BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  1. Lanjut Usia

  1.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.

  1.2 Proses Penuaan Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melewati tiga tahap kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Proses penuuan dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan akan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua dapat mempengaruhi status fungsional. Memasuki usia lanjut berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduruan fisik yang ditandai dengan kehilangan integritas kulit, rambut mulai memutih, gigi mulai ompong, pendengan kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan semakin lambat, dan postur tubuh yang tidak professional (Nugroho, 2008) . emosional atau sosial mungkin merasa dirinya sakit. Perubahan fisiologi bervariasi pada setiap orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan bergantung keadaan dalam kehidupan (Potter & Perry, 2009)

  Afriyanti (2009) perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia antara lain: perubahan sel, perubahan sistem persarafan, perubahan sistem pendengaran, perubahan sistem penglihatan, perubahan sistem kardiovaskuler, perubahan sistem pengaturan temperatur tubuh, perubahan sistem respirasi, perubahan sistem gastroinstestina, perubahan sistem reproduksi, perubahan sistem perkemihan, perubahan sistem endokrin, perubahan sistem integumene prubahan sistem muskuloskeletal

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus kehidupan. Perubahan anatomi dan penurunan berbagai sistem fisiologis dalam tubuh manusia pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Perubahan sistem fisiologis terkait dengan perubahan muskuloskeletal yaitu penyakit Reumatoid Artritis.

  2. Reumatoid Artritis

  2.1 Pengertian Reumatoid Artritis Dewi (2009) menyatakan bahwa Reumatoid Artritis adalah suatu penyakit autoimun, ditandai dengan adanya proses peradangan kronis, bersifat sistemik. Artritis Reumatoid merupakan penyakit kronik inflammatory pada sendi yang bersifat progresif yang menimbulkan kerusakan tulang, kecacatan dan kematian (Yuliasih, 2009). Artitis Reumatoid adalah penyakit reumatik inflamatif yang menyebabkan kerusakan sendi, gangguan fungsi, dan kualitas hidup ( Suryana, 2009). Dapat disimpulkan Reumatoid Artritis adalah suatu penyakit autoimun kronik sendi yang bersifat progresif dan menyebabkan kerusakan sendi, gangguan fungsi, dan kualitas hidup.

  2.2 Epidemologi Tingkat prevalensi 1% sampai 2% di seluruh dunia, prevalensi meningkat sampai 5% pada wanita di atas usia 50 tahun. Angka penderita Reumatoid

  Artritis belum dapat dipastikan. Pada tahun 2000 ditemukan kasus baru Reumatoid Artritis yang merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Seiring dengan bertambahnya umur, penyakit ini meningkat pada wanita maupun laki-laki.

  Puncak kejadianya pada umur 40-45 tahun (Yuliasih, 2009) Prevalensi lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki- laki, lebih dari 75 % penderita Reumatoid Artritis adalah wanita dengan perbandingan 3:1. Para ahli dari Universitas Alabama, Amerika Serikat menarik kesimpulan terhadap penelitian mereka bahwa wanita yang menderita Reumatoid Artritis mempunyai kemungkinan 60% lebih besar untuk meninggal lebih cepat dibanding wanita yang tidak menderita penyakit tersebut. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Reumatoid Artritis adalah masalah kesehatan masyarakat terutama para lansia (lanjut usia). Dalam riset ini, para ahli mengamati 31 ribu wanita berusia 55 tahun hingga 69 tahun. Pada tahun 1986 ketikapenelitian dimulai, tak satupun dari mereka yang menderita

  Reumatoid Artritis, tetapi11 tahun kemudian (1997), 158 orang di antara mereka didiagnosa menderita Reumatoid Artritis. Pada tahun 2000, 30 orang di antara penderita Reumatoid Artritis itu meninggal dunia. Berdasarkan data di atas bisa diambil kesimpulan bahwa Reumatoid Artritis akan menjadi penyakit yang banyak ditemui di masyarakat. (Afriyati, 2009)

  2.3 Etiologi Penyebab Reumatoid Artritis diduga karena adanya faktor predisposisi genetik, disregulasi dari self tolerance, disregulasi sistem imun yang dicetuskan oleh faktor lingkungan dan transformasi sel-sel sinovium. Namun sampai saat prnyebab terjadinya Reumatoid Artitis belum diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor gen HLA, lingkungan, umur dan jenis kelamin (Yuliasih, 2009)

  Reumatoid Artritis juga dipengaruhi oleh hormon sex karena prevalensi Reumatoid Artritis lebih besar terjadi pada wanita. Faktor infeksi seperti beberapa penyakit dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit ini seperti Mycoplasma, Parvovirus, Retrovirus, Enteric bacteria, Mycobacteria, Epstein-Barr Virus (Sudoyono, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, Setiati, 2010)

  2.4 Potofisiologi Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus. Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi).

