1
Bagian  bab  ini  telah  didaftarkan  untuk  memperoleh  hak  paten  pada  Direktorat  Jenderal  Hak Kekayaan  Intelektual,  Departemen  Hukum  dan  Hak  Asasi  Manusia  R.I.  dengan  judul  invensi:
Metode  Pembiakan  Klonal  Kelapa  Kopyor  Melalui  Embriogenesis  Somatik  dan  No.  Registrasi: P00 200800263 15 Mei 2008
BAB  V REGENERASI TANAMAN KELAPA KOPYOR MELALUI
EMBRIOGENESIS SOMATIK
1
Abstrak
Regenerasi  tanaman  kelapa  kopyor  melalui  embriogenesis  somatik  telah dikembangkan untuk pertama kalinya.  Kalus embriogenik  diinduksi dari eksplan
embrio  sigotik  yang  dibelah  secara  longitudinal  dan  horizontal  pada  media Eeuwens  yang  mengandung  2,4-D.    Adanya  2,4-D  konsentrasi  50-125  uM
dibutuhkan dalam induksi kalus embriogenik kelapa kopyor.  Penambahan bahan suplemen organik seperti  casein hydrolisate, air kelapa, dan terutama asam amino
meningkatkan  induksi  kalus  embriogenik.    Kalus  embriogenik  berkembang membentuk struktur embrio somatik ketika dipindah ke media dengan konsentrasi
2,4-D lebih rendah dan diperkaya dengan sitokinin BAP. Kombinasi 2,4-D 5 mgl dan  BAP  10  mgl  menghasilkan  jumlah  embrio  somatik  paling  tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi lain yang diuji, meskipun demikian, konsentrasi 2,4-D  yang  lebih  rendah,  yaitu  2.5  mgl  yang  dikombinasikan  dengan  BAP  pada
konsentrasi  yang  sama  menghasilkan    planlet  yang  lebih  baik.    ABA  tidak mempunyai  pengaruh  yang  nyata  dan  cenderung  menekan  pembentukan  planlet.
Studi  morfologi  memperlihatkan  bahwa  embriogenesis  somatik  dan  serangkaian perkembangan  embrio  somatik  dilengkapi  oleh  perkembangan  struktur  yang
abnormal seperti tunas tanpa akar, akar tanpa tunas, tunas majemuk, dan struktur yang  tidak  berkembang  lebih  lanjut.  Tidak  ada  regenerasi  tanaman  yang  terjadi
dari  proses  tersebut,  namun  jika  terjadi  sebaliknya  maka  dalam  hal  ini  embrio somatik mirip dengan embrio sigotiknya.
Kata kunci:  mikropropagasi klonal, multiplikasi kalus, kalus embriogenik, embrio somatik
PLANT REGENERATION OF KOPYOR COCONUT THROUGH SOMATIC EMBRYOGENESIS
Abstract
Plant regeneration of kopyor  coconut through somatic embryogenesis has been  developed  for  the  first  time.    Embryogenic  calli  were  induced  from
longitudinally  or  horizontally  excised  zygotic  embryo  explants  cultured  on Eeuwens  media  containing  2,4-D.  The  present  of  2,4-D  at  50-125  uM  was
required for induction of embryogenic culture. Addition of organic addenda such as  casein  hydrolisate,  liquid  coconut  endosperm,  and  especially  amino  acid
improved  the  induction  of  embryogenic  culture.    The  embryogenic  culture developed  somatic  embyos  upon  transferred  to  medium  with  lower  2,4-D
concentration and enriched with cytokinin BAP.  The combination of 5 mgl 2,4- D and 10 mgl BAP produced the highest number of somatic embryos compared
to  other  concentration  tested,  however,  lower  concentration  of  2,4-D,  i.e.  at  2.5 mgl  with  the  same  BAP  concentration  of  10  mgl  were  better  for  plantlet
formation.  ABA  had  no  effect  and  tended  to  suppress  plantlet  formation. Morphological  study  demonstrated  that  somatic  embryogenesis  and  the
subsequent  development  of  the  somatic  embryos  were  accompanied  by  the development  of  abnormal  structures  such  as  rootless  shoot,  shootless  root,
multiple  shoots,  and  non-developed  structure.    Nonetheless,  plant  has  been regenerated  from  this  process  and  in  that  case  somatic  embryos  resembled  the
zygotic counterparts.
Key  words:  clonal  micropropagation,  callus  multiplication,  callus  embryogenic, somatic embryo
1
Part of this chapter has been registered  for  patent right  in the Directorate General of Intellectual Property,  Ministry  of  Law  and  Human  Rights  Republic  of  Indonesia,  with  tittle  of  invention:
Clonal Propagation Method of Kopyor Coconut Through Somatic Embryogenesis and Registered Number: P00 200800263 May 15, 2008
Pendahuluan
Fenotipe  kelapa  kopyor  dicirikan  oleh  struktur    endosperma  yang  remah atau  tidak  padat  seperti  pada  kelapa  normal.  Buah  kelapa  kopyor  tidak  bisa
dikecambahkan  karena  ketidaksempurnaan  endospermanya  menyebabkan  embrio tidak  mempunyai  sumber  energi  untuk  memulai  proses  perkecambahan.  Oleh
sebab  itu    secara  alami  belum  pernah  dijumpai  pohon  kelapa  yang  mampu menghasilkan  buah  kelapa  100  kopyor.  Buah  kelapa  kopyor  di  alam  biasanya
dihasilkan  dari  pohon  kelapa  biasa  yang  memproduksi  buah  kelapa  normal  dan buah  kelapa  kopyor  dalam  satu  tandan.    Pohon    yang  demikian  hanya
menghasilkan buah kopyor dengan frekuensi antara 1-2 buah kopyor per pohon per tandan Novarianto 1999.
Melalui  teknologi  kultur  embrio  embryo  rescue,  embrio  kelapa  kopyor dapat  dikecambahkan.  Persentase    buah  kopyor  yang  dihasilkan  dari  penanaman
bibit  kopyor  hasil  kultur  embrio  ini  mencapai  100.    Perbanyakan  bibit  kelapa kopyor  dengan  menggunakan  teknik  kultur  embrio    telah  dimulai    lebih  dari  35
tahun yang lalu de Guzman  1971.   Di  Indonesia  teknik  kultur  embrio  telah dikembangkan      oleh  beberapa  laboratorium  Pusat  Penelitian  Bioteknologi
Bogor;  Balitka;  UGM;  UPN  ”Veteran”  Jatim;  Balai  Perkebunan  Jatim. Walaupun    demikian,    dengan    teknologi    kultur    embrio,
jumlah  bibit  kelapa kopyor yang diperoleh tidak lebih banyak dari embrio yang dikulturkan. Produksi
bibit yang terbatas ini menyebabkan harga jual bibit kelapa kopyor menjadi sangat mahal dan sulit terjangkau oleh keuangan petani atau industri perkebunan.  Harga
satu bibit kelapa kopyor  asal kultur embrio lebih kurang Rp. 350 000,- per bibit. Teknologi  ini  menjadi  tidak  efisien  bila  digunakan  untuk  pembibitan  kelapa
kopyor.    Perlu  dilakukan  terobosan  teknologi  kultur  in  vitro  yang  dapat memproduksi  bibit  kelapa  kopyor  secara  masal.  Teknologi  yang  bisa  dipakai
adalah embriogenesis somatik, yaitu menumbuhkan satu tanaman dari satu sel. Teknologi  embriogenesis  somatik  telah  digunakan  untuk  propagasi  masal
pada tanaman palem-paleman seperti kelapa sawit Rival et al. 1997 dan kurma Esraghi et al. 2005. Sementara itu, penggunaan teknologi embriogenesis somatik
pada  pembibitan  kelapa  kopyor  belum  pernah  dilaporkan.  Namun  teknologi  ini
telah  digunakan  oleh  beberapa  peneliti  pada  tanaman  kelapa  normal  yang  tidak berbuah kopyor Blake 1990; Chan et al. 1998; Samosir et al. 1998.  Hasil studi
menunjukkan  bahwa  kalus  embriogenik  dan  embrio  somatik  dapat  dibentuk  dari berbagai  organ,  seperti  infloresens  dan  daun  Blake  1990,  plumula  Chan  et  al.
