Tinjauan Kriminologis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua dengan Kekerasan (Begal) yang Dilakukan oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Alam. A.S, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar, 2010.

Alam A.S. dan Ilyas Amir, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar, 2010. Atasasmita, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, 2010. Bonger, W.A. Pengantar tentang Kriminologi, Terjemahan oleh R.A.Koesnoen,

PT.Pembangunan, Cetakan Ketujuh, 1995.

Djamali, R.Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Ediwarman, dkk, Monograf Krimonologi, Edisi Ketiga, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2012.

Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Bandung, 2009.

Kansil, C.S.T., Hukum Pidana Untuk Perguruan Tinggi, PT.Sinar Grafika, Jakarta, 1994. Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, 2008.

Lamintang, P.A.F., Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990.

J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1, Hukum Pidana Material Bagian Umum, Binacipta, Bandung, 1987.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung, 2005.

Prasetyo, Tegus, Sari Hukum Acara Pidana 1A, Mitra Prasaja, Yogyakarta, 2002. Prodjodikoro, Wirjono, Bunga Rampai Hukum, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1989.

Soerjono Soekanto, Hartono Widodo dan Chalimah Sutanto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi, Aksara, Jakarta, 1988.

Santoso Topo dan Zulfa Eva Achjani, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:


(2)

INTERNET


(3)

BAB III

ANALISA KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAJAR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DENGAN

KEKERASAN

A. Alur Kriminologis Pelajar Melakukan Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan

Untuk mengetahui alur kriminologis pelajar melakukan tindak pidana pencurian kenderaan bermotor roda dua dengan kekerasan, berikut ini peneliti uraikan hasil wawancara dengan 3 (tiga) orang oknum pelajar yang berinisial IP (16 tahun), IT (16 tahun) dan AM (18 tahun).

Pelaku IP mengatakan bahwa ia melakukan pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (pembegalan) dilandasi oleh dorongan kawannya. Pelaku IP mengatakan bahwa kawannya yang bernama IT memiliki utang terhadap pamannya yang sudah lama belum dibayar oleh IT. Ketika IP meminta kepada IT untuk segera membayar utang kepada pamannya karena sudah ditagih, si IT belum mempunyai uang untuk membayarnya. Akhirnya, IP mengusulkan agar si IP membantunya untuk merampas sepeda motor di sekitar Kelurahan Kedai Durian tepatnya di Jalan Stasiun yang pada malam hari kondisinya sepi karena merupakan kompleks perkuburan China.

Niatnya uang hasil perampasan kendaraan motor itu akan digunakan untuk melunasi utangnya kepada pamn pelaku IP. Pada awalnya pelaku IP menolak ajakan pelaku IT, namun pelaku IT mengancam bahwa apabila pelaku IP tidak membantunya maka pelaku IT tidak akan membayar utangnya. Akhirnya pelaku IP dengan didorong oleh rasa kewajiban untuk mengembalikan uang pamannya yang dipinjam oleh IT dan rasa setia kawan terhadap pelaku IT yang merupakan sahabat karibnya di sekolah, ia pun menyetujui usulan pelaku IT.


(4)

Kemudian mereka bersama-sama dengan dibantu oleh seorang pelaku lainnya melakukan pengintaian dan memepet seorang gadis yang mengendara sepeda motor matic “Vario” yang baru pulang dari rumah temannya sekitar jam 10 malam, dan dari aksinya tersebut para pelaku berhasil kabur membawa sepeda motor sang gadis.

Dari posisi kasus di atas terlihat bahwa motif pelaku IP untuk mencuri motor ada dua, yaitu:

1. Keinginan untuk segera menyelesaikan masalah utang-piutang pelaku IT dengan pamannya yang telah lama menunggak karena paman pelaku IP membebaninya tanggung jawab untuk menagih utang kepada pelaku IT; dan

2. Rasa persahabatan yang erat dengan pelaku IT.

Sedangkan motif pelaku IT hanya dilandasi keinginan untuk segera menyelesaikan masalah utang-piutang pelaku IT dengan pamannya yang telah lama menunggak karena paman pelaku IP membebaninya tanggung jawab untuk menagih utang kepada pelaku IT.

Di atas penulis telah memaparkan motif dari pelaku IP dan IT. Sekarang penulis akan memaparkan motif dari pelaku AM. Pada kasus pelaku AM, motif lebih didasari oleh pertimbangan kebutuhan biologis dan psikis. Pelaku AM, melalui wawancara dengan penulis, menyatakan bahwa ia terpaksa mencuri motor demi memperoleh uang. Pada titik ini, pelaku IP, IT, dan AM memiliki kesamaan. Namun, mulai dari titik itulah pelaku IP dan IT berpisah di persimpangan jalan dengan pelaku AM. Dengan kata lain, tujuan pertengahan ketiga pelaku tersebut adalah untuk memperoleh uang dari hasil pembegalan sepeda motor. Kemudian yang membedakan antara pelaku IP, IT dengan AM adalah maksud dari penggunaan uang tersebut. Pelaku IP dan IT bermaksud menggunakan uang tersebut untuk membayar utang sedangkan pelaku AM bermaksud menggunakan uang hasil penjualan motor curian untuk membeli narkoba (sabu-sabu). Pelaku IP dan IT melakukan pelanggaran hukum demi memenuhi kewajiban hukum sedangkan pelaku AM melakukan pelanggaran hukum demi melakukan pelanggaran hukum lainnya.


(5)

B. Faktor-Faktor Penyebab Pelajar Melakukan Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan

Pada pembahasan sebelumnya, telah penulis paparkan berbagai motif masing-masing pelaku yang menjadi subjek penelitian dalam karya ilmiah ini. Sedangkan pada bab ini akan penulis paparkan analisis terhadap motif-motif tersebut. Penulis menemukan ada enam faktor yang berpengaruh, yang masing-masing faktor jika ditinjau dari sudut pandang pengaruhnya dapat berlaku sebagai sebab umum atau khusus dan jika ditinjau dari sudut pandang keharusannya dapat menjadi sebab tunggal maupun sebagai sebab penunjang. Sebab-sebab tersebut antara lain :

1. Faktor ekonomis atau finansial

2. Faktor kelemahan penalaran atau berpikir 3. Faktor kelemahan iman

4. Faktor kecanduan narkoba 5. Faktor keluarga

6. Faktor pergaulan

1. Faktor ekonomi atau finansial

Menurut penulis, faktor ekonomi merupakan unsur terpenting dan berlaku umum pada hampir setiap kasus pencurian, sehingga faktor ini tidak terlalu terikat terhadap pelaku, waktu, dan tempat tertentu. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pelaku IP dan IT melakukan kejahatan karena ingin melunasi hutang kepada paman pelaku IP sendiri.

