Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan
Aktivitas Sehari-hari Lansia
di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
SKRIPSI Oleh :
Ruth Olivia Sinambela 111101104
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
(4)
Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan proposal yang berjudul “Hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar”. Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Erniyati S.Kp, MNS selaku wakil dekan I Fakultas Keperawatab USU,Evi Karota Bukit S.Kp,MNS selaku wakil dekan II dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap S.Kp,MNS selaku wakil dekan III Fakultas Keperawatan USU sekaligus sebagai dosen penguji I
3. Fatwa Imelda, S.Kep, Ns, M. Biomed selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini.
4. Asrizal, S.Kep, Ns, WOC (ET) N selaku dosen penguji I dan Iwan Rusdi, Skp.MNS selaku dosen penguji II yang juga banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan.
5. Keluarga saya tercinta Bapak M.Sinambela , Ibu M.Napitupulu, Kak Petris dan dek Yuan atas segala dukungannya dan doa selama penyusunan skripsi ini 6. Untuk sahabat-sahabat saya Eryani, Yetty, Mai, Isodorus, Winda, Yosi,
Putry,Wanda, Desi teman-teman satu bimbingan serta mahasiswa S1 Keperawatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas segala dukungan yang diberikan.
Medan, Juli 2015
Penulis
(5)
v
Kata Pengantar ...iii
Daftar Isi...iv
Daftar Tabel ...vi
Daftar Skema ...vii
Daftar Lampiran ...viii
Abstrak ...ix
Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang ...1
2. Rumusan Masalah ...5
3. Pertanyaan Penelitian ...5
4. Tujuan Penelitian ...6
5. Manfaat Penelitian ...6
Bab 2 Tinjauan Pustaka 1. Lanjut Usia...7
1.1 Pengertian Lanjut Usia ...7
1.2 Proses Penuaan ...7
1.3 Perubahan yang terjadi pada Lansia ...7
2. Reumatoid Artritis 2.1 Pengertian ...8
2.2 Epidemologi ...9
2.3 Etiologi ...10
2.4 Patofisologi ...10
2.5 Klasifikasi ...11
2.6 Manifestasi Klinis ...11
3. Konsep Nyeri 3.1 Pengertian nyeri ...13
3.2 Klasifikasi nyeri ...14
3.2.1 Klasifikasi berdasarkan awitan ...14
3.2.2 Klasifikasi berdasarkan lokasi ...15
3.2.3 Klasifikasi berdasarkan organ ...16
3.3 Faktor- Faktor yang mempengaruhi nyeri ...16
3.4 Mekanisme nyeri ...18
3.5 Pengkajian karakteristik nyeri ...19
3.6 Nyeri Reumatoid Artritis ...21
3.7 Mekanisme terjadinya Reumatoid Artritis ...23
4. Aktivitas Sehari-hari 4.1 Aktivitas sehari-hari ...24
4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari ...25
(6)
3. Definisi operasional ...32
Bab 4 Metodologi Penelitian 1. Desain penelitian ...33
2. Populasi dan sampel 2.1 Populasi ...33
2.2 Sampel ...33
3. Lokasi dan Waktu penelitian 3.1 Lokasi Penelitian ...33
3.2 Waktu penelitian ...33
4. Pertimbangan Etik ...33
5. Instrumen Penelitian ...34
5.1 Data demografi responden ...35
5.2 The Pain Numeric Rating Scale(PNRS) ...35
5.3 Kuesioner Aktivitas Sehari-hari ...35
6. Uji Validitas dan Realibilitas 6.1 Uji Validitas ...36
6.2 Uji Realibilitas ...36
7. Prosedur pengumpulan data ...37
8. Analisa Data 8.1 Analisa Univariat ...38
8.2 Analisa Bivariat ...38
Bab 5 Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ...40
1.1 Karakteristik Responden ...40
1.2 Hasil nyeri Reumatoid Artritis...41
1.3 Hasil Aktivitas Sehari-hari per Item Pernyataan ...42
1.4 Hasil Aktivitas Sehari-hari ...43
1.5 Hasil Analisa nyeri Reumatoid Artritis berdasarkan aktivitas sehari-hari ...44
1.6 Hasil Analisa Hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan aktivitas Sehari-hari Lansia 2. Pembahasan 2.1 Aktivitas Sehari-hari ...46
2.2 Nyeri Reumatoid Artritis ...47
2.3 Analisis Bivariat ...48
2.4 Keterbatasan Peneliti ...49
Bab 6 Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ...51
2. Saran ...52
(7)
vii
Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakterisitik
Responden di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ...41
Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi dan persentase Nyeri
Reumatoid Artritis Lansia di Puskesmas Pematangsiantar ...42
Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi dan persentase
Aktivitas Sehari-hari per Item pernyataan ...42
Tabel 1.4 Distribusi Frekuensi dan persentase Aktivitas
Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ...43
Tabel 1.5 Distribusi Frekuensi dan persentase Nyeri
Reumatoid Artritis berdasarkan Aktivitas Sehari-hari Lansia ...44
Tabel 1.6 Hasil Analisis Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis
(8)
(9)
ix
Lampiran 1. Jadwal tentatif penelitian ... 56
Lampiran 2. Inform Consent ... 57
Lampiran 3. Instrumen penelitian ... 59
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian ... 63
Lampirab 5.Lembar Persetujuan Validitas ... 64
Lampiran 6. Output SPSS ... 66
Lampiran 7. Surat Etik Penelitian ... 73
Lampiran 8. Rencana anggaran penelitian ... 74
Lampiran 9. Riwayat hidup ... 75
(10)
NIM : 111101104
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2015
ABSTRAK
Reumatoid Artritis merupakan salah satu penyakit pada sendi yang diakibatkan degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang dan yang paling banyak dijumpai pada lansia. Manifestasi Reumatoid Artritis sangat berfavariasi seperti rasa nyeri, pembengkakan, edema, gangguan fungsi sendi, teraba hangat dan bengkak. Nyeri yang dirasakan pada penderita Reumatoid Artritis umumnya dapat mengganggu aktivitas sehari –hari terutama bagi lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan nyeri reumatoid artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi . Penelitian dilaksanakan 7 April - 28 Mei 2015. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling diperoleh 46 responden. Dari hasil uji hipotesis didapatkan p value < 0,05, maka dari hasil hipotesis Ha diterima yaitu ada hubungan antara nyeri reumatoid artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi nyeri reumatoid artritis yang dirasakan semakin rendah kemandirian lansia atau cenderung lebih tergantung.
(11)
xi
Name of Student : Ruth Olivia Sinambela Std. ID Number : 111101104
Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)
Year :2015
ABSTRACT
Rheumatoid Arthritis is one of disease in joints caused by degeneration or damage on joint surfaces which are usually found in old people. Manifestation of rheumatoid arthritis varies like pain, swollen, edema, joint dysfunction, and feeling warm and swollen. Pain which is suffered by rheumatoid arthritis patients usually can disturb daily activities for old people. The objective of the research was to find out the correlation of rheumatoid arthritis pain and old people’s daily activities at KesatriaPuskesmas, Pematangsiantar. The research was quantitative with descriptive correlation design. It was conducted from April 7 to May 28, 2015. The samples consisted of 46 respondents, taken by using total; sampling technique. The result of the hypothetic test showed that p-value < 0.05 which indicated that Ha was accepted so that there was the correlation between rheumatoid arthritis pain and old people’s daily activities at KesatriaPuskesmas, Pematangsiantar. This research gave the description that the more serious the rheumatoid arthritis pain was, the lower the old people’s independence.
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya taraf kesehatan dan kesejahteraan, jumlah manusia yang mencapai usia lanjut semakin bertambah. Kejadian ini terjadi seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional dalam berbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi terutama pada bidang medis yang merupakan awal dalam peningkatan kualitas kesehatan terutama bagi lansia (Nugroho, 2001). Hal ini menyebabkan, jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah banyak, bahkan lebih cepat dan pesat.
Saat ini berlaku UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut Depkes RI (2013) pada tahun 2000 Usia Harapan Hidup di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,5 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 28,8 juta orang, kejadian ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Penduduk lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun interaksi sosial akbat proses alamiah yaitu proses menua (aging) (Nugroho, 2008). Proses penuaan merupakan salah satu proses alamiah yang tidak dapat dihindari. Proses penuaan akan menyebabkan perubahan
(13)
anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menjadi tua ditandai dengan kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik antara lain rambut beruban, gigi ompong, perdengaran dan penglihatan mulai berkurang, mudah lelah, gerakan semakin lambat (Maryam et.al, 2008). Proses penuaan secara terus menerus dapat juga menyebabkan penurunan daya fisik terhadap penyakit. Fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit.
