Dominansi Jenis Bioprospeksi Tumbuhan Liar Edibel dalam Kehidupan Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan Gunung Salak

Gambar 10 juga dapat memberikan gambaran, bahwa tumbuhan liar edibel tingkat bawah berada dalam satu kelompok, yaitu desa Cidahu dengan desa Pulosari mempunyai jarak hubungan yang terdekat IS=0.67. Demikian halnya dengan jenis tumbuhan tingkat pancang, tiang maupun pohon. Tumbuhan liar edibel antara lokasi tidak ada yang mempunyai tingkat kemiripan sangat tinggi IS0.75. Beberapa lokasi mempunyai tingkat kemiripan tinggi 0.50IS0.75 selebihnya tingkat kemiripannya sangat rendah. Berdasarkan kriteria tingkat kemiripan menurut Krebs 1978 dan Jufri 2005, yaitu : IS=0.75 kemiripan sangat tinggi, 0.50=IS0.75 tingkat kemiripan tinggi, 0.25=IS0.50 tingkat kemiripan rendah, IS=0.25 tingkat kemiripan sangat rendah. Gambar 10. Dendrogram pengelompokan jenis tumbuhan liar edibel berdasarkan lokasi untuk setiap tingkat pertumbuhan menggunakan UPGMA dan jarak Euclidean CD=cidahu, Cp=cipelang, CT=cipeuteuy, GB=gunung bundar 2, PL=pulosari, PS=parakan salak, TP=tapos, TS=tamansari, 1=bawah, 2=pancang, 3=tiang, 4=pohon..

5. Dominansi Jenis

Berdasarkan perhitungan indeks nilai penting INP jenis tumbuhan yang tertinggi di setiap lokasi pada semua tingkat pertumbuhan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 12. Dominansi jenis tumbuhan liar dan liar edibel untuk setiap tingkat pertumbuhan di kawasan hutan Gunung Salak Tingkat Pertumbuhan Nama Jenis INP Tumbuhan Liar Bawah Digitaria radicosa 9.793 Pancang Alsophila lurida 14.259 Tiang Symplocos faciculata 10.014 Pohon Quercus turbinata 13.497 Tumbuhan Liar Edibel Bawah Nephrolepis bisserata 12.614 Pancang Symplocos faciculata 22.119 Tiang Symplocos faciculata 40.526 Pohon Altingia excelsa 40.668 Tabel 12 menunjukkan, bahwa jenis tumbuhan liar yang mendominasi kawasan hutan Gunung Salak secara keseluruhan untuk tingkat bawah adalah jenis jampang pait Digitaria radicosa, tingkat pancang adalah pakis tiang Alsophila lurida, tingkat tiang adalah jirak Symplocos faciculata, dan tingkat pohon adalah jenis pasang jambe Quercus turbinata. Tumbuhan liar edibel tingkat bawah adalah jenis pakis hayam Nephrolepis bisserata, tingkat pancang dan tingkat tiang adalah jenis jirak Symplocos faciculata, dan tingkat pohon adalah jenis rasamala Altingia excelsa. Tabel 13. Dominansi jenis tumbuhan liar untuk setiap tingkat pertumbuhan di setiap desa pengamatan Tingkat Pertumbuhan Bawah Pancang Tiang Pohon Lokasi Jenis INP Jenis INP Jenis INP Jenis INP Cidahu Clidemia hirta 12.59 Evoidea latifolia 20.80 Peronema canecens 34.07 Quercus turbinata 86.70 Cipelang Axonophus compressus 20.34 Litsea resinosa 15.42 Alsophila lurida 19.03 Litsea mappacea 13.59 Cipeuteuy Spilanthes acmela 13.54 Alsophila lurida 35.78 Symplocos faciculata 47.0 Quercus induta 56.54 G.Bundar Digitaria radicosa 18.69 Andropogon nardus 26.85 Pandanus andamanesium 29.70 Altingia excelsa 102.42 Pulosari Clidemia hirta 10.63 Alsophila lurida 27.18 Areca catechu 18.51 Parkia speciosa 22.45 P.Salak Clidemia hirta 11.40 Alsophila lurida 24.74 Pandanus andamanesium 14.59 Quercus turbinata 21.20 Tapos Digitaria radicosa 17.03 Eltingera punicea 26.52 Villebrunea rubescens 30.55 Symplocos faciculata 13.98 Tamansari Axonophus compressus 8.90 Trevessa sundaica 22.78 Symplocos faciculata 29.72 Areca catechu 38.90 Tabel 13 menunjukkan, bahwa jenis tumbuhan liar tingkat bawah yang mendominasi di daerah Cidahu, Pulosari dan Parakan Salak adalah jenis harendong bulu Clidemia hirta, Cipelang dan Tamansari jenis jukut pait Axonophus compressus, Cipeuteuy jenis jotang koneng Spilanthes acmela; G. Bundar 2 dan Tapos 1 jenis jampang pait Digitaria radicosa. Tiangkat pancang daerah Cidahu ki sampang Evoidea latifolia; Cipelang jenis huru minyak Litsea resinosa; Cipeuteuy, Pulosari, dan Parakan Salak jenis pakis tiang Alsophila lurida; Gunung Bundar jenis seuserehan Andropogon nardus; Tapos 1 jenis tepus Eltingera punicea, dan Tamansari jenis panggang cucuk Trevessa sundaica. Tingkat tiang daerah Cidahu adala h sungkai Peronema canecens; Cipelang jenis pakis tiang Alsophila lurida; Cipeuteuy dan Tamansari jenis jirak Symplocos faciculata; Gunung Bundar dan Parakan Salak jenis pandan gunung Pandanus andamanesium; Pulosari jenis jambe Areca catechuTapos 1 jenis nangsi Villebrunea rubescens. Tingkat pohon daerah Cidahu dan Parakan Salak adalah pasang jambe Quercus turbinata; Cipelang huru minyak Litsea resinosa; Cipeuteuy jenis pasang batarua Quercus induta; Gunung Bundar rasamala Altingia excelsa; Pulosari pete Parkia speciosa; Tapos 1 jenis jirak Symplocos faciculata; dan Tamansari jenis jambe Areca catechu. Tabel 14. Dominansi jenis tumbuhan liar edibel untuk setiap tingkat pertumbuhan di setiap desa pengamatan Tingkat Pertumbuhan Bawah Pancang Tiang Pohon Lokasi Jenis INP Jenis INP Jenis INP Jenis INP Cidahu Digitaria radicosa 19.905 Evoidea latifolia 63.481 Areca catechu 96.687 Parkia speciosa 75.613 Cipelang Ageratum conyzoides 17.010 Plantago major 31.836 Ficus variegata 46.278 Parkia speciosa 35.515 Cipeuteuy Spilanthes acmela 27.667 Symplocos faciculata 62.745 Symplocos faciculata 211.959 Evoidea latifolia 55.303 G.Bundar Digitaria radicosa 35.325 Andropogon nardus 84.354 Symplocos faciculata 88.178 Altingia excelsa 170.655 Pulosari Digitaria radicosa 22.930 Kadsura scandens 31.579 Areca catechu 101.520 Parkia speciosa 72.227 P.Salak Selaginella plana 17.806 Symplocos faciculata 29.010 Bridelia monoica 29.522 Mangifera foetida 50.123 Tapos Digitaria radicosa 29.531 Eltingera punicea 57.265 Villebrunea rubescens 64.214 Evoidea latifolia 39.604 Tamansari Nephrolepis bisserata 13.994 Trevessa sundaica 44.909 Symplocos faciculata 84.546 Areca catechu 69.044 Tabel 14 menunjukkan, bahwa jenis tumbuhan liar edibel tingkat bawah yang mendominasi di daerah Cidahu, Gunung Bundar 2, Pulosari dan Tapos 1 adalah jampang pait Digitaria radicosa, Cipelang adalah jenis babadotan awewena Ageratum conyzoides, Cipeuteuy adalah jotang koneng Spilanthes acmela, Parakan Salak adalah jenis rane Selaginella plana, Tamansari adalah pakis hayam Nephrolepis bisserata. Tingkat pancang, daerah Cidahu adalah ki sampang Evoidea latifolia; Cipelang adalah ki urat Plantago major; Cipeuteuy dan Parakan Salak adalah jirak Symplocos faciculata; Gunung Bundar adalah seuserehan Andropogon nardus; Pulosari adalah honje Kadsura scandens, Tapos 1 jenis tepus Eltingera punicea, dan Tamansari adalah jenis panggang cucuk Trevessa sundaica. Tingkat tiang yang mendominasi daerah Cidahu dan Pulosari adalah jambe Areca catechu; Cipelang adalah jenis kondang Ficus variegata; Cipeuteuy, Gunung Bundar 2, dan Tamansari adalah jenis jirak Symplocos faciculata, Parakan Salak adalah jenis kanyere Bridelia monoica; Tapos 1 adalah nangsi Villebrunea rubescens. Tingkat pohon yang mendominasi daerah Cidahu, Cipelang, dan Pulosari adalah jenis jenis pete Parkia speciosa; Cipeuteuy dan Tapos 1 adalah jenis ki sampang Evoidea latifolia; Gunung Bundar adalah rasamala Altingia excelsa; Parakan Salak adalah jenis limus Mangifera foetida; Tamansari jenis jambe Areca catechu. Pengamatan Berdasarkan Tipe Ekosistem Hasil pengamatan jumlah jenis, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan jenis di setiap tipe ekosistem yang ada kawasan hutan Gunung Salak disajikan sebagai berikut. Tabel 15. Jumlah jenis S, indeks keanekaragaman H’, dan indeks kemerataan E tumbuhan liar dan liar edibel pada setiap tipe ekosistem Tumbuhan Liar Tumbuhan Liar Edibel Tipe Ekosistem S H’ E S H’ E H.Alam 315 