2. Faktor Kelemahan Nalar

Sebab kedua adalah kapasitas intelektual dalam berpikir praksis. Maksudnya bahwa konflik batin yang terjadi pada diri pelaku IP dimana dia dihadapkan pada pilihan antara dua perbuatan yang masing-masingnya memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan. Pilihan pertama adalah membantu dan mengembirakan paman dan teman dengan konsekuensi bahwa


(6)

ia harus melakukan kejahatan; sedangkan pilihan kedua adalah menghindari kejahatan dengan konsekuensi mengorbankan tali ikatan persahabatan dan kekeluargaan dengan tante dan teman. Kedua-duanya menyebabkan konflik batin yang menuntut pelaku IP agar menentukan pilihan berkenaan dengan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi problem yang diterimanya. Karena kekurangan dalam berpikir praktis dan rendahnya pengetahuan etika, maka pelaku IP tidak mampu untuk mencari jalan lain diantara kedua pilihan yang diajukan kepadanya. Bahkan, pelaku IP sendiri memilih pilihan yang salah diantara kedua pilihan tersebut. Jelaslah bahwa pilihan dan kehendak pelaku IP sama sekali bertentangan dengan kaidah dan logika serta penalaran rasional sama sekali tidak membenarkan apa yang ia lakukan. Sebenarnya, bisa saja ia mengajukan jalan keluar lain yakni berusaha meminjam uang kepada orang tuanya yang menetap di kabupaten Jeneponto. Ada kemungkinan besar kedua orang tuanya akan membantunya, misalnya dengan menjadi pihak ketiga yang menjadi penanggung utang. Mengapa penulis katakan ada kemungkinan besar? hal ini karena orang tua pelaku IP berusaha untuk mengeluarkan biaya berapapun agar anaknya bisa bebas dari jeratan hukum. Logikanya, untuk membayar atau menyuap aparat hukum orangtua pelaku IP mau dan mampu, apalagi hanya untuk membayar utang. Meskipun penalaran argumen penulis tampak cacat, akan tetapi setidaknya mampu untuk memberikan petunjuk terhadap apa yang akan dilakukan oleh orang tua pelaku IP apabila melakukan pilihan yang penulis ajukan.

Dalam lingkungan pendidikan atau sekolah seseorang mempelajari sesuatu yang baru yang belum dipelajari di dalam keluarga. Lingkungan sekolah, sosialisasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai kebudayaan yang dipandang luhur akan dipertahankan kelangsungannya dalam masyarakat melalui pewarisan (transformasi) budaya dari generasi ke generasi selanjutnya. Salah dalam mendidik atau kurang tanggap dalam memberikan materi ilmu, akibatnya bisa fatal.


(7)

Pelaku IP mengatakan bahwa prestasinya di bidang pendidikan biasa-biasa saja, tidak ada hal-hal yang menarik dan patut untuk dibanggakan. Selama menjalani masa sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai duduk di bangku SMA, pelaku IP mengatakan bahwa dia agak kesulitan dalam menyerap dan mencerna pelajaran. Pelaku IP juga mengatakan bahwa dirinya tidak terlalu menyukai pengetahuan-pengetahuan teoretis, rasional dan sejarah.

Pelaku IT mengatakan bahwa tidak pernah sekalipun dirinya pernah mengecam prestasi yang membanggakan. Yang dimaksud oleh pelaku IT dengan prestasi belajar yang membanggakan adalah ranking yang berada dalam wilayah 10 besar di kelas.

Pada pelaku AM prestasi pendidikannya tidak jauh berbeda dengan kedua pelaku sebelumnya. Pelaku AM mengatakan bahwa dirinya kurang menyukai pelajaran-pelajaran sekolah. Dirinya mengakui lebih tertarik dengan dunia musik dari pada bersekolah . Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dirinya terpaksa sekolah SMA hanya karena kemauan orang tuanya, bukan atas dasar pilihannya sendiri. Selama berada di bangku sekolah, pelaku mengatakan bahwa ia tak pernah sekalipun mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler ia lebih suka nongkrong dengan dengan teman-temannya.

3. Faktor Kelemahan Iman

Sebab ketiga adalah lemahnya iman. Kurangnya penanaman nilai-nilai agama oleh orang tua terhadap anak sejak ini serta lingkungan sekitarnya yang kurang mendukung membuat seorang anak terutama remaja di usia sekolah sangat rentan terhadap perkembangan moral atau akhlaknya. Akibatnya lemahnya benteng iman yang dimiliki, membuat remaja mudah terjerumus kepada hal-hal negatif dalam hal ini melakukan pencurian kenderaan bermotor roda dengan kekerasan (pembegalan).


(8)

Telah penulis kemukakan pada bab motif-motif pelaku, dimana motif yang melatarbelakangi pelaku AM untuk melakukan delik pencurian kendaraan bermotor adalah untuk memperoleh uang agar dapat membeli narkoba.

Zat yang termasuk ke dalam jenis narkotika termasuk jenis shabu-shabu yang digunakan oleh pelaku AM.. Apabila narkoba (sabu-sabu) digunakan secara terus-menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis karena terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat dan organ-organ tubuh, seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.

Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang bergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai, dan situasi dan kondisi pemakai. secara umum, dampak kecanduan narkotika dapat terlihat dari aspek psikis di antaranya : sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal dan penuh curiga, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.

