IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMP

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMP INKLUSI TPA
JEMBER JAWA TIMUR
Asrorul Mais dan Lailil Aflahkul Yaum
PLB FIP IKIP PGRI Jember, email: plb.ikip_jember@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi
pendidikan inklusif di SMP Inklusi TPA Jember. Metode penelitian
menggunakan metode kualitatif dengan desain etnografi. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 1). tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan
inklusi di SMP Inklusi TPA Jember terbagi menjadi tiga tahapan utama yakni
tahap penerimaan siswa baru, tahap perencanaan pembelajaran dan
penempatan siswa, tahap proses pembelajaran, tahap evaluasi. 2). Model
pendidikan inklusi yang digunakan di sekolah tersebut adalah model
kolaborasi. 3). Terdapat dua macam kurikulm yang digunakan di sekolah
tersebut. 4) Faktor yang menghambat penyelenggaraan penddikan inklusif di
SMP Inklusi TPA Jember anatar lain sumber daya guru PNS, sarana dan
prasarana, kurangnya diklat tentang pendidikan luar biasa, kurangnya
dukungan dari pemerintah terkait dengan kebijakan. Sedangkan faktor yang
mendukung anatara lain motivasi dan sikap guru yang positif, dukungan SLB
dan guru-gurunya, dan sikap penerimaan masyarakat yang positif terhadap

pendidikan inklusif.
Kata Kunci: implementasi, pendidikan inklusif, dan anak berkebutuhan
khusus
Abstract: The objective of this research is to describe of the implementation of
inclusive education in Inclusive Junior High School TPA of Jember. The
research used qualitative method with ethnography perspective. The
technique of data collecting is done by interview, observation and documents
analysis. The research showed that: 1) stages of the implementation of
inclusive education in Inclusive Junior High School TPA of Jember is divided
into three main stages that stage of accepting new students, the planning of
learning and placement of student stage, the learning process stage, the
evaluation stage. 2). Inclusion education model used at that school is a
collaboration model. 3). There are two kinds of curriculum used in that school.
4) Factors that impeded the implementation of that school are include civil
servant teacher resources, facilities and infrastructure, lack of training of
spesial education, lack of support from the government policies. While factors
that supporting that school are teacher motivation and positive attitude,

51


support special schools and teachers, and public acceptance of a positive
attitude towards inclusive education.
Keywords: implementation, inclusive education, and children with special needs

Pendahuluan
Mencerdaskan bangsa berarti membangun karakter bangsa yang berilmu pengetahuan
dan berperadaban tinggi. Untuk mencapai semua itu, diperlukan media, yakni
pendidikan (Purwanta, 2006:1) .Karena pendidikan memungkinkan manusia untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Menurut Latif
(2007:7) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Salah satu komponen bangsa yang ada adalah anak-anak berkemampuan berbeda.
Perbedaan ini bisa terkait dengan fisik maupun psikis. Secara fisik, perbedaan itu
terkait kemampuan seseorang dalam menggunakan indera yang ada, atau mempunyai
perbedaan dengan manusia yang lain (Efendi, 2006:2). Secara psikis, seseorang
memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi
dunia sekitarnya, baik dalam arti lebih (supernormal), maupun kurang (subnormal).

Pendidikan merupakan proses pengantaran manusia agar tumbuh menjadi dirinya
sendiri sebagai individu manusia seutuhnya, sebagai makhluk sosial yang merdeka
yang menjadi bagian integral dalam kehidupan bangsa. Pendidikan nasional harus bisa
mengayomi dan menampung semua komponen bangsa, tanpa memandang latar
belakang sosial, ekonomi, suku, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, dan
perbedaan kelainan fisik maupun mental. Pendidikan semacam inilah yang disebut
pendidikan inklusi.
Pada umumnya, sekolah-sekolah umum hanya menyelenggarakan pendidikan reguler,
dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan
khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi
kebiasaan umum bahwa anak-anak biasanya belajar di sekolah umum, sementara
anak-anak berkebutuhan khusus/difabel belajar di SLB.
Salah satu sekolah yang menjadi pelopor pendidikan inklusi di Kabupaten Jember
adalah SMP Inklusi TPA Jember. Sekolah ini adalah SMP pertama di Jember yang

52

menjadi sekolah inklusi. Menjadi sekolah inklusi seperti SMP Inklusi TPA Jember
membutuhkan berbagai hal yang berbeda dengan sekolah lainnya yang bukan sekolah
inklusi.