  Reumatoid Artritis (RA) mengalami reaksi autoimun yang terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dengan kekuatan kontraksi otot (Brunner & Suddarth, 2002)

  2.5 Klasifikasi Reumatoid Artritis Menurut Dewi (2009) secara umum, Reumatoid Artritis terbagi menjadi tiga kelompok yaitu : a)

  Kelompok monosiklik mengenai 20% kasus. Gejala klinis berupa nyeri dan pembengkakan sendi yang terjadi mendadak, berupa episode nyeri yang sembuh sendiri. Pada kelompok ini, pasien ini bebas gejala tanpa pengobatan.

  b) Kelompok polisiklik, bentuk yang paling sering mengenai 70% pasien ditandai dengan adanya gejala nyeri dan bengkak pada sendi yang berlangsung bertahun-tahun.

  c) Kelompok progesif, pada 10% kasus reumatoid artritis merupakan artritis inflamasi yang berat dan menyebabkan deformitas sendi pada waktu 2 tahun.

  2.6 Manifestasi Klinis Reumatoid Artritis Gejala umum Reumatoid Artritis tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan pada minggu-minggu terakhir. Pada umumnya orang- orang akan merasa sakit ketika penyakit ini aktif kembali (Reeves, 2001)

  Reumatoid Artritis aktif kembali dengan gejala kelehan, kehilangan energi, kekurangan nafsu makan, demam, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.

  Disamping itu gejala Reumatoid Artritis sangat bervariasi tergantung stadium atau beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema, dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk Reumatoid Artritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala Sistemik yang muncul pada penyakit Reumatoid Artritis adalah mudah capek, berat badan menurun dan anemia.

  Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku di pagi hari yang berlangsung selama lebih dari 30 menit.

  Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum terjadi (Smeltze & Bare, 2002)

  Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun pada stadium penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cenderung menjaga dan melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam jangka panjang dapat menimbulkan kontraktur sehingga deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltze & Bare, 2002)

  Tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usis menurut Buffer (2010), yaitu : sendi terasa nyeri dan kaku di pagi hari. Bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutu, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki atau jari-jari., mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang. Sedangkan menurutt Junaidi (2006) gejala klinis Reumatoid Artritis pada saat bersamaan bisa banyak sendi yang mengalami peradangan.

  Sendi yang terserang akan membengkak, membesar dan segera terjadi kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya. Pembengkakan pergelangan tangan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom terowongan karpal. Sifat sistemik pada kategori penyakit rematik yang dikenal sebagai penyakit jaringa ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang tersebar luas (Brunner & Sudarth 2001)

3. Konsep Nyeri

  3.1 Pengertian Nyeri

  Nyeri merupakan pengalaman sensorik multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Kelompok studi nyeri Perdossi (2000) menerjemahkan definisi nyeri yang dibuat IASP (International

  Association The Study of Pain)

  yang berbunyi “nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut”. Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan (Crombie, et al, 1999). Mc.Caffery (1979 dalam Tamsuri, 2006) mendefinisikan nyeri sebagai keadaan yang mempengaruhi seseorang dan keberadaannya diketahui jika seseorang pernah mengalaminya. Nyeri akan membantu individu untuk tetap hidup dan melakukan kegiatan secara fungsional.

  3.2 Klasifikasi Nyeri

3.2.1 Klasifikasi berdasarkan awitan

  Berdasarkan waktu kejadiaan, nyeri dikelompokkan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut terjadi dalam waktu yang singkat dari 1 detik sampai kurang dari 6 bulan. Nyeri akut dibagi atas: Pertama nyeri yang muncul, dimana sebelumnya tidak ada nyeri kronik. Kedua, nyeri yang datang tiba-tiba, sebelumnya klien sudah menderita nyeri kronik akan tetapi nyeri akut tidak berhubungan dengan nyeri kronik. Ketiga, nyeri akut yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik yang selama ini diderita oleh pasien (Tamsuri, 2008). Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi. Nyeri ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan penyembuh. Nyeri akut merupakan gejala dimana intensitas nyeri berkorelasi dengan beratnya lesi atau stimulus. Cedera jaringan atau inflamasi akut akan menyebabkan pengeluaran berbagai mediator inflamasi, seperti: bradikinin, prostaglandin, leukotrien, amin, purin, sitokin, dan sebagainya yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung atau tidak langsung. Sebagian dari mediator inflamasi tersebut dapat langsung mengaktivasi nosiseptor dan sebagian lainnya menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menyebabkan hiperalgesia.