Dari data ilmiah di atas maka dapat dilihat bahwa faktor psikologis pelaku AM dalam melakukan delik pencurian kendaraan bermotor lebih serius dan lebih kompleks dibandingkan dua pelaku sebelumnya, yakni pelaku IP dan IT. Faktor psikologis pelaku IP dan IK lebih mudah untuk diperbaiki dengan proses bimbingan sedangkan pada pelaku AM diperlukan terapi khusus dalam memperbaiki kondisi kejiwaannya kembali ke dalam keadaan normal sesuai standar kejiwaan normal yang telah ditetapkan atau menurut kesepakatan oleh para ahli psikologi.

Menurut pelaku AM (tgl 27 Oktober 2015), bahwa dirinya selalu merasa gelisah dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik ketika tidak mengkonsumsi shabu-shabu. Lebih lanjut lagi, ia mengatakan bahwa dirinya mulai mengenal shabu-shabu sejak kelas VIII SMP, dan hingga menduduki bangsa sekolah SMA (kelas XII) baru merasakan kecanduan berat dalam mengkonsumsi barang tersebut. Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa kecanduan


(9)

terhadap narkotika akan menyebabkan seseorang bertingkah laku tidak normal, emosi yang labil serta sentimen yang sensitif, ganas dan brutal.

5. Faktor Keluarga

Keluarga adalah satu kesatuan kelompok sosial primer yang terkecil. Anggotanya terdiri atas orangtua (bapak, ibu) dan anak. Dalam keluarga inilah, individu sebagai anggota kelompok pertama kali melakukan “hal belajar”. Tugas-tugas tahap perkembangan individu dilaksanakan melalui interaksi menuju pembentukan kepribadian yang mantap dan mentakan diri sebagai bagian dari anggota kelompoknya. Interaksi dalam keluarga berlangsung antar individu melalui komunikasi tatap muka. Orang tua yang bertugas mendidik dan membina anaknya mempunyai peran penting dalam perkembangan seseorang. Pengalaman anggota keluarga dalam interaksinya pun ikut menentukan cara-cara bertingkah laku dalam interaksi yang dilakukan oleh keluarga. Kalau orangtua kurang atau tida pernah melakukan hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan anak dan membiarkannya berkembang tanpa pembinaan, akibat yang serius adalah seorang anak akan patologis dengan tindakan-tindakan kriminal.

Pelaku IP mengatakan bahwa orangtuanya menetap di Pematang Siantar, sedangkan dia sendiri tinggal di Kota Medan sementara waktu bersama pamannya karena dari segi ekonomi pamannya lebih mapan dibandingkan orang tuanya di kampung. Pelaku IP juga mengatakan bahwa biasanya dia pulang ke rumah orangtua satu kali sebulan. Pelaku IP juga mengatakan bahwa hubungannya dengan orangtua dan saudara-saudaranya baik-baik saja. Kecuali hubungannya dengan pamannya yang agak renggang di mana pelaku IP mengatakan bahwa selama ini pamannya selalu menagih-nagih utang pelaku IT melaluinya. Pelaku IP mengatakan bahwa ia senantiasa untuk selalu menghindar dari pamannya karena merasa malu dan tidak enak sehingga ia lebih sering menghabiskan waktunya di luar bersama temana-teman ketimbang di rumah pamannya.


(10)

Pelaku IT mengatakan bahwa dia orangtuanya menetap di Kota Medan Labih lanjut, IT mengatakan juga mengatakan bahwa tidak ada masalah berkenaan dengan hubungannya dengan keluarganya.

Lain halnya dengan pelaku AM menyatakan bahwa dirinya bermasalah dengan keluarganya. Pelaku AM juga tinggal di Medan bersama ayahnya sedangkan ibunya tinggal di Stabat. Kedua orangtuanya telah bercerai sejak pelaku AM duduk di bangku kelas 6 SD. Pelaku AM mengatakan bahwa ayahnya yang mengasuh, membiayai dan merawatnya sejak perceraian itu. Sekarang ayahnya telah menikah dengan perempuan lain dan begitu pula ibunya telah dengan laki-laki lain. Pelaku AM mengatakan bahwa sejak perceraian tersebut hidupnya tidak lagi bahagia. Akhirnya, dirinya mulai mengenal kehidupan jalanan seperti nongrong di pinggir ajalan atau warung/café bersama teman-temannya. Setiap malam minggu dirinya bergabung dengan teman-temannya dan disanalah pelaku AM mulai mengenal dan mencoba shabu-shabu.

Pada pelaku AM, kasus seperti ini lazim disebut di kalangan ahli dan masyarakat sebagai broken home (keluarga yang retak), suatu istilah yang menunjukkan kerusakan, ketidakharmonisan, ketidakselarasan serta lumpuhnya interaksi dan komunikasi diantara para anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Kondisi broken home akan melahirkan efek ketidaknyamanan berada di dalam rumah sehingga para anggota keluarga akan mencari pelarian ke suatu komunitas yang mampu menerimanya. Terkadang komunitas itu mengarahkan seseorang ke arah yang negatif dan keadaan celaka inilah yang menimpa kehidupan sosial pelaku AM.

6. Faktor Pergaulan

Pelaku IP dan pelaku IT merupakan seorang sahabat karib. Keduanya mulai berteman sejak duduk di bangku SMP dan berada pada sekolah yang sama pula. Keduanya pula yang


(11)

secara bersama-sama melakukan delik pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan (pembegalan). Keduanya menyatakan bahwa tidak pernah sekalipun menyangka akan berbuat senekad itu. Pelaku IT mengatakan bahwa pada awalnya dia kebingungan tentang bagaimana caranya untuk mendapatkan uang agar dapat melunasi hutangnya pada paman pelaku IP. Kemudian datanglah teman bergaulnya yang menawarkan solusi kepada pelaku IT untuk merampas sepeda mottor demi memperoleh uang sekaligus menyatakan akan membantu pelaku AM dalam menjalankan aksi pencuriannya. Dikeranakan faktor psikologis pelaku IT, ia pun menerima saran temannya itu. Kemudian pelaku IT mengajak pelaku IP untuk membantunya dengan ancaman bahwa kalau pelaku IP tidak ingin membantu maka pelaku IT tidak akan membayar utangnya kepada paman pelaku IP dan tidak akan bersahabat lagi dengan pelaku IP. Disebabkan hal itu, maka pelaku IP menyetujui ajakan pelaku IT.