Sebagaimana layaknya sekolah umum, SMP Inklusi TPA Jember melaksanakan
pembelajaran dengan sistem yang sama dengan sekolah umum. Tetapi SMP Inklusi
TPA Jember mampu menerima dan menampung siswa difabel. Sekolah ini sudah
berpengalaman dalam membina anak didik difabel yang disatukan dengan siswa
normal.
Menjadi sekolah inklusi seperti SMP Inklusi TPA Jember memang tidak mudah.
Setidaknya sekolah harus mempersiapkan diri dengan inovasi-inovasi agar siswa
difabel dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Disamping itu, sekolah juga
harus bisa memberikan penyadaran kepada semua warga sekolah bahwa siswa-siswi
difabel juga bisa mengikuti pendidikan di sekolah umum. Penyusunan kurikulum,
metode mengajar, media pembelajaran, kompetensi guru, evaluasi, dan layanan
akademik maupun nonakademik harus disusun sedemikian rupa yang tentunya
memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini karena pembelajaran model
inklusi memerlukan adanya media, sarana prasarana, kurikulum, kompetensi guru,
layanan akademik dan non akademik sedemikian rupa, sehingga mampu melayani
semua siswa tanpa terkecuali.
Dari berbagai masalah itulah, maka SMP Inklusi TPA Jember merupakan hal yang
menarik untuk diteliti khusussnya implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusi
yang dilakukan di SMP Inklusi TPA Jember.
Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa fokus penelitian,

selanjutnya fokus tersebut dijabarkan dalam beberapa rumusan masalah, yakni: 1).
Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi di SMP Inklusi TPA
Jember? 2). Apa model pendidikan inklusi yang digunakan di SMP Inklusi TPA
Jember? 3). Bagaimana pengembangan kurikulum di SMP Inklusi TPA Jember
sebagai sekolah inklusi? 4). Apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pendidikan inklusi di SMP Inklusi TPA Jember?
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tahapan-tahapan pelaksanaan
pendidikan inklusi, model-model pendidikan inklusi yang digunakan, pengembangan
kurikululm pendidikan inklusi, faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan
pendidikan inklusi di SMP Inklusi TPA Jember.

53

Kajian Literatur
Pendidikan Inklusif
Sailor dan Skrtic dalam Loreman, dkk. (2011:3) menyatkan bahwa ada beberapa
elemen yang merupakan definisi terbaru dari inklusif yaitu: 1) inclusion of all children
with diverse abilities in schools they would attend if they had no disability 2)
representation of children with diverse abilities in schools and classrooms in natural
proportion to their incidence in the district at large 3) zero rejection and heterogeneous

grouping 4) age- and grade appropiate placements of children with diverse abilities 5)
site-based coordination and mangement of instruction and resource 5) effective
school’-style desentralised instructional model.
Selanjutnya Skj φ rten (2002) menyatakan bahwa dalam lingkungan masyarakat
inklusif, kita siap mengubah dan menyesuaikan sistem, lingkungan dan aktivitas yang
berkaitan dengan semua orang serta mempertimbangkan kebutuhan semua orang.
Bukan lagi anak yang menyandang kecacatan yang harus menyesuaikan diri agar
cocok dengan seting yang ada. Untuk ini diperlukan fleksibilitas, kreativitas dan
sensitivitas.
Dari beberapa defisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah suatu
seting pendidikan yang menampung dan mengakomodasi beragam perbedaan peserta
didik baik dari segi fisik, usia maupun kemampuannya dengan menggunakan
kurikulum dan pendekatan pembelajaran yang khusus dan efektif sehingga
memungkinkan anak-anak tersebut untuk dapat mengoptimalkan kemampuannya,
meraih keberhasilan, dan dapat bersosialisai dengan teman sebayanya.
Model Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi memiliki beberapa model, yakni: (a). Kelas reguler (inklusi penuh).
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler
dengan menggunakan kurikulum yang sama, atau dengan pengembangan yang dapat
dilakukan oleh masing-masing sekolah. (b). Kelas reguler dengan cluster. Anak

berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus. (c). Kelas reguler dengan pull out. Anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler
ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. (d). Kelas reguler
dengan cluster dan pull out. Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di
kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. (e).
Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian. Anak berkelainan belajar di dalam
kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar
bersama anak lain (normal) di kelas reguler. (f). Kelas khusus penuh. Anak berkelainan
belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.