4.715 0.820 96 3.550 0.780 H.Produksi 220 4.011 0.744 86 3.067 0.689 Tegalan 230 4.222 0.776 102 3.437 0.743 Semak 146 3.861 0.775 50 2.827 0.723 Sawah 141 4.160 0.841 75 3.555 0.823 Tabel 15 menunjukkan, bahwa jenis tumbuhan liar terbanyak ditemukan di hutan alam, secara berturut-turut diikuti tegalan, hutan produksi, semak, dan yang terendah di sawah. Indeks keanekaragaman jenis untuk masing- masing ekosistem relatif homogen dan termasuk dalam kategori yang sangat tinggi H’4, kecuali pada semak yang termasuk dalam kategori tinggi 3H’4. Sedangkan indeks kemerataan jenis yang terdapat di hutan alam dan sawah E0.8 lebih tinggi dibandingkan yang terdapat di tegalan dan hutan produksi E0.8. Tumbuhan liar yang mendominasi hutan alam adalah jenis Clidemis hirta, hutan produksi dan tegalan jenis Digitaria radicosa, semak jenis Imperata cylindrica, dan sawah jenis Ageratum conyzoides. Tumbuhan liar edibel yang mendominasi hutan alam adalah jenis Symlocos faciculata , hutan produksi dan tegalan adalah jenis Digitaria radicosa, semak jenis Imperata cylindrica, dan sawah jenis Ageratum conyzoides. Rincian hasil perhitungan jumlah jenis, indeks keanekaragaman jenis, dan indeks kemerataan jenis tumbuhan liar dan liar edibel untuk setiap tingkat pertumbuhan yang ditemukan di setiap tipe ekosistem sebagai berikut. 1. Jumlah Jenis Tabel 16. Nilai p hasil Anova jumlah jenis tumbuhan liar dan liar edibel untuk stiap tingkat pertumbuhan Kategori Tingkat Pertumbuhan Tumbuhan Liar Tumbuhan Liar Edibel Bawah 0.238 0.000 Pancang 0.000 0.478 Tiang 0.000 0.000 Pohon 0.000 0.020 Keterangan : berbeda nyata berdasarkan taraf nyata 5 Hasil analisis keragaman terhadap jumlah jenis tumbuhan liar maupun liar edibel Tabel 16 menunjukkan beda nyata terhadap semua tingkat pertumbuhan yang diamati, kecuali untuk jumlah tumbuhan liar tingkat bawah dan tumbuhan liar edibel tingkat pancang. H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem 5 10 15 20 25 30 35 Jumlah Jenis Tumbuhan Liar pancang H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem -5 5 10 15 20 25 30 Jumlah Jenis Tumbuhan Liar tiang Tabel 17. Rata-rata jumlah jenis tumbuhan liar dan liar edibel pada setiap tipe ekosistem untuk setiap tingkat pertumbuhan Tumbuhan Liar Tumbuhan Liar Edibel Tipe Ekosistem Bawah Pancang Tiang Pohon Bawah Pancang Tiang Pohon H.Alam 61.375 24.875 19.125 25.625 20.375 5.875 4.875 5.125 H.Produksi 49.125 12.125 5.875 4.500 20.625 4.000 1.875 1.875 Tegalan 58.000 7.500 5.125 7.875 29.125 4.125 3.000 5.250 Semak 52.875 - - - 21.250 - - - Sawah 56.625 - - - 33.250 - - - Hasil uji lanjut jumlah jenis tumbuhan liar berdasarkan tipe ekosistem menunjukkan, bahwa baik tingkat pancang maupun tingkat tiang pada hutan alam lebih tinggi dibandingkan jumlah jenis pada tegalan, masing- masing antara hutan produksi dan tegalan maupun hutan alam dengan hutan produksi relatif sama Gambar 11. Gambar 11. Jumlah jenis tumbuhan tingkat pancang a dan tingkat tiang b pada setiap ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . Jumlah jenis tumbuhan liar tingkat pohon yang terdapat pada hutan alam lebih tinggi dibandingkan tegalan dan hutan produksi. Jumlah jenis antara hutan alam dengan tegalan relatif sama. Sedangkan jumlah jenis tumbumbuhan liar edibel tingkat bawah pada sawah dan tegalan lebih tinggi dibandingkan jumlah jenis pada hutan produksi dan hutan alam. Jumlah jenis yang terdapat pada sawah dengan tegalan relatif sama, demikian halnya halnya antara tegalan dengan semak dan antara hutan alam, hutan produksi dan semak Gambar 12. a b H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem -5 5 10 15 20 25 30 35 40 Jumlah Jenis Tumbuhan Liar pohon H.Alam H.Produksi Semak Sawah Tegalan Ekosistem 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 Jumlah Jenis