Christensen ( 2006 dalam Mastufah 2013) permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik yang menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia yang paling sering terjadi yaitu menurunnya kemampuan musculoskeletal kearah yang lebih buruk. Penurunan fungsi muskuloskeletal menyebabkan terjadinya perubahan degeneratif yang dirasakan dengan keluhan nyeri, kekakuan sendi, hilanganya gerakan dan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan, disertai pula dengan pembengkakan yang mengakibatkan terjadinya gangguan imobilitas. Berbagai penyakit yang timbul akibat penurunan fungsi organ tubuh pada sistem muskuloskeletal yang banyak terjadi salah satunya adalah Reumatoid Artritis.
Reumatoid Artritis merupakan salah satu penyakit pada sendi yang diakibatkan degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang dan yang paling banyak dijumpai pada lansia. Reumatoid Artritis ditemukannya peradangan menahun yang tersebar di seluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di dalam sendi (Dewi, 2009). Penyebab Reumatoid
(14)
Artritis sampai sekarang belum dapat diidentifikasi. Menurut data WHO (2010) lebih dari 355 juta orang di dunia menderita Reumatoid Artritis. Dari Hasil penelitian yang dilakukan Zeng et., all 2008 prevalensi kejadian Reumatoid Artritis di Indonesia 23,6% sampai 31,3%. Pada daerah Sumatera Utara penderita Reumatoid Artritis mencapai 20,2% (Riskesdas, 2007).
Reumatoid Artritis sering menyerang persendian sepeti jari-jari tangan/kaki, pergelangan tangan, pergelangan kaki (Turana, 2005). Manifestasi Reumatoid Artritis sangat berfavariasi seperti rasa nyeri, pembengkakan, edema, gangguan fungsi sendi, teraba hangat dan bengkak (Santoso, 2003). Adanya peradangan pada lapisan dan dalam pembungkus sendi dapat menyebabkan nyeri. Nyeri adalah alasan utama seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan
The Internasional Association for the Study of Pain (2010), menyatakan nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial untuk terjadi kerusakan jaringan. Nyeri Reumatoid Artritis merupakan nyeri yang disebabkan oleh inflamasi. Nyeri Reumatoid Artritis ini akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur membaik pada siang hari dan lebih berat pada malam hari. Nyeri ini akan bertambah berat seiring dengan beratnya penyakit dan ambang nyeri dari penderita. Makin bertambah berat penyakitnya maka akan semakin bertambah pula rasa nyerinya (Isbagio, 2006). Nyeri dapat menyebabkan gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang normal. National Institute of Nursing Research (2005 dalam Dewi et., al 2009), menjelaskan bahwa nyeri yang dialami oleh klien Reumatoid Artritis didapatkan pada skala nyeri sedang. Nyeri
(15)
Reumatoid Artritis bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul (Brunner & Suddart, 2002). Nyeri akan mengakibatkan penderita Reumatoid Artritis mengalami keterbatasan mobilisasi.
Keterbatasan mobilisasi yang disebabkan oleh nyeri dapat mengancam jiwa penderitanya, menimbulkan gangguan kenyamanan dan dapat menurunkan aktivitas fisik maupun latihan sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari disingkat ADL (activity daily living). Aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan keterampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri untuk memenuhi perannya di keluarga atau masyarakat (Setiahardja, 2005).
Aktivitas kehidupan sehari-hari meliputi aktivitas dasar dan aktivitas instumen. Aktivitas dasar merupakan aktivitas pokok dalam perawatan diri seperti ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat. Sedangkan aktivitas instrumen merupakan aktivitas yang lebih kompleks namun mendasar bagi lansia untuk bersosialisasi. Aktivitas instrumen terdiri dari belanja, masak, melakukan perkerjaan rumah, mencuci, telepon, menggunakan sarana transportasi, mampu menggunakan obat secara benar, serta manajemen keuangan (Tamher dan Noorkasiani, 2011). Menggambarkan aktivitas kehidupan sehari-hari lansia dapat dilakukan dengan pengkajian kemampuan fungsional lansia (functionalability). Pengkajian status fungsional merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi/ berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada (Maryam, 2008).
(16)
Hasil Penelitian Ediawati (2012) Gambaran Tingkat Kemandiran pada Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia Jakarta Timur dengan menggunakan yang meliputi kemandirian lansia dalam hal mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat, mempertahankan inkontinensia dan makan menunjukkan bahwa sebagian besar klien memiliki tingkat kemandirian yang tinggi dalam Aktivitas Kehidupan sehari-hari yaitu 140 orang. Dalam penelitiannya hampir seluruh responden mandiri seperti mandi (96,5%), berpakaian (95,8%), BAB dan BAK (96,5%), ke kamar mandi (96,5%), makan (100%), dan transfer (95,1%).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Bagaimana Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar?”
3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran nyeri Reumatoid Artritis pada lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar?
2. Bagaimana gambaran aktivitas sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar?
3. Bagaimana hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar?
(17)
4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran nyeri Reumatoid Artritis pada lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
2. Mengidentifikasi gambaran aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
3. Mengidentifikasi hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
5. Manfaat Penelitian
5.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberi informasi mengenai nyeri reumatoid artritis dan aktivitas sehari hari lansia kepada mahasiswa.
5.2 Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tentang nyeri reumatoid artritis dan aktivitas sehari-hari lansia sehingga dapat menjadi acuan dalam menerapkan langkah-langkah merencanakan asuhan keperawatan gerontik.
5.3 Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan peneliti selanjutnya sebagai bahan dasar melakukan penelitian terkait pengurangan sensasi nyeri Reumatoid Artritis.
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lanjut Usia
1.1 Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.
1.2 Proses Penuaan
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melewati tiga tahap kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Proses penuuan dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan akan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua dapat mempengaruhi status fungsional. Memasuki usia lanjut berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduruan fisik yang ditandai dengan kehilangan integritas kulit, rambut mulai memutih, gigi mulai ompong, pendengan kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan semakin lambat, dan postur tubuh yang tidak professional (Nugroho, 2008) .
(19)
emosional atau sosial mungkin merasa dirinya sakit. Perubahan fisiologi bervariasi pada setiap orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan bergantung keadaan dalam kehidupan (Potter & Perry, 2009)
Afriyanti (2009) perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia antara lain: perubahan sel, perubahan sistem persarafan, perubahan sistem pendengaran, perubahan sistem penglihatan, perubahan sistem kardiovaskuler, perubahan sistem pengaturan temperatur tubuh, perubahan sistem respirasi, perubahan sistem gastroinstestina, perubahan sistem reproduksi, perubahan sistem perkemihan, perubahan sistem endokrin, perubahan sistem integumene prubahan sistem muskuloskeletal
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus kehidupan. Perubahan anatomi dan penurunan berbagai sistem fisiologis dalam tubuh manusia pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Perubahan sistem fisiologis terkait dengan perubahan muskuloskeletal yaitu penyakit Reumatoid Artritis.
2. Reumatoid Artritis
2.1 Pengertian Reumatoid Artritis
Dewi (2009) menyatakan bahwa Reumatoid Artritis adalah suatu penyakit autoimun, ditandai dengan adanya proses peradangan kronis, bersifat sistemik. Artritis Reumatoid merupakan penyakit kronik inflammatory pada sendi yang bersifat progresif yang menimbulkan kerusakan tulang, kecacatan
(20)
dan kematian (Yuliasih, 2009). Artitis Reumatoid adalah penyakit reumatik inflamatif yang menyebabkan kerusakan sendi, gangguan fungsi, dan kualitas hidup ( Suryana, 2009). Dapat disimpulkan Reumatoid Artritis adalah suatu penyakit autoimun kronik sendi yang bersifat progresif dan menyebabkan kerusakan sendi, gangguan fungsi, dan kualitas hidup.