1998,  dan  embrio  Samosir  et  al.  1998.    Kemajuan  yang  dicapai  dalam penelitian  embriogenesis  somatik  kelapa  ini  dapat  dijadikan  acuan  untuk
melakukan penelitian embriogenesis somatik pada kelapa kopyor. Pada penelitian berikut ini dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi induksi
kalus  embriogenik  seperti  model  pembelahan  eksplan  embrio,    konsentrasi hormon  2,4-D,  dan  penambahan  bahan  aditif.    Pada  fase  pematangan  dan
perkecambahan  embrio  somatik  dipelajari  peranan  hormon  seperti  BAP  atau ABA, serta mengkaji morfologi kalus dan embrio somatik kelapa kopyor.
Tujuan Penelitian
Tujuan  penelitian  ini  adalah  1  mengkaji  faktor-faktor  yang  berpengaruh pada  induksi  kalus  embriogenik  kelapa  kopyor,  2  mengetahui  peranan  hormon
auksin  dan  sitokinin,  serta  bahan  pemadat  media  dalam  pembentukan  dan pematangan  embrio  somatik,  3  mengetahui  peranan  hormon  ABA  dan  bahan
pemadat  dalam  perkecambahan  embrio  somatik  kelapa  kopyor,  dan  4  studi histologi-morfologi embrio sigotik dan embrio somatik kelapa kopyor.
Metode Penelitian
Bahan Penelitian
Embrio  sebagai  sumber  eksplan  diambil  dari  buah  kelapa  kopyor    yang masih muda 9-10 bulan dan yang sudah tua 11-12 bulan.  Buah kelapa kopyor
diambil  dari  kebun  kelapa  rakyat  di  daerah    Sumenep,  Madura,  Jawa  Timur.  Di Lab.  Bioteknologi  UPN  “Veteran”  Jatim,  embrio  yang  masih  di  dalam  silinder
endosperma  disterilisasi  dengan  Natrium  hipoklorit  1  selama  10  menit  dan dibilas  dengan  akuades  steril  sebanyak  3  kali.    Selanjutnya  embrio  dikeluarkan
dari  dalam  endosperma  dan  dimasukkan  ke  dalam  erlenmeyer  250  ml,  masing-
masing  erlenmeyer  diisi  50  embrio.    Embrio  kemudian  disterilisasi  dengan Natrium  hipoklorit  0.5    selama  5  menit  dan  dibilas  dengan  air  akuades  steril.
Sterilisasi ini diulang sekali lagi. Embrio yang telah dibilas dengan akuades steril, kemudian ditanam dalam tabung reaksi 15 x 20 cm yang berisi media Eeuwens
1976 cair 10 ml yang mengandung arang aktif 2.5 gl, sukrosa 60 gl dengan pH media  5.8  sebelum  disterilisasi.    Transportasi  embrio  ke  Lab.  Biologi  Molekuler
IPB  Bogor  dikerjakan  sesuai  prosedur  koleksi  embrio  di  lapang  Sukendah Muljani  2006.
Di Lab. Biologi  Molekuler IPB,  embrio dalam tabung reaksi yang berasal dari  Jawa  Timur  disimpan    selama  satu  bulan  sampai  embrio  memperlihatkan
tanda-tanda  akan  berkecambah  keluar  plumula.    Embrio  ini  selanjutnya digunakan untuk bahan eksplan pada percobaan induksi kalus embriogenik.
Tahap Induksi Kalus Pengaruh  Model  Pembelahan  Embrio  Longitudinal    dan  Konsentrasi
2,4-D.  Eksplan  embrio  dipotong  bagian  haustoriumnya.  Selanjutnya,    embrio
dibelah  secara longitudinal menjadi 2 L-2, 4 L-4, dan 8 L-8 potong.  Belahan embrio L-2, L-4, dan L-8 ditanam pada media dasar Eeuwens padat 20 ml yang
mengandung  2,4-D  dengan  berbagai  konsentrasi  50;  75;  100;  125  uM,  sukrosa 60 gl, agar 7 gl, arang aktif 2.5 gl, dan pH 5.8 sebelum disterilisasi di autoclave.
Setiap  perlakuan  ada  15  ulangan.  Sebagai  kontrol  ditanam  embrio  utuh  yang keluar plumula pada komposisi media yang sama dengan belahan embrio dan juga
ditanam belahan embrio pada media tanpa 2,4-D.  Kultur diletakkan di rak kultur
di ruang gelap menurut Rancangan Acak Lengkap RAL  dengan suhu 25°C. Pengaruh  Model  Pembelahan  Horizontal  dan  Konsentrasi  2,4-D.
Embrio dibelah secara horizontal menjadi 3 bagian HA: embrio bagian atas yang mengandung  meristem  akar  dan  tunas;  HT:  embrio  bagian  tengah  antara  daerah
meristem  dengan  haustorium;  HB:  embrio  bagian  bawah  daerah  haustorium. Potongan  embrio  ditanam  pada  media  Eeuwens  padat  20  mlbotol  kultur  dengan
konsentrasi  2,4-D  5.0;  7.5;  10.0;  dan  12.5  mgl,  sukrosa  60  gl,  arang  aktif  2.5 gl,  agar  7  gl  dan  pH  5.8  sebelum  disterilisasi.    Rancangan  perlakuan  yang
digunakan  adalah  Rancangan  Acak  Lengkap  dengan  setiap  perlakuan  diulang  15
kali.    Kultur  kemudian  dipelihara  di  ruang  gelap  dengan  suhu  25°C  sampai
terbentuk kalus. Pengaruh    Macam  Eksplan  dan  Konsentrasi  2,4-D.    Embrio  kelapa
kopyor yang berumur 10 bulan immature dan 12 bulan mature dibuang bagian haustoriumnya dan dibelah secara longitudinal menjadi 4 bagian.  Belahan embrio
dikulturkan  pada  media  Eeuwens  padat  20  mlbotol  kultur  yang  mengandung berbagai konsentrasi 2,4-D: 50, 75, 100, dan 125 uM dan ditambahkan arang aktif
2.5  gl,  agar  7  gl,  sukrosa  60  gl.  Percobaan  dirancang  dengan  Rancangan  Acak Lengkap  RAL.  Setiap  perlakuan  kombinasi  diulang  15  kali.    Kultur  diletakkan
pada ruang gelap dengan suhu 25°C. Pengaruh Penggunaan Berbagai Macam Bahan Aditif.  Embrio  kelapa
kopyor dipotong bagian haustoriumnya dan dibelah secara longitudinal menjadi 2 bagian.    Belahan  embrio  kemudian  dikultur  pada  media  Eeuwens  padat  yang
mengandung  sukrosa  60  gl,  arang  aktif  2.5  gl,  2,4-D  125  uM,  dan  berbagai macam  bahan  aditif,  yaitu:  asam  amino,  casein  hydrolisate  3  gl,  dan  air  kelapa
200  mll.  Asam  amino  terdiri  dari  campuran  glutamina  0.876  gl,  asam  aspartat 0.266 gl, arginina 0.174 gl dan glisina 0.0075 gl, yang dilarutkan dalam 1 liter
media. Setiap perlakuan bahan aditif diulang 15 kali.  Rancangan yang digunakan adalah  Rancangan  Acak  Lengkap.    Tiap-tiap  botol  perlakuan  diletakkan  secara
acak pada rak kultur di bawah kondisi tanpa cahaya dengan suhu 25°C.
Tahap Proliferasi Kalus
Eksplan  yang  berhasil  membentuk  kalus  embriogenik  disubkultur  pada media  yang  sama  komposisinya  dengan  media  induksi  kalus  embriogenik.
Subkultur  ke  dua  dilakukan  pada  media  dengan  komposisi  yang  sama  tetapi dengan  konsentrasi  2,4-D  setengah  dari  konsentrasi  2,4-D  awal.    Kultur
dipelihara  selama  2-4  bulan    di  ruang  gelap  dengan  suhu  25°C.  Subkultur dilakukan  satu  bulan  sekali  selama  dalam  periode  proliferasi  kalus.  Setiap  kali
dilakukan  subkultur  konsentrasi  2,4-D  dikurangi  setengah  dari  konsentrasi  2,4-D di  media  sebelumnya.    Kalus-kalus  ini  digunakan  untuk  percobaan  pada  tahap
embriogenesis somatik.
Tahap Embriogenesis Somatik dan Perkembangan Embrio Somatik Pengaruh Penambahan 2,4-D. Massa kalus embriogenik atau kalus-kalus
yang  berbentuk  nodular  bulat  atau  bulat  memanjang  dipindahkan  ke  media pembentukan  embrio.    Ada  3  macam  media  untuk  pembentukan  dan
perkembangan  embrio  yaitu,  media  Eeuwens  padat  25  mlbotol  kultur  yang mengandung BAP 10 mgl, BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl, BAP 10 mgl+2,4-D 5.0
mgl.  Ke dalam media ditambahkan sukrosa 60 gl, arang aktif 2.5 gl dengan pH media  5.8  sebelum  disterilisasi.    Satu  botol  kultur  ditanam  satu  massa  kalus
dengan diameter ± 2.0 cm. Masing-masing perlakuan ada 45 botol.  Botol kultur diatur  dalam  rak  kultur  menurut  Rancangan  Acak  Lengkap  RAL.    Kalus
disubkultur 2 bulan sekali pada komposisi media yang sama.    Kultur dipelihara di bawah kondisi gelap dan suhu rata-rata 25°C.
Pengaruh Bahan Pemadat Agar.  Massa kalus embriogenik berdiameter
±  2.0  cm  dipindahkan  ke  media  perkembangan  dan  pematangan  embrio. Komposisi  media  pematangan  embrio  terdiri  dari  media  dasar  Eeuwens  dengan
berbagai konsentrasi gellam gumphytagel 1.5; 2.0; 2.5 gl, sukrosa 60 gl,  dan arang aktif 2.5 gl.  Setiap perlakuan diulang 15 kali.  Kultur ditempatkan pada rak
kultur secara acak menurut Rancangan Acak Lengkap. Kultur dipelihara di bawah
kondisi cahaya dengan penyinaran 12 jam  dan suhu ruangan 25°C. Peranan  ABA  pada  Perkembangan  Embrio  Somatik.    Biak  yang  telah
membentuk  struktur  embrio  dengan  jelas  digunakan  sebagai  bahan  untuk perlakuan ABA  untuk melihat pengaruhnya pada perkembangan embrio somatik.
Biak  ditanam  pada  media  Eeuwens  padat  25  mlbotol  kultur  dengan  sukrosa  60 gl, arang aktif 2.5 gl, air kelapa 150 mll, dan berbagai konsentrasi ABA 0, 25,
50  uM.  Kultur  dipelihara  di  bawah  kondisi  cahaya  dari  lampu  influoresens dengan fotoperiodik 8 jam.  Setiap perlakuan ada 10 botol kultur sebagai ulangan.
Kultur diletakkan di rak kultur menurut Rancangan Acak Lengkap RAL. Embrio somatik yang mulai berubah struktur ke arah perkembangan lebih lanjut, dipindah
ke media Eeuwens padat dengan komposisi sama dengan media sebelumnya tetapi tanpa zat pengatur tumbuh.  Selanjutnya embrio dipelihara pada suhu 25 C dengan
lama penyinaran 8 jam.
Analisis  Histologi dan Morfologi  Kalus dan Embrio
Analisis  histologi  dilakukan  dengan  mengambil  sampel  dari  kalus  dan embrio  somatik  pada  tahap  induksi  kalus  dan  pembentukan  embrio.  Jaringan
difiksasi dalam larutan FAA II yang terdiri dari 90 ml 70 etil alkohol, 5 ml asam asetat  glasilglacial  acetic  acid  dan  5  ml  formalin  selama  24  jam.    Sampel
jaringan selanjutnya didehidrasi melalui serangkaian larutan TBA Tertiary Butyl Alcohol  selama  48  jam.      Setelah  proses  infiltrasi  jaringan  dibenamkan  dalam
parafin  cair  embedding.    Blok  parafin  yang  mengandung  sampel  jaringan dipotong  dengan  mikrotom  setebal  20-35  mikron.    Pelekatan  sediaansayatan
dikaca  objek  dilakukan  sebelum  proses  pewarnaan.    Pewarnaan  objek  memakai HE  hemaktosilin-eosin,  selanjutnya  objek  diambil  gambarnya  di  bawah
mikroskop Olympus. Pengamatan morfologi dilakukan untuk melihat karakteristik kalus, embrio
somatik,  dan  kecambah  kelapa  kopyor.  Sebagai  bahan  pembanding  juga  diamati morfologi  kecambah  asal  embrio  sigotik  kelapa  kopyor.  Pengamatan  morfologi
dilakukan  dengan  mengambil  gambar  kalus,  embrio  dan  embrio  yang berkecambah  di  bawah  mikroskop  digital  NTSC  System  tipe  DC2-456  dan
kamera digital.
Hasil Penelitian
Induksi Kalus dan Pembentukan Embrio Somatik
Embrio  somatik  kelapa  kopyor  dibentuk  dari  fase  kalus.  Kalus  diinduksi dari  eksplan  embrio  sigotik  yang  dibelah  dan  ditanam  pada  media  yang
mengandung  ZPT  2,4-D.  Kalus  mulai  terbentuk  sekitar  3-4  minggu  setelah penanaman  eksplan  dan  berproliferasi  membentuk  massa  kalus.  Tipe  kalus  yang
dibentuk  ada  dua  macam,  yaitu  kalus  non-embriogenik  dan  kalus  embriogenik. Kalus  non-embriogenik  mempunyai  struktur  yang  sangat  lembut  seperti  kapas
atau spon Gambar 5.1a. Kalus tipe ini biasanya berasal dari jaringan haustorium yang  tidak  mampu  berkembang  ke  proses  embriogenesis  somatik.  Sel-sel  pada
kalus  non-embriogenik  tidak  berinti  sel  Gambar  5.1c.  Sedangkan  kalus embriogenik mempunyai karakteristik friable atau kompak, nodular, dan berwarna
Gambar 5.1  Berbagai struktur kalus dan embrio somatik kelapa kopyor.  a. Kalus
non-embriogenik yang tidak friable. b. Kalus embriogenik berbentuk nodular  dan  kompak.  c.  Irisan  melintang  kalus  non-embriogenik.  d.
Irisan  melintang  kalus  embriogenik.  e.  Irisan  melintang  struktur globular  yang  masih  dalam  kalus.  f.Embrio  somatik  bentuk
elongated  globular.  g.Embrio  somatik  bentuk  globular.  h.  Bentuk embrio  somatik  fase  globular,  awal  fase  kotiledon  dan  akhir  fase
kotiledon. i. Embrio somatik berkecambah dengan keluar plumula j. Irisan  melintang  struktur  elongated  globular  yang  dapat  dibedakan
dari  jaringan  kalus  sekitarnya.  k.  Irisan  melintang  embrio  bagian haustorium  dan  akar  yang  mulai  membentuk  jaringan  vaskular.  l.
Irisan  melintang  bagian  tunas  meristem  dan  koleoptil  embrio somatik.  IS:Inti  Sel,  GL:Globular,  EG:  Elongated  Globular,
VS:Vaskular, MT:Meristem Tunas.
putih kekuningan Gambar 5.1b. Kalus  embriogenik  terdiri  dari  sel-sel   yang
berinti sel dan  aktif  membelah Gambar 5.1d.
Setelah  lebih  kurang  6-8  minggu  massa  kalus  embriogenik  mulai terdiferensiasi  membentuk  struktur    seperti      bentuk      nodular    atau      bentuk
elongated    structure    dan    dapat  dibedakan  secara  jelas    dengan  jaringan
VS MT
EG GL
IS
E
l i
j
k g
f h
e d
b a
c GL
IS
EG VS
MT
sekitarnya  Gambar  5.1e    j.    Struktur  ini  semakin  terorganisir  bentuknya mengarah ke struktur globular atau elongated globular yang terpisah dengan jelas
Gambar  5.1f    g.    Pada  media  pematangan  dan  perkecambahan,  struktur globular  atau  elongated  globular  tersebut  berkembang  membentuk  individu-
individu embrio somatik yang terlepas antara satu dengan lainnya Gambar 5.1h. Sekitar  10-12  minggu  embrio  somatik  mulai  keluar  plumulanya  Gambar  5.1i.
Irisan  melintang  pada  jaringan  embrio  somatik  menunjukkan  adanya  meristem tunas  yang  berkembang  dengan  baik  Gambar  5.1l.    Jaringan  vascular  pada
bagian akar juga mulai terbentuk pada fase setelah 12 minggu Gambar 5.1k.
Pengaruh Pembelahan Embrio Longitudinal dan Konsentrasi 2,4-D
Kalus  kelapa  kopyor  dapat  diinduksi  dari  eksplan  embrio  yang  dibelah secara  longitudinal  pada  media  Eeuwens  dengan  penambahan  auksin  2,4-D.
Meskipun  demikian,  tidak  ada  interaksi  yang  nyata  antara  model  pembelahan dengan konsentrasi 2,4-D. Eksplan mulai terlihat membengkak sekitar 2-3 minggu
setelah  penanaman  eksplan.    Beberapa  eksplan  bahkan  sudah  membentuk  kalus pada umur 4 minggu.
Pembentukan  kalus  dipengaruhi  oleh  pembelahan  eksplan.  Embrio  yang tidak  dibelah  tidak  dapat  membentuk  kalus  Tabel  5.1.  Embrio  yang  dibelah  2
nyata membentuk kalus 20 lebih tinggi daripada embrio  yang dibelah 4 atau 8. Semakin  banyak  embrio  dibelah,      persentase    pembentukan    kalus    cenderung
semakin  menurun.  Namun demikian bila ditinjau dari produktifitas pembentukan kalus,    eksplan  embrio  yang  dibelah  8  lebih  tinggi  daripada  yang  dibelah  2.
Contoh,  per 100 embrio yang dikulturkan akan didapatkan 483 massa kalus untuk embrio  yang  dibelah  8,  dibandingkan  dengan  embrio  yang  dibelah  2  yang  hanya
memperoleh  182  massa  kalus  Gambar  5.2.    Perkembangan  kalus  lebih  lanjut tidak  dipengaruhi  oleh  besar  kecilnya  belahan  embrio.  Hal  ini  terlihat  oleh  berat
segar  kalus  pada  embrio  yang  dibelah  2  tidak  jauh  berbeda  dengan  embrio  yang dibelah 8, bahkan embrio yang dibelah 4 nyata yang paling berat Tabel 5.1.
Pembentukan  kalus  kelapa  kopyor  tidak  dipengaruhi  oleh  besarnya konsentrasi 2,4-D. Konsentrasi 2,4-D lebih berpengaruh pada perkembangan kalus
yaitu  berat segar kalus.   Pada 2,4-D 100 uM  berat  kalus  nyata  lebih  tinggi dari
Tabel  5.1  Pengaruh  model  pembelahan  longitudinal  pada  induksi  dan pertumbuhan  kalus  kelapa  kopyor  di  media  Eeuwens  dengan
penambahan berbagai konsentrasi 2,4-D
Perlakuan Kalus
embriogenik yang terbentuk
Diameter kalus
cm Berat segar
kalus g
Jumlah embrio
inokulum
Model Pembelahan: Tanpa dibelah
L-2 Belah 2 L-4 Belah 4
L-8 Belah 8 00.00
90.97a 58.34b
60.43b 0.0000
1.1667 1.0583
0.9167 0.0000
0.4980b 0.7630a
0.4728b 00.0
17.0 16.3
11.0
Konsentrasi 2,4-D: 50   uM
75   uM 100 uM
125 uM 62.97
78.70 63.89
74.09 0.8333
1.1333 1.0222
1.2000 0.5155b
0.4243b 0.8303a
0.5415b 13.7
13.2 15.0
16.0
Angka rata-rata dalam kolom yang sama pada perlakuan yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan DMRT 5
Embrio pada tahap awal globular
182 233
483
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
P ro
d u
k ti
v it
a s
1 e
m b
ri o
Belah-2 Belah-4
Belah-8
Pembelahan Embrio Longitudinal
Gambar  5.2      Produktivitas  per  100  embrio  yang  dibelah  secara  longitudinal menjadi 2, 4, dan 8 dalam pembentukan kalus embriogenik kelapa
kopyor.
pada  konsentrasi  2,4-D  lainya  Tabel  5.1.    Konsentrasi  2,4-D  antara  50-125  uM dapat  menginduksi  kalus  kelapa  kopyor  dan  menghasilkan  kalus  yang  tidak
berbeda nyata.  Rata-rata pembentukan kalus di atas 60 pada setiap level 2,4-D tersebut Tabel 5.1.
Proses  pembentukan  embrio  somatik  terlihat  setelah  kalus  embriogenik berumur  sekitar  2-3  bulan  setelah  penanaman  eksplan.    Rata-rata  jumlah  embrio
somatik  pada  eksplan  yang  dibelah  2  tidak  jauh  berbeda  dengan  eksplan  yang dibelah  4.    Namun  ada  kecenderungan  semakin  banyak  embrio  dibelah  jumlah
embrio  somatik  yang  dibentuk  per  eksplan  semakin  menurun.    Hal  ini  terlihat pada  pembelahan  embrio  menjadi  8  yang  hanya  menghasilkan  embrio  somatik
rata-rata  11  embrio  per  eksplan.    Sementara  itu,  rata-rata  jumlah  embrio  somatik lebih  banyak  pada  level  konsentrasi  2,4-D  tinggi  100-125  uM  dari  pada
konsentrasi rendah 50-75 uM Tabel  5.1.
Pengaruh Pembelahan Eksplan Horizontal dan Konsentrasi 2,4-D
Pembentukan kalus pada embrio yang dibelah secara horizontal tergolong rendah,  rata-rata  kurang  dari  65  eksplan  yang  dapat  membentuk  kalus.  Di
samping  itu  ada  beberapa  konsentrasi  2,4-D  yang  tidak  berhasil  dalam menginduksi kalus pada berbagai potongan eksplan tersebut. Pada eksplan bagian
atas HA konsentrasi 2,4-D 10 mgl tidak berhasil membentuk kalus, sedangkan untuk eksplan bagian tengah HT konsentrasi 2,4-D 7.5 mgl tidak menghasilkan
kalus,    sementara  itu  pada  eksplan  bagian  bawah  HB  konsentrasi  2,4-D  tinggi 10 dan 12.5 mgl yang tidak membentuk kalus Tabel 5.2.
Tidak  semua  kalus  yang  berasal  dari  eksplan  bagian  atas,  tengah  dan bawah    dapat  menghasilkan  embrio  somatik.    Kalus  dari  embrio  bagian  atas  dan
bagian  tengah  dapat  melanjutkan  pertumbuhan  sampai  ke  pembentukan  embrio somatik  Tabel  5.2.  Sebaliknya,  kalus  yang  berasal  dari  eksplan  embrio  bagian
bawah  haustorium  tidak  mampu  melanjutkan  ke    proses  embriogenesis.  Kalus berproliferasi  secara  terus  menerus  tanpa  memperlihatkan  perubahan  ke  struktur
tertentu.  Kalus  yang  berasal  dari  eksplan  embrio  bagian  atas  dapat  membentuk embrio somatik pada semua level konsentrasi  2,4-D  5.0, 7.5, 10, dan 12.5 mgl.
Tabel  5.2  Pengaruh  model  pembelahan  embrio  secara  horizontal  pada pembentukan  kalus  dan  embrio  somatik  kelapa  kopyor  di  media
Eeuwens padat dengan berbagai konsentrasi 2,4-D
Model Pembelahan
Konsentrasi 2,4-D
mgl Eksplan
yang berkalus
Diameter kalus cm
Berat segar kalus g
Jumlah embrio
inokulum
HA Bagian
Atas 5.0
7.5 10.0
12.5 66.7
40.0 0.0
50.0 1.8
1.4 0.0
2.0 0.944
0.460 0.000
1.366 35.0
7.0 0.0
51.0 HT
Bagian Tengah
5.0 7.5
10.0 12.5
50.0 0.0
40.0 50.0
1.2 0.0
1.9 2.2
0.528 0.000
0.551 1.038
0.0 0.0
65 83
HB Bagian
Bawah 5.0
7.5 10.0
12.5 36.4
60.0 0.0
0.0 1.6
1.6 0.0
0.0 0.671
0.762 0.000
0.000 0.0
0.0 0.0
0.0
Embrio pada tahap awal globular
Kalus dari eksplan embrio bagian tengah dapat membentuk struktur embrio hanya pada konsentrasi 2,4-D tinggi 10 dan 12.5 mgl.
Embrio  somatik  yang  dihasilkan  dari  kalus  asal  embrio  bagian  atas  atau bagian tengah rata-rata  dalam jumlah banyak Tabel 5.2. Pada kalus asal embrio
bagian  atas,  embrio  somatik  yang  dihasilkan  oleh  konsentrasi  2,4-D  12.5  mgl lebih  banyak  daripada  konsentrasi  2,4-D  5.0  atau  7.5  mgl.  Demikian  juga  pada
kalus asal embrio bagian tengah menghasilkan embrio somatik lebih banyak pada konsentrasi 2,4-D 12.5 mgl.
Pengaruh Umur  Eksplan dan Konsentrasi 2,4-D
Pembentukan  kalus  ternyata  juga  dipengaruhi  oleh  macam  eksplan,  yaitu umur embrio selama masih dalam buah kelapa kopyor.  Eksplan yang berasal dari
embrio  muda  umur  10  bulan  saat  dipanen  sangat  mudah  diinduksi  kalusnya, sekitar  90  eksplan  embrio  muda  dapat  membentuk  kalus  Tabel  5.3.   Berbeda
dengan eksplan embrio tua umur 12 bulan yang membentuk kalus hanya sebesar
Tabel 5.3   Persentase pembentukan kalus, diameter dan berat kalus kelapa kopyor pada  eksplan  embrio  muda  10  bulan    dan  tua  12  bulan  dengan
penambahan berbagai konsentrasi 2,4-D
Perlakuan Kalus
embriogenik yang terbentuk
Diameter kalus cm
Berat segar kalus
g Jumlah
embrio inokulum
Macam Eksplan: Embrio muda
Embrio tua 90.556a
67.222b 1.3583
1.3000 0.4480
0.4743 7.91
10.08 Konsentrasi 2,4-D:
50.0 uM 75.0 uM
100.0 uM 125.0 uM
66.67 91.11
71.67 86.11
1.1000c 1.4833ab
1.5500a 1.1833bc
0.2803b 0.3388ab
0.4808ab 0.7448a
4.74 10.03
11.62 8.80
Angka rata-rata dalam kolom yang sama pada perlakuan yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan DMRT 5
Embrio pada tahap awal globular
67.    Umur  eksplan  embrio  sangat  menentukan  pada  saat  pembentukan  kalus namun  tidak  banyak   pengaruhnya  pada  saat  perkembangan  kalus  berikutnya.
Diameter  dan  berat  kalus  antara  kedua  macam  eksplan  tersebut  tidak  berbeda nyata Tabel 5.3.  Eksplan embrio muda kelapa kopyor memproduksi kalus lebih
banyak,  tetapi  dalam  pembentukan  embrio  somatik    kedua    macam    eksplan tersebut  tidak  berbeda.
Percobaan  sebelumnya  model  pembelahan  longitudinal  menunjukkan bahwa induksi kalus pada kelapa kopyor membutuhkan 2,4-D dengan konsentrasi
50-125  uM.    Dengan  eksplan  yang  berasal  dari  embrio  muda  dan  embrio  tua terlihat bahwa konsentrasi  antara 50.0-125 uM dapat menginduksi  kalus rata-rata
di  atas  65  Tabel  5.3.    Sama  seperti  pada  hasil  percobaan  model  pembelahan longitudinal,  ternyata  konsentrasi  2,4-D  tidak    menunjukkan  pengaruh  nyata
terhadap persentase pembentukan kalus. Konsentrasi  2,4-D  baru  berpengaruh  pada  pertumbuhan    kalus  yang
ditunjukkan oleh besarnya diameter kalus dan berat kalus.   Diameter kalus pada media  dengan  penambahan  2,4-D  100  uM  nyata  lebih  besar  daripada  2,4-D  125
uM  atau  2,4-D  50  uM,  namun  tidak  berbeda  dengan  diameter  kalus  pada  media
2,4-D  75.0  uM.    Berat  kalus  menunjukkan  kenaikkan  seiring  dengan  semakin tinggi level konsentrasi  2,4-D.  Berat kalus pada  media dengan konsentrasi 2,4-D
75.0 uM nyata berbeda dengan 2,4-D 50.0 uM.  Meskipun berat kalus terlihat naik pada media dengan konsentrasi 2,4-D lebih besar daripada 75.0 uM tetapi secara
statistik berat kalus  antara konsentrasi 2,4-D 75.0, 100, dan 125 uM tidak berbeda nyata  Tabel  5.3.  Dalam  pembentukan  embrio  somatik,  konsentrasi  2,4-D  75.0-
100 uM menghasilkan embrio lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi 2,4- D di bawah atau di atas kisaran konsentrasi tersebut.
Pengaruh Berbagai Macam Bahan Aditif
Macam  bahan  aditif  seperti  asam  amino  dan  air  kelapa  nyata meningkatkan  pembentukan  kalus  embriogenik,  diameter,  dan  berat  segar  kalus
kelapa kopyor.  Sementara bahan aditif casein tidak mempunyai pengaruh apa-apa baik  pada  pembentukan  kalus  maupun  pada  pertumbuhan  kalus  diameter  dan
berat  kalus  Tabel  5.4.  Kecenderungan  yang  sama  juga  terjadi  pada pembentukan  embrio  somatik,  dimana  jumlah  embrio  somatik  dihasilkan  oleh
bahan aditif asam amino dan air kelapa lebih banyak daripada tanpa bahan aditif Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Pengaruh penambahan bahan aditif pada induksi dan pertumbuhan kalus kelapa  kopyor di media Eeuwens padat
Macam bahan aditif
Kalus embriogenik
Diameter kalus cm
Berat segar kalus g
Jumlah embrio
inokulum Tanpa bahan aditif
33.33b 0.6333c
0.2433b 6.5
Asam amino 82.01a
1.4233a 1.8483a
9.33 Casein 3 gl
33.80b 0.5567c
0.3077b 5.5
Air Kelapa 200 mll
66.67ab 1.0667b
1.4947a 7.0
Angka  rata-rata  dalam  kolom  yang  sama  diikuti  oleh  huruf  yang  sama  berarti  tidak      berbeda nyata menurut uji Duncan DMRT 5
Berisi:glutamina 0.876 gl, asam aspartat 0.266 gl, arginina 0.174 gl dan glisina 0.0075  gl
Pengaruh 2,4-D dan BAP pada Perkembangan Embrio Somatik
Setelah 2-3 minggu sejak biak dipindah ke media Eeuwens yang ditambah BAP 10 mgl, BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl, dan BAP 10 mgl+2,4-D 5 mgl, biak
Tabel  5.5    Persentase  embrio  somatik  kelapa  kopyor  yang  berkembang  menjadi planlet,  tunas,  atau  akar  pada  media  yang  mengandung  2,4-D  dan
BAP
Zat Pengatur Tumbuh
Embrio yang
berkembang Embrio
menjadi planlet
Embrio menjadi
tunas Embrio
menjadi akar
Jumlah embrio
inokulum BAP 10 mgl
70.14 11.11
18.75 40.27
11.11 BAP 10 mgl
+2,4-D 2.5 mgl 85.71
25.38 14.28
49.97 25.38
BAP 10 mgl + 2,4-D 5.0 mgl
69.05 7.14
8.33 53.57
7.14
Embrio pada fase matang
menjadi individu-individu embrio somatik yang matang. Individu embrio somatik
selanjutnya  berdiferensiasi  yang  mengarah  pada  proses  perkecambahan  atau tumbuh  menjadi  bentuk  tertentu.        Jumlah  embrio  somatik  pada  media  dengan
kombinasi  BAP  10  mgl+2,4-D  5  mgl  dua  kali  dari  media  yang        mengandung BAP    10  mgl+2,4-D  2.5  mgl.    Media  yang  mengandung  BAP  10  mgl
mempunyai  jumlah  embrio  somatik  lebih  tinggi  daripada  media  dengan  BAP  10 mgl+2,4-D 2.5 mgl Tabel 5.5.
Pada  media  yang  mengandung  BAP  10  mgl+2,4-D  5  mgl,  persentase planlet  lengkap  yang  dihasilkan  hanya  mencapai  7.    Jika  konsentrasi  2,4-D
diturunkan  sampai  setengah  yaitu  pada  media  BAP  10  mgl+2,4-D  2.5  mgl, persentase  planlet  lengkap  tunas  dan  akar  meningkat  sampai  mencapai  25  .
Sementara jika 2,4-D ditiadakan atau hanya ditambahkan BAP 10 mgl saja, maka persentase planlet yang diperoleh sebesar 11.  Persentase tunas tanpa akar lebih
banyak  terjadi  pada  media  dengan  BAP  10  mgl  daripada  pada  media  BAP  10 mgl  yang  ditambah  dengan  2,4-D  2.5  mgl  atau  5.0  mgl  Tabel  5.5.    Tunas
tanpa  akar  ini  dapat  diinduksi  perakarannya  sehingga  menjadi  planlet  yang lengkap.  Pada media yang mengandung 2,4-D 5 mgl sekitar 50 embrio somatik
tumbuh  menjadi  akar.  Apabila  konsentrasi  2,4-D  diturunkan  menjadi  2.5  mgl, maka  persentase  embrio  yang  menjadi  akar  juga  turun.  Sementara  media  yang
mengandung BAP  tanpa 2,4-D persentase embrio somatik yang tumbuh menjadi
akar  semakin  rendah.    Embrio  somatik  yang  menjadi  akar  biasanya  langsung dibuang karena tidak memungkinkan untuk menginduksi tunasnya.
Pengaruh Bahan Pemadat Media Phytagel pada Perkembangan Embrio
Persentase embrio somatik kelapa kopyor yang tumbuh menjadi tunas atau struktur  lainnya  banyak  terjadi  pada  media  dengan  konsentrasi  phytagel  1.5  gl.
Jika  kepadatan  media  dinaikkan  maka  persentase  ini  semakin  turun  Tabel  5.6. Rendahnya  persentase  embrio  yang  tumbuh  menjadi  tunas  atau  struktur  lainnya
pada media phytagel 2.5 gl karena embrio banyak yang tidak memberikan respon. Kumpulan embrio tetap segar namun tidak ada perkembangan, dan dalam rentang
waktu tertentu berubah menjadi browning. Meskipun  persentase  embrio  yang  tumbuh  menjadi  tunas  atau  struktur
lainnya  pada  media  phytagel  1.5  gl  cukup  tinggi  tetapi  sebagian  besar    embrio berubah  menjadi  akar  Tabel  5.6,  yang  sulit  menjadi  planlet  lengkap.  Sebagian
kecil  embrio  tumbuh  menjadi  tunas.  Tunas  tanpa  akar  ini  masih  bisa  diinduksi perakarannya menjadi planlet lengkap. Sementara itu pada media phytagel 2.0 gl
separuh dari embrio berubah menjadi tunas,  sisanya  menjadi  akar.    Pada  media phytagel  2.5  gl  semua embrio menjadi akar Tabel 5.6.  Tidak ada satupun dari
ketiga media phytagel yang menghasilkan planlet lengkap.
Tabel  5.6    Persentase  embrio  somatik  kelapa  kopyor  yang  berkembang  menjadi planlet,    tunas,  atau  akar  pada  media  dengan  berbagai  konsentrasi
phytagel
Konsentrasi phytagel
gl Embrio
yang berkembang
Embrio menjadi
planlet Embrio
menjadi tunas
Embrio menjadi
akar Embrio
yang browning
1.5 80.0
0.00 20.00
60.00 20.00
2.0 66.7
0.00 33.33
33.33 33.33
2.5 26.5
0.00 00.00
26.50 73.50
Pengaruh ABA pada Perkembangan Embrio Somatik
Tabel  5.7    Persentase  embrio  somatik  kelapa  kopyor  yang  berkembang  menjadi planlet, tunas, atau akar pada media dengan berbagai konsentrasi ABA
Konsentrasi ABA
Embrio yang berkembang
Embrio menjadi
planlet Embrio
menjadi tunas
Embrio menjadi
akar Tanpa ABA
62.49 2.00ab
10.49a 50.00
25 uM 66.65
2.50a 5.81b
58.34 50 uM
72.30 1.00b
1.30b 70.00
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test DMRT 5
Zat  pengatur  tumbuh  ABA  tidak  berpengaruh  pada  proses  perkembangan embrio  somatik  kelapa  kopyor.    Tanpa  penambahan  ABA  persentase  embrio
somatik  yang  tumbuh  menjadi  planlet  tidak  berbeda  nyata  dengan  ABA  Tabel 5.7.  Penambahan  ABA  justru  memacu  pertumbuhan  embrio  menjadi  akar,
bahkan  persentase  embrio  yang  menjadi  tunas  nyata  lebih  banyak  pada  media tanpa ABA.
Analisis Morfologi Perkembangan Embrio Somatik Menjadi Planlet Proses  perkecambahan  embrio  somatik  kelapa  kopyor  tidak  sesederhana
seperti  embrio  sigotik.  Embrio  somatik  tidak  dapat  dikecambahkan  per  individu embrio,  meskipun  antara  embrio  satu  dengan  lainya  bisa  dipisahkan  dengan
mudah. Pada media perkecambahan, individu embrio somatik yang ditanam tidak menunjukkan  respon  apapun  dan  setelah  itu    browning  yang  berakibat  kematian
pada  embrio.    Perkecambahan  hanya  terjadi  jika  embrio  somatik  masih  dalam massa  kalus  atau  masih  berupa  kumpulan  embrio  Gambar  5.3c    d.    Tidak
semua  embrio  dalam  massa  kalus  atau  kumpulan  embrio  tersebut  bisa berkecambah  membentuk  planlet  sempurna,  yaitu  planlet  dengan  pertumbuhan
tunas  dan  akar  yang  proporsional  Gambar  5.3e.    Dalam  satu  massa  kalus  rata- rata  didapatkan  hanya  satu  kecambah  normal,  atau  bahkan  tidak  ada  kecambah
normal  sama  sekali.    Sebagian  besar  embrio  somatik  berubah  menjadi  struktur abnormal.
Ada  berbagai  macam  bentuk  embrio  yang  berkembang  menjadi  struktur abnormal.  Pertama adalah  embrio  yang  tidak  dilengkapi dengan  meristem akar
Gambar  5.3  Morfologi  eksplan  embrio  sigotik  yang  diiduksi  menjadi  kalus  dan
planlet  kelapa  kopyor  pada  setiap  tahap  embriogenesis  somatik.  a. Belahan  eksplan  embrio  sigotik,  b.  Kalus  embriogenik,  c.  Embrio
somatik  di  dalam  massa  kalus  berkecambah  membentuk  tunas,  d. Salah satu embrio dalam kumpulan embrio somatik berkecambah, e.
Planlet dari kecambah normal embrio somatik, f. Planlet dari embrio somatik yang telah membentuk daun sempurna.
Gambar  5.4  Morfologi  kalus  non-embriogenik  a  dan  bentuk  abnormalitas kecambah kelapa kopyor b-f.  a. Kalus non-embriogenik, b. Tunas
tanpa akar, c. Tunas dan akar tumbuh dari embrio yang berbeda, d. Kecambah  dengan  tunas  lebih  dari  satu,  e.  Kecambah  dengan
pertumbuhan akar berlebih,  f. Akar tanpa tunas.
a b
c
d e
f
tunas
b a
c
d e
f
apikal.    Embrio  ini  berkembang  menjadi  tunas  tanpa  akar  Gambar  5.4b. Meskipun  demikian  embrio  ini  masih  bisa  diinduksi  akarnya  secara  adventif
dengan  perlakuan  zat  pengatur  tumbuh  dari  golongan  auksin.    Ke  dua,  adalah embrio  dimana  bagian  tunas  dan  akar  berasal  dari  embrio  yang  berbeda,  bagian
tunas dan akar terhubung oleh suatu jaringan Gambar 5.4c. Tampaknya jaringan kotiledon  atau  haustorium  tidak  berkembang  dengan  sempurna.    Bentuk
abnormalitas  lainya  adalah  embrio  yang  berkembang  membentuk  banyak  tunas apikal,  sehingga  menghasilkan  bentuk  seperti  kecambah  dengan  lebih  dari  satu
tunas daun Gambar 5.4d.  Sebaliknya ada embrio yang berkembang dengan akar berlebihan  sehingga  perkembangan  tunas  menjadi  terhambat  atau  bagian  tunas
dan akar tidak proporsional Gambar 5.4e.   Terakhir  adalah  embrio  yang hanya mengandung  akar  apikal  dan  haustorium,  sehingga  menghasilkan  bentuk  akar
tanpa ada tunas yang muncul Gambar 5.4f. Salah  satu  problem  utama  dalam  proses  embriogenesis  somatik  kelapa
kopyor   ini  adalah  rendahnya frekuensi  pembentukan  kecambahplanlet normal karena terjadinya proses embriogenesis yang tidak lengkap, yang ditandai dengan
banyaknya  pembentukan  struktur  abnormal.    Hampir  50  embrio  berkembang menjadi  bentuk  abnormal,  bahkan  pada  media  dengan  ABA  50  uM  embrio  yang
berkembang menjadi bentuk abnormal mencapai 70 Tabel 5.5. Sebagian besar adalah embrio yang berkembang menjadi bentuk akar tanpa tunas Gambar 5.4f.
Buffard-Morel et al. 1995 berpendapat terjadinya penyimpangan morphogenesis embrio somatik kelapa bisa disebabkan oleh hormon yang tidak seimbang.
Analisis Morfologi Kecambah Embrio Somatik dan Embrio Sigotik
Morfologi  kecambah  embrio  somatik  kelapa  kopyor  dan  planlet  asal embrio somatik  menunjukkan kemiripan dengan morfologi kecambah dan planlet
asal  embrio  sigotik  Gambar  5.5.    Embrio  sigotik  terdiri  dari  3  bagian  penting yaitu  bagian  tunas  apikal,  bagian  akar  apikal  dan  bagian  haustorium  Branton
Blake  1983.    Embrio  yang  normal  memiliki  ketiga  organ  tersebut.  Bagian  tunas apikal  akan  berkembang  menjadi  tunas  dan  bagian  akar  apikal  akan  berkembang
menjadi  akar  primer.  Bagian  haustorium  pada  embrio  sigotik  berfungsi  sebagai organ  penyimpan  makanan  yang  diambil  dari  endosperma  untuk  proses
perkecambahan. Perkecambahan embrio sigotik ditandai dengan munculnya tunas dan akar dari daerah apikal meristem embrio Gambar 5.5a.
Pada  kecambah  embrio  somatik  yang  normal,  mengandung  ketiga  organ penting  tersebut  tunas  dan  akar  apikal,  haustorium  seperti  yang  dimiliki  oleh
embrio  sigotik.  Perkecambahan    dicirikan  dengan  munculnya  tunas  dari  daerah apikal,  namun  untuk  akar  ada  yang  muncul  dari  daerah  apikal  dan  ada  yang
muncul  seolah-olah  dari  bagian  haustorium  dengan  jumlah  lebih  dari  satu Gambar  5.5b.    Kemungkinan  akar  primer  dan  akar  lateral  berasal  dari
perkembangan sel yang berbeda.
Gambar  5.5  Struktur  kecambah  embrio  sigotik  dan  somatik  kelapa  kopyor. a.Kecambah  dari  embrio  sigotik  kelapa  kopyor  dengan  bagian
tunas, calon akar primer dan haustorium, b.Kecambah dari embrio somatik  dengan  bagian  tunas,  haustorium  dan  akar,  c.  Planlet  dari
embrio sigotik, d. Planlet dari embrio somatik.
tunas
calon akar
haustorium akar
tunas
d c
a b
haustorium
Morfologi planlet asal embrio sigotik tampak ramping, kokoh dengan daun yang tegak dan lurus Gambar 5.5c.  Planlet asal embrio sigotik mempunyai akar
primer dan dari akar primer tersebut akan keluar akar-akar lateral.  Sementara itu, planlet yang berasal dari embrio somatik mempunyai daun sedikit tidak beraturan
dan  akar  primer  lebih  dari  satu  atau  tidak  bisa  dibedakan  antara  akar  primer  dan akar lateral Gambar 5.5d.
Pembahasan
Pembiakan  klonal  kelapa  kopyor  melalui  proses  embriogenesis  somatik telah  berhasil  dibangun,  yang  dimulai  dengan  induksi  kalus,  proliferasi  kalus,
pembentukan  dan  pematangan  embrio  somatik,  dan  perkembangan  embrio menjadi planlet.    Pembentukan kalus kelapa kopyor memerlukan auksin sintetik
seperti  2,4-D.    Terbukti  pada  eksplan  yang  tidak  diberi  2,4-D  tidak  bisa membentuk  kalus  baik  pada  embrio  utuh  maupun  embrio  yang  dibelah.  Auksin
jenis 2,4-D sering dipakai untuk menginduksi sel embriogenik Gray 1996. ZPT 2,4-D  dapat  menginisiasi  aktivasi  gen  untuk  diferensiasi  dan  meningkatkan  sel
embriogenik  melalui  pembelahan  sel  yang  berulang-ulang  Litz    Gray  1992. Pembentukan  kalus  kelapa  kopyor,    di  samping  membutuhkan  2,4-D,  eksplan
embrio  juga  harus  dibelah.    Embrio  utuh  tidak  dapat  membentuk  kalus  pada semua  media  yang  mengandung  2,4-D  Tabel  5.1.  Embrio  membengkak  dan
tampak  akan  membentuk  kalus  tetapi  seiring  dengan  berjalannya  waktu  embrio kemudian  tumbuh.  Pembelahan  menyebabkan  sel-sel  meristematik  eksplan  dapat
mengadakan    kontak  langsung  dengan  media  yang  mengandung  auksin  atau sitokinin,  sehingga  pengaruh  zat  pengatur  tumbuh  lebih  efektif.    Tanpa
pembelahan jaringan meristematik eksplan embrio tidak terekspose oleh ZPT. Walaupun demikian, pembelahan secara logitudinal lebih efektif daripada
horizontal.  Pada pembelahan horizontal, ada bagian potongan embrio yang tidak dapat membentuk kalus, terutama bagian potongan embrio yang posisinya ke arah
haustorium  bagian  bawah:HB;  Tabel  5.2.    Pada  eksplan  yang  dibelah  secara longitudinal, setiap potongan masih mengandung sel-sel meristematik.  Sementara
itu,    embrio  yang  dibelah  horizontal  semakin  ke  arah  haustorium  banyaknya  sel- sel meristematik semakin berkurang.
Konsentrasi  2,4-D  untuk  menginduksi  kalus  kelapa  kopyor  berkisar  dari 50-125 uM. Di atas 125 uM, eksplan akan browning dan di bawah 50 uM eksplan
hanya  membengkak  tetapi  tidak  mampu  membentuk  kalus,  bahkan  ada  beberapa eksplan  embrio  yang  tumbuh  tunas.  Pada  tanaman  kelapa  normal,  konsentrasi
optimum  2,4-D  untuk  induksi  kalus  adalah  100  uM  Chan  et  al.  1998    dan  125 uM Samosir et al. 1998.
Pembentukan  kalus  kelapa  kopyor  lebih  mudah  diinduksi  dari  embrio muda  daripada  embrio  tua.  Beberapa    peneliti  kelapa  normal  menggunakan
jaringan  muda  untuk  menginduksi  kalus  embriogenik.    Cueto  et  al.  1997 menggunakan infloresens dan embrio muda sebagai eksplan,  sedangkan  Samosir
et  al.  1998    memakai  embrio  muda  yang  dibelah.    Alasan  yang  mendasari pemakaian  eksplan  muda  adalah  jaringan  ini  mengandung  sel-sel  meristematik
yang sangat dibutuhkan dalam induksi kalus. Massa  kalus  embriogenik  kelapa  kopyor  berkembang  menjadi  individu
proembrio  yang  sebagian  besar  berbentuk  bulat  lonjong  elongated  globular setelah  dipindah  ke  media  dengan  kandungan  2,4-D  lebih  rendah  dan  BAP.
Dussert  et  al.  1995  mengamati  bahwa  sel  embriogenik  menjadi  terpisah  dari daerah  meristematik  dan  berkembang  menjadi  proembrio  jika  kalus  dipindah  ke
media  dengan  konsentrasi  2,4-D  sangat  rendah.  Begitu  juga  dengan  Chan  et  al. 1998  yang  memperoleh  embrio  kelapa  melalui  pengurangan  konsentrasi  2,4-D
dan  penambahan  BAP  50  uM.    BAP  telah  banyak  digunakan  pada  proses perkembangan  dan  pematangan  embrio  somatik  pada  berbagai  tanaman  palem-
paleman.    Pada  kelapa  sawit,    BAP  5  dan  10  uM  merupakan  konsentrasi  terbaik untuk pematangan embrio dan merangsang perkembangan tunas embrio Duval et
al.    1993.    Pada  tanaman  kurma,  perkembangan  embrio  dirangsang  oleh kombinasi antara auksin 2,4-D dengan BAP Eshraghi et al.  2005.
Di  antara  bahan  aditif  yang  ditambahkan  ke  media  induksi  kalus,  asam amino  yang  paling  baik  dalam  meningkatkan  pembentukan  kalus  dan  embrio
somatik  kelapa  kopyor.    Pada  beberapa  tanaman  monokotil  asam  amino  biasa dipakai  untuk  meningkatkan  induksi  embriogenesis  somatik.   Desai  et  al. 2004
menggunakan  L-glutamina  untuk  memperoleh  respon  embriogenesis  somatik yang  maksimum  pada  tanaman  tebu.    Zouine    El  Hadrami  2007  memakai
glutamina untuk meningkatkan proliferasi embrio somatik kurma. ABA tidak dibutuhkan pada proses perkembangan embrio somatik kelapa
kopyor.  Bahkan penggunaan ABA dengan konsentrasi tinggi 50 uM cenderung meningkatkan    persentase  embrio  menjadi  akar.      Hal  ini  bertentangan  dengan
hasil yang diperoleh oleh Samosir et al. 1998 dan Fernando and  Gamage 2000
yang  meningkatkan  pembentukan  dan  perkecambahan  embrio  somatik  kelapa dengan  perlakuan  ABA.      Respon  kelapa  kopyor  terhadap  ABA  hampir  sama
dengan  respon    yang  diperlihatkan  oleh  embrio  apukat.    Adanya  ABA  tidak berpengaruh  secara  nyata  pada  produksi  embrio  somatik  apukat,  bahkan  ABA
meningkatkan  pembentukan  embrio  somatik  globular  yang  hyperhydric  Peran- Quesada et al. 2004.
Kesimpulan
Pembentukan kalus kelapa kopyor dari eksplan yang dibelah menjadi 2, 4, dan  8  membutuhkan  2,4-D  antara  50-125  uM.  Eksplan  embrio  yang  dibelah  8
meskipun mempunyai persentase pembentukan kalus lebih rendah daripada belah 2 dan 4, tetapi nilai produktifitas kalus lebih tinggi daripada embrio yang dibelah
2  atau  4.  Penambahan  bahan  aditif  berpengaruh  tidak  hanya  pada  pembentukan kalus  tetapi  juga  pada  perkembangan  kalus  kelapa  kopyor.    Bahan  aditif  asam
amino  nyata  meningkatkan  persentase  eksplan  yang  membentuk  kalus,  diameter dan  berat  kalus.  Sementara  casein  hydrolisate  tidak  memberikan  perbedaan  yang
nyata dalam pembentukan kalus kelapa kopyor. Media  yang  mengandung  BAP  10  mgl+2,4-D  2.5  mgl  meningkatkan
perkecambahan embrio somatik kelapa kopyor lebih baik daripada media dengan BAP  10  mgl+2,4-D  5.0  mgl  atau  hanya  BAP  10  mgl.    ABA  tidak  dibutuhkan
dalam perkecambahan kelapa kopyor. Tanpa ABA embrio somatik kelapa kopyor dapat  berkecambah  yang  tidak  berbeda  dengan  media  dengan  ABA.    Morfologi
kecambah  embrio  somatik  mirip  dengan  kecambah  embrio  sigotik.  Pada  proses embriogenesis somatik kelapa kopyor ditemukan berbagai bentuk abnormalitas.
1
Bagian  bab  ini  telah  didaftarkan  untuk  memperoleh  hak  paten  pada  Direktorat  Jenderal  Hak
Kekayaan  Intelektual,  Departemen  Hukum  dan  Hak  Asasi  Manusia  R.  I.  dengan  judul  invensi: Deteksi  Dini  Kelapa  Kopyor  Menggunakan  Penanda  Molekuler  Spesifik  Gen  -D  Galaktosidase
dan No. Registrasi: P0020090043112 Agustus 2009
BAB  VI PENGEMBANGAN PENANDA MOLEKULER SPESIFIK UNTUK