga.

10

Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 12.

11


(29)

Menurut Aristoteles bahwa hukum memegang kedaulatan tertinggi, hukum tidak akan dapat digantikan oleh karena kekuasaan belaka.12 Sesuai dengan filosofi lahirnya teori trias politika Montesquieu lahir di Eropa Barat sebagai reaksi dari kekuasaan raja yang absolut di tangan satu orang. Ide trias politika ini dimaksudkan agar adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.13

Menurut Philipus M. Hadjon, penyalahgunaan wewenang dalam konsep hukum administrasi selalu diparalelkan dengan konsep detournement de pouvoir. dalam hal ini, Pemerintah melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk mewujudkan tujuan lain, selain yang telah ditentukan di dalam perundang-undangan yang berlaku.

Trias politika merupakan konsep pembagian kekuasaan yang berfungsi untuk mencegah timbulnya sebuah kekuasaan yang absolut yang pada akhirnya akan berujung pada penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan penguasa.

14

Penyalahgunaan wewenang terjadi penggunaan wewenang tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang menyimpang dari tujuan yang telah diberikan kepada pemegang wewenang itu.

12

J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 182-183.

13

Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, 1983), hal. 140.

14

Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, GH Addink, dan JBJM Ten Berge, Hukum

Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011), hal.

21-22. Dalam buku ini disebutkan: het oneigenlijk gebruik maken van haar bevoegdheid door de overheid. Hiervan is sprake indien een overheidsorgaan zijn bevoegdheid kennelijk tot een ander doel heeft gebruiktdan tot doeleinden waartoe die bevoegdheid is gegevan. De overheid schendt aldus het specialiteitsbeginsel.


(30)

Selanjutnya Hadjon mengatakan, terjadinya penyalahgunaan wewenang bukan karena suatu kealpaan melainkan dilakukan secara sadar dan disengaja atas dasar interest

pribadi yang negatif untuk mengalihkan tujuan yang telah diberikan kepada pemegang wewenang itu.15

Konsep dalam teori trias politika sebagai penentangan dari kesewenangan penguasa dari Montesquieu membagi kekuasaan antara kekuasaan legislatif yang memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, eksekutif yang yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan yudikatif untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang.16 Franz Magnis Suseno, mengatakan, ”Pemisahan kekuasaan perlu untuk mencegah jangan sampai seseorang, badan, atau jawatan menjadi terlalu kuat dan menghancurkan kebebasan masyarakat”.17

Pada prinsipnya pengawasan terhadap pemerintah bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta mengembangkan mekanisme

check and balances antara lembaga legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif daerah

(pemerintah daerah/KD) demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Mirza Nasution menyebutkan, check and balances erat kaitannya dengan asas trias politika yang bermakna pembagian kekuasaan secara horizontal.18

15

Ibid., hal. 22. 16

Tokoh-tokoh yang mengusung konsep trias politika diantaranya Montesquieu (Perancis) dan John Locke (Inggris).

17

Franz Magnis Suseno dalam Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan,

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 109.

18

Mirza Nasution, Pertanggungjawaban Gubernur Dalam Negara Kesatuan Indonesia, (Jakarta: Sofmedia, 2011), hal. 169.


(31)

Montesquieu sama sekali tidak bermaksud untuk mengemukakan ajaran kekuasaan negara yang bersifat mutlak. Ide pembagian kekuasaan yang diajarkan Montesquieu merupakan gambaran mengenai cara yang dapat ditempuh oleh negara untuk mewujudkan tujuannya yaitu memberikan kebaikan tertinggi kepada warga negaranya berdasarkan asas kedaulatan rakyat.19

Montesquieu juga tidak bermaksud untuk memisahkan kekuasaan negara melainkan hanya untuk membaginya dalam tiga kekuasaan sebagai antisipasi penyelahgunaan wewenang absolut. Pemisahaan kekuasaan mengandung makna kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai orangnya maupun mengenai fungsinya. Sedangkan dalam konteks pembagian kekuasaan hanya kekuasaannya yang dibagi dalam beberapa bagian yang mengandung konsekuensi tetap dimungkinkannya kerja sama antara ketiga kekuasaan.20

Dalam UUD 1945 terdapat pembagian kekuasaan yang terdiri dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif. UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia harus menjadi sumber dasar menjalankan kekuasaan agar pembangunan nasional terarah pada pemenuhan kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan umum. Konstitusi sebagai sumber kekuasaan, hukum tidak hanya memiliki kedaulatan dan kewibawaan tertinggi, tetapi juga harus menjadi dasar dan landasan kehidupan bernegara.

Dalam konstitusi negara Republik Indonesia terkandung norma dasar dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat

19

Hotma P. Sibuea, Op. cit, hal. 16. 20


(32)

dan dilaksanakan melalui undang-undang. Untuk mewujudkan tujuan demi kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan bagi warga negara Indonesia inilah maka kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat.

