2. Heteroskedastisitas
Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi linear klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari
variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi dalam linear klasik adalah mempunyai varian yang sama konstan homoskedastisitas.
Pengujian masalah
heteroskedasitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity Test Gujarati,1997. Pengujian ini dilakukan dengan
cara melihat probabilitas ObsR-squared-nya. H
: δ = 0
H
1
: δ ≠ 0
Kriteria uji Probability Obs-Square taraf nyata
α, maka terima H
o
Probability Obs- Square taraf nyata α, maka tolak H
o
Tolak H maka persamaan tersebut tidak mengalami gejala heteroskedastisitas.
Begitu sebaliknya, jika terima H maka persamaan tersebut mengalami gejala
heteroskedastisitas.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Masalah autokorelasi dapat diketahui
dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. H
: ∂ = 0
H
1
: ∂ ≠ 0
Kriteria uji: Probability Obs - Square taraf nyata
α, maka terima H
o
Probability Obs - Square taraf nyata α, maka tolak H
o
Apabila nilai probabilitas ObsR-squared-nya lebih besar dari taraf nyata tertentu tolak H
, maka persamaan itu tidak mengalami autokorelasi. Bila nilai ObsR-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata tertentu terima H
maka persamaan itu mengalami autokorelasi.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30. Uji ini berguna untuk melihat error term terdistribusi secara normal. Uji ini disebut
uji Jarque-bera Test. Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probality Jarque-bera Test.
H : error term terdistribusi normal
H
1
: error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji:
Probability P-Value taraf nyata α, maka tolak H
o
Probability P-Value taraf nyata α, maka terima H
o
Jika terima H maka persamaan tersebut tidak memiliki error term
terdistribusi normal dan sebaliknya, jika tolak H terima H
1
maka persamaan tersebut memiliki error term terdistribusi normal.
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT
4.1. Wilayah dan Penduduk Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat dalam perkembangan sejarah merupakan provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia staatblad Nomor : 378. Provinsi
Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang pembentukan Provinsi Jawa Barat. Selam lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah
KabupatenKota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang 1968, Kota Tangerang 1993, Kota Bekasi 1996, Kota Cilegon dan
Kota Depok 1999. Dalam kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah
Pembantu Gubernur tetap 5 wilayah dengan terdiri dari : 20 kabupaten dan 5 kotamadya, dan tahun 1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya.
Kota administratif berkurang dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok pada tahun 1999 berubah status menjadi kota otonom.
Lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi
Provinsi Banten dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan KabupatenKota Tangerang serta Kota
Cilegon. Adanya perubahan itu, maka saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari : 16 Kabupaten dan 9 Kotamadya, dengan membawahkan 584 Kecamatan, 5.201 Desa
dan 609 Kelurahan.