Kemudian, pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, ketiga-tiganya pun menjalankan aksinya dengan merampas sepeda motor matic Vario yang dikendarai oleh seorang gadis di sekitar jalan Stasiun Kelurahan Kedai Durian Pelaku IB yang bertugas mengintai di jalan sepi, sedangkan IT mengemudikan motor, kemudian IT memepet sang gadis dengan pura-pura menggoda dan seolah-olah kenal dengan si gadis. Awalnya si gadis cuek-cuek saja, tetapi karena digoda terus menerus si gadis akhirnya memperlambat kendaraannya. Pada saat bersamaan, pelaku AM kemudian menodong sebilah parang kepada gadis

Menurut pelaku AM bahwa pada awalnya ia hanya memakai shabu-shabu karena temannya memberikan barang tersebut kepadanya. Lebih lanjut, pelaku AM mengatakan bahwa karena kebanyakan teman sepergaulannya memakai shabu-shabu, maka ia pun juga ikut-ikutan mencicipi barang tersebut dengan alasan ingin tahu seperti apa rasanya.

Dari pernyataan ketiga pelaku di atas dapat dilihat bahwa prestasi pendidikan yang telah mereka raih sama sekali nol atau kosong dan jauh dari harapan yang membanggakan.


(12)

Kemudian ditambah dengan ketidakaktifan dalam organisasi-organisasi maupun gerakan-gerakan kemahasiswaan membuat kehidupan mereka cenderung apatis dan terlempar dari dunia kemahasiswaan yang riil. Padahal, perbandingan antara ilmu yang diperoleh dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan bisa jadi lebih besar atau setidaknya setara dengan yang diperoleh di dalam kelas perkuliahan. Yang kedua, keaktifan dalam hal-hal seperti itu dapat mengarahkan perhatian ke arah hal-hal yang positif dan membentuk kerangka berpikir (epistemology) yang lebih rasional, dewasa, bijak dan arif sehingga sisa-sisa cara berpikir kekanak-kanakan yang masih tinggal dalam perjalanan ke dalam fase dewasa dapat diberantas. Inilah pemaparan dari faktor sosiologi di bidang pendidikan yang penulis peroleh selama melangsungkan penelitian.

C. Upaya Aparat Penegak Hukum Polsek Delitua Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Pelajar

Dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kenderaan bermotor roda dengan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, aparatur penegak Polsek Delitua, telah melakukan berbagai upaya baik secara pre-emtif, preventif maupun refresif. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui kegiatan sebagai berikut :

1. Melakukan Patroli

Menurut hasil wawancara dengan IPTU ( tgl 27 Oktober 2015 ) Jonathan yang menjabat sebagai Kanit Reskrim Polsek bahwa para anggota kepolisian Polsek Delitua yang tergabung dalam Tim Khusus Begal dan Tim Gabungan dari Polresta Kota Medan senantiasai senantiasa melakukan patroli berkeliling yang dilaksanakan dan berkoordinasi dengan setiap Polsek yang ada di sekitar wilayah hukum Polsek Delitua.


(13)

Patroli terutama diakukan di tempat-tempat sepi dan rawan curanmor dengan kekerasan (begal) seperti di Kelurahan Kedai Durian, Desa Suka Makmur, Desa Mekar Sari, Kelurahan Delitua Timur, Kelurahan Ladang Bambu, dan Kelurahan Lauchi (Medan Tuntungan). Menurut penulis, kegiatan rutin patroli merupakan salah satu alat preventif (pencegahan) untuk mengawasi dan menjaga wilayah hukum Polsek Delitua dari berbagai macam bentuk kejahatan di jalanan serta efektif dalam membatasi ruang gerak para pelaku-pelaku potensial melakukan pembegalan kenderaan roda dua. Ditambahkan lagi oleh IPTU Jonathan bahwa saat kegiatan kegiatan patroli ini, para aparat Polsek Delitua selalu menghimbau dan mengingatkan kepada masyarakat terutama pada para wanita yang mengendarai kenderaan bermotor agar lebih berhati-hati dan waspada, apalabi lagi saat melintasi jalan-jalan sepi, terutama di malam hari.

2. Operasi Penertiban Kelengkapan Kendaraan Bermotor (Sweeping)

Operasi Penertiban Kelengkapan Kendaraan Bermotor atau biasa disebut sweeping juga merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh jajaran aparat Polsek Delitua. Operasi ini terus dilakukan demi mencegah dan menertibkan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas. Operasi ini juga bertujuan untuk mengamankan kendaraan-kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat yang dicurigai sebagai kendaraan bermotor hasil curian.

3. Sosialisasi Terhadap Pelajar

Sosialisasi mempunyai dua fungsi, yaitu bagi individu dan masyarakat. Bagi individu berfungsi agar membuat individu hidup secara wajar dalam kelompok (masyarakatnya) sehingga diterima oleh warga masyarakat lain, dan dia pun dapat berpartisipasi aktif sebagai anggota masyarakat. Sedangkan tujuan kedua yang menyangkut masyarakat bertujuan untuk menciptakan keteraturan sosial melalui pemfungsian sosialisasi sebagai sarana pewarisan nilai dan norma serta pengendalian sosial.


(14)

Menurut IPTU Jonathan yang menjabat sebagai Kanit Reskrim Polsek mengatakan bahwa sosialisasi yang sering dilakukan oleh pihak-pihak kepolisian biasanya diadakan atas kerjasama dengan sekolah-sekolah (SMP, SMA/SMK) di Kecamatan Medan Delitua, Kecamatan Medan Johor, dan Kecamatan Medan Tuntungan. Bentuknya pun bermacam-macam, bisa dalam bentuk sosialisasi hukum, seminar, dan dialog.

4. Mengembangkan Penyidikan melalui Keterangan-Keterangan Pelaku Begal Motor Biasanya para pelaku delik pencurian kendaraan bermotor alias begal memiliki suatu jaringan dan kelompok yang terorganisir yang dinamakan dengan sindikat. Kriminalis yang tergabung dalam sindikat ini biasanya beraksi secara teratur, rapi, dan bergerombol yang terkadang melalui instruksi pimpinan sindikat atau orang yang paling dituakan/dihormati dalam sindikat tersebut. Sindikat inilah yang berusaha diungkap keberadaannya oleh para petugas intelijen kepolisian dengan berusaha mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya.

Salah satu informasi yang paling berguna adalah dengan menggali informasi dari anggota-anggota sindikat yang tertangkap. Keterangan atau informasi inilah yang dijadikan acuan dalam pergerakan kepolisian untuk mengetahui nama-nama anggota sindikat, menemukan lokasi persembunyian anggota-anggota sindikat yang buron atau lokasi-lokasi yang menjadi target kejahatan sindikat tersebut. Teknik ini memang merupakan salah satu strategi yang efektif dalam memberantas kejahatan. Namun, penggunaan teknik ini setidaknya harus memperhatikan hak-hak tersangka atau terpidana karena pengambilan keterangan dan informasi sangat rawan dengan tindakan kekerasan fisik oleh para penyidik.


(15)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat dua faktor yang menjadi penyebab pelajar melakukan delik pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal), yakni:

a. Faktor psikologis dimana garis edar faktor ini berada dalam jiwa para pelaku yang bekerja secara internal dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan, kehendak dan gerak untuk melakukan delik pencurian kendaraan bermotor. Faktor-fektor psikologis ini bemacam-macam jenisnya seperti perasaan-perasaan yang tidak sejalan dengan pertimbangan akal praktis, gejala-gejala kejiwaan yang berpotensi mengakbatkan gangguan kepercayaan dan kebimbangan, pengalaman religus yang minim yang mengakibatkan rendahnya intensitas keimanan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pengaruh psikis dari penyalahgunaan narkoba.

b. Faktor sosiologis yang terdiri dari keluarga, pendidikan dan masyarakat yang semuanya saling berhubungan dan inheren serta bekerja dalam garis eksternal (dari luar diri pelaku) terhadap para pelajar pelaku delik perampasan sepeda motor (begal). 2. Terdapat beberapa strategi yang diterapkan oleh pihak Kepolisian Sektor Delitua dalam

rangka mencegah dan memberantas delik pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, yaitu:

a. Patroli rutin

b. Operasi penertiban kelengkapan kendaraan bermotor roda dua (sweeping) c. Sosialisasi terhadap pelajar

d. Mengembangkan penyidikan melalui keterangan-keterangan pelaku delik pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal).


(16)

B. Saran

Berikut ini adalah beberapa saran yang ingin penulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu :

1. Sebaiknya dalam proses pendidikan di sekolah-sekolah senantiasa ditekankan pula pendidikan-pendidikan moral religius sehingga para pelajar yang dilahirkan tidak hanya berbekal kepintaran dan kecerdasan intelektual (IQ), tetapi juga kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ) agar mampu melahirkan pribadi yang seimbang dan berkarakter luhur.

2. Sekolah-sekolah sebaiknya sebaiknya senantiasa mendukung segala jenis kegiatan-kegiatan kesiswaan berorientasi positif baik dalam bantuan moril maupun materi sehingga kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler mampu menarik minat para pelajar.

3. Kepada orang tua siswa juga diharapkan agar selalu melakukan pengawasan dan bimbingan kepada anaknya terutama di lingkungan teman sebaya dan lingkungan sosial agar terhindar atau tidak terjebak dalam pergaulan yang rentan melakukan hal-hal negatif atau tindakan kriminilitas termasuk dalam hal melakukan tindak pidana perampasan sepeda motor (begal).

4. Peran kepolisian sebagai mitra masyarakat dalam konteks pencegahan dan pemberantasan masyarakat harus senantiasa ditingkatkan dengan program-program yang langsung terjun ke dalam masyarakat, khususnya melalui sosialisasi dan bimbingan untuk meningkatkan kewaspadaan dan perasan serta para pelajar dalam memelihara keamanan, ketertiban dan kesejahteraan sosial di dalam masyarakat.


(17)

BAB II

GAMBARAN UMUM KEPOLISIAN SEKTOR DELITUA

A. Profil Wilayah Hukum Polsek Delitua

Kepolisian Sektor (Polsek) Delitua adalah salah satu institusi kepolisian yang di jajaran Kepolisian Resort Kota Medan (Polresta Kota Medan). Wilayah hukum Polsek Delitua mencakup 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Tuntungan dan Kecamatan Deli.

Di wilayah hukum Polsek Delitua terdapat lokasi-lokasi yang rawan tindakan kriminalitas. Lokasi rawan unjuk rasa terdapat di Kelurahan Pangkalan Mansyur tepat di Jl.A.H. Nasuition (Kantor Kejatisu). Lokasi rawan narkoba terdapat di Kelurahan Bekala dan Kelurahan Mangga. Lokasi rawan judi adalah Kelurahan Simalingkar B, Kelurahan Namo Gajah, dan Kelurahan Ladang Bambu. Lokasi rawan pencurian dengan kekerasan (curas) berada di Kelurahan Titik Kuning dan Simpang Pos. Lokasi rawat pencurian dengan pemberatan (curat) terdapat di Kelurahan Kedai Durian, Kelurahan Mekar Sari, dan Kelurahan Delitua Timur. Lokasi rawat penganiayaan berat (anirat) adalah Kelurahan Ladang Bambu, Kelurahan Lauchi, dan Kel.Gedung Johor. Lokasi rawan premanis terdapat di Kelurahan Tanjung Selamat, dan Kelurahan Simpang Selayang.

B. Data Statistik Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), ditugaskan oleh negara sebagai penyidik tunggal terhadap setiap tindak pidana umum. Hal ini dapat dilihat dalam KUHP Pasal 6 ayat (1) sub a bahwa penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia.

Pencurian kendaraan bermotor sebagai tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP dan merupakan wewenang kepolisian untuk mengadakan penyidikan, sehingga di Kepolisian dapat diketahui tentang jumlah kejahatan dalam hal ini kejahatan pencurian kendaraan


(18)

bermotor yang dilakukan oleh oknum mahasiswa. Seperti halnya dengan daerah lain, di wilayah hukum Polsek Delitua juga tidak luput pula dari gangguan keamanan dan ketertiban dalam bentuk kejahatan yang menjadi problematika sosial khususnya kejahatan pencurian kendaraan bermotor. Hal ini telah membawa dampak negatif dan merugikan penduduk atau masyarakat di wilayah hhukum Polseks Delitua.