Desentralisasi bukan berarti kebebasan atau kemerdekaan (onafhankelijkheid) di daerah melainkan kemandirian (zelfstandigheid). Kemandirian dalam ikatan negara kesatuan, karena itu diperlukan pengawasan untuk mengendalikan agar desentralisasi tidak bergeser semacam menjadi kemerdekaan daerah walaupun sekedar untuk urusan pemerintahan.21

Menurut teori desentralisasi, harus diadakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom.

Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Teori desentralisasi tidak mengharuskan semua urusan diserahi atau dilimpahi kepada institusi atau lembaga atau dari pejabat tertentu di daerah. Indonesia dalam negara kesatuan, konsep desentralisasi tidak boleh dilaksanakan secara total (total

21

Philipus M. Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignjo, Sjachran Basah, Bagir Manan, HM. Laica Marzuki, JBJM. Ten Berge, PJJ. Van Buuren, dan FAM. Stroink, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hal. 212.


(33)

decentralization). Tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apapun di negara kesatuan yang sepenuhnya diselenggarakan secara desentralisasi.22

Pemerintah lokal administratif (local state government) itulah sebagai pemerintah wilayah, terbentuk sebagai konsekuensi dari desentralisasi. Pemerintah lokal administratif hanya menyelenggarakan perintah-perintah atau petunjuk-petunjuk dari pemerintah pusat dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat. Pemerintah lokal administratif dibentuk karena penyelenggaraan semua urusan pemerintahan negara tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat. Konsekuensi dari pemerintah lokal administratif, maka tugas-tugas pemerintah daerah hanya terbatas pada tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat.23

Sedangkan urusan Kepala Daerah yang lain dilaksanakan oleh pemerintah lokal yang mengurus rumah tangga sendiri (local self government) sebagai konsekuensi dari desentralisasi dan tetap dalam ikatan NKRI. Hal ini dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus pada daerah-daerah tertentu di mana Kepala Daerah diberi urusan untuk mengurusi kepentingan daerahnya sendiri.24

Posisi DPRD dalam sistim ketatanegaraan secara hosizontal menjalankan kekuasaan legislatif sebagai konsep dari teori desentralisasi. Posisi ini sehubungan pula dengan penyelenggaraan otonomi daerah di mana pemerintah daerah perlu

22

Mirza Nasution, Op. cit., hal. 264. 23

S.H. Sarundjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 28.

24


(34)

diawasi oleh dewan legislatif sebagai amanat UUD Tahun 1945. Pengawasan terhadap pemerintah daerah tersebut sehubungan dengan tugas pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 18 ayat (3) UUD Tahun 1945 menegaskan norma yang mengatur pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti berdasarkan asas desentralisasi, maka setiap daerah otonom memiliki DPRD yang bertugas sebagai representatif asas kedaulatan berada di tangan rakyat.

Segala bentuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di daerah dikontrol dan diawasi oleh rakyat melalui dewan perwakilannya yaitu DPRD. Dalam konteks ini Kepala Daerah dan anggota DPRD secara bersama-sama berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Kepala Daerah bertanggung jawab terhadap semua kinerja yang dilakukan di daerah sedangkan DPRD bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Daerah.25

Jika dikaitkan dengan norma yang terkandung di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD

25

Akmal Boedianto, Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD Partisipatif, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hal. 94.


(35)

1945 yang mengandung asas kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, maka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja pemerintah (eksekutif) merupakan wujud dari kedaulatan berada di tangan rakyat dalam konsep negara demokrasi.

DPRD sebagai lembaga legislatif harus mampu menjalankan fungsi kontrolnya secara efektif (effective representative system).26 Teori pengawasan menurut Stoner dan Freeman: “Controlling is the process of assuring that actual

activities conform to planed activities”. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa

secara umum pengawasan merupakan proses untuk menjamin suatu kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan.27

Kemudian Koontz, berpendapat: “Controlling is measurement and correction of performance in order to make sure that enterprisen objectivies and the plans

devised to attain them are being accomplished”. Menurut pendangan ini, pengawasan

dimaksud merupakan suatu cara untuk melakukan pengukuran dan tindakan atas kinerja yang berguna untuk meyakinkan organisasi secara objektif dan merencanakan suatu cara dalam mencapai tujuan organisasi.

28

Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa pengawasan dilaksanakan agar visi, misi, dan tujuan organisasi tercapai dengan lancar tanpa ada penyimpangan atau segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui serta menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan apakah sesuai dengan yang

26

Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi....Loc. cit. 27

Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Loc. cit. 28


(36)

semestinya atau tidak, apakah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau terjadi penyimpangan.