2.2 Epidemologi
Tingkat prevalensi 1% sampai 2% di seluruh dunia, prevalensi meningkat sampai 5% pada wanita di atas usia 50 tahun. Angka penderita Reumatoid Artritis belum dapat dipastikan. Pada tahun 2000 ditemukan kasus baru Reumatoid Artritis yang merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Seiring dengan bertambahnya umur, penyakit ini meningkat pada wanita maupun laki-laki. Puncak kejadianya pada umur 40-45 tahun (Yuliasih, 2009)
Prevalensi lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, lebih dari 75 % penderita Reumatoid Artritis adalah wanita dengan perbandingan 3:1. Para ahli dari Universitas Alabama, Amerika Serikat menarik kesimpulan terhadap penelitian mereka bahwa wanita yang menderita Reumatoid Artritis mempunyai kemungkinan 60% lebih besar untuk meninggal lebih cepat dibanding wanita yang tidak menderita penyakit tersebut. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Reumatoid Artritis adalah masalah kesehatan masyarakat terutama para lansia (lanjut usia). Dalam riset ini, para ahli mengamati 31 ribu wanita berusia 55 tahun hingga 69 tahun. Pada tahun 1986 ketikapenelitian dimulai, tak satupun dari mereka yang menderita
(21)
Reumatoid Artritis, tetapi11 tahun kemudian (1997), 158 orang di antara mereka didiagnosa menderita Reumatoid Artritis. Pada tahun 2000, 30 orang di antara penderita Reumatoid Artritis itu meninggal dunia. Berdasarkan data di atas bisa diambil kesimpulan bahwa Reumatoid Artritis akan menjadi penyakit yang banyak ditemui di masyarakat. (Afriyati, 2009)
2.3 Etiologi
Penyebab Reumatoid Artritis diduga karena adanya faktor predisposisi genetik, disregulasi dari self tolerance, disregulasi sistem imun yang dicetuskan oleh faktor lingkungan dan transformasi sel-sel sinovium. Namun sampai saat prnyebab terjadinya Reumatoid Artitis belum diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor gen HLA, lingkungan, umur dan jenis kelamin (Yuliasih, 2009)
Reumatoid Artritis juga dipengaruhi oleh hormon sex karena prevalensi Reumatoid Artritis lebih besar terjadi pada wanita. Faktor infeksi seperti beberapa penyakit dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit ini seperti Mycoplasma, Parvovirus, Retrovirus, Enteric bacteria, Mycobacteria, Epstein-Barr Virus (Sudoyono, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, Setiati, 2010) 2.4 Potofisiologi
Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus. Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi
(22)
dan tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi).
Reumatoid Artritis (RA) mengalami reaksi autoimun yang terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dengan kekuatan kontraksi otot (Brunner & Suddarth, 2002)
2.5 Klasifikasi Reumatoid Artritis
Menurut Dewi (2009) secara umum, Reumatoid Artritis terbagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a) Kelompok monosiklik mengenai 20% kasus. Gejala klinis berupa nyeri dan pembengkakan sendi yang terjadi mendadak, berupa episode nyeri yang sembuh sendiri. Pada kelompok ini, pasien ini bebas gejala tanpa pengobatan. b) Kelompok polisiklik, bentuk yang paling sering mengenai 70% pasien
ditandai dengan adanya gejala nyeri dan bengkak pada sendi yang berlangsung bertahun-tahun.
c) Kelompok progesif, pada 10% kasus reumatoid artritis merupakan artritis inflamasi yang berat dan menyebabkan deformitas sendi pada waktu 2 tahun.
(23)
2.6 Manifestasi Klinis Reumatoid Artritis
Gejala umum Reumatoid Artritis tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan pada minggu-minggu terakhir. Pada umumnya orang-orang akan merasa sakit ketika penyakit ini aktif kembali (Reeves, 2001)
Reumatoid Artritis aktif kembali dengan gejala kelehan, kehilangan energi, kekurangan nafsu makan, demam, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Disamping itu gejala Reumatoid Artritis sangat bervariasi tergantung stadium atau beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema, dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk Reumatoid Artritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala Sistemik yang muncul pada penyakit Reumatoid Artritis adalah mudah capek, berat badan menurun dan anemia.
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku di pagi hari yang berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum terjadi (Smeltze & Bare, 2002)
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun pada stadium penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas,
(24)
membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cenderung menjaga dan melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam jangka panjang dapat menimbulkan kontraktur sehingga deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltze & Bare, 2002)
Tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usis menurut Buffer (2010), yaitu : sendi terasa nyeri dan kaku di pagi hari. Bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutu, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki atau jari-jari., mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang. Sedangkan menurutt Junaidi (2006) gejala klinis Reumatoid Artritis pada saat bersamaan bisa banyak sendi yang mengalami peradangan.
Sendi yang terserang akan membengkak, membesar dan segera terjadi kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya. Pembengkakan pergelangan tangan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom terowongan karpal. Sifat sistemik pada kategori penyakit rematik yang dikenal sebagai penyakit jaringa ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang tersebar luas (Brunner & Sudarth 2001)
(25)
3. Konsep Nyeri 3.1Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Kelompok studi nyeri Perdossi (2000) menerjemahkan definisi nyeri yang dibuat IASP (International Association The Study of Pain) yang berbunyi “nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut”. Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan (Crombie, et al, 1999). Mc.Caffery (1979 dalam Tamsuri, 2006) mendefinisikan nyeri sebagai keadaan yang mempengaruhi seseorang dan keberadaannya diketahui jika seseorang pernah mengalaminya. Nyeri akan membantu individu untuk tetap hidup dan melakukan kegiatan secara fungsional.
3.2Klasifikasi Nyeri
3.2.1 Klasifikasi berdasarkan awitan
Berdasarkan waktu kejadiaan, nyeri dikelompokkan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut terjadi dalam waktu yang singkat dari 1 detik sampai kurang dari 6 bulan. Nyeri akut dibagi atas: Pertama nyeri yang muncul, dimana sebelumnya tidak ada nyeri kronik. Kedua, nyeri yang datang tiba-tiba, sebelumnya klien sudah menderita nyeri kronik akan tetapi
(26)
nyeri akut tidak berhubungan dengan nyeri kronik. Ketiga, nyeri akut yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik yang selama ini diderita oleh pasien (Tamsuri, 2008). Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi. Nyeri ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan penyembuh. Nyeri akut merupakan gejala dimana intensitas nyeri berkorelasi dengan beratnya lesi atau stimulus. Cedera jaringan atau inflamasi akut akan menyebabkan pengeluaran berbagai mediator inflamasi, seperti: bradikinin, prostaglandin, leukotrien, amin, purin, sitokin, dan sebagainya yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung atau tidak langsung. Sebagian dari mediator inflamasi tersebut dapat langsung mengaktivasi nosiseptor dan sebagian lainnya menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menyebabkan hiperalgesia.
3.2.2 Klasifikasi berdasarkan lokasi
Potter & Perry (2005) ada beberapa macam klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi pertama, nyeri superficial/kutaneus yaitu nyeri akibat stimulasi kulit dengan karakteristk nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi, nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam yang disebabkan jarum suntik, luka potong kecil. Kedua, viseral dalam nyeri akibat stimulasi organ-organ internal. Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri superficial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau
(27)
unik tergantung dari organ yang terlibat dan disebabkan oleh sensasi pukul, dan sensasi terbakar. Ketiga, nyeri alih terjadi pada nyeri visceral karena banyak organ-organ yang tidak punya reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensoris dan organ yang terkena kedalam.Karakterisitik nyeri terasa dibagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan disebabkan infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri, batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan. Keempat, radiasi Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Karakterisrik nyeri serasa akan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan yang disebabkan Nyeri punggung bagian tubuh akibat diskus intravertebral yang rupture disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
3.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Organ
Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial) organ. Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia dan dapat terjadi secara akut maupun kronis. Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis, umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien.
3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Berger (2002) nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: lingkungan, umur, kelelahan, riwayat sebelumnya, mekanisme pemecahan
(28)
masalah, kepercayaan/agama, budaya, dan orang-orang yang memberi dukungan. Lingkungan yang tidak nyaman akan memperkuat persepsi nyeri. Suasana ribut, panas, dan kotor akan membuat pasien merasa intensitas nyerinya lebih tinggi. Umur juga berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya, sehingga kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat (Berger, 2002).
Kelelahan dapat membuat orang merasakan nyeri lebih kuat. Hal ini disebabkan karena kekurangan energi untuk melawan stimulus nyeri Lelah juga mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap nyeri. Semakin diterima rasa nyeri akan semakin berkurang apabila penerimaan atas nyeri tidak ada maka nyeri yang dirasakan akan semakin meningkat. Riwayat sebelumnya juga sangat berpengaruh tehadap persepsi seseorang tentang nyeri. Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima perasaan nyeri, sehingga dia akan merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman pertamanya (Taylor, 2004).
Mekanisme pemecahan masalah mempengaruhi perasaan nyeri yang dirasakan seseorang. Banyak cara yang dilakukan seseorang untuk menurunkan atau meringankan rasa nyeri yang dirasakannya. Hal ini sangat membantu orang tersebut untuk menurunkan nyerinya, contohnyya saja seseorang terbiasa membayangkan hal-hal yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatiannya
(29)
terhadap nyeri (Berger, 2002). Kepercayaan atau agama mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Dalam agama tertentu, kesabaran adalah hal yang paling berharga di mata Tuhan. Nyeri kadang-kadang dianggap sebagai peringatan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga orang tersebut merasa pasrah dalam menghadapi nyeri yang dirasakanny (Taylor, 2004).
Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka akan meraka lakukan untuk mengurangi atay menurunkan nyeri yang mereka rasakan. Masyarakat dalam suatu kebudayaan mungkin merasa bangga bila tidak merasakan nyeri karena mereka menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan sesuatu yang dapat ditahan (Berger, 2002).
3.4 Mekanisme Nyeri
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus, dan korteks cerebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-stimulus tertentu yang berbahaya dan harus dihindari. Apabila terjadi kerusakan jaringan, sistem nosiseptif akan bergeser fungsi dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus nonnoksious atau noksious ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
(30)
menyebabkan nyeri. Sebagai akibatnya, individu akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian yang cidera tersebut sampai perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan meminimalisasi kerusakan jaringan lebih lanjut.
Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi. Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif atau Reumatoid Arthritis, penatalaksanaan yang aktif harus dilakukan. Respon inflamasi berlebihan atau kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh dibiarkan. Tujuan terapi adalah menormalkan sensitivitas nyeri. Nyeri maladaptif tidak berhubungan dengan adanya stimulus noksious atau penyembuhan jaringan. Nyeri maladaptif dapat terjadi sebagai respon kerusakan sistem saraf (nyeri neuropatik) atau sebagai akibat fungsi abnormal sistem saraf (nyeri fungsional). Berbagai mekanisme yang mendasari munculnya nyeri telah ditemukan mekanisme tersebut adalah: nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Pada kasus nyeri nosiseptif terdapat proses transduksi, transmisi, dan persepsi.
Kerusakan jaringan akan memacu pelepasan zat-zat kimiawi (mediator inflamasi) yang menimbulkan reaksi inflamasi yang diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tidak bermielin (serabut C dan sinaps dengan neuron di kornu dorsalis medulla spinalis (Brookoff, 2000).
(31)
3.5 Pengkajian Karakteristik Nyeri
Menurut Muttaqin (2008) pengkajian karakteristik nyeri terdiri dari : a) Provoking Incident
Apakah ada yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri berkurang apabila beristirahat , apakah nyeri bertambah apabila beraktivitas. Faktor-faktor yang dapat meredakan nyeri (misalnya gerakan, kurang gerakan pengerahan tangan, istirahat, obat-obat bebasdan sebagainya) dan apa yang dipercaya dapat membantu mengatasi nyeri.
b) Quality or Quantity of Pain
Seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
c) Region
Letak lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan cepat dan tepat oleh klien, apakah rasa sakit menjalar, menyebar, dan pada bagian mana saja yang sakit.
d) Severity (scale) of Pain
Ada beberapa instrument yang digunakan untuk mengukur skala nyeri, diantaranya yang dikemukakan oleh AHCPR (Agency of Health Care Policy & Research).
1. Deskripsi sederhana terdiri dari tidak nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri sangat berat.
(32)
2. Visual Analog Scale (VAS) digunakan garis 10 cm batas antara daerah yang tidak sakit ke sebelah kiri dan sebelah batas yang paling sakit.
Tidak Nyeri
Nyeri Hebat
3. Pain Numerical Rating Scale (PNRS) sama dengan VAS hanya diberi skor 0-10 daerah yang paling sakit dan kemudian diberi skala
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jika klien mengerti dalam penggunaan skala dan dapat menjawabnya serta gambaran-gambaran yang diungkapkan atau ditunjukan padanya dapat diseleksi dengan hati–hati, maka setiap instrument tersebut dapat menjadi valid dan dapat dipercaya (Potter & Perry, 2005).
e) Time
Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis), kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.
3.6 Nyeri Reumatoid Artritis
Nyeri pada penyakit reumatik terutama disebabkan oleh adanya inflamasi yang mengakibatkan dilepaskannya mediator-mediator kimiawi. Kinin dan mediator kimiawi lainnya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu rangsangan/stimulus (Isbagio, 2000).
(33)
Junaidi (2006) gejala klinis RA pada saat yang bersamaan bisa banyak sendi yang mengalami peradangan. Biasanya peradangan bersifat simetris. Jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, sendi yang sama di kanan tubuh juga meradang. Yang pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki. Sendi yang meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku secara simetris, terutama pada saat bangun tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas fisik.
Sendi yang terserang akan membengkak, membesar dan segera terjadi kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya. Pembengkakan pergelangan tangan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom terowongan karpal. Sifat sistemik pada kategori penyakit reu matik yang dikenal sebagai penyakit jaringan ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang tersebar luas. Meskipun berfokus pada persendian inflamasi juga melibatkan bagian-bagian tubuh lainnya seperti vaskulitis, jantung, paru, ginjal (Brunner & Suddarth, 2001). Sekitar 10% AR muncul secara akut sebagai poliartritis, yang berkembang cepat dalam beberapa hari. Pada sepertiga pasien, gejala mula-mula monoartritis lalu poliartritis. Terjadi kekakuan paling parah pada pagi hari, yang berlangsung sekitar 1 jam dan mengenai sendi secara bilateral. Episode-episode perandangan diselingi oleh remisi. Rentang gerak berkurang, tebentuk benjolan rematoid ekstra sinovium (Junaidi, 2006).
(34)
Nyeri Reumatoid Artitis kronis melibatkan keduanya antara peripheral dan sekeliling, prosesnya meliputi: adanya faktor intrinsik ke neuron (unsur P, serotonin), pelepasan mediator inflamasi ke jaringan sehingga rusak oleh prostaglandins, TNF, yang mengaktifkan sel yang peka rangsangan ion-channel-linked pada afferent berhubungan dengan neurons, glutamate menyebabkan kerusakan dorsal, neurotransmitter nyeri yang utama, N-Methyl-D-Aspartate (NMDAa)-RECEPTOR yang menghasilkan rangsangan inflamasi (Kelly, 2005).
3.7 Mekanisme Terjadinya Nyeri Reumatoid Artritis
Nyeri Reumatoid Artritis disebabkan oleh terjadinya proses imunologik pada sinovial (Harry,2008). Tahap pertama adanya stimulus antigen kemudian terbentuk antibodi imunoglobin membentuk komplek imun dengan antigen sehingga menghasilkan reaksi inflamasi. Inflamasi akan terlihat di persendian sebagai sinovitis. Inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi merupakan proses sekunder.Prostaglandin bertindak sebagai modifier inflamasi prostaglandin memecah kolagen sehingga dapat merangsang timbulnya nyeri melalui proses edema, proliferasi membaran sinovial, pembentukan pannus, penghancuran kartilago dan erosi tulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Harry (2008) menyatakan bahwa nyeri pada penyakit RA dapat terjadi akibat:
a) Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perangkat biomekanik, misalnya perangsangan nociceptors pada otot, sendi, tendon dan ligamen. Nyeri jenis ini berhubungan dengan konsep nyeri sistem sensorik, sebagai
(35)
mekanisme pertahanan tubuh terhadap situasi yang membahayakan atau terjadinya kerusakan. Oleh karena adanya nyeri ini, maka bagian yang terserang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.
b) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks).
c) Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi otot tidak sempurna.
d) Mekanisme psikosomatik. 4. Aktivitas Sehari-Hari
4.1 Aktivitas Sehari-hari
Kemampuan fungsional seseorang, khususnya lansia dapat diamati dari kemampuannya melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas sehari-hari adalah keterampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/ berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Aktivitas merupakan salah satu penilaian dalam sehari-hari lansia dalam melakukan tindakan yang perlu dilakukan secara benar. Aktivitas sehari-hari merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh lanjut usia setiap harinya (Martika, 2012).
Aktivitas kehidupan sehari-hari terdiri dari dua bagian yaitu aktivitas dasar dan aktivitas instrumen . Aktivitas dasar merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki sesorang meliputi berpakaian, makan minum, toileting,
(36)
mandi, berhias, transfer. Aktivitas instrumental merupakan aktivitas yang lebih kompleks dan mendasar bagi situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi yang meliputi belanja, masak, kegiatan rumah tangga, mencuci, telpon, menggunakan sarana transportasi, mampu menggunakan obat dengan benar, dan manajemen keuangan.
4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Sehari-hari
Meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, dan faktor kondisi sosial :
a) Kondisi Kesehatan
Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Presentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). .
Lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kondisi kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan fisik. Untuk mengerjakan beberapa aktivitas fisik dan psikis yang berat mereka memerlukan pertongan dari orang lain. Dampak dari menurunnya kondisi
(37)
kesehatan seseorang secara bertahap dalam ketidak mampuan secara fisik mereka hanya tertarik pada kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan fisik (Hurlock, 2002)
b) Kondisi Ekonomi
Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka alami sekarang misalnya perubahan gaya hidup. Dengan berkurangnya pendapatan setelah pensiun , mereka dengan terpaksa harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa yang mereka lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun berupa surat undangan. Walaupun upah yang mereka terima sedikit, tetapi mereka merasa puas yang luar biasa..
Lanjut usia yang tidak mandiri juga berada pada ekonomi sedang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara sosial. Sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia lanjut (Hurlock, 2002)
(38)
c) Kondisi Sosial
Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak terhadap orangtua yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah dan tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal masih memiliki kewajiban bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial.
4.3 Pengkajian Status Fungsional
Pengkajian status fungsional adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi/ berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada (Maryam, 2008). Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemampuan fungsional menggambarkan kemandirian dan ketergantungan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Untuk menggambarkan aktivitas kehidupan sehari-hari lansia dapat dilihat dengan menggunakan pengkajian status fungsional yang terdiri dari instrument ADL (Activity Daily Living) dan IADL (Instrument Activity Daily Living) (Miller, 2004).
(39)
NO Item Yang Dinilai Skor 1 Kemampuan menggunakan telepon.
a. Mengoperasikan telepon atas inisiatif sendiri : mencari dan menghubungkan nomor telepon, dan seterusnya.
b.Menghubungi beberapa nomor telepon yang telah dikenal dengan baik.
c. Menjawab telepon tetapi tidak menghubungi. d. Tidak menggunakan telepon sama sekali.
1 1 1 0 2 Berbelanja.
a. Mengurus semua keperluan belanja secara mandiri. b. Berbelanja secara mandiri untuk pembelian yang kecil c. Perlu ditemani pada setiap kegiatan belanja.
d. Tidak mampu berbelanja sama sekali.
1 0 0 0 3 Persiapan makanan
a. Merencanakan, menyiapkan, dan menyajikan makanan yang cukup secara mandiri.
b. Menyiapkan makanan yang adekuat jika bahan-bahan untuk membuatnya telah disediakan .
c. Memanaskan dan menyajikan makanan yang disiapkan, atau menyiapkan makanan tetapi tidak mempertahankan diet yang adekuat.
d. Memerlukan makanan yang telah disiapkan dan disajikan.
1 0 0 0 4 Memelihara Rumah
a. Memelihara rumah sendiri atau kadang-kadang dengan bantuan (misalnya bantuan untuk pekerjaan rumah yang berat) b. Melaksanakan tugas ringan sehari-hari, seperti mencuci piring dan merapikan tempat tidur
c. Melaksanakan tugas ringan sehari-hari, tetapi tidak memelihara tingkat kebersihan yang dapat diterima
d. Perlu bantuan untuk semua tugas pemeliharaan rumah. e. Tidak berpartisipasi dalam setiap tugas pemeliharaan rumah
1 1 1 1 0 5 Mencuci Pakaian
a. Apakah mencuci pakaian pribadi sepenuhnya
b.Mencuci barang-barang yang kecil, kaos kaki, stocking, dan lain-lain
c.Memerlukan sem ua cucian dikerjakan orang lain.
1 1 0
(40)
6 Model Transportasi
a. Berpergian secara mandiri dengan transportasi umum atau mengemudi mobil pribadi.
b. Melakukan perjalanan sendiri dengan menggunakan taksi tetapi tidak jika menggunakan transportasi umum
c. Berpergian dengan transportasi umum walaupun dibantu atau ditemani oleh orang lain
d. Berpergian terbatas hanya menggunakan mobil atau taksi dengan bantuan orang lain
e. Tidak berpergian sama sekali
1 1 1 0 0 7 Tanggung Jawab Untuk Pengobatan Sendiri
a. Apakah bertanggung jawab untuk minum obat dalam dosis benar atau waktu yang benar
b.Mengambil tanggung jawab jika pengobatan telah disiapkan lebih dahulu dalam dosis terpisah.
c.Tidak mampu untuk menggunakan pengobatan miliknya sendiri
1 0 0 8 Kemampuan untuk menangani keuangan
a.Mengatur berbagai masalah keuangan secara mandiri (anggaran, menulis cek, membayar uang sewa dan tagihan lainnya, pergi ke bank), mengumpulkan dan mempertahankan sumber-sumber pendapatan.
b.Mengatur pembelian sehari-hari tetapi perlu bantuan berkenaan dengan perbankan, pembelian yang besar, dan sebagainya.
c. Tidak mampu untuk menangani keuangan.
1
1
0 Sumber : disadur dari Lawton, M, and Brody, EM: Assesment of older people : Self-maintaining and instrumental activies of daily living. Gerontologis 9;179,1969.
(41)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berhubungan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting dalam sebuah masalah (Hidayat, 2008). Dalam kerangka konsep ada dua konsep utama yang akan diletiti yaitu nyeri Reumatoid Artritis dan aktivitas sehari-hari . Setiap konsep merupakan variabel yang akan diteliti. Nyeri Reumatoid Artritis sebagai variabel independent dan aktivitas sehari-hari sebagai variabel dependen.
Variabel Independent Variabel Dependent
Skema 1 : Kerangka konsep penelitian nyeri Reumatoid Artritis dan aktivitas kehidupan sehari-hari lansia
Nyeri
Reumatoid Artritis - Nyeri ringan - Nyeri Sedang - Nyeri berat
Aktivitas Sehari-hari
- Mandiri - Tergantung
(42)
2. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan kerangka teori yang telah dikemukan, maka hipotesis yang diajukan adalah :
Ha : Ada hubungan nyeri Reumatoid Artiritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
Ho : Tidak ada hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
(43)
3. Definisi Operasional
Tabel 3 Tabel Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Independent
Nyeri Reumatoid
Artritis
Nyeri bersifat subjektif.
Pasien dalam
mengekspresikan nyeri mereka mampu menilai suatu intensitas nyeri secara akurat, intensitas nyeri tersebut adalah gambaran tentang keparahan nyeri yang dialami. Pengukuran intensitas nyeri ini bersifat subjektif, yaitu pasien dapat diminta
untuk membuat
tingkatan nyeri pada skala verbal ataupun numerik
The Pain Numeric Rating Scale (PNRS)
Skala terdiri dari 10 poin yang mana 1-3 = nyeri ringan, 4-6= nyeri sedang, 7-10= nyeri berat
Interval
Dependen Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas Sehari-hari merupakan aktivitas pokok dan mendasar dalam kegiatan sehari-hari. Untuk melihat tingkat kemandirian dan ketergantungan lansia melakukan aktivitas di dalam komunitas. Kuesioner Modifikassi Lawton Instrument Activity Daily Living (IADL)
14–21 tergantung
22–28 mandiri
(44)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah lansia penderita Reumatoid Artritis di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
2.2 Sampel
Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi yaitu sebanyak 46 responden.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar 3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 - Juni 2015 4. Pertimbangan etik
Etika adalah sekumpulan nilai dan prinsip yang merupakan peraturan tidak tertulis yang harus digunakan oleh peneliti. Tujuan etika penelitian tersebut adalah untuk menjamin kerahasian identitas responden, melindungi dan
(45)
menghormati hak-hak responden. Prinsip utama etika dalam penelitian terdiri dari manfaat, memghormati hak manusia, dan keadilan (Polit & Hungler, 2005).
Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan pada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian. Sebelum pelaksanaan, peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur pelaksanaan penelitian. Peneliti mempertimbangkan aspek Autonomny, Anonymity, Confidrntialtity, Non maleficence, Informed Concent. Peneliti mempertimbangkanhak-hak calon responden untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian ( Autonomy). Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden (Anominity). Peneliti juga menjamin kerahasiaan (Confidentiality) responden dan data-data responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek ( Non malificence). Sebelum memberikan Informed Concent, peneliti menanyakan kesediaan responden dalam berpartisipasi dalam penelitian. Jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, maka responden dipersilahkan menandatangani Informed Consent.
5. Instrumen Penelitian
Informasi yang diperoleh dari responden, peneliti menggunakan kuesioner yang dibagi menjadi tiga bagian. Pertama yaitu kuesioner data demografi yang, bagian kedua lembar skala nyeri Pain Numerical Rating Scale (PNRS) dan bagian ketiga modifikasi kuesioner aktivitas sehari-hari Lawton
(46)
Instrument Activity Daily Living (IADL) yang telah dimodifikasi berisi 14 pernyataan..
5.1 Data Demografi Responden
Kuesioner data demografi responden meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, pekerjaan dan lama waktu menderita penyakit Reumatoid Artritis data ini hanya bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden.
5.2 The Pain Numeric Rating Scale
Menghitung nyeri dengan menggunakan The Pain Numeric Rating Scale (PNRS). PNRS digunakan untuk ukuran intensitas nyeri (segera atau sekarang). Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0 menunjukkan “tidak ada nyeri” dan 10 menunjukkan “nyeri berat”, penilaian dari 1-3 disamakan dengan” nyeri ringan”, 4-6 untuk “nyeri sedang”, 7-10 untuk “nyeri berat”
5.3 Kuesioner Aktivitas Sehari-hari
Kuesioner Aktivitas Sehari-hari dengan menggunakan Lawton Instrument Activity Daily Living (IADL) yang telah dimodifikasi. Kuesioner ini dimodifikasi bertujuan untuk menilai status fungsional lansia secara mandiri atau bergantung dalam aktivitas sehari-hari sehingga sesuai dengan pencapaian yang ingin diteliti oleh peneliti.
(47)
Menggunakan rumus Sudjana (1992): P = Rentang
Banyak kelas
Dimana rentang (nilai tertinggi – nilai terendah), nilai tertinggi sebesar 28 dan nilai terendah 14, banyak kelas ada 2 kelas dengan mandiri skornya 2 dan untuk tergantung skornya 1
Maka skala ukur dikategorikan sebagai berikut: 14 – 21 : dikategorikan tergantung 22 – 28 : dikategorikan mandiri 6. Uji Validitas dan Realibilitas
6.1 Uji Validitas
Uji validitas dengan menggunakan consent validity (validitas isi) pada ahli yaitu dosen Fakultas Keperawatan, Departemen. Dilakukan dengan menguji setiap butir instrument pengumpulan data. Kuesioner dikatakan valid jika bernilai > 0,7
Nilai validitas pada kuesioner aktivitas sehari-hari adalah 0,94 dapat dikatakan bahwa instrumen telah valid.
6.2 Uji Realibilitas
Apabila semua pernyataan telah valid, maka dilanjut ke tahap reabilitas. Reliabilitas dlakukan untuk mrlihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
(48)
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, dan diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama (Matondang, 2009). Uji reliabilitas kuesioner aktivitas menggunakan rumus Cronbach Alpha, dimana menurut Saryono (2010) jika alpha > 0,70 maka butir-butir penyataan dikatakan reliabel
Uji reliabilitas ini dibantu dengan teknik komputerrisasi. Besar sampel untik uji reliabilitas penelitian berjumlah 20 orang lansia yang dilakukan di Puskesmas Bane Pematangsiantar. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner aktivitas sehari-hari adalah 0,729 . Maka dapat dikatakan bahwa instrumen telah reliabel. 7. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan.
b) Mengirim surat ijin penelitian dari fakultas ke Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar. Setelah mendapat persetujuan maka peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian ini.
c) Peneliti meminta kesedian responden untuk mengikuti penelitian.
d) Setelah menandatangani surat kesedian menjadi responden , pengumpulan data dimulai.
(49)
8 . Analisa Data
Setiadi (2007) setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti akan melakukan pengolahan data yang terdiri dari Editing merupakan pemeriksaan daftar pernyataan yang telah diperoleh dari responden. Kegiatan pengecekan pada pengisian lembar observasi apakah jawaban dalam lembar observasi sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten. Coding merupakan pemberian tanda atau mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori tertentu. Kegiatan mengubah data huruf menjadi data angka sehingga mudah dalam menganalisa. Entry merupakan proses memasukkan data ke dalam tabel dilakukan dengan program yang ada di computer. Memasukkan data dari kuesioner ke dalam program yang terdapat di komputer yaitu SPSS 16. Cleaning merupakan teknik pembersihan data, data–data yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan terhapus. Kegiatan pengecekan ulang yang sudah di entry apakah terdapat kesalahan atau tidak.
8.1 Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel yang hendak diteliti (Notoadmodjo, 2005). Data yang akan dianalisa yaitu data demografi, nyeri Reumatoid Artritis dan Aktivitas Sehari-hari kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase.
(50)
8.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolaborasi (Notoadmodjo,2006). Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, yaitu nyeri Reumatoid Artritis sebagai variabel independen dan aktivitas sehari-hari sebagai variabel dependen. Teknik analisi yang digunakan dalam penelitian adalah uji Spearmen Rank (rho)
Untuk mendapatkan apakah ada hubungan antara variabel independen dan dependen maka menggunakan p value. Apabila p value < 0,05 Ho ditolak dan Ha diterima maka hipotesis terbukti, yang berarti ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan bila p value > 0,05 Ho diterima dan Ha ditolak maka hipotesis ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Nugroho (2005) penelitian ini menggunakan hipotesa kerja atau hipotesa alternative (Ha). Sehingga pedoman untuk menerima dan menolak hipotesis yang diusulkan adalah
a) Ha diterima jika r-hitung > r-tabel, atau nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) < level of significant
b) Ha ditolak jika r-hitung < r-tabel, atau nilai p-value pada kolom sig.(2-tailed) > level of significant.
Sifat nilai koefisien korelasi adalah (+) positif atau minus (-) yang menunjukkan arah korelasi.
(51)
Makna sifat korelasi :
a) Korelasi positif (+) berarti jika variabel pertama mengalami kenaikan maka variabel kedua juga mengalami kenaikan
b) Korelasi negatif (-) berarti jika variabel pertama mengalami peningkatan maka variabel kedua akan mengalami penurunan
(52)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan nyeri reumatoid artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar yang dilaksanakan pada tanggal 7 April 2015 – 28 Mei 2015. Pengumpulan data dilakukan kepada 46 responden. Penyajian data meliputi karakteristik data demografi responden, nyeri reumatoid artritis dan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
1.1 Karakteristik Responden
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh data demografi di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar dengan jumlah responden 46 responden yang menjadi subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 60-74 tahun sebanyak 26 orang (56,5%), jenis kelamin perempuan sebanyak 32 orang (69,6%), tidak bekerja sebanyak 30 orang (65,2%), nyeri yang dirasakan < 5 tahun sebanyak 39 orang (84,8%). Untuk hasil lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah.