54

Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkelainan
berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh),
karena sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi
berhubung gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang
gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas
khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya

sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat
disalurkan ke sekolah khusus (SLB).
Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama
bergantung kepada: a. Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani, b. Jenis kelainan
masing-masing anak, c. Gradasi (tingkat) kelainan anak, d. Ketersediaan dan kesiapan
tenaga kependidikan, serta e. Sarana-prasarana yang tersedia. (Dit.PLB:2006)
Kurikulum Pendidikan Inklusi
Model kurikulum yang diterapkan di sekolah inklusif yaitu:
Model kurikulum reguler
Pada model kurikulum ini peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum
reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi
dan ketekunan belajarnya.
Model kurikulum reguler dengan modifikasi
Pada model kurikulum ini guru melakukan modifikasi pada strategi pembelajaran, jenis
penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada
kebutuhan siswa (anak berkebutuhan khusus).
Model kurikulum PPI
Model ini diperuntukan pada siswa yang mempunyai hambatan belajar yang tidak
memungkinkan untuk mengikuti proses belajar berdasarkan kurikulum reguler. Siswa

berkebutuhan khusus seperti ini dapat dikembangkan potensi belajarnya dengan
menggunakan PPI dalam setiing kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti proses
belajar sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhannya.
(Depdiknas, 2007:18)
Peneliitian Terdahulu
Yusuf, dkk (2010) dalam penelitian Kajian Tentang Implementasai Pendidikan Inklusif
Sebagai Alternative Penuntasan Wajib belajar Pendidikan Dasar bagi ABK di
Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan sekolah inklusi

55

di Kabupaten Boyolali mampu berkontribusi sebesar 13,3% ABK untuk mendapatkan
akses pendidikan dengan tingkat implementasinya 24,18% kategori baik.
Berhanu (2011) dalam penelitiannya di Swedia menunjukan bahwa implementasi
penyelenggaran pendidikan inklusif di Swedia sangatlah positif, hal ini ditunjukkan
dengan adanya kebijakan pemerintah agar semua sekolah diwajibkan menerima
semua siswa berkebutuhan khsusus tanpa perilaku diskriminatif.
Alquraini (2011) dalam penelitiannya di Saudi Arabia juga mengemukakan bahwa
terjadi perubahan paradigma di masyarakat tentang pendidikan bagi ABK. ABK kini
bisa bergabungh dengan siswa lain dalam setting pendidikan inklusif dengan

melibatkan peran banyak pihak termasuk orang tua demi suksesnya pendidikan
inklusif.
Metode
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian
yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan, seperti di lingkungan masyarakat,
lembaga-lembaga dan organisasi kemasyarakatan dan lembaga pemerintahan
(Sarjono: 2008). Desain penelitian yang digunakan adalah etnografi. Menurut Spradley
(2007:6) inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna-makna tindakan dan
kejadian yang menimpa orang yang ingin kita fahami.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif interaktif, yakni studi mendalam dengan
menggunankan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan
alamiahnya. Peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena bagaimana orang
mencari makna daripadanya (Sukmadinata, 2006:61). Penelitian ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Di
samping itu data yang ada dinyatakan dalam keadaan sewajarnya dengan tidak
mengubah dalam bentuk simbol ataupun bilangan karena metode penelitian kualitatif
ini tidak menggunakan data statistik.
Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikopedagogik, karena mendeskripsikan
sesuatu yang berhubungan dengan pola pendidikan dan pengajaran pada anak yang
bersifat heterogen dan mempunyai latar belakang kemampuan fisik dan mental yang
berbeda-beda.

