2.5.5 Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Berdasarkan Direktorat PSLB 2007; Tenaga Kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,
mengelola, danatau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik Guru, Pengelola
Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar. Guru yang terlibat di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yaitu Guru Kelas, Guru
Mata Pelajaran dan Guru Pendidikan Khusus. Manajemen tenaga kependidikan meliputi: a Inventarisasi pegawai, b Pengusulan formasi pegawai, c
Pengusulan pengangkatan pagawai, c kenaikan pangkat, d kenaikan gaji berkala, e mutasi, f Mengatur pembagian tugas.
Kekhasan manajemen tenaga pendidik pada sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif adalah dalam pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antara guru perndidikan khusus dengan guru reguler. Guru umum bertanggung jawab dalam
pembelajaran bagi semua peserta didik di kelasnya. Sedangkan guru pendidikan khusus bertanggung jawab memberikan layanan pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus, baik yang berada pada kelas umum maupun pada kelas khusus. Dalam keadaan tertentu guru pendidikan khusus dapat mendampingi
peserta didik pada saat peserta didik mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru reguler. Selain melaksanakan manajemen tenaga kependidikan
sebagaimana dijelaskan di atas, juga kepala sekolah harus pula selalu mengembangkan tenaga pendidik sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan.
Maka bisa disimpulkan bahwa Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, danatau
memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik Guru, Pengelola Satuan Pendidikan,
Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar. Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama serta
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan Guru Pembimbing Khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: 1 Inventarisasi pegawai;
2 Pengusulan formasi pegawai; 3 Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; 4 Mengatur usaha kesejahteraan; 5 Mengatur
pembagian tugas.
2.5.6 Sarana dan Prasarana
Berdasarkan Direktorat PSLB 2007; Anak berkebutuhan khusus memerlukan sarana prasarana dalam proses pembelajaran di sekolah meliputi peserta didik: 1
Tunanetralow vision; kaca mata, teleskop, reglet, mesin ketik Braille; 2 Tunarungu seperti; alat bantu dengar, alat pengukur tingkat pendengaran, kamus
sistem isyarat bahasa Indonesia; 3 Tunagrahita dan berkesulitan belajar; alat bantu pembelajaran; 4 Tunadaksa, seperti: ramp lantai landai sebagai pengganti
tangga, kursi roda; 5 Berbakat gifted and talented Berbagai sarana lainnya seperti: buku-buku referensi, alat praktek, laboratorium, alat kesenian dan olah
raga yang memadai untuk memenuhi rasa ingin tahu dan minat anak berbakat. Manajemen
sarana-prasarana sekolah
berfungsi: merencanakan
mengorganisasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan
pembelajaran. Maka bisa dikatakan bahwa di samping menggunakan sarana- prasarana seperti halnya anak normal, anak luar biasa perlu pula menggunakan
sarana-prasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan dan kebutuhan anak. Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan,mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal
pada kegiatan pembelajaran.
2.5.7 Pembiayaan
Berdasarkan Direktorat PSLB 2007; Komponen biaya merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan pembelajaran bersama
komponen-komponen lain. Oleh karena itu, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif,
perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain untuk keperluan : a Kegiatan identifikasi dan assesmen peserta didik berkebutuhan khusus, b Modifikasi
kurikulum, c Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, d Pengadaan sarana-prasarana, e Pelaksanaan kegiatan.
Pada tahap perintisan sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, diperlukan dana
bantuan sebagai stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan program selanjutnya diusahakan agar
sekolah bersama-sama orang tua peserta didik dan masyarakat Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, serta pemerintah daerah dapat menanggulanginya.
Dalam pelaksanaannya, manajemen pembiayaan mencakup pula manajemen keuangan yang menganut asas pemisahan tugas dan fungsi sebagai: a Otorisator,
b Ordonator, dan c Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta
diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban. Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi
fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan
ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak atas
pembayaran. Bisa disimpulkan bahwa komponen keuangan sekolah merupakan komponen
produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan
sekolah memerlukan biaya. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain untuk keperluan: 1 Kegiatan
identifikasi input siswa, 2 Modifikasi kurikulum, 3 Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, 4 Pengadaan sarana-prasarana, 5 Pemberdayaan
peranserta masyarakat, dan 6 Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi,
baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk