1
Bagian bab ini telah didaftarkan untuk memperoleh hak paten pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. dengan judul invensi:
Metode Pembiakan Klonal Kelapa Kopyor Melalui Embriogenesis Somatik dan No. Registrasi: P00 200800263 15 Mei 2008
BAB V REGENERASI TANAMAN KELAPA KOPYOR MELALUI
EMBRIOGENESIS SOMATIK
1
Abstrak
Regenerasi tanaman kelapa kopyor melalui embriogenesis somatik telah dikembangkan untuk pertama kalinya. Kalus embriogenik diinduksi dari eksplan
embrio sigotik yang dibelah secara longitudinal dan horizontal pada media Eeuwens yang mengandung 2,4-D. Adanya 2,4-D konsentrasi 50-125 uM
dibutuhkan dalam induksi kalus embriogenik kelapa kopyor. Penambahan bahan suplemen organik seperti casein hydrolisate, air kelapa, dan terutama asam amino
meningkatkan induksi kalus embriogenik. Kalus embriogenik berkembang membentuk struktur embrio somatik ketika dipindah ke media dengan konsentrasi
2,4-D lebih rendah dan diperkaya dengan sitokinin BAP. Kombinasi 2,4-D 5 mgl dan BAP 10 mgl menghasilkan jumlah embrio somatik paling tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi lain yang diuji, meskipun demikian, konsentrasi 2,4-D yang lebih rendah, yaitu 2.5 mgl yang dikombinasikan dengan BAP pada
konsentrasi yang sama menghasilkan planlet yang lebih baik. ABA tidak mempunyai pengaruh yang nyata dan cenderung menekan pembentukan planlet.
Studi morfologi memperlihatkan bahwa embriogenesis somatik dan serangkaian perkembangan embrio somatik dilengkapi oleh perkembangan struktur yang
abnormal seperti tunas tanpa akar, akar tanpa tunas, tunas majemuk, dan struktur yang tidak berkembang lebih lanjut. Tidak ada regenerasi tanaman yang terjadi
dari proses tersebut, namun jika terjadi sebaliknya maka dalam hal ini embrio somatik mirip dengan embrio sigotiknya.
Kata kunci: mikropropagasi klonal, multiplikasi kalus, kalus embriogenik, embrio somatik
PLANT REGENERATION OF KOPYOR COCONUT THROUGH SOMATIC EMBRYOGENESIS
Abstract
Plant regeneration of kopyor coconut through somatic embryogenesis has been developed for the first time. Embryogenic calli were induced from
longitudinally or horizontally excised zygotic embryo explants cultured on Eeuwens media containing 2,4-D. The present of 2,4-D at 50-125 uM was
required for induction of embryogenic culture. Addition of organic addenda such as casein hydrolisate, liquid coconut endosperm, and especially amino acid
improved the induction of embryogenic culture. The embryogenic culture developed somatic embyos upon transferred to medium with lower 2,4-D
concentration and enriched with cytokinin BAP. The combination of 5 mgl 2,4- D and 10 mgl BAP produced the highest number of somatic embryos compared
to other concentration tested, however, lower concentration of 2,4-D, i.e. at 2.5 mgl with the same BAP concentration of 10 mgl were better for plantlet
formation. ABA had no effect and tended to suppress plantlet formation. Morphological study demonstrated that somatic embryogenesis and the
subsequent development of the somatic embryos were accompanied by the development of abnormal structures such as rootless shoot, shootless root,
multiple shoots, and non-developed structure. Nonetheless, plant has been regenerated from this process and in that case somatic embryos resembled the
zygotic counterparts.
Key words: clonal micropropagation, callus multiplication, callus embryogenic, somatic embryo
1
Part of this chapter has been registered for patent right in the Directorate General of Intellectual Property, Ministry of Law and Human Rights Republic of Indonesia, with tittle of invention:
Clonal Propagation Method of Kopyor Coconut Through Somatic Embryogenesis and Registered Number: P00 200800263 May 15, 2008
Pendahuluan
Fenotipe kelapa kopyor dicirikan oleh struktur endosperma yang remah atau tidak padat seperti pada kelapa normal. Buah kelapa kopyor tidak bisa
dikecambahkan karena ketidaksempurnaan endospermanya menyebabkan embrio tidak mempunyai sumber energi untuk memulai proses perkecambahan. Oleh
sebab itu secara alami belum pernah dijumpai pohon kelapa yang mampu menghasilkan buah kelapa 100 kopyor. Buah kelapa kopyor di alam biasanya
dihasilkan dari pohon kelapa biasa yang memproduksi buah kelapa normal dan buah kelapa kopyor dalam satu tandan. Pohon yang demikian hanya
menghasilkan buah kopyor dengan frekuensi antara 1-2 buah kopyor per pohon per tandan Novarianto 1999.
Melalui teknologi kultur embrio embryo rescue, embrio kelapa kopyor dapat dikecambahkan. Persentase buah kopyor yang dihasilkan dari penanaman
bibit kopyor hasil kultur embrio ini mencapai 100. Perbanyakan bibit kelapa kopyor dengan menggunakan teknik kultur embrio telah dimulai lebih dari 35
tahun yang lalu de Guzman 1971. Di Indonesia teknik kultur embrio telah dikembangkan oleh beberapa laboratorium Pusat Penelitian Bioteknologi
Bogor; Balitka; UGM; UPN ”Veteran” Jatim; Balai Perkebunan Jatim. Walaupun demikian, dengan teknologi kultur embrio,
jumlah bibit kelapa kopyor yang diperoleh tidak lebih banyak dari embrio yang dikulturkan. Produksi
bibit yang terbatas ini menyebabkan harga jual bibit kelapa kopyor menjadi sangat mahal dan sulit terjangkau oleh keuangan petani atau industri perkebunan. Harga
satu bibit kelapa kopyor asal kultur embrio lebih kurang Rp. 350 000,- per bibit. Teknologi ini menjadi tidak efisien bila digunakan untuk pembibitan kelapa
kopyor. Perlu dilakukan terobosan teknologi kultur in vitro yang dapat memproduksi bibit kelapa kopyor secara masal. Teknologi yang bisa dipakai
adalah embriogenesis somatik, yaitu menumbuhkan satu tanaman dari satu sel. Teknologi embriogenesis somatik telah digunakan untuk propagasi masal
pada tanaman palem-paleman seperti kelapa sawit Rival et al. 1997 dan kurma Esraghi et al. 2005. Sementara itu, penggunaan teknologi embriogenesis somatik
pada pembibitan kelapa kopyor belum pernah dilaporkan. Namun teknologi ini
telah digunakan oleh beberapa peneliti pada tanaman kelapa normal yang tidak berbuah kopyor Blake 1990; Chan et al. 1998; Samosir et al. 1998. Hasil studi
menunjukkan bahwa kalus embriogenik dan embrio somatik dapat dibentuk dari berbagai organ, seperti infloresens dan daun Blake 1990, plumula Chan et al.