Dengan adanya adanya wewenang pengawasan bagi DPRD terhadap pemerintah daerah pada prinsip masyarakat terlindungi dari ketidaksewenang-wenangan penguasa (pemerintah) khususnya pemerintah daerah. Hadjon mengatakan, perlindungan hukum preventif sebenarnya menghendaki “mencegah sengketa lebih baik daripada menyelesaikan sengketa”. Beliau juga mengakui bahwa perlindungan hukum dalam hukum administratif di Indonesia belum memadai dalam hal upaya preventif.29

Pengawasan dapat memberikan umpan balik kepada pemerintah itu sendiri. Pengawasan harus memberikan informasi sedini mungkin, sebagai bagian dari sistim peringatan dini bagi pemerintah daerah. Sistim pengawasan melekat pada setiap fungsi yang dilakukan manajemen artinya pada saat melaksanakan fungsi perencanaan seorang manajer dan yang mempunyai fungsi pengawasan sudah harus melaksanakan fungsi pengawasan demikian juga pada fungsi manajemen lainnya.30

Berdasarkan teori pengawasan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pengawasan dari anggota DPRD memiliki arti penting bagi pemerintah daerah, karena akan memberikan umpan balik (feed back) untuk perbaikan pengelolaan pembangunan, sehingga tidak keluar dari jalur-jalur dan prosedur/tahapan serta tujuan otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Sementara bagi

29

Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, GH Addink, dan JBJM Ten Berge, Op. cit., hal. 8-9.

30


(37)

pelaksana, pengawasan merupakan aktivitas untuk memberikan kontribusi dalam proses pembangunan daerah agar aktivitas pengelolaan daerah dapat mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien.

Upaya untuk mewujudkan pengawasan ini mendorong birokrasi pemerintahan yang baik (good governance) yang ditekankan pada Pemerintah khususnya pemerintah daerah harus menjadi pemimpin yang berprinsip dan berpijak pada transparansi dan tanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan dan program. Pemerintah harus pula mengedepankan kemauan politik untuk menjaga tata kelola pemerintahannya selalu bersih.31

Kinerja tanpa pengawasan berpotensi membuat kekuasaan tidak terkontrol, akibatnya akan membuat kekuasaan melakukan praktik-praktik korupsi. Bismar menegaskan seharusnya diadakan pembaharuan pemerintahan (reinventing

government) dalam sistem politik. Pembaharuan dimaksud untuk melakukan

restrukturisasi organisasi dengan mengubah tujuan-tujuan yang salah dalam distribusi kekuasaan.

32

Pengawasan DPRD bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta mengembangkan mekanisme check and balances antara

31

Sofyan Nasution, “Upaya Mendorong Birokrasi Pemerintah Berlandaskan Prinsip-Prinsip Good Governance”, Makalah yang disampaikan pada Seminar tentang Diseminasi Policy Paper, diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal. 1-2.

32

Bismar Nasution, “Penerapan Good Governance Dalam Menyambut Domestic Regulations WTO”, Makalah yang disampaikan pada Acara Diskusi Mengenai Domestic Regulations-WTO, diadakan oleh Bank Indonesia di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2007, hal. 8-9.


(38)

lembaga legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif daerah (pemerintah daerah/KD) demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.33

Menurut Philipus M. Hadjon, sehubungan dengan makna desentralisasi, bukan berarti kebebasan atau kemerdekaan (onafhankelijkheid) di daerah melainkan kemandirian (zelfstandigheid), oleh karena itu, diperlukan pengawasan untuk mengendalikan agar desentralisasi tidak bergeser semacam menjadi kemerdekaan pemerintahan daerah.34

Pengawasan sangat penting dilakukan terhadap pelaksanaan kinerja pemerintah daerah karena tugas dan wewenang pemerintah sehubungan dengan pelayanan publik yang berarti menyangkut hak-hak sosial (social right) yang harus diterima masyarakat dari pemerintah seperti hak-hak untuk mendapatkan pendidikan, hak memperoleh kenyamanan, keamanan, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, jaminan hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum, jaminan sosial, dan lain-lain.

35

Dalam mewujudkan hak-hak rakyat tersebut tidak dapat hanya sekedar diakui tetapi perlu duwujudkan melalui peran serta DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah, maka muncullah sistim otonomi daerah. Sistim otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

33

Mirza Nasution, Op. cit., hal. 169. 34

Philipus M. Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignjo, Sjachran Basah, Bagir Manan, HM. Laica Marzuki, JBJM. Ten Berge, PJJ. Van Buuren, dan FAM. Stroink, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hal. 212.

35

Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, GH Addink, dan JBJM Ten Berge, Op. cit., hal. 26.


(39)

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan kekuasaan pemerintahan dikenal asas desentralisasi dan dekonsentrasi.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebahagian dari kewenangan pemerintah pusat kepada alat-alat pemerintahannya yang ada di daerah.36 Sedangkan desentraslisasi merupakan pendistribusian kekuasaan Pemerintah pusat ke daerah-daerah.37 Desentralisasi inilah yang pada akhirnya menjadi asas dalam penyelenggaraan negara yang mengenal istilah daerah otonom sehingga dikenal dengan dengan konsep ini terbentuk lah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.38

Pasal 1 ayat (8) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), ditentukan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Menurut undang-undang ini kekuasaan Pemerintah Pusat didistribusikan kepada Wilayah Provinsi dan daerah-daerah Kabupaten/Kota dalam hal mengurusi sendiri daerah-daerah tersebut.

Pasal 1 ayat (9) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Menurut

36

Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: Sofmedia, 2009), hal. 8.

37

Ibid., hal. 38. 38


(40)

undang-undang ini sebahagian yang menjadi wewenang Pemerintah pusat dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan/atau kepada bupati/wali kota.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Sebagaimana fungsi dewan legislatif DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPRD dilaksanakan sebagai perwujudan DPRD selaku pemegang kekuasaan membentuk Perda di daerah. Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang pemerintahan daerah dan APBD.

Taufiqurrohman Syahuri menegaskan dengan adanya konstitusi berfungsi membatasi kekuasaan organ-organ negara yang mengatur susunan oganisasi pemerintahan, menetapkan badan-badan negara dan cara kerja badan-badan tersebut, menetapkan hubungan antara Pemerintah dan warga negara, serta mengawasi


(41)

pelaksanaan pemerintahan.39

Dalam konteks penyelenggaran pemerintahan daerah asas pemerintahan yang baik berfungsi untuk mewujudkan cita hukum otonomi daerah. Asas pemerintahan yang baik tidak hanya ditujukan kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Menurut Bismar Nasution, dalam mengupayakan pemerintahan yang baik perlu didukung oleh suara hati berbagai kalangan untuk menerapkannya, seperti lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Dengan demikian secara politis, pemberian kewenangan untuk mengurusi urusan di daerah tidak diserahkan demikian saja kepada pemerintah daerah tetapi melibatkan peran DPRD untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintahan daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan daerah otonom.

40

Konsep dasar pengawasan DPRD meliputi pemahaman tentang arti penting pengawasan yang efektif, ruang lingkup dan proses pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling atau disingkat POAC) untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai

39

Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 65.

40

Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance: Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral”, Makalah yang disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip

Good Governance, diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia berkerjasama dengan

Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal. 1.


(42)

dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.41

Peran serta DPRD dalam melakukan pengawasan sangat diharapkan. Setelah berlakunya UUPD dan UUMD3, diletakkan dasar penyelenggaraan otonomi daerah yang diperlukan pengawasan dari legislatif khususnya pengawasan DPRD terhadap kinerja Kepala Daerah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas-tugas Pemerintah di daerah.

Sikap yang menutup diri atau menyimpan informasi yang seharusnya wajib disampaikan kepada publik bertentangan dengan prinsip tarnsparansi ini. Bidang-bidang yang menjadi urusan pemerintah daerah sebagaimana yang diperintahkan dalam UUPD harus dilaksanakan secara transparan kepada rakyat melalui laporan pertanggungjawabannya di hadapan anggota DPRD.

Pelaksanaan prinsip tanggung jawab merupakan kunci suatu keberhasilan dalam mengemban amanah. Tanggung jawab masing-masing jajaran birokrat dalam pelaksanaan pembangunan daerah, tidak terlepas dari tanggung jawab sebagai Kepala Daerah. Oleh karenanya Kepala Daerah dan jajaran pemerintahan harus sama-sama bertanggung jawab di hadapan anggota DPRD atas kinerja yang dilakukan jika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan rencana. Prinsip pertanggungjawaban

41

Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat


(43)

mengharuskan pemerintahan daerah selalu patuh terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.42

Dalam menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik perlu didukung dengan moralitas penyelenggara negara baik Kepala Daerah maupun jajarannya. H.L.A. Hart dengan sangat simpatik menyebutkan, “hukum harus mengandung aspek internal yang terdiri dari moral dan ketentuan sosial”. Penyelenggaraan pemerintah daerah pada dasarnya berpedoman pada pola pikir hukum yang bermuatan moral. Pentingnya moralitas penyelenggara negara menunjukkan bahwa budaya hukum

(legal culture) yang dianut tidak hanya memandang hukum an sich atau hukum

adalah hukum. Pandangan hukum an sich dalam konteks pranata hukum yang didasarkan pada teori hukum untuk mencari pola pranata hukum yang tepat dan efektif.

43

2. Landasan Konsepsional

Landasan konsepsional dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh dasar konseptual, bertujuan untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain:

a. Pemerintahan Daerah (Pemda) adalah Pemerintahan Daerah Kota Medan sebagaimana ditentukan dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

b. Eksekutif adalah Pemerintah Daerah Kota Medan.