56

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Inklusi TPA Jember yang berlokasi di Kelurahan
Bintoro, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur . Sekolah
tersebut merupakan satu-satunya SMP inklusif di Kabupaten Jember sehingga perlu
diteliti implementasi penyelenggaraannya.
Data, Sumber Data, dan Narasumber
Terdapat dua kelompok data dalam penelitian ini, yaitu data utama dan data
pendukung. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan atau peristiwa. Data tersebut dipeoleh dari informan yaitu orang-orang yang
terlibat langsung dalam kegiatan sebagai subjek penelitian. Data pendukung berasal
dari dokumen-dokumen yang ada di SMP Inklusi TPA Jember.
Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah: a). Kepala SMP Inklusi TPA Jember,
sebagai pimpinan dan pengambil kebijakan madrasah b). Wakil kepala sekolah bidang
kurikulum c). Wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana d). Guru Pembimbing
Khusus e). Siswa-siswi difabel SMP Inklusi TPA Jember
Kehadiran Peneliti
Peran peneliti baik secara individu maupun dengan bantuan orang lain pada penelitian
kualitatif adalah merupakan alat pengumpul data yang utama. Peneliti terjun langsung
di objek penelitian untuk terlibat langsung dalam proses menggali informasi sebanyakbanyaknya dalam setiap tahap-tahap penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah cara-cara yang ditempuh peneliti untuk mendapatkan
data-data dan fakta yang terjadi dan terdapat pada objek dan subjek penelitian.
Adapun metode yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
Observasi
Metode observasi adalah suatu cara untuk menghimpun bahan-bahan keterangan
(data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sering dijadikan sasaran pengamatan
(Sudijono, 2005:76). Pengamatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru
mengajar, siswa belajar, kepala sekolah sedang memberikan pengarahan, dan lain
sebaginya.
Dalam penelitian ini, hal-hal yang akan diobservasi adalah kegiatan belajar-mengajar
di kelas, interaksi sosial siswa difabel dengan siswa lainnya di sekolah, dan sistem
penataan kelas.

57

Wawancara
Dalam penelitian ini, hal-hal yang akan diwawancarakan meliputi: kepemimpinan
kepala sekolah sebagai manager di sekolah inklusi, kurikulum, kegiatan pembelajaran
oleh guru di kelas, evaluasi hasil belajar siswa difabel, administasi sekolah, dan
pandangan siswa difabel bersekolah di sekolah inklusi.
Dokumentasi
Menurut Sutopo (2006:81) metode dokumen ini juga disebut content analysis, peneliti
bukan sekedar mencatat apa yang tersurat, tetapi juga tentang maknanya yang
tersirat. Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: dokumen
sejarah madrasah, dokumen siswa-siswi, ketatausahaan, data siswa difabel, data
tenaga pendidik dan kependidikan, data Guru Pembimbing Khusus (GPK), dan datadata lain yang menunjang penelitian ini.
Keabsahan Data
Moleng (2007:173) menjelaskan, untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik
pemeriksaan. Ada empat criteria yang digunakan yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability).
Dalam penelitian ini, untuk menguji keabsahan data yang digunakan teknik derajat
kepercayaan (credibility) yang meliputi perpanjangan keikutsertaan, ketekunan
pengamatan, triangulasi. Dan pengecekan teman sejawat, perpanjangan
keikutsertaan.
Metode Analisis Data
Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.
Halhal yang dilakukan dalam triangulasi data ialah :a). Membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara b). Membandingkan data hasil wawancara
antara satu sumber dengan sumber yang lain c). Membandingkan hasil wawancara
dengan analisis dokumentasi yang berkaitan
Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari wawancara, observasi dan pencatatan
dokumen dapat dikemukakan beberapa hasil penelitian.