1998, dan embrio Samosir et al. 1998. Kemajuan yang dicapai dalam penelitian embriogenesis somatik kelapa ini dapat dijadikan acuan untuk
melakukan penelitian embriogenesis somatik pada kelapa kopyor. Pada penelitian berikut ini dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi induksi
kalus embriogenik seperti model pembelahan eksplan embrio, konsentrasi hormon 2,4-D, dan penambahan bahan aditif. Pada fase pematangan dan
perkecambahan embrio somatik dipelajari peranan hormon seperti BAP atau ABA, serta mengkaji morfologi kalus dan embrio somatik kelapa kopyor.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah 1 mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada induksi kalus embriogenik kelapa kopyor, 2 mengetahui peranan hormon
auksin dan sitokinin, serta bahan pemadat media dalam pembentukan dan pematangan embrio somatik, 3 mengetahui peranan hormon ABA dan bahan
pemadat dalam perkecambahan embrio somatik kelapa kopyor, dan 4 studi histologi-morfologi embrio sigotik dan embrio somatik kelapa kopyor.
Metode Penelitian
Bahan Penelitian
Embrio sebagai sumber eksplan diambil dari buah kelapa kopyor yang masih muda 9-10 bulan dan yang sudah tua 11-12 bulan. Buah kelapa kopyor
diambil dari kebun kelapa rakyat di daerah Sumenep, Madura, Jawa Timur. Di Lab. Bioteknologi UPN “Veteran” Jatim, embrio yang masih di dalam silinder
endosperma disterilisasi dengan Natrium hipoklorit 1 selama 10 menit dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Selanjutnya embrio dikeluarkan
dari dalam endosperma dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, masing-
masing erlenmeyer diisi 50 embrio. Embrio kemudian disterilisasi dengan Natrium hipoklorit 0.5 selama 5 menit dan dibilas dengan air akuades steril.
Sterilisasi ini diulang sekali lagi. Embrio yang telah dibilas dengan akuades steril, kemudian ditanam dalam tabung reaksi 15 x 20 cm yang berisi media Eeuwens
1976 cair 10 ml yang mengandung arang aktif 2.5 gl, sukrosa 60 gl dengan pH media 5.8 sebelum disterilisasi. Transportasi embrio ke Lab. Biologi Molekuler
IPB Bogor dikerjakan sesuai prosedur koleksi embrio di lapang Sukendah Muljani 2006.
Di Lab. Biologi Molekuler IPB, embrio dalam tabung reaksi yang berasal dari Jawa Timur disimpan selama satu bulan sampai embrio memperlihatkan
tanda-tanda akan berkecambah keluar plumula. Embrio ini selanjutnya digunakan untuk bahan eksplan pada percobaan induksi kalus embriogenik.
Tahap Induksi Kalus Pengaruh Model Pembelahan Embrio Longitudinal dan Konsentrasi
2,4-D. Eksplan embrio dipotong bagian haustoriumnya. Selanjutnya, embrio
dibelah secara longitudinal menjadi 2 L-2, 4 L-4, dan 8 L-8 potong. Belahan embrio L-2, L-4, dan L-8 ditanam pada media dasar Eeuwens padat 20 ml yang
mengandung 2,4-D dengan berbagai konsentrasi 50; 75; 100; 125 uM, sukrosa 60 gl, agar 7 gl, arang aktif 2.5 gl, dan pH 5.8 sebelum disterilisasi di autoclave.
Setiap perlakuan ada 15 ulangan. Sebagai kontrol ditanam embrio utuh yang keluar plumula pada komposisi media yang sama dengan belahan embrio dan juga
ditanam belahan embrio pada media tanpa 2,4-D. Kultur diletakkan di rak kultur
di ruang gelap menurut Rancangan Acak Lengkap RAL dengan suhu 25°C. Pengaruh Model Pembelahan Horizontal dan Konsentrasi 2,4-D.
Embrio dibelah secara horizontal menjadi 3 bagian HA: embrio bagian atas yang mengandung meristem akar dan tunas; HT: embrio bagian tengah antara daerah
meristem dengan haustorium; HB: embrio bagian bawah daerah haustorium. Potongan embrio ditanam pada media Eeuwens padat 20 mlbotol kultur dengan
konsentrasi 2,4-D 5.0; 7.5; 10.0; dan 12.5 mgl, sukrosa 60 gl, arang aktif 2.5 gl, agar 7 gl dan pH 5.8 sebelum disterilisasi. Rancangan perlakuan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan setiap perlakuan diulang 15
kali. Kultur kemudian dipelihara di ruang gelap dengan suhu 25°C sampai
terbentuk kalus. Pengaruh Macam Eksplan dan Konsentrasi 2,4-D. Embrio kelapa
kopyor yang berumur 10 bulan immature dan 12 bulan mature dibuang bagian haustoriumnya dan dibelah secara longitudinal menjadi 4 bagian. Belahan embrio
dikulturkan pada media Eeuwens padat 20 mlbotol kultur yang mengandung berbagai konsentrasi 2,4-D: 50, 75, 100, dan 125 uM dan ditambahkan arang aktif
2.5 gl, agar 7 gl, sukrosa 60 gl. Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap RAL. Setiap perlakuan kombinasi diulang 15 kali. Kultur diletakkan
pada ruang gelap dengan suhu 25°C. Pengaruh Penggunaan Berbagai Macam Bahan Aditif. Embrio kelapa
kopyor dipotong bagian haustoriumnya dan dibelah secara longitudinal menjadi 2 bagian. Belahan embrio kemudian dikultur pada media Eeuwens padat yang
mengandung sukrosa 60 gl, arang aktif 2.5 gl, 2,4-D 125 uM, dan berbagai macam bahan aditif, yaitu: asam amino, casein hydrolisate 3 gl, dan air kelapa
200 mll. Asam amino terdiri dari campuran glutamina 0.876 gl, asam aspartat 0.266 gl, arginina 0.174 gl dan glisina 0.0075 gl, yang dilarutkan dalam 1 liter
media. Setiap perlakuan bahan aditif diulang 15 kali. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Tiap-tiap botol perlakuan diletakkan secara
acak pada rak kultur di bawah kondisi tanpa cahaya dengan suhu 25°C.
Tahap Proliferasi Kalus
Eksplan yang berhasil membentuk kalus embriogenik disubkultur pada media yang sama komposisinya dengan media induksi kalus embriogenik.
Subkultur ke dua dilakukan pada media dengan komposisi yang sama tetapi dengan konsentrasi 2,4-D setengah dari konsentrasi 2,4-D awal. Kultur
dipelihara selama 2-4 bulan di ruang gelap dengan suhu 25°C. Subkultur dilakukan satu bulan sekali selama dalam periode proliferasi kalus. Setiap kali
dilakukan subkultur konsentrasi 2,4-D dikurangi setengah dari konsentrasi 2,4-D di media sebelumnya. Kalus-kalus ini digunakan untuk percobaan pada tahap
embriogenesis somatik.
Tahap Embriogenesis Somatik dan Perkembangan Embrio Somatik Pengaruh Penambahan 2,4-D. Massa kalus embriogenik atau kalus-kalus
yang berbentuk nodular bulat atau bulat memanjang dipindahkan ke media pembentukan embrio. Ada 3 macam media untuk pembentukan dan
perkembangan embrio yaitu, media Eeuwens padat 25 mlbotol kultur yang mengandung BAP 10 mgl, BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl, BAP 10 mgl+2,4-D 5.0
mgl. Ke dalam media ditambahkan sukrosa 60 gl, arang aktif 2.5 gl dengan pH media 5.8 sebelum disterilisasi. Satu botol kultur ditanam satu massa kalus
dengan diameter ± 2.0 cm. Masing-masing perlakuan ada 45 botol. Botol kultur diatur dalam rak kultur menurut Rancangan Acak Lengkap RAL. Kalus
disubkultur 2 bulan sekali pada komposisi media yang sama. Kultur dipelihara di bawah kondisi gelap dan suhu rata-rata 25°C.
Pengaruh Bahan Pemadat Agar. Massa kalus embriogenik berdiameter
± 2.0 cm dipindahkan ke media perkembangan dan pematangan embrio. Komposisi media pematangan embrio terdiri dari media dasar Eeuwens dengan
berbagai konsentrasi gellam gumphytagel 1.5; 2.0; 2.5 gl, sukrosa 60 gl, dan arang aktif 2.5 gl. Setiap perlakuan diulang 15 kali. Kultur ditempatkan pada rak
kultur secara acak menurut Rancangan Acak Lengkap. Kultur dipelihara di bawah
kondisi cahaya dengan penyinaran 12 jam dan suhu ruangan 25°C. Peranan ABA pada Perkembangan Embrio Somatik. Biak yang telah
membentuk struktur embrio dengan jelas digunakan sebagai bahan untuk perlakuan ABA untuk melihat pengaruhnya pada perkembangan embrio somatik.
Biak ditanam pada media Eeuwens padat 25 mlbotol kultur dengan sukrosa 60 gl, arang aktif 2.5 gl, air kelapa 150 mll, dan berbagai konsentrasi ABA 0, 25,
50 uM. Kultur dipelihara di bawah kondisi cahaya dari lampu influoresens dengan fotoperiodik 8 jam. Setiap perlakuan ada 10 botol kultur sebagai ulangan.
Kultur diletakkan di rak kultur menurut Rancangan Acak Lengkap RAL. Embrio somatik yang mulai berubah struktur ke arah perkembangan lebih lanjut, dipindah
ke media Eeuwens padat dengan komposisi sama dengan media sebelumnya tetapi tanpa zat pengatur tumbuh. Selanjutnya embrio dipelihara pada suhu 25 C dengan
lama penyinaran 8 jam.
Analisis Histologi dan Morfologi Kalus dan Embrio
Analisis histologi dilakukan dengan mengambil sampel dari kalus dan embrio somatik pada tahap induksi kalus dan pembentukan embrio. Jaringan
difiksasi dalam larutan FAA II yang terdiri dari 90 ml 70 etil alkohol, 5 ml asam asetat glasilglacial acetic acid dan 5 ml formalin selama 24 jam. Sampel
jaringan selanjutnya didehidrasi melalui serangkaian larutan TBA Tertiary Butyl Alcohol selama 48 jam. Setelah proses infiltrasi jaringan dibenamkan dalam
parafin cair embedding. Blok parafin yang mengandung sampel jaringan dipotong dengan mikrotom setebal 20-35 mikron. Pelekatan sediaansayatan
dikaca objek dilakukan sebelum proses pewarnaan. Pewarnaan objek memakai HE hemaktosilin-eosin, selanjutnya objek diambil gambarnya di bawah
mikroskop Olympus. Pengamatan morfologi dilakukan untuk melihat karakteristik kalus, embrio
somatik, dan kecambah kelapa kopyor. Sebagai bahan pembanding juga diamati morfologi kecambah asal embrio sigotik kelapa kopyor. Pengamatan morfologi
dilakukan dengan mengambil gambar kalus, embrio dan embrio yang berkecambah di bawah mikroskop digital NTSC System tipe DC2-456 dan
kamera digital.
Hasil Penelitian
Induksi Kalus dan Pembentukan Embrio Somatik
Embrio somatik kelapa kopyor dibentuk dari fase kalus. Kalus diinduksi dari eksplan embrio sigotik yang dibelah dan ditanam pada media yang
mengandung ZPT 2,4-D. Kalus mulai terbentuk sekitar 3-4 minggu setelah penanaman eksplan dan berproliferasi membentuk massa kalus. Tipe kalus yang
dibentuk ada dua macam, yaitu kalus non-embriogenik dan kalus embriogenik. Kalus non-embriogenik mempunyai struktur yang sangat lembut seperti kapas
atau spon Gambar 5.1a. Kalus tipe ini biasanya berasal dari jaringan haustorium yang tidak mampu berkembang ke proses embriogenesis somatik. Sel-sel pada
kalus non-embriogenik tidak berinti sel Gambar 5.1c. Sedangkan kalus embriogenik mempunyai karakteristik friable atau kompak, nodular, dan berwarna
Gambar 5.1 Berbagai struktur kalus dan embrio somatik kelapa kopyor. a. Kalus
non-embriogenik yang tidak friable. b. Kalus embriogenik berbentuk nodular dan kompak. c. Irisan melintang kalus non-embriogenik. d.
Irisan melintang kalus embriogenik. e. Irisan melintang struktur globular yang masih dalam kalus. f.Embrio somatik bentuk
elongated globular. g.Embrio somatik bentuk globular. h. Bentuk embrio somatik fase globular, awal fase kotiledon dan akhir fase
kotiledon. i. Embrio somatik berkecambah dengan keluar plumula j. Irisan melintang struktur elongated globular yang dapat dibedakan
dari jaringan kalus sekitarnya. k. Irisan melintang embrio bagian haustorium dan akar yang mulai membentuk jaringan vaskular. l.
Irisan melintang bagian tunas meristem dan koleoptil embrio somatik. IS:Inti Sel, GL:Globular, EG: Elongated Globular,
VS:Vaskular, MT:Meristem Tunas.
putih kekuningan Gambar 5.1b. Kalus embriogenik terdiri dari sel-sel yang
berinti sel dan aktif membelah Gambar 5.1d.
Setelah lebih kurang 6-8 minggu massa kalus embriogenik mulai terdiferensiasi membentuk struktur seperti bentuk nodular atau bentuk
elongated structure dan dapat dibedakan secara jelas dengan jaringan
VS MT
EG GL
IS
E
l i
j
k g
f h
e d
b a
c GL
IS
EG VS
MT
sekitarnya Gambar 5.1e j. Struktur ini semakin terorganisir bentuknya mengarah ke struktur globular atau elongated globular yang terpisah dengan jelas
Gambar 5.1f g. Pada media pematangan dan perkecambahan, struktur globular atau elongated globular tersebut berkembang membentuk individu-
individu embrio somatik yang terlepas antara satu dengan lainnya Gambar 5.1h. Sekitar 10-12 minggu embrio somatik mulai keluar plumulanya Gambar 5.1i.
Irisan melintang pada jaringan embrio somatik menunjukkan adanya meristem tunas yang berkembang dengan baik Gambar 5.1l. Jaringan vascular pada
bagian akar juga mulai terbentuk pada fase setelah 12 minggu Gambar 5.1k.
Pengaruh Pembelahan Embrio Longitudinal dan Konsentrasi 2,4-D
Kalus kelapa kopyor dapat diinduksi dari eksplan embrio yang dibelah secara longitudinal pada media Eeuwens dengan penambahan auksin 2,4-D.
Meskipun demikian, tidak ada interaksi yang nyata antara model pembelahan dengan konsentrasi 2,4-D. Eksplan mulai terlihat membengkak sekitar 2-3 minggu
setelah penanaman eksplan. Beberapa eksplan bahkan sudah membentuk kalus pada umur 4 minggu.
Pembentukan kalus dipengaruhi oleh pembelahan eksplan. Embrio yang tidak dibelah tidak dapat membentuk kalus Tabel 5.1. Embrio yang dibelah 2
nyata membentuk kalus 20 lebih tinggi daripada embrio yang dibelah 4 atau 8. Semakin banyak embrio dibelah, persentase pembentukan kalus cenderung
semakin menurun. Namun demikian bila ditinjau dari produktifitas pembentukan kalus, eksplan embrio yang dibelah 8 lebih tinggi daripada yang dibelah 2.
Contoh, per 100 embrio yang dikulturkan akan didapatkan 483 massa kalus untuk embrio yang dibelah 8, dibandingkan dengan embrio yang dibelah 2 yang hanya
memperoleh 182 massa kalus Gambar 5.2. Perkembangan kalus lebih lanjut tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya belahan embrio. Hal ini terlihat oleh berat
segar kalus pada embrio yang dibelah 2 tidak jauh berbeda dengan embrio yang dibelah 8, bahkan embrio yang dibelah 4 nyata yang paling berat Tabel 5.1.
Pembentukan kalus kelapa kopyor tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi 2,4-D. Konsentrasi 2,4-D lebih berpengaruh pada perkembangan kalus
yaitu berat segar kalus. Pada 2,4-D 100 uM berat kalus nyata lebih tinggi dari
Tabel 5.1 Pengaruh model pembelahan longitudinal pada induksi dan pertumbuhan kalus kelapa kopyor di media Eeuwens dengan
penambahan berbagai konsentrasi 2,4-D
Perlakuan Kalus
embriogenik yang terbentuk
Diameter kalus
cm Berat segar
kalus g
Jumlah embrio
inokulum
Model Pembelahan: Tanpa dibelah
L-2 Belah 2 L-4 Belah 4
L-8 Belah 8 00.00
90.97a 58.34b
60.43b 0.0000
1.1667 1.0583
0.9167 0.0000
0.4980b 0.7630a
0.4728b 00.0
17.0 16.3
11.0
Konsentrasi 2,4-D: 50 uM
75 uM 100 uM
125 uM 62.97
78.70 63.89
74.09 0.8333
1.1333 1.0222
1.2000 0.5155b
0.4243b 0.8303a
0.5415b 13.7
13.2 15.0
16.0
Angka rata-rata dalam kolom yang sama pada perlakuan yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan DMRT 5
Embrio pada tahap awal globular
182 233
483
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
P ro
d u
k ti
v it
a s
1 e
m b
ri o
Belah-2 Belah-4
Belah-8
Pembelahan Embrio Longitudinal
Gambar 5.2 Produktivitas per 100 embrio yang dibelah secara longitudinal menjadi 2, 4, dan 8 dalam pembentukan kalus embriogenik kelapa
kopyor.
pada konsentrasi 2,4-D lainya Tabel 5.1. Konsentrasi 2,4-D antara 50-125 uM dapat menginduksi kalus kelapa kopyor dan menghasilkan kalus yang tidak
berbeda nyata. Rata-rata pembentukan kalus di atas 60 pada setiap level 2,4-D tersebut Tabel 5.1.
Proses pembentukan embrio somatik terlihat setelah kalus embriogenik berumur sekitar 2-3 bulan setelah penanaman eksplan. Rata-rata jumlah embrio
somatik pada eksplan yang dibelah 2 tidak jauh berbeda dengan eksplan yang dibelah 4. Namun ada kecenderungan semakin banyak embrio dibelah jumlah
embrio somatik yang dibentuk per eksplan semakin menurun. Hal ini terlihat pada pembelahan embrio menjadi 8 yang hanya menghasilkan embrio somatik
rata-rata 11 embrio per eksplan. Sementara itu, rata-rata jumlah embrio somatik lebih banyak pada level konsentrasi 2,4-D tinggi 100-125 uM dari pada
konsentrasi rendah 50-75 uM Tabel 5.1.
Pengaruh Pembelahan Eksplan Horizontal dan Konsentrasi 2,4-D
Pembentukan kalus pada embrio yang dibelah secara horizontal tergolong rendah, rata-rata kurang dari 65 eksplan yang dapat membentuk kalus. Di
samping itu ada beberapa konsentrasi 2,4-D yang tidak berhasil dalam menginduksi kalus pada berbagai potongan eksplan tersebut. Pada eksplan bagian
atas HA konsentrasi 2,4-D 10 mgl tidak berhasil membentuk kalus, sedangkan untuk eksplan bagian tengah HT konsentrasi 2,4-D 7.5 mgl tidak menghasilkan
kalus, sementara itu pada eksplan bagian bawah HB konsentrasi 2,4-D tinggi 10 dan 12.5 mgl yang tidak membentuk kalus Tabel 5.2.
Tidak semua kalus yang berasal dari eksplan bagian atas, tengah dan bawah dapat menghasilkan embrio somatik. Kalus dari embrio bagian atas dan
bagian tengah dapat melanjutkan pertumbuhan sampai ke pembentukan embrio somatik Tabel 5.2. Sebaliknya, kalus yang berasal dari eksplan embrio bagian
bawah haustorium tidak mampu melanjutkan ke proses embriogenesis. Kalus berproliferasi secara terus menerus tanpa memperlihatkan perubahan ke struktur
tertentu. Kalus yang berasal dari eksplan embrio bagian atas dapat membentuk embrio somatik pada semua level konsentrasi 2,4-D 5.0, 7.5, 10, dan 12.5 mgl.
Tabel 5.2 Pengaruh model pembelahan embrio secara horizontal pada pembentukan kalus dan embrio somatik kelapa kopyor di media
Eeuwens padat dengan berbagai konsentrasi 2,4-D
Model Pembelahan
Konsentrasi 2,4-D
mgl Eksplan
yang berkalus
Diameter kalus cm
Berat segar kalus g
Jumlah embrio
inokulum
HA Bagian
Atas 5.0
7.5 10.0
12.5 66.7
40.0 0.0
50.0 1.8
1.4 0.0
2.0 0.944
0.460 0.000
1.366 35.0
7.0 0.0
51.0 HT
Bagian Tengah
5.0 7.5
10.0 12.5
50.0 0.0
40.0 50.0
1.2 0.0
1.9 2.2
0.528 0.000
0.551 1.038
0.0 0.0
65 83
HB Bagian
Bawah 5.0
7.5 10.0
12.5 36.4
60.0 0.0
0.0 1.6
1.6 0.0
0.0 0.671
0.762 0.000
0.000 0.0
0.0 0.0
0.0
Embrio pada tahap awal globular
Kalus dari eksplan embrio bagian tengah dapat membentuk struktur embrio hanya pada konsentrasi 2,4-D tinggi 10 dan 12.5 mgl.
Embrio somatik yang dihasilkan dari kalus asal embrio bagian atas atau bagian tengah rata-rata dalam jumlah banyak Tabel 5.2. Pada kalus asal embrio
bagian atas, embrio somatik yang dihasilkan oleh konsentrasi 2,4-D 12.5 mgl lebih banyak daripada konsentrasi 2,4-D 5.0 atau 7.5 mgl. Demikian juga pada
kalus asal embrio bagian tengah menghasilkan embrio somatik lebih banyak pada konsentrasi 2,4-D 12.5 mgl.
Pengaruh Umur Eksplan dan Konsentrasi 2,4-D
Pembentukan kalus ternyata juga dipengaruhi oleh macam eksplan, yaitu umur embrio selama masih dalam buah kelapa kopyor. Eksplan yang berasal dari
embrio muda umur 10 bulan saat dipanen sangat mudah diinduksi kalusnya, sekitar 90 eksplan embrio muda dapat membentuk kalus Tabel 5.3. Berbeda
dengan eksplan embrio tua umur 12 bulan yang membentuk kalus hanya sebesar
Tabel 5.3 Persentase pembentukan kalus, diameter dan berat kalus kelapa kopyor pada eksplan embrio muda 10 bulan dan tua 12 bulan dengan
penambahan berbagai konsentrasi 2,4-D
Perlakuan Kalus
embriogenik yang terbentuk
Diameter kalus cm
Berat segar kalus
g Jumlah
embrio inokulum
Macam Eksplan: Embrio muda
Embrio tua 90.556a
67.222b 1.3583
1.3000 0.4480
0.4743 7.91
10.08 Konsentrasi 2,4-D:
50.0 uM 75.0 uM
100.0 uM 125.0 uM
66.67 91.11
71.67 86.11
1.1000c 1.4833ab
1.5500a 1.1833bc
0.2803b 0.3388ab
0.4808ab 0.7448a
4.74 10.03
11.62 8.80
Angka rata-rata dalam kolom yang sama pada perlakuan yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan DMRT 5
Embrio pada tahap awal globular
67. Umur eksplan embrio sangat menentukan pada saat pembentukan kalus namun tidak banyak pengaruhnya pada saat perkembangan kalus berikutnya.
Diameter dan berat kalus antara kedua macam eksplan tersebut tidak berbeda nyata Tabel 5.3. Eksplan embrio muda kelapa kopyor memproduksi kalus lebih
banyak, tetapi dalam pembentukan embrio somatik kedua macam eksplan tersebut tidak berbeda.
Percobaan sebelumnya model pembelahan longitudinal menunjukkan bahwa induksi kalus pada kelapa kopyor membutuhkan 2,4-D dengan konsentrasi
50-125 uM. Dengan eksplan yang berasal dari embrio muda dan embrio tua terlihat bahwa konsentrasi antara 50.0-125 uM dapat menginduksi kalus rata-rata
di atas 65 Tabel 5.3. Sama seperti pada hasil percobaan model pembelahan longitudinal, ternyata konsentrasi 2,4-D tidak menunjukkan pengaruh nyata
terhadap persentase pembentukan kalus. Konsentrasi 2,4-D baru berpengaruh pada pertumbuhan kalus yang
ditunjukkan oleh besarnya diameter kalus dan berat kalus. Diameter kalus pada media dengan penambahan 2,4-D 100 uM nyata lebih besar daripada 2,4-D 125
uM atau 2,4-D 50 uM, namun tidak berbeda dengan diameter kalus pada media
2,4-D 75.0 uM. Berat kalus menunjukkan kenaikkan seiring dengan semakin tinggi level konsentrasi 2,4-D. Berat kalus pada media dengan konsentrasi 2,4-D
75.0 uM nyata berbeda dengan 2,4-D 50.0 uM. Meskipun berat kalus terlihat naik pada media dengan konsentrasi 2,4-D lebih besar daripada 75.0 uM tetapi secara
statistik berat kalus antara konsentrasi 2,4-D 75.0, 100, dan 125 uM tidak berbeda nyata Tabel 5.3. Dalam pembentukan embrio somatik, konsentrasi 2,4-D 75.0-
100 uM menghasilkan embrio lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi 2,4- D di bawah atau di atas kisaran konsentrasi tersebut.
Pengaruh Berbagai Macam Bahan Aditif
Macam bahan aditif seperti asam amino dan air kelapa nyata meningkatkan pembentukan kalus embriogenik, diameter, dan berat segar kalus
kelapa kopyor. Sementara bahan aditif casein tidak mempunyai pengaruh apa-apa baik pada pembentukan kalus maupun pada pertumbuhan kalus diameter dan
berat kalus Tabel 5.4. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada pembentukan embrio somatik, dimana jumlah embrio somatik dihasilkan oleh
bahan aditif asam amino dan air kelapa lebih banyak daripada tanpa bahan aditif Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Pengaruh penambahan bahan aditif pada induksi dan pertumbuhan kalus kelapa kopyor di media Eeuwens padat
Macam bahan aditif
Kalus embriogenik
Diameter kalus cm
Berat segar kalus g
Jumlah embrio
inokulum Tanpa bahan aditif
33.33b 0.6333c
0.2433b 6.5
Asam amino 82.01a
1.4233a 1.8483a
9.33 Casein 3 gl
33.80b 0.5567c
0.3077b 5.5
Air Kelapa 200 mll
66.67ab 1.0667b
1.4947a 7.0
Angka rata-rata dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan DMRT 5
Berisi:glutamina 0.876 gl, asam aspartat 0.266 gl, arginina 0.174 gl dan glisina 0.0075 gl
Pengaruh 2,4-D dan BAP pada Perkembangan Embrio Somatik
Setelah 2-3 minggu sejak biak dipindah ke media Eeuwens yang ditambah BAP 10 mgl, BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl, dan BAP 10 mgl+2,4-D 5 mgl, biak
Tabel 5.5 Persentase embrio somatik kelapa kopyor yang berkembang menjadi planlet, tunas, atau akar pada media yang mengandung 2,4-D dan
BAP
Zat Pengatur Tumbuh
Embrio yang
berkembang Embrio
menjadi planlet
Embrio menjadi
tunas Embrio
menjadi akar
Jumlah embrio
inokulum BAP 10 mgl
70.14 11.11
18.75 40.27
11.11 BAP 10 mgl
+2,4-D 2.5 mgl 85.71
25.38 14.28
49.97 25.38
BAP 10 mgl + 2,4-D 5.0 mgl
69.05 7.14
8.33 53.57
7.14
Embrio pada fase matang
menjadi individu-individu embrio somatik yang matang. Individu embrio somatik
selanjutnya berdiferensiasi yang mengarah pada proses perkecambahan atau tumbuh menjadi bentuk tertentu. Jumlah embrio somatik pada media dengan
kombinasi BAP 10 mgl+2,4-D 5 mgl dua kali dari media yang mengandung BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl. Media yang mengandung BAP 10 mgl
mempunyai jumlah embrio somatik lebih tinggi daripada media dengan BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl Tabel 5.5.
Pada media yang mengandung BAP 10 mgl+2,4-D 5 mgl, persentase planlet lengkap yang dihasilkan hanya mencapai 7. Jika konsentrasi 2,4-D
diturunkan sampai setengah yaitu pada media BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl, persentase planlet lengkap tunas dan akar meningkat sampai mencapai 25 .
Sementara jika 2,4-D ditiadakan atau hanya ditambahkan BAP 10 mgl saja, maka persentase planlet yang diperoleh sebesar 11. Persentase tunas tanpa akar lebih
banyak terjadi pada media dengan BAP 10 mgl daripada pada media BAP 10 mgl yang ditambah dengan 2,4-D 2.5 mgl atau 5.0 mgl Tabel 5.5. Tunas
tanpa akar ini dapat diinduksi perakarannya sehingga menjadi planlet yang lengkap. Pada media yang mengandung 2,4-D 5 mgl sekitar 50 embrio somatik
tumbuh menjadi akar. Apabila konsentrasi 2,4-D diturunkan menjadi 2.5 mgl, maka persentase embrio yang menjadi akar juga turun. Sementara media yang
mengandung BAP tanpa 2,4-D persentase embrio somatik yang tumbuh menjadi
akar semakin rendah. Embrio somatik yang menjadi akar biasanya langsung dibuang karena tidak memungkinkan untuk menginduksi tunasnya.
Pengaruh Bahan Pemadat Media Phytagel pada Perkembangan Embrio
Persentase embrio somatik kelapa kopyor yang tumbuh menjadi tunas atau struktur lainnya banyak terjadi pada media dengan konsentrasi phytagel 1.5 gl.
Jika kepadatan media dinaikkan maka persentase ini semakin turun Tabel 5.6. Rendahnya persentase embrio yang tumbuh menjadi tunas atau struktur lainnya
pada media phytagel 2.5 gl karena embrio banyak yang tidak memberikan respon. Kumpulan embrio tetap segar namun tidak ada perkembangan, dan dalam rentang
waktu tertentu berubah menjadi browning. Meskipun persentase embrio yang tumbuh menjadi tunas atau struktur
lainnya pada media phytagel 1.5 gl cukup tinggi tetapi sebagian besar embrio berubah menjadi akar Tabel 5.6, yang sulit menjadi planlet lengkap. Sebagian
kecil embrio tumbuh menjadi tunas. Tunas tanpa akar ini masih bisa diinduksi perakarannya menjadi planlet lengkap. Sementara itu pada media phytagel 2.0 gl
separuh dari embrio berubah menjadi tunas, sisanya menjadi akar. Pada media phytagel 2.5 gl semua embrio menjadi akar Tabel 5.6. Tidak ada satupun dari
ketiga media phytagel yang menghasilkan planlet lengkap.
Tabel 5.6 Persentase embrio somatik kelapa kopyor yang berkembang menjadi planlet, tunas, atau akar pada media dengan berbagai konsentrasi
phytagel
Konsentrasi phytagel
gl Embrio
yang berkembang
Embrio menjadi
planlet Embrio
menjadi tunas
Embrio menjadi
akar Embrio
yang browning
1.5 80.0
0.00 20.00
60.00 20.00
2.0 66.7
0.00 33.33
33.33 33.33
2.5 26.5
0.00 00.00
26.50 73.50
Pengaruh ABA pada Perkembangan Embrio Somatik
Tabel 5.7 Persentase embrio somatik kelapa kopyor yang berkembang menjadi planlet, tunas, atau akar pada media dengan berbagai konsentrasi ABA
Konsentrasi ABA
Embrio yang berkembang
Embrio menjadi
planlet Embrio
menjadi tunas
Embrio menjadi
akar Tanpa ABA
62.49 2.00ab
10.49a 50.00
25 uM 66.65
2.50a 5.81b
58.34 50 uM
72.30 1.00b
1.30b 70.00
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test DMRT 5
Zat pengatur tumbuh ABA tidak berpengaruh pada proses perkembangan embrio somatik kelapa kopyor. Tanpa penambahan ABA persentase embrio
somatik yang tumbuh menjadi planlet tidak berbeda nyata dengan ABA Tabel 5.7. Penambahan ABA justru memacu pertumbuhan embrio menjadi akar,
bahkan persentase embrio yang menjadi tunas nyata lebih banyak pada media tanpa ABA.
Analisis Morfologi Perkembangan Embrio Somatik Menjadi Planlet Proses perkecambahan embrio somatik kelapa kopyor tidak sesederhana
seperti embrio sigotik. Embrio somatik tidak dapat dikecambahkan per individu embrio, meskipun antara embrio satu dengan lainya bisa dipisahkan dengan
mudah. Pada media perkecambahan, individu embrio somatik yang ditanam tidak menunjukkan respon apapun dan setelah itu browning yang berakibat kematian
pada embrio. Perkecambahan hanya terjadi jika embrio somatik masih dalam massa kalus atau masih berupa kumpulan embrio Gambar 5.3c d. Tidak
semua embrio dalam massa kalus atau kumpulan embrio tersebut bisa berkecambah membentuk planlet sempurna, yaitu planlet dengan pertumbuhan
tunas dan akar yang proporsional Gambar 5.3e. Dalam satu massa kalus rata- rata didapatkan hanya satu kecambah normal, atau bahkan tidak ada kecambah
normal sama sekali. Sebagian besar embrio somatik berubah menjadi struktur abnormal.
Ada berbagai macam bentuk embrio yang berkembang menjadi struktur abnormal. Pertama adalah embrio yang tidak dilengkapi dengan meristem akar
Gambar 5.3 Morfologi eksplan embrio sigotik yang diiduksi menjadi kalus dan
planlet kelapa kopyor pada setiap tahap embriogenesis somatik. a. Belahan eksplan embrio sigotik, b. Kalus embriogenik, c. Embrio
somatik di dalam massa kalus berkecambah membentuk tunas, d. Salah satu embrio dalam kumpulan embrio somatik berkecambah, e.
Planlet dari kecambah normal embrio somatik, f. Planlet dari embrio somatik yang telah membentuk daun sempurna.
Gambar 5.4 Morfologi kalus non-embriogenik a dan bentuk abnormalitas kecambah kelapa kopyor b-f. a. Kalus non-embriogenik, b. Tunas
tanpa akar, c. Tunas dan akar tumbuh dari embrio yang berbeda, d. Kecambah dengan tunas lebih dari satu, e. Kecambah dengan
pertumbuhan akar berlebih, f. Akar tanpa tunas.
a b
c
d e
f
tunas
b a
c
d e
f
apikal. Embrio ini berkembang menjadi tunas tanpa akar Gambar 5.4b. Meskipun demikian embrio ini masih bisa diinduksi akarnya secara adventif
dengan perlakuan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin. Ke dua, adalah embrio dimana bagian tunas dan akar berasal dari embrio yang berbeda, bagian
tunas dan akar terhubung oleh suatu jaringan Gambar 5.4c. Tampaknya jaringan kotiledon atau haustorium tidak berkembang dengan sempurna. Bentuk
abnormalitas lainya adalah embrio yang berkembang membentuk banyak tunas apikal, sehingga menghasilkan bentuk seperti kecambah dengan lebih dari satu
tunas daun Gambar 5.4d. Sebaliknya ada embrio yang berkembang dengan akar berlebihan sehingga perkembangan tunas menjadi terhambat atau bagian tunas
dan akar tidak proporsional Gambar 5.4e. Terakhir adalah embrio yang hanya mengandung akar apikal dan haustorium, sehingga menghasilkan bentuk akar
tanpa ada tunas yang muncul Gambar 5.4f. Salah satu problem utama dalam proses embriogenesis somatik kelapa
kopyor ini adalah rendahnya frekuensi pembentukan kecambahplanlet normal karena terjadinya proses embriogenesis yang tidak lengkap, yang ditandai dengan
banyaknya pembentukan struktur abnormal. Hampir 50 embrio berkembang menjadi bentuk abnormal, bahkan pada media dengan ABA 50 uM embrio yang
berkembang menjadi bentuk abnormal mencapai 70 Tabel 5.5. Sebagian besar adalah embrio yang berkembang menjadi bentuk akar tanpa tunas Gambar 5.4f.
Buffard-Morel et al. 1995 berpendapat terjadinya penyimpangan morphogenesis embrio somatik kelapa bisa disebabkan oleh hormon yang tidak seimbang.
Analisis Morfologi Kecambah Embrio Somatik dan Embrio Sigotik
Morfologi kecambah embrio somatik kelapa kopyor dan planlet asal embrio somatik menunjukkan kemiripan dengan morfologi kecambah dan planlet
asal embrio sigotik Gambar 5.5. Embrio sigotik terdiri dari 3 bagian penting yaitu bagian tunas apikal, bagian akar apikal dan bagian haustorium Branton
Blake 1983. Embrio yang normal memiliki ketiga organ tersebut. Bagian tunas apikal akan berkembang menjadi tunas dan bagian akar apikal akan berkembang
menjadi akar primer. Bagian haustorium pada embrio sigotik berfungsi sebagai organ penyimpan makanan yang diambil dari endosperma untuk proses
perkecambahan. Perkecambahan embrio sigotik ditandai dengan munculnya tunas dan akar dari daerah apikal meristem embrio Gambar 5.5a.
Pada kecambah embrio somatik yang normal, mengandung ketiga organ penting tersebut tunas dan akar apikal, haustorium seperti yang dimiliki oleh
embrio sigotik. Perkecambahan dicirikan dengan munculnya tunas dari daerah apikal, namun untuk akar ada yang muncul dari daerah apikal dan ada yang
muncul seolah-olah dari bagian haustorium dengan jumlah lebih dari satu Gambar 5.5b. Kemungkinan akar primer dan akar lateral berasal dari
perkembangan sel yang berbeda.
Gambar 5.5 Struktur kecambah embrio sigotik dan somatik kelapa kopyor. a.Kecambah dari embrio sigotik kelapa kopyor dengan bagian
tunas, calon akar primer dan haustorium, b.Kecambah dari embrio somatik dengan bagian tunas, haustorium dan akar, c. Planlet dari
embrio sigotik, d. Planlet dari embrio somatik.
tunas
calon akar
haustorium akar
tunas
d c
a b
haustorium
Morfologi planlet asal embrio sigotik tampak ramping, kokoh dengan daun yang tegak dan lurus Gambar 5.5c. Planlet asal embrio sigotik mempunyai akar
primer dan dari akar primer tersebut akan keluar akar-akar lateral. Sementara itu, planlet yang berasal dari embrio somatik mempunyai daun sedikit tidak beraturan
dan akar primer lebih dari satu atau tidak bisa dibedakan antara akar primer dan akar lateral Gambar 5.5d.