Tumbuhan Liar Edibel bawah H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem -2 2 4 6 8 10 12 Jumlah Jenis Tumbuhan Liar Edibel tiang H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Jenis Tumbuhan Liar Edibel pohon Gambar 12. Jumlah jenis tumbuhan liar tingkat pohon a dan tumbuhan liar edibel tingkat bawah b pada setiap ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . Jumlah jenis tumbuhan liar edibel tingkat tiang maupun tingkat pohon antara ekosistem relatif sama Gambar 13. Gambar 13. Jumlah jenis tumbuhan liar edibel tingkat tiang a dan tingkat pohon b pada setiap ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . Tipe ekosistem berpengaruh terhadap jumlah jenis tumbuhan liar tingkat pancang, tiang maupun tingkat pohon. Rata-rata jumlah jenis tingkat pancang, tiang maupun pohon paling tinggi terdapat pada hutan alam diikuti hutan produksi, dan terendah pada tegalan. Sedangkan jenis tumbuhan tingkat bawah, walaupun secara uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun secara rata-rata jumlah jenis tertinggi pada hutan alam, diikuti, sawah, semak dan terendah pada hutan produksi. a b a b Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dari suatu komunitas. Setiap jenis tidak mungkin mempunyai jumlah individu yang sama Krebs 1978. Perbedaan jumlah jenis pada setiap tipe ekosistem pada dasarnya disebabkan oleh dua hal utama, yaitu akibat dari adanya pengaruh faktor cahaya dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Sawah dan semak mempunyai struktur vegetasi yang lebih sederhana dibandingkan dengan tipe yang lain, karena berada dalam areal terbuka, walaupun ada beberapa jenis tumbuhan tingkat pancang, tiang ataupun pohon relatif sangat sedikit. Kondisi seperti ini menyebabkan jenis tumbuhan yang dapat hidup dan berkembang pada sawah dan semak hanya jenis tumbuhan yang bersifat spesifik, terutama tumbuhan yang tahan atau suka cahaya penuh sun loving sedangkan jenis- jenis tumbuhan yang tidak tahan cahaya akan tereliminasi. Sebaliknya tegalan, hutan produksi, dan hutan alam mempunyai struktur vegetasi lebih kompleks dan berlapis- lapis dari tingkat yang paling rendah cover crops, pancang, tiang sampai pada tingkat yang paling tinggi pohon. Lingkungan pada komunitas ini sangat bervariasi pula, yaitu dari areal yang terbuka penuh, areal setengah ternaungi, sampai pada areal yang teraungi secara penuh. Kondisi seperti ini memberikan peluang untuk dapat hidup dan berkembangnya berbagai jenis tumbuhan, baik jenis yang membutuhkan cahaya penuh, setengah naungan sampai pada tumbuhan yang membutuhkan naungan penuh. Dengan demikian jumlah jenis yang memungkinkan dapat tumbuh pada tegalan, hutan produksi, maupun hutan alam akan lebih banyak dibandingkan dengan sawah maupun semak. Sugito 1994, menyatakan berdasarkan pada kebutuhan dan adaptasi tumbuhan terhadap radiasi matahari, pada dasarnya tumbuhan dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok pertama disebut sciophytesshade spesiesshade loving, yaitu jenis tumbuhan yang tumbuh baik pada tempat yang ternaung dengan intensitas radiasi matahari rendah. Kelompok kedua disebut heliophytessun spesiessun loving, yaitu jenis tumbuhan yang tumbuh baik pada intensitas radiasi matahari penuh. Tumbuhan ini tidak akan dapat tumbuh baik bila ternaung oleh tumbuhan lain. Menurut Soemarwoto 1985 struktur tumbuhan pada tegalan atau talun yang berlapis- lapis menyerupai stratifikasi hutan. Selanjutnya menurut Whitmore 1986 stratifikasi hutan terdiri atas lima strata, yaitu stratum A yang ditempati oleh jenis pohon besar dengan tajuk yang mencuat emergence, stratum B ditempati oleh pohon-pohon dengan lapisan tajuk yang menerus, stratum C ditempati oleh pohon-pohon dengan tajuk yang lebih rendah, stratum D ditempati oleh anakan pohon, dan