PENGUJIAN PENDAHULUAN HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGUJIAN PENDAHULUAN

Pengujian pendahuluan adalah pengujian awal sebelum dilakukan pengujian sebenarnya di PG. Jatitujuh. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari alat tersebut dan jika terjadi kerusakan atau ketidaksesuaian dapat dilakukan beberapa modifikasi segera. 1. Uji Kondisi Lahan Sebelum dilakukan uji performansi dilakukan dahulu uji kondisi lahan yang meliputi kondisi lahan, kerapatan tanah dan pupuk yang digunakan. Lahan yang akan digunakan harus dalam keadaan datar, sehingga pengukuran kedalaman olah mudah untuk dilakukan. Penyiapan lahan dilakukan pertama menggunakan bajak untuk memecah tanah yang keras, kemudian menggunakan garu piring agar pecahan tanah tersebut menjadi halus. Setelah itu tanah diratakan dengan menggunakan grader. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan tanah pada lahan. Alat yang digunakan yaitu Penetrometer dengan luas penampang 2 cm 2 dan berat Penetrometer 2.26 kg. Data hasil pengujian disajikan dalam Tabel 5. Gambar 15. Penetrometer 27 Tabel 3. Data tahanan penetrasi tanah pada berbagai tingkat kedalaman di Leuwikopo Gaya penetrasi kgf Ulangan Kedalaman cm 1 2 3 4 5 6 7 Rata- rata kgf Tahanan penetrasi kPa 0 0 0 0 0 0 0 0.0 110.74 5 24 28 14 25 22 30 17 22.6 1216.74 10 28 26 19 28 26 27 16 24.1 1293.74 15 28 28 23 41 24 28 23 27.8 1472.24 20 28 31 29 42 33 33 30 32.2 1689.24 25 23 30 19 42 Over 34 30 29.5 1556.24 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 5 10 15 20 25 30 Kedalaman cm Ta ha na n pe ne tr a s i k P a Gambar 16. Grafik rata-rata tahanan penetrasi tanah di Leuwikopo Data tahanan penetrasi tanah di Leuwikopo cenderung naik hingga kedalaman ± 5 cm, kemudian bernilai tetap hingga kedalaman ± 10 cm. Setelah itu tahanan penetrasi tanah naik kembali hingga mencapai kedalaman ± 20 cm setelah itu kembali menurun. Pada kedalaman 20 cm ini merupakan kekerasan tanah maksimum yaitu sebesar 1689.24 kPa. 28 Tabel 4. Data pengukuran kondisi lahan di Leuwikopo Titik sampel Kedalaman cm Masa tanah basah + ring sampel g Masa tanah kering + ring sampel g Masa ring sampel g Volume ring sampel cm 3 Kadar Air Bulk density gcm 3 0 - 5 228.5 186.1 67.1 97.3 22.8 1.2 5 - 10 214.4 173.3 65.6 100.1 23.7 1.1 10 - 15 228.7 180.2 66.7 95.3 26.9 1.2 1 15 - 20 221.3 169.3 67.3 95.7 30.7 1.1 0 - 5 219.6 177.3 66.2 98.7 23.9 1.1 5 - 10 229.1 185.8 67.0 97.6 23.3 1.2 10 - 15 217.0 171.1 65.4 91.9 26.8 1.1 2 15 - 20 210.1 164.1 64.9 96.7 28.0 1.0 0 - 5 224.1 181.7 67.5 98.0 23.3 1.2 5 - 10 232.0 183.2 66.9 97.3 26.6 1.2 10 - 15 220.8 172.7 65.5 97.5 27.9 1.1 3 15 - 20 221.3 170.9 66.0 93.8 29.5 1.1 Pada Tabel 4. diatas dapat dilihat bahwa kadar air tanah di leuwikopo berkisar antara 22 - 31 dengan nilai kerapatan isi tanah Bulk density yang tidak begitu signifikan yaitu sebesar 1.0 gcm 3 -1.2 gcm 3 . Kerapatan isi tanah di Leuwikopo masih sesuai dengan kerapatan tanah untuk lahan pertanian yang bernilai 1 gcm 3 -1.6 gcm 3 Islami dan Utomo, 1995. 2. Uji Performansi Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja dan kapasitas dari Aplikator Pupuk Cair Tipe Trailing APIC yang telah dirancang tersebut. Debit kapasitas APIC yang diharapkan sebesar 9000 lha. Traktor yang digunakan sebagai tenaga penarik yaitu traktor merk Deutz 7260 berdaya 80 HP. Untuk pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan 3 tingkat kedalaman chisel, yaitu 15 cm, 20 cm dan 25 cm. Tiap-tiap kedalaman digunakan 7 tingkat transmisi yaitu dari L1 – M3 dengan rpm engine sebesar 1500. 