Pembahasan
Pembiakan klonal kelapa kopyor melalui proses embriogenesis somatik telah berhasil dibangun, yang dimulai dengan induksi kalus, proliferasi kalus,
pembentukan dan pematangan embrio somatik, dan perkembangan embrio menjadi planlet. Pembentukan kalus kelapa kopyor memerlukan auksin sintetik
seperti 2,4-D. Terbukti pada eksplan yang tidak diberi 2,4-D tidak bisa membentuk kalus baik pada embrio utuh maupun embrio yang dibelah. Auksin
jenis 2,4-D sering dipakai untuk menginduksi sel embriogenik Gray 1996. ZPT 2,4-D dapat menginisiasi aktivasi gen untuk diferensiasi dan meningkatkan sel
embriogenik melalui pembelahan sel yang berulang-ulang Litz Gray 1992. Pembentukan kalus kelapa kopyor, di samping membutuhkan 2,4-D, eksplan
embrio juga harus dibelah. Embrio utuh tidak dapat membentuk kalus pada semua media yang mengandung 2,4-D Tabel 5.1. Embrio membengkak dan
tampak akan membentuk kalus tetapi seiring dengan berjalannya waktu embrio kemudian tumbuh. Pembelahan menyebabkan sel-sel meristematik eksplan dapat
mengadakan kontak langsung dengan media yang mengandung auksin atau sitokinin, sehingga pengaruh zat pengatur tumbuh lebih efektif. Tanpa
pembelahan jaringan meristematik eksplan embrio tidak terekspose oleh ZPT. Walaupun demikian, pembelahan secara logitudinal lebih efektif daripada
horizontal. Pada pembelahan horizontal, ada bagian potongan embrio yang tidak dapat membentuk kalus, terutama bagian potongan embrio yang posisinya ke arah
haustorium bagian bawah:HB; Tabel 5.2. Pada eksplan yang dibelah secara longitudinal, setiap potongan masih mengandung sel-sel meristematik. Sementara
itu, embrio yang dibelah horizontal semakin ke arah haustorium banyaknya sel- sel meristematik semakin berkurang.
Konsentrasi 2,4-D untuk menginduksi kalus kelapa kopyor berkisar dari 50-125 uM. Di atas 125 uM, eksplan akan browning dan di bawah 50 uM eksplan
hanya membengkak tetapi tidak mampu membentuk kalus, bahkan ada beberapa eksplan embrio yang tumbuh tunas. Pada tanaman kelapa normal, konsentrasi
optimum 2,4-D untuk induksi kalus adalah 100 uM Chan et al. 1998 dan 125 uM Samosir et al. 1998.
Pembentukan kalus kelapa kopyor lebih mudah diinduksi dari embrio muda daripada embrio tua. Beberapa peneliti kelapa normal menggunakan
jaringan muda untuk menginduksi kalus embriogenik. Cueto et al. 1997 menggunakan infloresens dan embrio muda sebagai eksplan, sedangkan Samosir
et al. 1998 memakai embrio muda yang dibelah. Alasan yang mendasari pemakaian eksplan muda adalah jaringan ini mengandung sel-sel meristematik
yang sangat dibutuhkan dalam induksi kalus. Massa kalus embriogenik kelapa kopyor berkembang menjadi individu
proembrio yang sebagian besar berbentuk bulat lonjong elongated globular setelah dipindah ke media dengan kandungan 2,4-D lebih rendah dan BAP.
Dussert et al. 1995 mengamati bahwa sel embriogenik menjadi terpisah dari daerah meristematik dan berkembang menjadi proembrio jika kalus dipindah ke
media dengan konsentrasi 2,4-D sangat rendah. Begitu juga dengan Chan et al. 1998 yang memperoleh embrio kelapa melalui pengurangan konsentrasi 2,4-D
dan penambahan BAP 50 uM. BAP telah banyak digunakan pada proses perkembangan dan pematangan embrio somatik pada berbagai tanaman palem-
paleman. Pada kelapa sawit, BAP 5 dan 10 uM merupakan konsentrasi terbaik untuk pematangan embrio dan merangsang perkembangan tunas embrio Duval et
al. 1993. Pada tanaman kurma, perkembangan embrio dirangsang oleh kombinasi antara auksin 2,4-D dengan BAP Eshraghi et al. 2005.
Di antara bahan aditif yang ditambahkan ke media induksi kalus, asam amino yang paling baik dalam meningkatkan pembentukan kalus dan embrio
somatik kelapa kopyor. Pada beberapa tanaman monokotil asam amino biasa dipakai untuk meningkatkan induksi embriogenesis somatik. Desai et al. 2004
menggunakan L-glutamina untuk memperoleh respon embriogenesis somatik yang maksimum pada tanaman tebu. Zouine El Hadrami 2007 memakai
glutamina untuk meningkatkan proliferasi embrio somatik kurma. ABA tidak dibutuhkan pada proses perkembangan embrio somatik kelapa
kopyor. Bahkan penggunaan ABA dengan konsentrasi tinggi 50 uM cenderung meningkatkan persentase embrio menjadi akar. Hal ini bertentangan dengan
hasil yang diperoleh oleh Samosir et al. 1998 dan Fernando and Gamage 2000
yang meningkatkan pembentukan dan perkecambahan embrio somatik kelapa dengan perlakuan ABA. Respon kelapa kopyor terhadap ABA hampir sama
dengan respon yang diperlihatkan oleh embrio apukat. Adanya ABA tidak berpengaruh secara nyata pada produksi embrio somatik apukat, bahkan ABA
meningkatkan pembentukan embrio somatik globular yang hyperhydric Peran- Quesada et al. 2004.
Kesimpulan
Pembentukan kalus kelapa kopyor dari eksplan yang dibelah menjadi 2, 4, dan 8 membutuhkan 2,4-D antara 50-125 uM. Eksplan embrio yang dibelah 8
meskipun mempunyai persentase pembentukan kalus lebih rendah daripada belah 2 dan 4, tetapi nilai produktifitas kalus lebih tinggi daripada embrio yang dibelah
2 atau 4. Penambahan bahan aditif berpengaruh tidak hanya pada pembentukan kalus tetapi juga pada perkembangan kalus kelapa kopyor. Bahan aditif asam
amino nyata meningkatkan persentase eksplan yang membentuk kalus, diameter dan berat kalus. Sementara casein hydrolisate tidak memberikan perbedaan yang
nyata dalam pembentukan kalus kelapa kopyor. Media yang mengandung BAP 10 mgl+2,4-D 2.5 mgl meningkatkan
perkecambahan embrio somatik kelapa kopyor lebih baik daripada media dengan BAP 10 mgl+2,4-D 5.0 mgl atau hanya BAP 10 mgl. ABA tidak dibutuhkan
dalam perkecambahan kelapa kopyor. Tanpa ABA embrio somatik kelapa kopyor dapat berkecambah yang tidak berbeda dengan media dengan ABA. Morfologi
kecambah embrio somatik mirip dengan kecambah embrio sigotik. Pada proses embriogenesis somatik kelapa kopyor ditemukan berbagai bentuk abnormalitas.
1
Bagian bab ini telah didaftarkan untuk memperoleh hak paten pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R. I. dengan judul invensi: Deteksi Dini Kelapa Kopyor Menggunakan Penanda Molekuler Spesifik Gen -D Galaktosidase
dan No. Registrasi: P0020090043112 Agustus 2009
BAB VI PENGEMBANGAN PENANDA MOLEKULER SPESIFIK UNTUK