3.2.2 Klasifikasi berdasarkan lokasi

  Potter & Perry (2005) ada beberapa macam klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi pertama, nyeri superficial/kutaneus yaitu nyeri akibat stimulasi kulit dengan karakteristk nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi, nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam yang disebabkan jarum suntik, luka potong kecil. Kedua, viseral dalam nyeri akibat stimulasi organ-organ internal. Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri superficial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung dari organ yang terlibat dan disebabkan oleh sensasi pukul, dan sensasi terbakar. Ketiga, nyeri alih terjadi pada nyeri visceral karena banyak organ-organ yang tidak punya reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensoris dan organ yang terkena kedalam.Karakterisitik nyeri terasa dibagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan disebabkan infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri, batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan. Keempat, radiasi Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain.

  Karakterisrik nyeri serasa akan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan yang disebabkan Nyeri punggung bagian tubuh akibat diskus intravertebral yang rupture disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.

  3.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Organ Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan

  (aktual atau potensial) organ. Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia dan dapat terjadi secara akut maupun kronis. Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis, umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada klien.

  3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Berger (2002) nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: lingkungan, umur, kelelahan, riwayat sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah, kepercayaan/agama, budaya, dan orang-orang yang memberi dukungan. Lingkungan yang tidak nyaman akan memperkuat persepsi nyeri.

  Suasana ribut, panas, dan kotor akan membuat pasien merasa intensitas nyerinya lebih tinggi. Umur juga berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya, sehingga kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat (Berger, 2002).

  Kelelahan dapat membuat orang merasakan nyeri lebih kuat. Hal ini disebabkan karena kekurangan energi untuk melawan stimulus nyeri Lelah juga mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap nyeri. Semakin diterima rasa nyeri akan semakin berkurang apabila penerimaan atas nyeri tidak ada maka nyeri yang dirasakan akan semakin meningkat. Riwayat sebelumnya juga sangat berpengaruh tehadap persepsi seseorang tentang nyeri. Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima perasaan nyeri, sehingga dia akan merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman pertamanya (Taylor, 2004).

  Mekanisme pemecahan masalah mempengaruhi perasaan nyeri yang dirasakan seseorang. Banyak cara yang dilakukan seseorang untuk menurunkan atau meringankan rasa nyeri yang dirasakannya. Hal ini sangat membantu orang tersebut untuk menurunkan nyerinya, contohnyya saja seseorang terbiasa membayangkan hal-hal yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri (Berger, 2002). Kepercayaan atau agama mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Dalam agama tertentu, kesabaran adalah hal yang paling berharga di mata Tuhan. Nyeri kadang-kadang dianggap sebagai peringatan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga orang tersebut merasa pasrah dalam menghadapi nyeri yang dirasakanny (Taylor, 2004).

  Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka akan meraka lakukan untuk mengurangi atay menurunkan nyeri yang mereka rasakan. Masyarakat dalam suatu kebudayaan mungkin merasa bangga bila tidak merasakan nyeri karena mereka menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan sesuatu yang dapat ditahan (Berger, 2002).

  3.4 Mekanisme Nyeri Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus, dan korteks cerebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-stimulus tertentu yang berbahaya dan harus dihindari. Apabila terjadi kerusakan jaringan, sistem nosiseptif akan bergeser fungsi dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.

  Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus nonnoksious atau noksious ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Sebagai akibatnya, individu akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian yang cidera tersebut sampai perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan meminimalisasi kerusakan jaringan lebih lanjut.

  Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi. Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif atau Reumatoid Arthritis, penatalaksanaan yang aktif harus dilakukan. Respon inflamasi berlebihan atau kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh dibiarkan. Tujuan terapi adalah menormalkan sensitivitas nyeri. Nyeri maladaptif tidak berhubungan dengan adanya stimulus noksious atau penyembuhan jaringan. Nyeri maladaptif dapat terjadi sebagai respon kerusakan sistem saraf (nyeri neuropatik) atau sebagai akibat fungsi abnormal sistem saraf (nyeri fungsional). Berbagai mekanisme yang mendasari munculnya nyeri telah ditemukan mekanisme tersebut adalah: nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Pada kasus nyeri nosiseptif terdapat proses transduksi, transmisi, dan persepsi.