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat perkembangan kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di Kecamatan Delitua khususnya yang dilakukan oleh pelajar, maka di bawah ini penulis akan meninjau data mengenai kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di Kecamatan Delitua secara umum dan secara khusus yang melibatkan pelajar sebagai pelaku kejahatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu dari tahun 2013 sampai tahun 2015.

Tabel 1

Data jumlah kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan di wilayah hukum Polsek Delitua

Tahun 2013-2015

Tahun Jumlah Tindak Pidana (JTP) Penyelesaian Jumlah Tindak Pidana (PJTP)

2013 97 23

2014 87 28

2015 96 46

Jumlah 280 99

Sumber : Unit Reskrim Polsek Delitua.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa intensitas kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor sempat menurun di tahun 2014 lalu meningkat di tahun 2015. Pada tahun 2013 tercatat laporan yang masuk sebanyak 97 kasus, dan selesai sebanyak 23 kasus (23,71%). Pada tahun 2014 tercatat laporan yang masuk sebnayak 87 kasus, dan yang selesai sebanyak 28 kasus (32,18%). Pada tahun 2015 tercatat laporan yang masuk sebanyak 96 kasus dan yang selesai sebanyak 46 kasus (47,92%).


(19)

Tabel 2

Data jumlah kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh Pelajar di wilayah hukum Polsek Delitua

Tahun 2013-2015

Tahun Jumlah Tindak Pidana (JTP) Penyelesaian Jumlah Tindak Pidana (PJTP)

2013 2 2

2014 2 2

2015 5 3

Jumlah 8 8

Sumber : Unit Reskrim Polsek Delitua.

Berdasarkan data pada tabel 2 di atas, dapat disimpulkan bahwa kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh oknum pelajar tiap tahun semakin meningkat. Pada tahun 2013 tercatat 2 laporan yang masuk, pada tahun 2014 tercatat 2 laporan yang masuk dan pada tahun 2015 tercatat ada 3 laporan yang masuk. Secara keseluruhan kasus pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh oknum pelajar telah diselesaikan oleh pihak Kepolisian Sektor Delitua.

C. Modus Operandi Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan (Begal)

Kejahatan merupakan fenomena kehidupan masyarakat, karena kejahatan juga masalah manusia yang berupa kenyataan sosial. Penyebabnya kurang kita pahami, karena dapat terjadi dimana dan kapan saja dalam pergaualan hidup.Sedangkan naik turunnya angka kejahatan tersebut tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik ekonomi, budaya dan sebagainya. Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor jenis roda dua tergolong dan merupakan tindak pidana terhadap harta benda yang menjanjikan atau memberikan hasil yang cukup memadai kepada para pelakunya.


(20)

Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor jenis roda dua dengan kekerasan (pembegalan) biasanya dilakukan oleh dua atau lebih pelaku dan terorganisir. Dalam melakukan modus pembegalan dilakukan dengan dengan cara memepet target dan dua hingga lima sepeda motor sambil mengancam dengan senjata tajam bahkan ada yang menggunakan senjata api jika korban tidak memberikan sepeda motor. Bersama dengan rekan-rekannya para begal motor mengintai dan mengikuti korban dari belakang hingga lokasi yang sepi. Aksi akan dimulai setelah pelaku merasa aman utuk menjalankan aksinya. Kebanyakan dari korban adalah kaum wanita.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan adalah masalah manusia dan gejala sosial karena dapat terjadi dimana dan kapan saja dalam pergaualan hidup. Sedangkan naik turunnya angka kejahatan tersebut tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik ekonomi, budaya dan sebagainya. Salah satu kejahatan yang sering terjadi dalam masyarakat adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua. Hal ini bukan saja menarik perhatian penegak hukum tetapi juga mengusik rasa aman masyarakat. Kendaraan bermotor roda dua merupakan sarana transporasi yang mempunyai mobilitas tinggi, maka pelaku kejahatan ini merupakan kejahatan yang memiliki mobilitas tinggi juga dampak negatifnya terhadap masyarakat.

Kejahatan pencurian kendaraan bermotor merupakan kejahatan terhadap harta benda yang tidak lajim terjadi di negara-negara berkembang……. selanjutnya dikatakan bahwa kejahatan pencurian kendaraan bermotor beserta isi-isinya merupakan sifat kejahatan yang menyertai pembangunan.1

Fenomena pencurian kenderaan bermotor roda dua dengan kekerasan atau dikenal

dengan istilah “begal” adalah salah satu bentuk kejahatan yang akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata begal berarti penyamun dan jika ditambahkan dengan membegal berarti “merampas di jalan”2

Maraknya pemberitaan aksi begal di berbagai daerah sebagaimana yang telah kita baca, dengar, bahkan menyaksikan secara langsung, sungguh kejam dan mengiriskan sekali. Dikatakan demikian karena dalam melakukan aksinya para begal motor ini selalu menggunakan senjata tajam atau senjata api sehingga apabila korbannya melawan mereka

1 Soerjono Soekanto, Hartono Widodo dan Chalimah Sutanto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi, Aksara, Jakarta, 1988, hal.20.

2

http://kbbi.web.id/begal, diakses tgl. 16 Nopember 2015. 1


(22)

tidak segan-segan untuk melukai dan membunuhnya bahkan dibarengi dengan tindakan pemerkosaan karena kebanyakan para korbannya adalah kaum wanita.

Aksi begal motor yang dilakukan oleh sekelompok orang atau terorganisir pada hakekatnya adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pencurian dengan kekerasan dalam perspektif hukum merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan dan merugikan masyarakat. Oleh karena itu harus diberi tindakan hukum. Hal ini telah diatur dalam KUHP Pasal 365 ayat (1), (2) dan (3) yaitu dengan pidana hukuman selama-lamanya sembilan tahun, dua belas tahun, bahkan seumur hidup.