42

Ibid. 43


(44)

c. Legislatif adalah DPRD Kota Medan.

d. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintahan Kota Medan untuk tahun 2011.

e. Kota adalah Kota Medan sebagai daerah khusus kota. f. Wali kota adalah Wali Kota Medan.

g. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah DPRD sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, UUPD, dan UUMD3 yang dalam hal ini anggota DPRD tersebut adalah anggota DPRD Kota Medan.

h. Fungsi Pengawasan adalah fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja Pemerintahan Daerah Kota Medan.

i. Kinerja Eksekutif adalah pelaksanaan peran, fungsi, tugas, dan wewenang Pemerintah Daerah Kota Medan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

j. Otonomi Daerah adalah prinsip yang memberikan otonomi seluas-luasnya terhadap hak-hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom Kota Medan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat Kota Medan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.44 k. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat

hukum di Kota Medan yang mempunyai batas-batas wilayah dan berwenang mengatur serta mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

44


(45)

Kota Medan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip), kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan di bidang pelaksanaan otonomi daerah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta45

2. Sumber Data

terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja Pemerintah Kota Medan secara analitis dan sistematis.

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu: UUD Tahun 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UUPD) yang telah direvisi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

45

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 96.


(46)

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3), Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan Nomor 171/7940/KEP-DPRD/2010 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, LKPJ Kepala Daerah Tahun 2011.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan dan ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari: buku-buku, makalah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, dan surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para pakar hukum yang relevan dengan objek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dapat berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Hukum serta Kamus Bahasa Inggris.

Selain digunakan data sekunder di atas, juga digunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan anggota DPRD Kota Medan. Informan dipilih secara acak dari para anggota DPRD khususnya Komisi A yang bertugas melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah. Mekanisme wawancara dilakukan secara mendalam kepada para informan untuk menjelaskan persoalan-persoalan dalam pelaksanaan pengawasan. Wawancara tersebut dilakukan tidak terstruktur melainkan disesuaikan dengan kebutuhan informasi yang diperlukan.


(47)

Tujuan wawancara ini dilakukan adalah untuk memperkuat argumentasi-argumentasi normatif dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research) di perpustakaan dan studi dokumen-dokumen di Kantor Pemerintah Daerah Kota Medan serta di Kantor DPRD Kota Medan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang relevan, termasuk LKPJ Kepala Daerah pada tahun 2011.

Baik terhadap bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier, dapat diperoleh melalui membaca referensi, melihat, mendengar melalui seminar, pertemuan-pertemuan ilmiah, rapat, laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah Kota Medan, serta mendownload data melalui internet. Data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah guna memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan seberapa jauh data dikumpulkan dikaitkan dengan norma ketentuan perundang-udangan yang berlaku sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini bukan diungkapkan berdasarkan banyaknya data yang dikumpulkan (kuantitas). Menganalisis data berdasarkan teori-teori yang digunakan, asas-asas, norma-norma, kaidah-kaidah, doktrin-doktrin di bidang otonomi daerah yang terpenting dan relevan dengan permasalahan di atas. Kemudian memberikan argumentasi-argumentasi yuridis atas hasil penelitian yang telah dilakukan, penilaian benar atau salah atau apa dan bagaimana yang semestinya menurut asas, norma hukum, kaidah, dan doktrin.


(48)

Analisis dikaitkan dengan teori yang digunakan dengan cara menghubungkan teori pembagian kekuasaan dan teori efektivitas di atas dengan permasalahan yang diteliti melalui analisis yang tajam dan mendalam. Data yang dianalisis diungkapkan secara deduktif46 dalam bentuk uraian secara sistematis sehingga dapat menjelaskan hubungan antar pelaksanaan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Medan terhadap kinerja eksekutif di Kota Medan sebagaimana dirumuskan dalam permasalahan di atas dapat dijawab dengan baik.

46

Deduktif adalah suatu bentuk penalaran logika yang menjelaskan terlebih dahulu hal-hal bersifat umum kemudian baru menjelaskan hal-hal yang besifat lebih khusus.


(49)

BAB II

PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG

PEMERINTAHAN DAERAH

A. Sistim Pemerintahan Daerah

Mirza Nasution, mengatakan dalam hal ini pimpinan pemerintahan sebagai pelaksana disatukan dalam satu tangan, menurutnya:47

Dekonsentrasi dipimpin oleh kepala wilayah dan desentralisasi dipimpin oleh Kepala Daerah tetapi pejabatnya itu juga pada satu orang yang sama sehingga disebutnya sebagai “uni personal”. Predikat jabatan adalah gubernur untuk tingkat provinsi, bupati/walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota. Jabatan demikian dikenal saat ini sebagai Kepala Daerah saja baik untuk tingkat gubernur maupun Kabupaten/Kota.