(53)
Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ( n=46)
Karakteristik Demografi Frekuensi (F) Persentase (%) Usia 60-74 (ederly) 75-90 (old) >90 (very old) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pekerjaan Petani Pensiun PNS Wiraswasta Tidak bekerja Lama nyeri
< 5 tahun < 10 tahun < 15 tahun < 20 tahun
26 20 0 14 32 4 11 1 30 39 4 2 1 56,5 43,5 0 30,4 69,6 8,7 23,9 2,2 65,2 84,8 8,7 4,3 2,2
1.2 Hasil Nyeri Reumatoid Artritis
Pada penelitian ini menghitung intensitas nyeri reumatoid artritis dengan menggunakan PNRS dengan kategori 1-3 = nyeri ringan, 4-6= nyeri sedang dan 7-10= nyeri berat. Hasil penelitian dari 46 responden diperoleh data bahwa 15 responden (32,6%) , nyeri sedang 17 responden (37,0%) dan nyeri berat 14 responden (30,4%). Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2
(54)
Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Nyeri Reumatoid Artritis Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ( n=46)
Nyeri Reumatoid Artritis Frekuensi (F) Presentase (%) Nyeri rendah (1-3)
Nyeri sedang (4-6) Nyeri tinggi (7-10)
15 17 14 32,6 37,0 30,4
1.3 Hasil Aktivitas Sehari-hari per Item pernyataan
Hasil analisa data dari aktivitas sehari-hari pada lansia berdasarkan tingkat ketergantungan dan tingkat kemandirian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Aktivitas Sehari-hari per Item Pernyataan Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ( n=46)
No Pernyataan Tergantung (F) (%) Mandiri (F) (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menyiapkan makan dan penyajian makanan
Melakukan hubungan interaksi dengan tetangga atau masyarakat di sekitar rumah
Melakukan pekerjaan rumah tangga (menyapu rumah, mencuci piring) Menyiapkan keperluan/ kebutuhan sehari-hari
Menggunakan sarana tranportasi umum untuk berpergian ke suatu tempat
Menggunakan uang dan menyimpan uang dengan baik
Berpergian dengan sendiri tanpa ditemani oleh keluarga atau orang lain
6 (13,0) 12 (26,7) 17 (37) 6 (13) 22 (47,8) 10 (21,7) 19 (41,3) 40 (87,0) 34 (73,9) 29 (63,0) 40 (87,0) 24 (52,2) 36 (78,3) 27 (58,7)
(55)
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mandi (mempersiapkan alat mandi dan ganti pakaian)
Menggunakan kamar mandi untuk Buang Air Besar (BAB)
Menggunakan kamar mandi untuk Buang Air Kecil (BAK)
Membutuhkan bantuan untuk duduk dan berdiri
Mengkonsumsi obat secara benar sesuai dengan aturan dan dosis yang diberikan
Mengikuti kegiatan rohani Menghadiri acara diluar rumah
8 (17,4) 13 (38,3) 8 (17,4) 24 (52,2) 5 (10,9) 15 (32,6) 23 (50) 38 (82,6) 33 (71,7) 38 (82,6) 22 (47,8) 41 (89,1) 31 (67,4) 23 (50) 1.4 Hasil Aktivitas Sehari-hari
Hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri yaitu sebanyak 31 responden (67,4%).Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.4
Tabel 1.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ( n=46)
Aktivitas Sehari-hari Frekuensi (F) Presentase (%) Tergantung Mandiri 15 31 32,6 67,4
(56)
1.5Hasil Analisa nyeri Reumatoid Artritis berdasarkan aktivitas sehari-hari Tabel 1.5 Distribusi Frekuensi dan Presentase Nyeri Reumatoid Artritis berdasarkan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
Aktivitas Sehari-hari Tergantung Mandiri F % F % Nyeri Reumatoid
Artritis
Ringan 2 13,3% 13 86,7% Sedang 5 29,4% 12 70,6% Berat 8 57,1% 6 42,9% Total 9 37
Dari tabel 1.5 diatas, menunjukkan mayoritas responden yang mengalami nyeri ringan cenderung mandiri sebanyak 13 responden (86,7%), nyeri sedang cenderung mandiri sebanyak 12 responden (70,6%) dan nyeri berat cenderung tergantung sebanyak 8 responden (57,1%). Analisis distrubisi antara nyeri Reumatoid Artritis berdasarkan Aktivitas Sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar ini dilakukan dengan uji Chi square.
(57)
1.6Hasil Analisa Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia
Tabel 1.6 Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
Variabel 1 Variabel 2 R P value Keterangan Nyeri
Reumatoid Artritis
Aktivitas Sehari
hari
-0,369 0,012 hubungan negatif dengan interprestasi sedang
Hasil analisa statistik secara komputerisasi untuk mengidentifikasi hubungan nyeri reumatoid artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank (rho)dan diperoleh nilai r= -0,369 dan nilai signifikasi (p) sebesar 0,012. Nilai ini lebih kecil dari level of significance yang tertera pada table sebesar 0,05 (p < 0,05), ini berarti terdapat korelasi yang bermakna antara variabel yang diuji yaitu terdapat hubungan yang sedang dengan arah negatif antara nyeri reumatoid artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar. Ini berarti semakin tinggi tingkat nyeri maka semakin rendah kemandirian lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar
2. Pembahasan Penelitian
Menurut Nugroho (2000) lansia pada umumya mengalami beberapa perubahan yaitu perubahan fisik/fisiologis, perubahan mental/psikologis dan perubahan psikososial. Pada proses menua, perubahan fisiologis/fisik akan terjadi
(58)
pada sistem muskuloskeletal, saraf, kardiovaskuler, respirasi, indra dan integumen.
Menurut Pudjiastuti (2003), perubahan pada sistem muskuloskeletal salah satunya adalah perubahan pada sendi biasanya terjadi penurunan produksi cairan sinovial persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamen menjadi kaku serta terjadi penurunan lingkup gerak sendi, sehingga menggurangi gerakan persendian. Beberapa kelainan akibat perubahan pada sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain osteoartritis, reumatoid artritis, gout. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatasan gerak sendi, gangguan jalan, dan aktivitas keseharian lainnya.
2.1Aktivitas Sehari-hari Lansia
Mengkaji aktivitas sehari-hari seseorang berarti melakukan pemeriksaan untuk mengetahui seseorang mandiri atau tergantung. Melakukan pemerikasaan dengan instrumen tertentu untuk membuat penilaian yang objektif.
Sesuai dengan teori dimana lanjut usia sebagai individu sama halnya dengan klien yang digambarkan oleh Orem (2011), yaitu suatu unit yang juga mengkhendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup,kesehatan dan kesejahteraan. Penelitian ini didukung oleh penelitian Kobayashi (2009) yang menyatakan bahwa 64 % responden lansia di institusi memiliki kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian Rinajumita (2011) yang dilakukan pada 90 responden di wilayah kerja Puskesmas Lampasi,
(59)
menunjukkan sebagian besar responden dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara mandiri yaitu (87,78%).
Berdasarkan hasil penelitian Eka (2012) yang dilakukan pada 143 responden di Panti Sosial Tresna Werdha, menunjukkan bahwa sebagian besar responden dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Kemampuan lansia tergantung pada kemampuan status fungsionalnya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemandirian lansia di Puskesmas Kesatria disebabkan karena adanya olahraga rutin yang diadakan oleh kader setiap seminggu sekali seperti senam lansia. Aktivitas berhubungan erat dengan kemandirian seseorang seperti lansia yang mandiri dan jarang terkena radang sendi. Berdasarkan observasi peneliti banyak ditemukan lansia yang datang ke Puskesmas Kesatria sendiri.
2.2Nyeri Reumatoid Artritis Lansia
Selain secara fisiologis menua juga dapat terjadi secara patologis yaitu dengan adanya macam penyakit, diantaranya yang terkait dengan adanya berbagai penyakit, diantaranya terkait dengan perubahan muskuloskeletal yaitu penyakit Reumatoid Artritis. Reumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi kronil yang ditandai dengan terdapatnya sinovitas erosif simetrik yang mengenai jaringan persendian ataupun organ tubuh lainnya (Dewi, 2009).
Dari hasil penelitian ini terdapat pada tabel 5.2 distribusi nyeri Reumatoid Artritis lansia cenderung menderita nyeri sedang sebanyak 17 orang (37,0%). Hal
(60)
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2006) pada lansia di Puskesmas Mampang Jakarta Selatan diperoleh hasil nyeri sedang yaitu pada skala 5,7.
Menurut Hardywinoto (2005) bahwa nyeri sendi pada Reumatoid Artitir membuat penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktivitasnya. Penurunan kemampuan muskuloskeletal karena nyeri sendi dapat juga menurunkan aktivitas fisik dan latihan, sehingga mempengaruhi lansia dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan penelitian dikarenakan responden yang mengalami nyeri tinggi akan tergantung pada anggota keluarganya sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-harinya dan responden yang mengalami nyeri ringan dan sedang cenderung mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu oranglain.