  Kerusakan jaringan akan memacu pelepasan zat-zat kimiawi (mediator inflamasi) yang menimbulkan reaksi inflamasi yang diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tidak bermielin (serabut C dan sinaps dengan neuron di kornu dorsalis medulla spinalis (Brookoff, 2000).

  3.5 Pengkajian Karakteristik Nyeri Menurut Muttaqin (2008) pengkajian karakteristik nyeri terdiri dari :

  a) Provoking Incident

  Apakah ada yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri berkurang apabila beristirahat , apakah nyeri bertambah apabila beraktivitas.

  Faktor-faktor yang dapat meredakan nyeri (misalnya gerakan, kurang gerakan pengerahan tangan, istirahat, obat-obat bebasdan sebagainya) dan apa yang dipercaya dapat membantu mengatasi nyeri.

  b) Quality or Quantity of Pain

  Seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.

  c) Region

  Letak lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan cepat dan tepat oleh klien, apakah rasa sakit menjalar, menyebar, dan pada bagian mana saja yang sakit.

  d) Severity (scale) of Pain

  Ada beberapa instrument yang digunakan untuk mengukur skala nyeri, diantaranya yang dikemukakan oleh AHCPR (Agency of Health Care Policy & Research).

1. Deskripsi sederhana terdiri dari tidak nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri sangat berat.

2. Visual Analog Scale (VAS) digunakan garis 10 cm batas antara daerah yang tidak sakit ke sebelah kiri dan sebelah batas yang paling sakit.

  Tidak Nyeri

  Nyeri Hebat 3.

  Pain Numerical Rating Scale (PNRS) sama dengan VAS hanya diberi skor 0-10 daerah yang paling sakit dan kemudian diberi skala

  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jika klien mengerti dalam penggunaan skala dan dapat menjawabnya serta gambaran-gambaran yang diungkapkan atau ditunjukan padanya dapat diseleksi dengan hati

  • –hati, maka setiap instrument tersebut dapat menjadi valid ).

  dan dapat dipercaya (Potter & Perry, 2005

  e) Time

  Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis), kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.

  3.6 Nyeri Reumatoid Artritis Nyeri pada penyakit reumatik terutama disebabkan oleh adanya inflamasi yang mengakibatkan dilepaskannya mediator-mediator kimiawi.

  Kinin dan mediator kimiawi lainnya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu rangsangan/stimulus (Isbagio, 2000).

  Junaidi (2006) gejala klinis RA pada saat yang bersamaan bisa banyak sendi yang mengalami peradangan. Biasanya peradangan bersifat simetris. Jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, sendi yang sama di kanan tubuh juga meradang. Yang pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki. Sendi yang meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku secara simetris, terutama pada saat bangun tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas fisik.

  Sendi yang terserang akan membengkak, membesar dan segera terjadi kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya. Pembengkakan pergelangan tangan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom

  terowongan karpal. Sifat sistemik pada kategori penyakit reu matik yang

  dikenal sebagai penyakit jaringan ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang tersebar luas. Meskipun berfokus pada persendian inflamasi juga melibatkan bagian-bagian tubuh lainnya seperti vaskulitis, jantung, paru, ginjal (Brunner & Suddarth, 2001). Sekitar 10% AR muncul secara akut sebagai poliartritis, yang berkembang cepat dalam beberapa hari. Pada sepertiga pasien, gejala mula-mula monoartritis lalu poliartritis. Terjadi kekakuan paling parah pada pagi hari, yang berlangsung sekitar 1 jam dan mengenai sendi secara bilateral. Episode-episode perandangan diselingi oleh remisi. Rentang gerak berkurang, tebentuk benjolan rematoid ekstra sinovium (Junaidi, 2006).

  Nyeri Reumatoid Artitis kronis melibatkan keduanya antara peripheral dan sekeliling, prosesnya meliputi: adanya faktor intrinsik ke neuron (unsur P, serotonin), pelepasan mediator inflamasi ke jaringan sehingga rusak oleh prostaglandins, TNF, yang mengaktifkan sel yang peka rangsangan ion-

  

channel-linked pada afferent berhubungan dengan neurons, glutamate

  menyebabkan kerusakan dorsal, neurotransmitter nyeri yang utama, N-Methyl- D-Aspartate (NMDAa)-RECEPTOR yang menghasilkan rangsangan inflamasi (Kelly, 2005).