Kewenangan pelaksanaan dekonsentrasi ada pada gubernur dalam urusan pemerintahan, sedangkan bupati dan walikota tidak lagi menjadi pejabat dekonsentrasi seperti gubernur. Pada dasarnya desentralisasi melimpahkan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara vertikal dari institusi atau lembaga atau dari pejabat yang lebih tinggi kepada lembaga atau dari pejabat bawahannya sehingga yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu.48

Daerah provinsi melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi sebagai manifestasi dari wilayah administrasi yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam rangka NKRI. Dengan demikian konstruksi etonomi daerah (desentralisasi)

47

Mirza Nasution, Op. cit., hal. 262. 48


(50)

secara penuh hanya diterapkan pada daerah kabupetan/kota, sedangkan provinsi selain daerah otonom juga merupakan wilayah administrasi. Menurut Marzuki Lubis, dalam hal desentralisasi, pemerintah provinsi bukan menjadi atasan dari pemerintah Kabupaten/Kota, akan tetapi baik pemerintah provinsi maupun pemerintah Kabupaten/Kota berada pada posisi yang sama.49

Makna desentralisasi bukan berarti semua urusan diserahi atau dilimpahi kepada institusi atau lembaga atau dari pejabat tertentu di daerah, tetapi oleh karena NKRI adalah negara kesatuan maka konsep desentralisasi tidak boleh dilaksanakan secara total.50

Urusan Kepala Daerah yang lain dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus pada daerah-daerah otonom.

Pemerintah lokal administratif diterjemahkan sebagai pemerintah wilayah, terbentuk sebagai konsekuensi dari desentralisasi.

51

Urusan pemerintah lokal mengurus rumah tangga sendiri yang berarti otonom artinya memerintah sendiri tetapi tetap berada dalam kerangka sistim pemerintahan negara.52

Dalam kerangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, NKRI tetap menggunakan dekonsentrasi dan desentralisasi.53

49

Marzuki Lubis, Op. cit., hal. 178.

Dalam perkembangannya pelaksanaan desentralisasi dengan sistim otonomi ini bergerak lebih cepat dibanding dekonsentrasi. Peran DPRD dalam hal ini merupakan elemen penting dalam

50

Mirza Nasution, Op. cit., hal. 264. 51

Ibid. 52

Ibid., hal. 26. 53


(51)

melengkapi pelaksanaan tugas Kepala Daerah dalam rangka melaksanakan desentralisasi atau mengurusi rumah tangga sendiri. Hal yang menjadi persoalan desentralisasi adalah masalah politis yang berdampak pada tarik ulur karena DPRD secara politis memiliki kelemahan yang seolah-olah berada di bawah departemen dalam negeri.54

Pemerintah daerah (Kepala Daerah) sebagai sub sistim pemerintahan nasional yang menjalankan desentralisasi (otonomi daerah) harus bertanggung jawab sendiri terhadap pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di daerah otonom.55

Sedangkan provinsi atau daerah yang menjalankan dekonsentrasi atau tugas pembantuan, Kepala Daerah harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Pemerintah Pusat (Presiden) karena Gubernur dan atau Bupati/Wali Kota dalam konteks ini sebagai wakil pemerintah Pusat secara vertikal. Tujuan pelaksanaan tugas pembantuan ini untuk membantu penyelenggaraan jalannya pemerintahan umum yang menjadi tugas Pemerintah yang tidak diserahkan menjadi urusan rumah tangga daerah seperti urusan pemerintah seperti urusan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter atau percetakan uang, peradilan, dan masalah yang berurusan dengan keagamaan, dan lain-lain.

56

Dalam ketentuan pemerintahan daerah, satu hal yang paling penting dan esensial adalah pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah.

54

Akmal Budianto, Op. cit., hal. 41. 55

Faisal Akbar, Op. cit., hal. 10. 56

Ibid., hal. 8. Lihat juga: Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD).


(52)

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintah pusat tersebut dalam hal terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurusi sendiri rumah tangganya berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan.57

B. Otonomi Daerah

Otonomi daerah sebagai aplikasi dari konsep desentralisasi. Pada negara-negara yang menjalankan asas desentralisasi sebagai akibat dilimpahkannya kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada wilayah-wilayah maupun daerah-daerah negara tersebut (pemerintah lokal) menjadi urusan rumah tangganya. Konsekuensi desentralisasi adalah menimbulkan konsep otonomi daerah. Meskipun demikian tidak berarti bahwa daerah (pemerintah lokal) yang bersangkutan terlepas dari hubungannya dengan

57


(53)

pemerintah pusat tetapi tetap dianutnya hubungan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.58

Makna otonomi pada awalnya dipahami secara luas dan sangat berkuasa menurut MC. Ricklefs, disebutnya:

Seorang penguasa pusat memiliki tiga teknik utama yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kekuasaannya. Pertama, dia dapat memberi otonomi yang cukup luas dan keuntungan-keuntungan langsung yang berbentuk kekayaan, martabat dan perlindungan kepada penguasa daerah, sebagai imbalan dukungan mereka kepadanya. Kedua, dia dapat memelihara kultus kebesaran mengenai dirinya dan istananya yang mencerminkan kekuatan-kekuatan gaib yang mendukung dirinya. Ketiga, yang paling penting di antara semua tekni, dia harus memiliki kekuatan militer untuk menghancurkan setiap oposisi.59

