Jadi dapat dikatakan bahwa setelah suatu keputusan diambil, langkah berikutnya adalah bagaimana keputusan itu diimplementasikan. Oleh karena
itu antara pengambilan kebijakan dengan implementasinya memiliki keterkaitan satu sama lain. Tanpa implementasi maka suatu kebijakan yang
telah dirumuskan akan sia-sia belaka, karena itu implementasi kebijakan sebenarnya adalah pada tindakan campur tangan dari pembuat dan
pelaksana kebijakan tersebut.
Kebijakan yang baik tidak memiliki arti apa-apa jika tidak dapat diimplementasikan. Apabila kebijakan telah ditetapkan, maka maka proses
perumusan kebijakan menginjak pada tahapan implementasi. Tahap ini melibatkan serangkaian kegiatan yang meliputi pemberitahuan kepada
publik mengenai pilihan kebijakan yang diambil, instrumen kebijakan yang digunakan, staf yang melaksanakan program, pelayanan-pelayanan yang
akan diberikan, anggaran yang telah disiapkan, dan laporan-laporan yang akan dievaluasi. Para pembuat kebijakan harus sudah memersiapkan strategi
implementasi sejak awal sebuah kebijakan dirumuskan. Kebijakan dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan pelaksanaan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan, seperti hanya pasal-pasal sebuah undang-
undang legislatif, keluarnya sebuah peraturan eksekutif, dan keluarnya keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi
dari kebijakan bagi masyarakat yang memengaruhi beberapa aspek kehidupannya. Jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka
kemungkinan kegagalanpun masih bisa terjadi, jika proses implementasinya dijalankan secara tidak baik dan optimal, maka kebijakan tersebut gagal
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para pembuatnya.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa implementasi kebijakan pada substansinya adalah cara yang tepat untuk melaksanakan agar sebuah
kebijakan yang baik dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para pembuat kebijakan. Kegiatan ini terletak di antara
perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkanmenafsirkan
alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung
logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan
pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.
Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat
memberikan dampak yang buruk atau tidak.
Sehubungan dengan itu menurut Anderson 1978:92 menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Siapa yang dilibatkan dalam implementasi; 2. Hakikat proses administrasi;
3. Kepatuhan atas suatu kebijakan; 4. Efek atau dampak dari implementasi.
Pandangan ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-
usaha untuk mencapai apa yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan keputusan yang diinginkan.
3. Efektivitas Implementasi
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu
terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai dari berbagai cara dan
memunyai kaitan erat dengan efisiensi. Menurut Kurniawan 2005:109 efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi operasi kegiatan
program atau misi daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.
Kemudian lebih lanjut Atmosoeprapto 2002:139 menyatakan, efektivitas adalah melakukan hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan hal
secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara
cermat.
Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang bersifat multi dimensional, artinya dalam mendefinisikan efektivitas
berbeda-beda sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki walaupun tujuan akhir dari efektivitas adalah pencapaian tujuan.
Implementasi dapat dikatakan efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas umumnya
dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Maka dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan
atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang
menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang
direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memerhatikan waktu, tenaga dan yang lain.
Menurut Dwidjowijoto dalam Tahir, 2011:145-146 mengemukakan ada empat tepat yang perlu dipenuhi dalam implementasi kebijakan agar dapat
terlaksana secara efektif, yaitu: 1. Ketepatan kebijakan;
Ketepatan kebijakan ini dinilai dari: 1. Kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang
memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. 2. Kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter
masalah yang hendak dipecahkan.
3. Kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan misi kelembagaan yang sesuai dengan karakter kebijakan.
2. Ketepatan pelaksanaan; Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga
lembaga yang bisa menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah-masyarakatswasta, atau implementasi kebijakan yang
diswastakan privatization atau contracting out. 3. Ketepatan target;
Ketepatan berkenaan dengan tiga hal, yaitu: 1.
Target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan
dengan intervensi kebijakan lain. 2.
Target dalam kondisi siap untuk dintervensi. Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga kondisi target ada dalam
konflik atau harmoni, dan kondisi target ada dalam kondisi mendukung atau menolak.
3. Intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui
implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan
yang lama dengan hasil yang sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.
4. Ketepatan lingkungan.
Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu: 1.
Lingkungan kebijakan yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan dengan lembaga yang terkait
2. Lingkungan eksternal kebijakan terdiri dari atas public opinion,
yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive
instutions yang berkenaan dengan interprestasi
lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok
penekan, dan
kelompok kepentingan,
dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan, dan
individual, yakni individu-individu tertentu yang mampu
memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.
Namun ke-empat kebijakan ini masih perlu didukung oleh tiga jenis pendukung yaitu: dukungan politik, dukungan strategik, dan dukungan
teknis. Maka dengan demikian untuk menjamin efektif tidak suatu kebijakan, maka
perlu memerhatikan apakah kebijakan itu sudah tepat dilakukan dengan pula memertimbangkan ketepatan proses pelaksanaan, ketepatan target atau
sasaran kebijakan serta pula memerhatikan kondisi lingkungan yang ada. Disamping itu, tentunya dukungan politik di daerah itu sangat dibutuhkan
serta, juga dukungan strategis dan dukungan teknis dari kebijakan itu sendiri.