58

Gambaran Umum SMP Inklusi TPA Jember
SMP Inklusi TPA Jember berada di kelurahan Bontoro, Kecamatan Patarang,
Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur. SMP yang berdiri sejak tahun 2007 ini
memiliki 2 (dua) rombel untuk tiap-tiap kelasnya. Data jumlah siswa tahun ajaran 20132014 SMP Inklusi TPA Jember adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Data Perbandingan Jumlah Siswa Difabel Dengan Jumlah Siswa Keseluruhan
Tahun Ajaran 2013-2014 SMP Inklusi TPA Jember
Jml. Siswa
Jml. Siswa
Jenis Ketunaan
Kelas
Seluruhnya
Difabel
VII A
32
1
Tunanetra
VII B
33
3
Lamban belajar
VIII A
36
1
Low Vision
VIII B
35
1
Tunadaksa
1
Lamban belajar
IX A
34
1
Tunagrahita
IX B
35
1
Autis
2
Lamban Belajar
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah seluruh data ABK yang bersekolah di SMP
Inklusi TPA Jember berjumlah 11 (sebelas) siswa dengan jenis ketunaan yang
beragam. Persentase jumlah siswa difabel dibanding dengan siswa regular adalah
sebesar 5% dengan rata-rata siswa ABK dalam satu kelas minimal sebanyak 1 (satu)
siswa.
Pendidik dan tenaga kependidikan yang mengabdi di SMP Inklusi TPA Jember
seluruhnya adalah pegawai honorer (bukan PNS). Terdapat 6 (enam) orang guru yang
berkualifikasi pendidikan S-1 PLB yang bertndak sebagai guru pembimbing khusus 1
(satu) orang guru untuk tiap kelas.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP Inklusi TPA Jember masih tergolong
sederhana, namun sekolah tersebut menguapayakan seoptimal mungkin untuk
membuat sekolah yang aksesibel bagi anak berkebutuhan khusus. Lantai sekolah
dibuat dengan ubin yang berbeda khusus bagi penyandang tunanetra, ram untuk siswa
pengguna kursi roda, dan terdapat lampu khusus sebagai pertanda waktu istirahat dan
masuk bagi tunarungu.
Tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi di SMP Inklusi TPA Jember
Pelaksanaan pendidikan di SMP Inklusi TPA Jember terdiri dari berbagai tahap yaitu:

59

Penerimaan Siswa Baru
Sistem penerimaan siswa baru khususnya bagi ABK yang akan mendaftar di SMP
Inklusi TPA Jember tanpa diskriminatif. Identifikasi dan asesmen dilakukan untuk
mengenali kemampuan dasar calon siswa. Asesmen meliputi kemampuan bahasa,
matematika, motorik dan sensorik. Bagi calon siswa ABK yang dinilai belum mampu
mandiri dari segi ADL (Activity of Daily Lining), akan disarankan untuk mendaftar di
SLB terdekat.
Perencanaan Pembelajaran dan Penempatan Siswa
Setelah melakukan proses identifikasi dan asesmen, hasil dari proses tersebut akan
dirapatkan oleh sekolah yang terdiri dari unsur guru regular, guru pembimbing khusus,
guru SLB, dan orang tua siswa. Hal ini dilakukan oleh sekolah agar semua pihak
terlibat dan ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan siswa berkebutuhan
khusus. Sistem penempatan siswa dilakukan atas dasar berat ringannya kondisi
ketunaan yang dialami siswa. Siswa yang memiliki kekhususan yang berat akan
didampingi oleh seorang GPK dengan pendampingan penuh di kelas reguler dan akan
mendapatkan jam tambahan di ruang sumber. Sedangkan untuk siswa yang memiliki
kekhususan yang ringan tidak mendapatkan pendampingan penuh dari GPK dan akan
ditempatkan di kelas regular penuh.
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dilakukan dengan mengkolaborasikan
pembelajaran agar menciptakan suasana kelas yang aktif dan
sama dan saling menghargai antara siswa regular dan siswa
Guru reguler dan GPK juga saling bekerja sama di dalam kelas
rencana pembelajaran sampai dengan proses evaluasi.

strategi dan metode
tercipta suasana kerja
berkebutuhan khusus.
mulai dari penyusunan

Evaluasi Pembelejaran
Setiap akhir semester dilakukan evaluasi baik untuk mengevaluasi kesesuaian antara
rencana dan pelaksanaan proses pembelajaran maupun untuk mengukur
perkembangan siswa berkebutuhan khusus. Sistem penilaian yang digunakan terdiri
dari 2 (dua) macam yaitu: pertama penilaian bagi siswa berkebutuhan khusus dengan
ketunaan yang tergolong ringan, sekolah menerapakan standar nilai yang sama
dengan siswa reguler untuk golongan siswa berkebutuhan khusus ini. Siswa tersebut
diharapkan nantinya dapat mengikuti ujian nasional (UN) bersama dengan siswa
reguler lainnya. Sedangkan yang kedua yakni penilaian bagi siswa berkebutuhan
khusus dengan ketunaan yang tergolong berat misalnya siswa tunagrahita, autis berat,
dan tunaganda. Sistem penilaian yang diterapkan untuk siswa tersebut disesuaikan
dengan tingkat perkembangan individu serta lebih menitikberatkan pada kemampuan
kecakapan hidup (live skill). Di akhir masa studinya nanti, mereka akan diikuykan ujian
bersama dengan teman mereka di SLB.