Ternyata pada mulanya konsep otonomi digunakan sebagai suatu alat penguasa untuk menentukan segala tindak-tanduk kekuasannya secara utuh dan menunjukkan kekuasaan yang mutlak. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda di tahun 1903 dikenal dengan daerah-daerah Swapraja yang diberikan kewenangan oleh Pemerintahan Hindia Belanda kepada para raja-raja yang mengakui kedaulatan Belanda atas daerah yang dikuasainya. Otonomi pada masa itu bercirikan bahwa daerah tersebut tetap dapat menjalankan pemerintahan sendiri, berdasarkan perjajian politik yang masing-masing dilakukan oleh raja-raja.60

Daerah Swapraja merupakan daerah otonom serta melaksanakan pemerintahan sesuai tradisi atau hukum adat setempat. Di luar Swapraja masih terdapat daerah-daerah persekutuan hukum adat yang mengurus rumah tangganya

58

Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 23. 59

B.N., Marbun, Op. cit., hal. 28. 60


(54)

sendiri menurut hukum adat setempat. Kepada adat daerah di samping menjalankan rumah tangganya sendiri, juga menjalankan urusan-urusan Pemerintahan Hindia Belanda yang disebut dengan tugas medebewind, tetapi tidak memperoleh gaji dari Pemeirntah Hindia Belanda.61

Berbicara mengenai otonomi daerah berarti membicarakan spketrum yang sangat luas, hampir semua negara berkeinginan untuk menghendaki otonomi, yaitu hak untuk mengurusi rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan atau intervensi pihak lain. Istilah otonomi berasal dari kata auto yang berarti senidiri dan

nomous yang diartikan hukum atau peraturan. Sehingga dapat diartikan sebagai

aturan hukum yang berlaku untuk dirinya atau daerahnya sendiri.62

Konsep otonomi selalu mengandung unsur perundangan (regeling) dan juga mengandung unsur pemerintahan (bestuur). Pada hakikatnya otonomi daerah menurut S.H. Sarundjang adalah:63

1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah-daerah. Hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri merupakan inti keotonomian suatu daerah meliputi antara lain: penetapan kebijakan sendiri, melaksanakannya sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, hak itu dikembalikan pada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah pusat.

2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya.

3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pokok atas urusan yang diserahkan kepadanya.

61

Ibid. 62

S.H. Sarundjang, Op. cit., hal. 33. 63


(55)

4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurusi rumah tangga daerah lain. Dengan demikian suatu daerah otonom adalah daerah yang self government, self sufficiency, self authority, dan self

regulation to its law and affairs dari daerah lainnya baik secara vertikal

maupun horizontal.

Berdasarkan hakikat otonomi daerah di atas, dapat dimengerti bahwa otonomi bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan dan sebagai upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur. Otonomi daerah mengarahkan pembangunan di daerah dalam rangka memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan peran aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Pengaturan tentang otonomi daerah diatur dalam UUPD. Asas-asas penting dalam UUPD terkandung beberapa asas penting yaitu: asas otonomi dan tugas pembantuan, DPRD sebagai wakil rakyat dalam unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah, asas mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, asas pemilihan langsung terhadap Kepala Daerah dan wakilnya oleh masyarakat setempat melalui Pilkada.64

Pada prinsipnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengandung otonomi yang nyata, bertanggung jawab, dan dinamis. Otonomi yang

64


(1)

B. Saran

Saran sebagai masukan untuk perbaikan terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD dalam UUPD hendaknya diatur mekanisme pengawasan triwulan dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bersamaan dengan pengaturan kewajiban laporan KD kepada DPRD secara berkala per triwulan.

2. Diharapkan agar DPRD Kota Medan menggunakan mekanisme pengawasan triwulan (walaupun belum diatur dalam UUPD) terhadap realisasi APBD yang dilaksanakan dalam sekali dalam tiga bulan dan KD wajib menyampaikan laporannya secara berkala per tiga bulan sehingga realisasi ABPD atas kinerja KD mudah untuk dideteksi secara dini, LKPJ setiap akhir tahun mudah diketahui masalah-masalah apa dan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan dan bagaimana manfaatnya bagi masyarakat.

3. KD dalam pertanggungjawaban kinerjanya di hadapan anggota DPRD, masyarakat dan media harus berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (prinsip-prinsp good governance). Dengan demikian pemerintahan tersebut akan semakin berwibawa dan berarti bagi masyarakat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Abari, M., Lengkap Lembaga Tinggi Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Penerbit Limas, 2011.

Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembangunan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 21.

Attamimi, Abdul Hamid S., Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Depok: Universitas Indonesia, 1990. Boedianto, Akmal, Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD

Partisipatif, Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010.

Hadjon, Philipus M., dkk., Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011.

______Hukum Administrasi dan Good Governance, Jakarta: Universitas Trisakti, 2012.

______Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008.

Kusnardi, Moh. dan Hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, 1983.