  3.7 Mekanisme Terjadinya Nyeri Reumatoid Artritis Nyeri Reumatoid Artritis disebabkan oleh terjadinya proses imunologik pada sinovial (Harry,2008). Tahap pertama adanya stimulus antigen kemudian terbentuk antibodi imunoglobin membentuk komplek imun dengan antigen sehingga menghasilkan reaksi inflamasi. Inflamasi akan terlihat di persendian sebagai sinovitis. Inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi merupakan proses sekunder.Prostaglandin bertindak sebagai modifier inflamasi prostaglandin memecah kolagen sehingga dapat merangsang timbulnya nyeri melalui proses edema, proliferasi membaran sinovial, pembentukan pannus, penghancuran kartilago dan erosi tulang (Brunner & Suddarth, 2001).

  Harry (2008) menyatakan bahwa nyeri pada penyakit RA dapat terjadi akibat: a) Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perangkat biomekanik, misalnya perangsangan nociceptors pada otot, sendi, tendon dan ligamen.

  Nyeri jenis ini berhubungan dengan konsep nyeri sistem sensorik, sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap situasi yang membahayakan atau terjadinya kerusakan. Oleh karena adanya nyeri ini, maka bagian yang terserang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.

  b) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks).

  c) Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi otot tidak sempurna.

  d) Mekanisme psikosomatik .

  4. Aktivitas Sehari-Hari

  4.1 Aktivitas Sehari-hari Kemampuan fungsional seseorang, khususnya lansia dapat diamati dari kemampuannya melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas sehari-hari adalah keterampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/ berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Aktivitas merupakan salah satu penilaian dalam sehari-hari lansia dalam melakukan tindakan yang perlu dilakukan secara benar. Aktivitas sehari-hari merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh lanjut usia setiap harinya (Martika, 2012).

  Aktivitas kehidupan sehari-hari terdiri dari dua bagian yaitu aktivitas dasar dan aktivitas instrumen . Aktivitas dasar merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki sesorang meliputi berpakaian, makan minum, toileting, mandi, berhias, transfer. Aktivitas instrumental merupakan aktivitas yang lebih kompleks dan mendasar bagi situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi yang meliputi belanja, masak, kegiatan rumah tangga, mencuci, telpon, menggunakan sarana transportasi, mampu menggunakan obat dengan benar, dan manajemen keuangan.

  4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Sehari-hari Meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, dan faktor kondisi sosial : a) Kondisi Kesehatan

  Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima.

  Presentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). .

  Lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang memiliki kondisi kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan fisik. Untuk mengerjakan beberapa aktivitas fisik dan psikis yang berat mereka memerlukan pertongan dari orang lain. Dampak dari menurunnya kondisi kesehatan seseorang secara bertahap dalam ketidak mampuan secara fisik mereka hanya tertarik pada kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan fisik (Hurlock, 2002)

  b) Kondisi Ekonomi Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka alami sekarang misalnya perubahan gaya hidup. Dengan berkurangnya pendapatan setelah pensiun , mereka dengan terpaksa harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa yang mereka lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun berupa surat undangan. Walaupun upah yang mereka terima sedikit, tetapi mereka merasa puas yang luar biasa..

  Lanjut usia yang tidak mandiri juga berada pada ekonomi sedang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara sosial. Sikap anak yang telah dewasa terhadap orangtua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang- orang berusia lanjut (Hurlock, 2002) c) Kondisi Sosial Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak terhadap orangtua yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah dan tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal masih memiliki kewajiban bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial.

  4.3 Pengkajian Status Fungsional Pengkajian status fungsional adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi/ berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada (Maryam, 2008). Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemampuan fungsional menggambarkan kemandirian dan ketergantungan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari. Untuk menggambarkan aktivitas kehidupan sehari-hari lansia dapat dilihat dengan menggunakan pengkajian status fungsional yang terdiri dari instrument

  ADL (Activity Daily Living) dan IADL (Instrument Activity Daily Living) (Miller, 2004). NO Item Yang Dinilai Skor 1 Kemampuan menggunakan telepon.

  1

  a. Mengoperasikan telepon atas inisiatif sendiri : mencari dan menghubungkan nomor telepon, dan seterusnya.

  1 b.Menghubungi beberapa nomor telepon yang telah dikenal dengan baik.