Oleh karena itu, adanya aksi begal motor menuntut kita semua, khususnya penegak hukum untuk menjalankan tugas dengan baik-baiknya. Kepada aparat Kepolisian diharapkan melakukan tindakan dengan cepat baik secara represif maupun preventif. Sementara bagi aparat Jaksa dan Hakim agar melakukan penuntutan dan penetapan vosis dengan seadil-adilnya berdasarkan fakta-fakta hukum.

Tindak pidana pencurian kenderaan roda dua dengan kekerasan akhir-akhir ini juga semakin marak terjadi di wilayah hukum Polresta Medan umumnya dan Polsek Delitua khususnya. Satu hal yang justru menarik perhatian dan mengusik pikiran penulis adalah bahwa di daerah ini tindak pidana pencurian kenderaan bermotor dengan kekerasan juga telah melibatkan pelajar sebagai pelakunya.

Betapa sangat disayangkan, bagaimana mungkin seorang pelajar di usia remaja yang dididik sedemikian rupa di sekolah ternyata tega dan terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Tindakannya ini selain merusak mental dan masa depan pelajar itu sendiri, juga telah membuat malu keluarga, sekolah, masyarakat dan bangsa.


(23)

Kita menyadari dan menyepakati bahwa tindak pidana pencurian bukanlah tindakan yang manusiawi karena tidak didasari oleh akal sehat. Akal yang merupakan karunia pemberian Tuhan Yang Maha Esa digunakan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Karena tindak pidana pencurian merupakan tindakan yang menyimpang baik dari segi hukum, agama, dan norma-norma adat maka perbuatan ini bukanlah perbuatan yang baik.

Dalam keadaan demikian maka kehadiran kriminologi sebagai salah satu ilmu bantu hukum pidana sangat diperlukan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan, bertujuan memahami gejala-gejala kejahatan di tengah pergaulan hidup manusia, menggali sebab-musabab kejahatan, dan mencari atau menyusun konsep-konsep penanggulangan kejahatan seperti upaya mencegah atau mengurangi kejahatan yang mungkin akan terjadi.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan (Begal) Yang Dilakukan Oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)”

B. Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang mendasari skripsi ini adalah :

1. Apakah faktor-faktor penyebab pelajar melakukan pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) di wilayah hukum Polsek Delitua?

2. Bagaimana upaya aparat penegak hukum Polsek Delitua dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) yang dilakukan oleh pelajar ?


(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pelajar melakukan pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) di wilayah hukum Polsek Delitua?

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Polsek Delitua dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) yang dilakukan oleh pelajar.

Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan mendatangkan manfaat yang berupa : 1. Manfaat Secara Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat memberikan masukan sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal yang berhubungan dengan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan (begal) yang dilakukan oleh pelajar. Selain itu dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia.

2. Manfaat Secara Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberi pengetahuan tentang kasus-kasus tindak pidana yang terjadi dewasa ini dan bagaimana upaya penanggulangan sehingga kasus-kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar bisa dikurangi. Selain itu juga sebagai pedoman dan masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas tindak pidana pencurian.

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Polsek Delitua dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) yang dilakukan oleh pelajar.


(25)

D. Keaslian Penulisan

Dengan melihat skripsi ini, maka akan diperoleh suatu gambaran mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) yang dilakukan oleh pelajar. Sepanjang yang diketahui, khususnya setelah mengadakan intervensi judul skripsi ini di perpustakaan Fakultas Hukum USU maka skripsi yang berjudul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan (Begal) Yang Dilakukan Oleh Pelajar ((Studi di Polsek Delitua)” belum pernah diangkat sebelumnya. Penyusunan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku hasil pemikiran, bacaan-bacaan dari media internet, dan juga bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi pengetahuan dalam bentuk tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara alamiah. Dengan demikian skripsi ini masih asli.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kriminologi

Asal mula perkembangan kriminologi tidak dapat disangkal berasal dari penyelidikan C. Lomborso (1876). Bahkan lomborso menurut Pompe dipandang sebagai salah satu tokoh revolusi dalam sejarah hukum pidana, disamping Cesare Baccaria.Namun ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa penyelidikan secara ilmiah tentang kejahatan justru bukan dari Lomborso melainkan dari Adolhe Quetelet, seorang Belgia yang memiliki keahlian dibidang Matematika. Bahkan, dari dialah berasal “statistic kriminil” yang kini dipergunakan terutama oleh pihak kepolisian di semua negara dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan kejahatan di negaranya. 3

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P. Topinard (1983-1911) seorang ahli antropologi Prancis, secara

3


(26)

harfiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. 4

W.A. Bonger menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. 5

Definisi kriminologi menurut Edwin H.Sutherland adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial. Menurutnya kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.6

Sedangkan Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat7

Menurut Ediwarman, kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu, kelompok atau masyarakat) dan sebab musabab timbnya kejahatan serta upaya-upaya penanggulangannya sehingga orang tidak berbuat kejahatan lagi.8

Moeljatno berpendapat bahwa kriminologi adalah untuk mengerti apa sebab-sebab sehingga seseorang berbuat jahat. Apakah memang karena bakatnya adalah jahat ataukah didorong oleh keadaan masyarakat disekitarnya (milieu) baik keadaan sosiologis maupun ekonomis. Ataukah ada sebab-sebab lain lagi. Jika sebab-sebab itu diketahui, maka disamping pemidanaan, dapat diadakan tindakan-tindakan yang tepat, agar orang tadi tidak

4

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal.9 5

W.A. Bonger, Pengantar tentang Kriminologi, Terjemahan oleh R.A.Koesnoen, PT.Pembangunan, Cetakan Ketujuh, 1995, hal.19

6

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.cit, hal.9 7 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.cit, hal.12 8

Ediwarman, dkk, Monograf Krimonologi, Edisi Ketiga, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2012, hal.6


(27)

lagi berbuat demikian, atau agar orang-orang lain tidak akan melakukannya. Karena itulah terutama dinegeri-negeri angelsaks, Kriminologi dibagi menjadi tiga bagian9, yaitu :

1. Criminal biology, yang menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohani.

2. Criminal sociology, yang mencoba mencari sebab-sebab dalam lingkungan masyarakat dimana penjahat itu berbeda (dalam milieunya).