stratum E ditempati oleh tumbuhan herba dan semai yang menutupi lantai hutan. Loveless 1989 menyatakan vegetasi yang paling lebat hanya akan ditemukan di tempat-tempat yang kelembaban tanahnya tinggi dengan draenase yang cukup baik. Penyederhanaan dalam struktur komunitas akan mulai tampak dalam vegetasi, bila kelembaban tidak memadai untuk pertumbuhan optimal sepanjang tahun. Lebih lanjut Richards 1964 mengemukakan, bahwa secara umum komposisi jenis hutan tropik adalah campuran, dengan asosiasi tanpa dominasi tunggal. Jumlah populasi dominan berkisar antara satu sampai enam jenis. Jumlah ini berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya Profil ekologi mengikuti ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Areal persawahan dan semak berada pada tempat yang terendah, secara berturut-turut ketinggian meningkat ditempati oleh tegalan, hutan produksi, dan hutan alam . Lampiran 2. Perbedaan ketinggian tempat dari permukaan laut akan berpengaruh terhadap faktor-faktor iklim yang lainnya, seperti suhu, kelembaban, penyinaran maupun curah hujan. Perbedaan komponen iklim ini akan berpengaruh terhadap lingkungan hidup bagi suatu jenis tumbuhan. Jumlah jenis tumbuhan liar secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan peningkatan sejalan dengan meningkatnya ketinggian tempat dari permukaan laut, yaitu jumlah jenis terendah ditunjukkan oleh sawah kemudian meningkat pada semak, tegalan dan tertinggi pada hutan alam. Kecuali pada hutan produksi, justru jumlah jenis tumbuhan pada tingkat poho n lebih rendah dibandingkan dengan tegalan, hal ini disebabkan semata- mata akibat dari tingkat pengelolaannya. Hutan produksi yang merupakan hutan yang sengaja diusahakan dengan maksud komersial pengelolaannya dilakukan sangat intensif, pembersihan terhadap gulma weed cleaning secara periodik dan terjadwal, disamping itu juga jenis tanaman yang diusahakan bersifat monokultur homogen. Lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan keragaman jenis tumbuhan yang berkembang dapat terjadi menurut perbedaan tempat dan waktu. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan jenis tumbuhan yang berkembang dengan perbedaan tinggi tempat atau perbedaan musim Sitompul dan Guritno, 1995. Pada lapisan troposfer bumi, suhu makin rendah dengan bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini sebagai akibat udara merupakan penyimpan panas terburuk, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Akibatnya suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara di Indonesia sekitar 5 – 6 o C setiap kenaikan 1000 m di atas permukaan laut Handoko 1995. Disamping itu perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut dpl dapat menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur-unsur tersebut banyak dikendalikan oleh letak lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi Miller 1976. Bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut menyebabkan tekanan udara menjadi berkurang Threwartha 1968 yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pergerakan udara angin. Kecepatan angin akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Dataran tinggi selain berpengaruh terhadap tekanan udara dan suhu, juga berpengaruh terhadap curah hujan. Umumnya dataran tinggi memiliki frekuensi, penyebaran serta jumlah curah hujan yang lebih besar serta berbeda nyata bila dibandingkan dengan dataran rendah Barry dan Chorley 1976. Perbedaan komponen-komponen iklim tersebut yang menyebabkan terjadi perbedaan jumlah jenis tumbuhan pada setiap tipe ekosistem yang diamati. Jumlah jenis tumbuhan liar edibel untuk tingkat bawah yang dimanfaatkan masyarakat terbanyak ditemukan pada sawah dan tegalan dibandingkan dengan semak, hutan produksi dan hutan alam. Sedangkan jumlah jenis pada tingkat