60

Model pendidikan inklusi yang digunakan di SMP Inklusi TPA Jember
Tidak ada model pendidikan inklusif secara spesifik yang diterapkan di SMP Inklusi
TPA Jember. Model pendidikan inklusi yang digunakan di sekolah tersebut adalah
model kolaborasi dari model-model pendidikan inklusi yang ada anatar lain kelas
reguler (inklusi penuh), kelas reguler dengan cluster, kelas reguler dengan pull out,
kelas reguler dengan cluster dan pull out dan kelas khusus dengan berbagai
pengintegrasian. Semua model ini dipadukan untuk memenuhi kebutukan siswa
berkebutuhan khusus yang dikemas secara fleksibel.
Pengembangan kurikulum di SMP Inklusi TPA Jember
Kurikulum dikembangkan atas dasar kebutuhan siswa. Terdapat dua macam kurikulm
yang digunakan di sekolah tersebut yakni: a). kurikulum standar nasional dan b).
kurikulum
akomodatif dibawah standar nasional. kurikulum standar nasional
diperuntukkan bagi peserta didik umum dan berkebutuhan khusus yang memiliki
potensi kecerdasan rata-rata dan diatas rata-rata dengan berbagai kendisi kekhususan
yang dialami siswa. Sedangkan kurikulum akomodatif dibawah standar nasional
diperuntukkan bagi peserta didik umum dan berkebutuhan khusus yang memiliki
potensi kecerdasan di bawah rata-rata seperti siswa yang mengalami tunagrahita,
border line, autis berat, dan tunaganda.
Kurikulum akomodatif yang digunakan di SMP Inklusi TPA Jember mengalami
berbagai macam perlakuan yaitu dengan melakukan duplikasi, modifikasi, subtitusi,
dan omisi baik terhadap tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasinya.
Selain itu, sekolah tersebut memberlakukan kurikulum yang bersifat kekhususan atau
layanan kompensatoris seperti baca tulis Braille, orientasi dan mobiliyas, BKPBI, bina
diri, bina gerak, bina perilaku dan beberapa terapi yang dilaksanakn di luar jam
pelajaran dan dilaksanakan di SLB terdekat.
Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi di SMP
Inklusi TPA Jember
Faktor yang menghambat penyelenggaraan penddikan inklusif di SMP Inklusi TPA
Jember anatar lain: a). keterbatasan sumber daya guru PNS, tidak ada satupun guru di
SMP Inklusi TPA Jember yang berstatus PNS. b). sarana dan prasarana yang masih
sederhana dan kesejahteraan guru yang rendah. c). kurangnya pendidikan dan
pelatihan tentang pendidikan luar biasa yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan
Jember, dan d) kebijakan dari Pemkab Jember yang masih setengah hati dalam
mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan inklusif.
Sedangkan faktor yang mendukung penyelenggaraan penddikan inklusif di SMP Inklusi
TPA Jember anatar lain: a). motivasi dan sikap guru reguler dan guru pembimbing
khusus cukup kuat serta positif dalam menerima konsep pendidikan inklusif. b) Adanya