Lubis, Marzuki, Pergeseran Garis Peraturan Perundang-Undangan Tentang DPRD & Kepala Daerah Dalam Ketatanegaraan Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2011.

Lubis, M. Solly, Serba-Serbi Politik & Hukum, Edisi 2, Jakarta: Sofmedia, 2011. ______Manajemen Strategis Pembangunan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2011. ______Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi Dalam Rangka Ultah Ke-80

Prof. Solly Lubis, Jakarta: Sofmedia, 2010.


(3)

Marulita, Sahat, Materi Kajian Substansi, Proses, Mekanisme dan Norma

Penyusunan dan Penyampaian LKPJ Bupati/Walikota, Cibubur: Widya

Parlemen, Pusat Studi dan Pengembangan Kaspasitas Legislatif, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.

MD, Mahfud., Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009. Nasution, Mirza, Pertanggungjawaban Gubernur Dalam Negara Kesatuan

Indonesia, Jakarta: Sofmedia, 2011.

Pasaribu, Jasper dan Majda El Muhtaf, Ilmu Negara, Medan: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2008.

Rahardjo, Satjipto, Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah,

Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2002.

Rapar, J.H., Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Sibuea, Hota P., Asas-Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2010.

Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta: Kencana, 2011.

Sarundjang, S.H., Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Suwandi, Menggagas Format Otonomi Daerah, Jakarta: Nusamedia, 2005.

Tim Suara Pembaharuan, Otonomi Daerah Peluang dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Wasistiono, Sadu dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan


(4)

B. Perundang-Undangan

UUD Tahun 1945.

UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD) yang telah direvisi melalui Penetapan Perppu No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (PPPAKIP).

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan Nomor 171/7940/KEP-DPRD/2010 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Keputusan Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kota Medan Nomor: 171/3578/Kep-DPRD/2013 tentang Rekomendasi DPRD Kota Medan Terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2012.

C. Makalah, Jurnal, dan Artikel

Abduh, Muhammad, “Kumpulan Bahan Kuliah S2 Ilmu Hukum Konsentrasi HAN: Capita Selekta dan Perbandingan Hukum Administrasi Negara”, Modul, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, 2003.

DPRD Kota Medan, “Pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011”, Risalah Rapat Paripurna Tanggal 05 April s/d 07 Mei 2012, Medan, 2012.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, “Catatan dan Saran Panitia Khusus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun 2011.

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah disingkat LPPD sedangkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban disingkat LKPJ.


(5)

Nasution, Bismar, “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance: Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral”, Makalah yang disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia

Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Governance,

diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia berkerjasama dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara.

_______“Penerapan Good Governance Dalam Menyambut Domestic Regulations WTO”, Makalah yang disampaikan pada Acara Diskusi Mengenai Domestic Regulations-WTO, diadakan oleh Bank Indonesia di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2007.

Nasution, Sofyan, “Upaya Mendorong Birokrasi Pemerintah Berlandaskan Prinsip-Prinsip Good Governance”, Makalah yang disampaikan pada Seminar tentang

Diseminasi Policy Paper, diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik

Indonesia, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara.

Nazief, Yusrin, “Kewenangan Daerah dan Fungsi Aparatur Pemerintah Dalam Penyusunan Peraturan Daerah”, Modul Perkuliahan, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Naskah Pidato Wali Kota Medan Dalam Rangka Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011 Kepada DPRD Kota Medan.

Pemerintahan Kota Medan, “Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011”, Pemerintah Kota Medan Tahun 2012.

Pemerintah Kota Medan, “Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2011”, Pemerintah Kota Medan Tahun 2012.

D. Internet

http://www.pemkomedan.go.id/news_detail.php?id=14466, diakses tanggal 03 Mei 2013. Berita di Situs Resmi Pemerintah Kota Medan, judul “Pelayanan di RSUD Pirngadi Harus Ditingkatkan”.

http://www.jimly.com/pemikiran/view/11, diakses tanggal 02 Mei 2013. Artikel ditulis oleh Jimly Asshiddiqie, dengan judul “Prinsip Pokok Negara Hukum”.


(6)

oleh: Wahyu Priyono, dengan judul: “Optimalisasi Fungsi Dprd Dalam Pengawasan Pemerintah Daerah”.

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/view/1119, diakses tanggal 05 Mei 2013. Artikel ditulis oleh: Herman Bonai, dengan judul: “Pentingnya Fungsi Pengawasan Dprd Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Menyangkut Pembagian Dana Pemberdayaan Kampung Di Distrik Angkaisera Kampung Menawi Kabupaten Kepulauan Yapen”.


Dokumen yang terkait

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI LEMBAGA EKSEKUTIF DI DAERAH

0 9 15

NASKAH PUBLIKASI PERAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pereduksian Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang N

0 1 19

BAB II PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH A. Sistim Pemerintahan Daerah - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 0 34

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 1 13