2.3Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Spearmen Rank (rho) karena peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar. Hasil Uji Spearmen Rank (rho) pada penelitian ini diperoleh nilai p value < 0,05 yang berarti terlihat ada hubungan antara nyeri Reumatoid Artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
(61)
Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (2002) bahwa orang lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kesehatan tidak baik cenderung memilih aktivitas yang memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan fisik. Menurut penelitian Rahmawati (2006) tentang nyeri muskuloskeletal dan hubungannya dengan kemampuan fungsional fisik pada lanjut usis menyebutkan bahwa nyeri merupakan pengalaman subjektif yang mempengaruhi kualitas hidup lansia termasuk gangguan kemampuan fisiknya. Penelitian Suhartini (2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lanjut usia juga menunjukkan terdapat hubungan kondisi kesehatan dengan kemandirian lanjut usia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rinajumita (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lansia di wilayah kerja Puskesmas Lampasi didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia. Sesuai penelitian yang dilakukan Darmojo (2004) bahwa kemandirian bagi usia lanjut dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
(62)
2.4Keterbatasan Peneliti
1. Pengambilan data pada penelitian ini tidak sesuai dengan yang diharapkan karena sedikitnya jumlah lansia yang mendatangi Puskesmas Kesatria Pematangsiantar.
2. Pada penggunaan Pain Numeric Rating Scale ( PNRS), terdapat angka 1 sampai 10 yang membuat responden mengalami kesulitan dalam pemilihan skala nyeri yang dirasakannya dan kesulitan membedakan nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat
3. Pada kuesioner aktivitas sehari-hari telah dilakukan modifikasi sehingga perlu mempertimbangkan kembali skala ukurnya, karena skala ukur yang digunakan oleh peneliti tidak sesuai dengan dengan kuesioner aslinya sehingga peneliti merasa kesulitan dalam pengolahan data.
(63)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya , maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar menunjukkan mayoritas responden berusia 60-74 tahun 56,5% , jenis kelamin perempuan 69,6%, tidak bekerja 65,2%, nyeri yang dirasakan < 5 tahun sebesar 84,8%.
2. Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar sebagian besar mandiri dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yaitu sebesar 67,4%
3. Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar memiliki tingkat nyeri Reumatoid Artritis sedang sebesar 37,0%
4. Hasil uji korelasi Spearman Rank (rho) dan diperoleh nilai r= -0,369 dan nilai signifikasi (p) sebesar 0,012. Nilai ini lebih kecil dari level of significance yang tertera pada table sebesar 0,05 (p < 0,05), hubungan yang sedang dengan arah negatif antara nyeri reumatoid artritis dengan aktivitas sehari-hari lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar. Artinya semakin tinggi nyeri reumatoid artritis yang dirasakan maka semakin rendah kemandirian lansia atau cenderung tergantung.
(64)
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, hasil yang dapat diajukan antara lain : 2.1 Pendidikan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan bagi institusi pendidikan. Misalnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi yang dapat menambah pengetahuan mahasiswa terhadap nyeri Reumatoid Artritis dan aktivitas kehidupan sehari-hari lansia serta sebagai bahan rujukan tambahan dalam melakukan pegabdian kepada masyarakat khususnya pada pelayanan lanjut usia.
2.2 Praktik Keperawatan
Praktik keperawatan kedepannya memberi perhatian lebih terhadap kesehatan gerontik.
2.3 Penelitian Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian analisis multivariat untuk melihat faktor dominan yang dapat berhubungan dengan aktivitas sehari-hari lansia.
(65)
Daftar Pustaka
Anderson, Diana L (2001). Development of an Instrument to Measure Pain in Rheumatoid Arthritis: Rheumatoid Artritis Pain Scale (RAPS) diperoleh
tanggal 09 oktober 2014 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11501718.
Arikunto, S.( 2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi. Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Brunner & Sudarth. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Buffer (2010). Rheumatoid Arthritis. diperoleh pada tanggal 20 Oktober 2014 dari http//www.rheumatoid_arthritis .net/duwload.doc
Depkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia. diperoleh tanggal 6
September 2014 dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/bul etin-lansia.pdf
Dewi, Dina, Setyoadi, Widastra, Ni.Made. (2009). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Persepsi Nyeri pada Lansia dengan Artritis Reumatoid. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 4, No.2 diperoleh tanggal 5 desember 2014 dari http://jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/179/44 Dewi, Sumartini.(2009). Diagnosis dan Penatalaksanaan Artritis Reumatoid di
Setyohadi, B & Kasjmir, Y. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2009. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Ediawati, Eka. (2012).Gambaran Tingkat Kemandirian dalam Activity of Daily Living dan Resiko Jatuh pada Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Skripsp
Fakultas Kedokteran UI.(2003). Penatalaksanaan pasien geriatri dengan pendekatan interdisiplin. Jakarta
Fatimah. (2010). Merawat manusia lanjut usia. Jakarta: Trans Info Media
Hardiwinoto, (2005). Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: Gramedia.
Hurlock, E. B. (2002). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC
Kobasyashi, N.Nurviyandri, D,.Yamamoto, M.,Sugiyama. Severity of Dementia as a Risk Faktor for Repeat fallsamong the The Institusionalized Elderly in Japan. Journal of Nursing and Health Sciences. 2009
(66)
Lukman & Ningsih, Nurma. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Mahoney FI & DW Barthel. (1965). Functional Evaluation: the Barthel Index . Maryland State Medical Journal 14:61-65
Matondang, Zulkifli. (2009). Validitas dan Reliabilitas Suatu Instrrumen Penelitian. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED Vol. 6 No.1 diperoleh tanggal 12 desember 2014 dari http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-24576-Zulkifli.pdf
Maryam, R. Siti, et.al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Mickey, Stanley . (2007) Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC Muharyani , Putri. Widita. (2010). Demenisa dan Gangguan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKS) Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wargatama Inderalaya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No.1 diperoleh
tanggal 8 September 2014 dari
http://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm/article/download/4/pdf
Masatufah, Ernie. (2013). Gambaran Pengetahuan Tentang Penyakit Reumatik pada Wanita Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Pertiwi Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nainggolan, Onlin. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia. diperoleh tanggal 10 Oktober 2014 dari http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/894/ 894.
Nugroho, Wahyudi ( 2000). Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC. Nursalam. (2008). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Orem, D.E.(2001) Nursing: Concept of Practice. (6th Ed).St.Louis:Mosby Inc Potter, P. A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta: Salemba Medika
Pudjiastuti, dkk. (2003). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
Rachmawati, dkk.(2006) Nyeri Muskuloskeletal dan Hubungannya dengan Kemampuan Fungsional Fisik pada Lanjut Usia. Jurnal Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran, Vol.25 No.4 Universitas Trisakti. Jakarta
Rinajumita.(2011) Faktor-Faktpr yang berhubungan dengan Kemandirian Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi Kecamatan Payakumbah Utara tahun
(1)
72
4. Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari hari
Correlations
aktivitas sehari-hari
intensitas nyeri Spearman's rho aktivitas
sehari-hari
Correlation
Coefficient 1.000 -.369
*
Sig. (2-tailed) . .012
N 46 46
intensitas nyeri Correlation
Coefficient -.369
*
1.000
Sig. (2-tailed) .012 .
N 46 46
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
(2)
(3)
74
Lampiran 8
Rencana Anggaran Penelitian
1. Persiapan Proposal
- Biaya kertas dan tinta print proposal Rp. 100.000,- - Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 50.000,-
- Biaya internet Rp. 100.000,
- Perbanyak proposal dan penjilidan Rp. 100.000,-
- Konsumsi saat sidang proposal Rp.150.000,-
2.Perbaikan Proposal
- Biaya print kertas Rp. 30.000,-
3. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
- Izin penelitian Rp. 300.000,-
- Sovernir untuk responden Rp. 350.000.-
- Penggandaan kuesioner Rp. 100.000,-
- Biaya print kertas Rp. 30.000,-
4.Persiapan Skripsi
- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-
- Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp. 100.000,-
- Konsumsi sidang skripsi Rp. 250.000,-
(4)
Riwayat Hidup
Nama : Ruth Olivia Sinambela
Tempat, tanggal lahir : Pematangsiantar, 08 Mei 1993 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat rumah : Jalan Pasar Satu Tanjungsari
Perumahan Setiabudi Estate Blok D No 1
Riwayat Pendidikan
1. TK Methodist (1998-1999) 2. SD Methodist (1999-2005) 3. SMP Cinta Rakyat 1 (2005-2006) 4. SMP Cinta Rakyat 2 (2006-2008) 5. SMAN 3 Pematangsiantar (2008-2011)
(5)
76
(6)