61

dukungan dari SLB dan guru-guru SLB yang berlokasi dekat dengan SMP Inklusi TPA
Jember, dan c). sikap masyarakat sekitar yang sudah mulai berfikir terbuka terhadap
keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Dari hasil temuan dalam penelitian ini, maka disimpulkan bahwa: a). tahapan-tahapan
pelaksanaan pendidikan inklusi di SMP Inklusi TPA Jember terbagi menjadi tiga
tahapan utama yakni tahap penerimaan siswa baru yang diawali dengan proses
identifikasi dan asesmen, tahap perencanaan pembelajaran dan penempatan siswa
yang dilakukan dengan melibatkan semua unsur untuk menentukan perencanaan
pembelajaran dan penempatan siswa berdasarkan tingkat berat ringannya kekhususan
yang dialami seseorang, tahap proses pembelajaran dilakukan dengan
mengkolaborasikan strategi dan metode pembelajaran, tahap evaluasi baik untuk
mengevaluasi kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan proses pembelajaran
maupun untuk mengukur perkembangan siswa berkebutuhan khusus. b). Tidak ada
model pendidikan inklusif secara spesifik yang diterapkan di SMP Inklusi TPA Jember.
Model pendidikan inklusi yang digunakan di sekolah tersebut adalah model kolaborasi
dari model-model pendidikan inklusi yang ada. c). Terdapat dua macam kurikulm yang
digunakan di sekolah tersebut yakni kurikulum standar nasional dan kurikulum
akomodatif dibawah standar nasional. d) Faktor yang menghambat penyelenggaraan
penddikan inklusif di SMP Inklusi TPA Jember anatar lain sumber daya guru PNS,
sarana dan prasarana, kurangnya diklat tentang pendidikan luar biasa, kurangnya
dukungan dari pemerintah terkait dengan kebijakan. Sedangkan faktor yang
mendukung anatara lain motivasi dan sikap guru yang positif, dukungan SLB dan gurugurunya, dan sikap penerimaan masyarakat yang positif terhadap pendidikan inklusif.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa pihak yang diharapkan dapat
lebih mendukung implementasi pendidikan inklusif di SMP Inklusi TPA Jember. Bagi
guru di SMP Inklusi TPA Jember untuk lebih aktif untuk memperkaya ilmu dan
pengetahuan di bidang PLB dengan tidak hanya mengandalkan pada diklat yang
diadakan oleh Dinas Pendidikan Jember. Bagi SLB dan guru SLB agar meningkatkan
kepedulian dan totalitas dalam membantu sekolah inklusi. Bagi pemangku kebijakan
agar lebih peduli dan responsif terhadap kebutuhan sekolah inklusif baik dari segi
sarana dan prasarana maupun peningkatan kualitas guru di sekolah inklusi. Dan bagi
peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dan pengkajian lebih mendalam lagi
terkait dengan pendalaman dan perluasan konsep tentang implementasi ideal
pendidikan inklusif.

62

Pustaka Acuan
Alquraini, Turki. 2011. Special Education In Saudi Arabia: Challenges, Perspectives,
Future Possibilities. International Journal Of Special Educatio. 26 (2):149-159.
Berhanu, Girma. 2011. Inclusive Education In Sweden: Responses, Challenges, And
Prospects. International Journal Of Special Educatio. 26 (2):128-148.
Depdiknas. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas
Dir. PPK-LK. 2011. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (Sesuai
Permendiknas No 70 Tahun 2009). Jakarta: Kemdibud
Dit.
PLB.
2006.
Pendidikan
Inklusi.
(online),
dalam
(http://www.ditplb.or.id/2006/index.php.) diakses pada tanggal 12 Desember
2011
Efendi, Muhammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:
Bumi Aksara
Latif, Abdul. 2007. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika
Aditama.
Loreman, Tim., Deppeler, Joanne., & Harvey, David. 2011. Inclusive Education:
Supporting Diversity in The Classroom. Australia: Allen&Unwin.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Purwanta,Setia Adi. 2006. Pedoman Model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.
Yogyakarta: Dria Manunggal
Sarjono, dkk. 2008. Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Skj φ rten, M.D. 2002. Menuju Inklusi dan Pengayaan. Pendidikan-Pendidikan
Kebutuhan Khsus. (online), dalam (http://www.idp-europe.org/indonesia) diakses
19 November 2011.
Spradley, James. P. 2007. Metode Etnografi. Jakarta: Tiara Wicara.
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya
Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Penerapannya
dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Yusuf, Munawir, dkk. 2010. Kajian Tentang Implementasi Pendidikan Inklusif Sebagai
Alternatif Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus di Kabupaten Boyolali. Jurnal Pendidikan & Kebudayaan. 16 (2): 136-148

63