V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup dan memuat kesimpulan secara rinci dari hal penelitian dan pembahasan serta memuat saran penulis dengan permasalahan yang
dikaji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang dikemukakan oleh P. Topinard 1830-1911 seorang ahli
antropologi Prancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti
kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berati ilmu pengetahuan, maka
kriminologi dapat berati ilmu tentang kejahatan atau penjahat.
1
Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini membagi kriminologi murni yang
mencakup:
2
1. Antropologi Kriminil adalah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat
somatis. Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa? Apakah ada
hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.
2. Sosiologi Kriminil adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu
gejala masyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
3. Psikologi Kriminil adalah ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari
sudut jiwanya. 4.
Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.
5. Penologi ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman
1
Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2001, hlm.7.
2
Ibid. hlm.7.
Disamping itu terdapat kriminologi terapan yang berupa:
3
1. Higiene Kriminil adalah usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup, dan kesejahteraan yang
dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.
2. Politik Kriminil adalah usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu
kejahatan telah terjadi. Disini dilihat sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan. Bila disebabkan oleh faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan
adalah meningkatkan ketermpilan atau membuka lapangan kerja. Jadi tidak semata-mata dengan penjatuhan sanksi.
3. Kriminalistik yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan tenik
kejahatan dan pengusutan kejahatan.
Sutherland merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial. Menurut Sutherland
kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi olehnya dibagi menjadi tiga cabang
ilmu utama yaitu:
4
1. Sosiologi Hukum
Kejahatan itu adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan
adalah hukum. Disini menyelidiki sebab-sebab kejahatan harus pula menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan perkembangan hukum khususnya hukum
pidana. 2.
Etiologi Kejahatan Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab-musabab kejahatan.
Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama. 3.
Penology Pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland
memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif.
Paul Moedigdo Moeliono tidak sependapat dengan definisi yang diberikan oleh
Sutherland. Menurutnya definisi itu seakan akan tidak memberikan gambaran
3
Ibid. hlm. 8.
4
Ibid. hlm. 9.
bahwa pelaku kejahatan itupun mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh
masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Karenanya Paul Moedigdo
Moeliono memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.
5
B. Pengertian Tindak Pidana dan Pencurian
Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaar feit”
untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai
apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut.
6
Mengenai pengertian tidak pidana strafbaar feit beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda-beda sebagai berikut:
7
a. Pompe memberikan pengertian tindak pidana menjadi dua definisi, yaitu:
1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang
dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidan untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadianfeit yang oleh
peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
5
Ibid. hlm. 9.
6
R.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Cipta Aditya Bakti, 1996, hlm. 181.
7
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Op.Cit. hlm 70