pohon terbanyak pada tegalan diikuti hutan alam dan hutan produksi. Hal ini berhubunga n erat dengan faktor jarak letak perkampungan dan aktivitas masyarakat setempat. Secara umum areal persawahan di desa-desa sekitar kawasan hutan Gunung Salak terletak di bagian depan perumahan sedangkan tegalan dibagian belakang atau sebaliknya sehingga sawah maupun tegalan lokasinya sengat berdekatan dengan rumah tinggal penduduk perkampungan. Mayoritas penduduk desa berprofesi sebagai petani sawah, sehingga aktivitas sehari- harinya sebagian besar dilakukan di sawah maupun tegalan dibandingkan semak, hutan produksi maupun hutan alam. Aktivitas ke hutan alam dilakukan hanya sewaktu-waktu, teruma apabila kebutuhan tumbuhan tidak dapat ditemukan di sawah atau tegalan, seperti untuk kayu bangunan ataupun jenis-jenis tumbuhan tertentu yang diperlukan sebagai obat, sayuran maupun buah-buahan. Letak antara perkampungan dengan kawasan hutan alam relatif jauh, disamping juga karena kawasan hutan merupakan kawasan yang dilindungi sehingga masyarakat tidak dapat dengan leluasa melakukan aktivitasnya. Dampak dari semua ini berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat mengenai lingkungannya. Mereka lebih banyak mengenal lingkungan persawah dan tegalan, khususnya mengenai jenis- jenis tumbuhan liar dan kemungkinan pemanfaatannya. Kondisi seperti ini sangat berbeda dengan daerah-daerah perkampungan yang letaknya sangat terpencil , seperti suku-suku yang hidup di daerah pedalaman Irian dan Kalimantan dimana masyarakatnya tinggal dan hidup dalam hutan-hutan yang terisolasi dari daerah perkotaan atau perkampungan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan mereka terhadap lingkungannya, khususnya mengenai pemanfaatan tumbuhan hutan akan lebih banyak dibandingkan dengan pengetahuan mengenai tumbuhan yang hidup di daerah persawahan. Menurut Rambo 1982, aktivitas manusia me mpunyai keterkaitan erat dengan faktor lingkungan. Faktor- faktor lingkungan akan mempengaruhi aktivitas manusia dan aktivitas manusia akan mempengaruhi faktor lingkungan. Nilai- nilai dasar kebudayaan turut mempertimbangkan latar belakang lingkungan biotik dan abiotik. Aktivitas manusia, pranata sosial dan unsur- unsur budaya berada dalam kesatuan intergrasi sistem sosial. Jumlah jenis tumbuhan liar edibel tingkat pohon walaupun secara uji statistik tidak beda nyata, tetapi secara rata-rata jumlah jenis yang terdapat di tegalan paling tinggi diikuti hutan alam dan yang terendah pada hutan produksi. Kondisi ini lebih ditentukan oleh faktor biotik, terutama akibat dari aktivitas manusianya. Jenis tumbuhan liar yang hidup di sekitar kawasan hutan Gunung Salak, baik pada ekosistem sawah, semak, tegalan, hutan produksi, maupun hutan alam masih banyak yang belum diketahui pemanfaatannya sebagai tumbuhan edibel oleh masyarakat setempat. Hal ini diketahui dari beberapa pustaka dan jurnal hasil penelitian, sebagai contoh dari hasil wawancara terhadap beberapa ahli lokal tidak ada yang mengetahui kegunaan dari tumbuhan harendong bulu Clidemia hirta Don. sebagai obat diare Wardah dkk 2002, pacar cai Impatiens balsamina sebagai obat terlambat datang bulan Sukarsono dkk. 2003, rumput bambu Lophaterum gracile Brongen sebagai bahan obat demam, bisul, kemih berdarah Djauhariya dan Hernani 2004, ki hujan Myrica esculenta sebagai penghasil buah-buhan Uji 2002, ki koneng Arcangelisia flava Merr sebagai bahan obat Wardah dkk 2002, dan pecut kuda Stachytarpheta jamaicensis L Vahl. sebagai obat kencing nanah, dan mencret Sukarsono dkk. 2003; Djauhariah dan Hernani 2004. Selain itu masih banyak jenis- jenis tumbuhan liar yang dapat dikonsumsi sebagai bahan obat, sayur, maupun buah- buhan yang belum diketahui oleh penduduk sekitar kawasan hutan. Menurut Sugandhy 2001 dan Waluyo 2003, perbedaan geografi, tipe ekosistem, komunitas masyarakat serta perbedaan kearifan tradisional masyarakat pada masing- masing wilayah memunculkan adanya biodiversitas setempat yang bersifat spesifik . 