29 Gambar 17. Pengujian pendahuluan kinerja APIC di Leuwikopo Tabel 5. Data hasil pengukuran kecepatan aktual tanah di Leuwikopo Pengaturan chisel 15 cm Pengaturan chisel 20 cm Pengaturan chisel 25 cm Tingkat transmisi Waktu 20 m s Kecepatan aktual ms Waktu 20 m s Kecepatan aktual ms Waktu 20 m s Kecepatan aktual ms L1 50.30 0.40 47.49 0.42 48.80 0.41 L2 29.72 0.67 30.94 0.65 30.30 0.66 L3 26.68 0.75 23.85 0.84 24.26 0.82 L4 18.36 1.09 19.35 1.03 21.09 0.95 M1 24.06 0.83 26.60 0.75 26.11 0.77 M2 15.65 1.28 16.36 1.22 18.94 1.06 M3 12.75 1.57 12.26 1.63 12.86 1.56 Rata-rata 0.94 0.94 0.89 Tabel 6. Data hasil pengukuran kedalaman aktual tanah di Leuwikopo Pengaturan kedalaman chisel cm Tingkat transmisi 15 20 25 L1 16.50 16.00 15.25 L2 17.50 16.75 16.50 L3 13.25 14.50 17.50 L4 16.25 14.50 16.25 M1 14.25 16.25 16.25 M2 11.75 15.00 15.75 M3 12.25 14.75 17.50 Rata-rata 14.59 15.97 17.50 30 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada pengaturan chisel 15 cm didapatkan kedalaman rata-rata sebesar 14.59 cm. Untuk pengaturan chisel 20 cm didapatkan kedalaman rata-rata sebesar 15.97 cm dan pada pengaturan chisel 25 cm sebesar 17.50 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa chisel tidak cukup masuk kedalam tanah. Hal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kurang beratnya rangka penyokong chisel. Faktor lain yang berpengaruh yaitu kurang tajamnya kemiringan sudut mata chisel. Tabel 7. Data hasil pengukuran slip roda traktor di Leuwikopo Slip pada pengaturan chisel Tingkat transmisi 15 cm 20 cm 25 cm L1 4.33 3.2 4.79 L2 1.62 1.27 4.86 L3 3.88 4.01 7.06 L4 2.06 3.21 6.07 M1 4.60 3.90 6.63 M2 2.04 4.76 6.80 M3 4.36 3.45 5.74 Pada Tabel 7. dapat dilihat bahwa secara keseluruhan bahwa slip roda traktor semakin besarsemakin dalamnya pengaturan kedalaman olah aplikator pupuk cair ini. Hal ini membuktikan bahwa semakin dalam chisel tersebut masuk ke dalam tanah, maka nilai slip traktor semakin besar. Tabel 8. Data hasil pengujian Aplikator Pupuk Cair di Leuwikopo Pengaturan chisel Kedalaman rata- rata cm Kecepatan rata- rata mdetik Slip rata- rata 15 cm 14.54 0.94 3.27 20 cm 15.39 0.94 3.40 25 cm 16.43 0.89 5.99 31 y = 1.2442x 2 - 37.086x + 279.46 R 2 = 1 1 2 3 4 5 6 7 5 10 15 20 Kedalaman olah rata-rata cm S li p tr ak to r r a ta -r a ta Gambar 18. Grafik hubungan kecepatan traktor rata-rata dengan kedalaman tanah rata-rata y = -0.0255x 2 + 0.7633x - 4.7665 R 2 = 1 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 10 Kedalaman olah rata-rata cm K e ce p a ta n tr ak to r r a ta -r a ta m s 20 Gambar 19. Grafik hubungan slip traktor rata-rata dengan kedalaman olah rata-rata Pada grafik Gambar 18. kedalaman olah aplikator semakin dalam seiring dengan turunnya kecepatan traktor. Sedangkan pada grafik Gambar 19. kedalaman olah makin dalam mengakibatkan slip traktor semakin besar. Kesimpulan dari kedua grafik diatas yaitu hubungan antara slip traktor dan kecepatan traktor berbanding terbalik. Kedalaman olah semakin dalam mengakibatkan slip traktor bertambah sehingga kecepatan traktor semakin menurun disebabkan karena semakin besarnya tahanan dari tanah. 32

B. PENGUJIAN DI LAPANGAN