  1 c. Menjawab telepon tetapi tidak menghubungi.

  d. Tidak menggunakan telepon sama sekali.

  2 Berbelanja.

  a. Mengurus semua keperluan belanja secara mandiri.

  1

  b. Berbelanja secara mandiri untuk pembelian yang kecil c. Perlu ditemani pada setiap kegiatan belanja.

  d. Tidak mampu berbelanja sama sekali.

  3 Persiapan makanan

  a. Merencanakan, menyiapkan, dan menyajikan makanan

  1 yang cukup secara mandiri.

  b. Menyiapkan makanan yang adekuat jika bahan-bahan untuk membuatnya telah disediakan .

  c. Memanaskan dan menyajikan makanan yang disiapkan, atau menyiapkan makanan tetapi tidak mempertahankan diet yang adekuat.

  d. Memerlukan makanan yang telah disiapkan dan disajikan.

  4 Memelihara Rumah

  a. Memelihara rumah sendiri atau kadang-kadang dengan

  1 bantuan (misalnya bantuan untuk pekerjaan rumah yang berat) b. Melaksanakan tugas ringan sehari-hari, seperti mencuci

  1 piring dan merapikan tempat tidur c. Melaksanakan tugas ringan sehari-hari, tetapi tidak

  1 memelihara tingkat kebersihan yang dapat diterima d. Perlu bantuan untuk semua tugas pemeliharaan rumah.

  1

  e. Tidak berpartisipasi dalam setiap tugas pemeliharaan rumah

  5 Mencuci Pakaian

  a. Apakah mencuci pakaian pribadi sepenuhnya

  1 b.Mencuci barang-barang yang kecil, kaos kaki, stocking, dan

  1 lain-lain c.Memerlukan sem ua cucian dikerjakan orang lain.

  6 Model Transportasi

  a. Berpergian secara mandiri dengan transportasi umum atau

  1 mengemudi mobil pribadi.

  b. Melakukan perjalanan sendiri dengan menggunakan taksi

  1 tetapi tidak jika menggunakan transportasi umum c. Berpergian dengan transportasi umum walaupun dibantu

  1 atau ditemani oleh orang lain d. Berpergian terbatas hanya menggunakan mobil atau taksi dengan bantuan orang lain e. Tidak berpergian sama sekali

  7 Tanggung Jawab Untuk Pengobatan Sendiri

  a. Apakah bertanggung jawab untuk minum obat dalam dosis

  1 benar atau waktu yang benar b.Mengambil tanggung jawab jika pengobatan telah disiapkan lebih dahulu dalam dosis terpisah. c.Tidak mampu untuk menggunakan pengobatan miliknya sendiri

  8 Kemampuan untuk menangani keuangan a.Mengatur berbagai masalah keuangan secara mandiri

  1 (anggaran, menulis cek, membayar uang sewa dan tagihan lainnya, pergi ke bank), mengumpulkan dan mempertahankan sumber-sumber pendapatan. b.Mengatur pembelian sehari-hari tetapi perlu bantuan

  1 berkenaan dengan perbankan, pembelian yang besar, dan sebagainya.

  c. Tidak mampu untuk menangani keuangan. Sumber : disadur dari Lawton, M, and Brody, EM: Assesment of older people : Self-maintaining and instrumental activies of daily living. Gerontologis 9;179,1969.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengorganisasian 2.1 Definisi Pengorganisasian - Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Dearah (Bappeda) Padang Sidimpuan

0 1 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Dearah (Bappeda) Padang Sidimpuan

0 1 9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Usaha Kecil Menengah - Strategi Keunggulan Bersaing Pada Ukm Kacang Garing Martabe Dalam Menghadapi Persaingan Antar Usaha Kacang Garing Di Silangkitang - Tapanuli Utara

0 0 43

Strategi Keunggulan Bersaing Pada Ukm Kacang Garing Martabe Dalam Menghadapi Persaingan Antar Usaha Kacang Garing Di Silangkitang - Tapanuli Utara

0 0 16

2. IPE 2.1 Definisi IPE - Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

0 6 16

BAB 2 LANDASAN TEORI - Perencanaan Produksi Kopi Menggunakan Model Matriks Transportasi Bowman(Studi Kasus: Pt.Sumatera Specialty Coffees)

0 0 41

Pengalaman Keluarga dalam Berkomunikasi dengan Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 3 49

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian - Pengalaman Keluarga dalam Berkomunikasi dengan Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga - Pengalaman Keluarga dalam Berkomunikasi dengan Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar

0 1 21