2. Indeks keanekaragaman jenis Hasil analisis keragaman terhadap indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar maupun liar edibel sebagai berikut. Tabel 18. Nilai p hasil Anova indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar dan liar edibel untuk setiap tingkat pertumbuhan Kategori Tingkat Pertumbuhan Tumbuhan Liar Tumbuhan Liar Edibel Bawah 0.001 0.000 Pancang 0.005 0.498 Tiang 0.004 0.035 Pohon 0.001 0.036 Keterangan : berbeda nyata berdasarkan taraf nyata 5 Tabel 18 menunjukkan, bahwa berdasarkan tipe ekosistem, indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar maupun tumb uhan liar edibel berbeda nyata terhadap semua tingkat pertumbuhan, kecuali tumbuhan liar edibel untuk tingkat pancang tidak berbeda nyata. Tabel 19. Rata-rata indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar dan liar edibel untuk setiap tingkat pertumbuhan pada setiap tipe ekosistem Tumbuhan Liar Tumbuhan Tipe Ekosistem Bawah Pancang Tiang Pohon Bawah Pancang Tiang Pohon H.Alam 3.335 2.800 2.676 2.781 2.365 1.358 2.676 1.330 H.Produksi 2.990 2.025 1.132 1.169 2.123 0.970 1.132 0.565 Tegalan 3.354 1.514 1.320 1.905 2.718 1.012 1.320 1.289 Semak 3.231 - - - 2.232 - - - Sawah 3.521 - - - 3.065 - - - H.Alam H.Produksi Semak Sawah Tegalan Ekosistem 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4 3.6 3.8 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar bawah H A l a m H Produksi Tegalan Ekosistem 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar pancang Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar tingkat bawah relatif sama antara ekosistem. Indeks keanekaragaman tingkat pancang pada hutan alam lebih tinggi dibandingkan tegalan. Indeks keanekaragaman pada hutan produksi relatif sama dengan hutan alam, demikian halnya tegalan relatif sama dengan hutan produksi Gambar 14. Gambar 14. Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar tingkat bawah a dan tingkat pancang b pada setiap tipe ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . Indeks keanekaragaman tingkat tiang antar ekosistem relatif sama, demikian halnya dengan hutan alam dan hutan produksi. Indeks keanekaragaman jenis tingkat pohon pada hutan alam lebih tinggi dibandingkan hutan produksi. Indeks keanekaragaman pada tegalan relatif sama dengan hutan produksi maupun hutan alam Gambar 15. Gambar 15. Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat tiang a dan tingkat pohon b pada setiap tipe ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . a b H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar tiang H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar pohon H.Alam H.Produksi Semak Sawah Tegalan Ekosistem 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar Edibel bawah H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar Edibel tiang H Alam H Produksi Tegalan Ekosistem -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Liar Edibel pohon Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar edibel tingkat bawah pada sawah tertinggi dibandingkan ekosistem lainnya, kecuali dengan tegalan relatif sama. Indeks keanekaragaman jenis pada tegalan lebih tinggi dibandingkan hutan produksi, tetapi relatif sama dibandingkan ekosistem yang lainnya. Sedangkan untuk tingkat tiang relatif sama antara ekosistem Gambar 16. Gambar 16. Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar edibel tingkat bawah a dan tingkat tiang b pada setiap tipe ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar edibel tingkat pohon relatif sama antara ekosistem hutan alam, hutan produksi, dan tegalan Gambar 17. Gambar 17. Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar edibel tingkat pohon pada setiap tipe ekosistem yang dinyatakan dalam rata-rata •, ± galat baku ? dan ± 95 simpangan baku - . a b Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar untuk tingkat bawah di setiap ekosistem termasuk dalam kategori tinggi 3H’4, kecuali pada hutan produksi termasuk kategori sedang 2H’3.Tingkat pancang pada hutan alam dan hutan produksi termasuk dalam kategori sedang 2H’3, pada tegalan termasuk kategori rendah H’1.Tingkat tiang pada hutan alam termasuk dalam kategori sedang 2H’3, hutan produksi dan tegalan termasuk kategori rendah 1H’2.Tingkat pohon pada hutan alam termasuk dalam kategori sedang 2H’3, hutan produksi dan tegalan termasuk kategori rendah 1H’2. Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan liar edibel tingkat bawah untuk semua ekosistem termasuk dalam kategori sedang, kecuali pada sawah termasuk dalam kategori tinggi. Untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon pada masing- masing ekosistem termasuk dalam kategori rendah, kecuali tingkat tiang pada hutan alam termasuk dalam kategori sedang. Menurut Barbour at al. 1987, kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener sebagai berikut : jika H’1 dikategorikan sangat rendah, 1H’=2 kategori rendah, 2=H’=3 kategori sedang medium, 3=H’=4 kategori tinggi, dan jika H’4 kategori sangat tinggi. Menurut Djufri dkk. 2005, keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu komunitas akan dapat bertahan apabila terdapat gangguan secara teratur dan periodik. Komunitas yang sangat stabil, meluas secara regional dan homogen akan memperlihatkan keanekaragaman spesies lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem berbentuk mozaik atau secara regional diganggu pada waktu tertentu. Biasanya setelah gangguan berlalu, maka akan terjadi peningkatan spesies sampai pada suatu titik dimana dominasi sedikit spesies yang hidup lama dan berukuran besar, sehingga dapat membalikkan kecenderungan keanekaragaman menjadi menurun. Tumbuhan tingkat bawah di daerah terbuka seperti sawah cenderung menunjukan indeks keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan ekosistem yang ternaungi baik tegalan, hutan produksi maupun hutan alam. Hal ini disebabkan tingkat gangguan pada sawah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem yang lain. Kegiatan petani dalam mengolah lahannya, baik dalam bentuk pambajakan, pemupukan, atau introduksi jenis-jenis tanaman baru dapat menambah keanekaragaman tumbuhan pada areal sawah. Rata–rata indeks keanekaragaman tumbuhan tingkat pancang, tiang ma upun tingkat pohon paling tinggi di hutan alam dan terendah di hutan produksi. Hal ini sangat berhubungan erat dengan jumlah jenis yang ditemukan di masing- masing ekosistem, semakin tinggi jumlah jenis maka akan semakin tinggi indeks keanekaragaman suatu jenis. Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan, dengan kata lain hutan alam merupakan tempat tumbuh yang mempunyai stabilitas lingkungan paling tinggi bagi pertumbuhan tingkat pancang, tiang maupun pohon dibandingkan tegalan dan hutan produksi. Menurut Odum 1993 bahwa keanekaragaman akan menjadi tinggi pada komunitas yang lebih tua dan rendah pada komunitas yang baru terbentuk. Kestabilan yang tinggi menunjukan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya.Selanjutnya Walter 1971 menyatakan, bahwa di dalam lingkungan yang tidak menunjukkan adanya faktor khusus, maka komunitas yang menduduki lingkungan yang bersangkutan akan menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi. Disini nampak jelas, bahwa faktor fisiografi telah bertindak sebagai faktor khusus yang mempengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan yang hidup di atasnya.

3. Indeks Kemerataan jenis