3. Criminal policy, yaitu tindakan-tindakan apa yang disekitarnya harus dijalankan supaya orang lain tidak berbuat demikian.

Menurut A.S. Alam, ruang lingkup pembahasan kriminologi meliputi tiga hal pokok10, yaitu :

1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws). Pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana (process of making laws) meliputi :

a. Definisi kejahatan b. Unsur-unsur kejahatan

c. Relativitas pengertian kejahatan d. Penggolongan kejahatan

e. Statistik kejahatan

2. Etiologi kriminal, yang membahas yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws). Sedangkan yang dibahas dalam etiologi kriminal (breaking of laws) meliputi :

a. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi b. Teori-teori kriminologi

c. Berbagai perspektif kriminologi

3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum, (reacting toward the breaking of laws).

9

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal.14 10


(28)

Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention). Selanjutnya yang dibahas dalam bagian ketiga adalah perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum (Reacting Toward the Breaking laws) meliputi :

a. Teori-teori penghukuman

b. Upaya-upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan baik berupa tindakan pre-emtif, preventif, represif, dan rehabilitatif.

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kriminologi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan, untuk memahami sebab-musabab terjadinya kejahatan, serta mempelajari tentang pelakunya, yaitu orang yang melakukan kejahatan, atau sering disebut penjahat. Dan juga untuk mengetahui reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku . Hal ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala-gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang sebagai perbuatan yang merugikan atau membahayakan masyarakat luas.

2. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana a. Pengertian Pidana

Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. 11Menurut Moeljatno istilah hukuman yang berasal dari kata straf, merupakan suatu istilah yang konvensional. Moeljatno menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana. 12

Andi Hamzah membedakan istilah hukuman dengan pidana, yang dalam bahasa

11

Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, 2008, hlm 493 12


(29)

Belanda dikenal dengan istilah straf. Istilah hukuman adalah istilah umum yang diper-gunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.13

Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan. Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan dengan sengaja. Penambahan penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.14 Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan. Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan dengan sengaja. Penambahan penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.15

b. Pengertian Tindak Pidana

R. Abdoel Djamali mengatakan, Peristiwa Pidana atau sering disebut Tindak Pidana (Delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran.16

Menurut Moeljatno, pengertian tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 17 Berkaitan dari pendapat di atas, menurut Simons tindak pidana adalah perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum. Perbuatan yang mana dilakukan oleh seseorang yang dipertanggungjawabkan, dapat

13

Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Bandung, 2009, hal. 1 14

J.M. van Bemmelen. Hukum Pidana 1, Hukum Pidana Material Bagian Umum, Binacipta,Bandung, 1987. hal.17.

15 J.M. van Bemmelen. Hukum Pidana 1, Hukum Pidana Material Bagian Umum, Binacipta,Bandung, 1987. hal.17.

16 R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.17517.

17


(30)

diisyaratkan kepada pelaku. 18

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana dapat dipahami sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan akibat dilakukannya tindakan hukuman atau pemberian sanksi terhadap perbuatan tersebut. 3. Pengertian Pencurian

Pencurian di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi :

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggitingginya enam

puluh rupiah”.

Melihat dari rumusan pasal tersebut dapat kita ketahui, bahwa kejahatan pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formal dimana yang dilarang dan diancam dengan

hukuman, dalam hal ini adalah perbuatan yang diartikan “mengambil”.

Menerjemahkan perkataan “zich toeeigenen” dengan “menguasai”, oleh karena didalam pembahasan selanjutnya pembaca akan dapat memahami, bahwa “zich toeeigenen

itu mempunyai pengertian yang sangat berbeda dari pengertian “memiliki”, yang ternyata

sampai sekarang banyak dipakai di dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, meskipun benar bahwa perbuatan “memiliki” itu

sendiri termasuk di dalam pengertian “zich toeeigenen” seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tersebut di atas. 19

a. Unsur-Unsur Pidana Pencurian

Pengertian unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pengertian unsur tindak pidana dalam arti sempit dan pengertian unsur-unsur dalam arti luas. Misalnya unsur-unsur tindak pidana dalam arti sempit terdapat pada tindak pidana pencurian biasa,

18

C.S.T. Kansil, Hukum Pidana Untuk Perguruan Tinggi, PT.Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal.106. 19


(31)

yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Sedangkan unsur-unsur tindak pidana dalam arti luas terdapat pada tindak pidana pencurian dengan pemberatan, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 365 KUHP. Apabila kita perhatikan rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP dapat dibedakan antara unsur obyektif dan unsur-unsur subyektif. 20

1) Yang disebut unsur obyektif ialah : a) Perbuatan manusia

Pada umumnya tindak pidana yang diatur di dalam perundang-undangan unsur-unsurnya terdiri dari unsur lahir atau unsur objektif. Namun demikian adakalanya sifat melawan hukumnya perbuatan tidak saja pada unsur objektif tetapi juga pada unsur subjektif yang terletak pada batin pelaku. Bentuk suatu tindak pidana dengan unsur objektif antara lain terdapat pada tindak pidana yang berbentuk kelakuan. Maka akibat yang terjadi dari perbuatan tidak penting artinya. Dari rentetan akibat yang timbul dari kelakuan tidak ada yang menjadi inti tindak pidana, kecuali yang telah dirumuskan dalam istilah yang telah dipakai untuk merumuskan kelakuan tersebut. Misalnya

kelakuan dalam tindak pidana “pencurian” yang diatur dalam Pasal 362 KUHP, dirumuskan dengan istilah “mengambil barang” yang merupakan inti dari delik

tersebut. Adapun akibat dari kelakuan; yang kecurian menjadi miskin atau yang kecurian uang tidak dapat belanja, hal itu tidak termasuk dalam rumusan tindak pidana pencurian.

b) Delik materiil

Delik materiil dimana dalam perumusannya tindak pidana hanya disebutkan akibat tertentu sebagai akibat yang dilarang. Apabila kita jumpai delik yang hanya dirumuskan akibatnya yang dilarang dan tidak dijelaskan bagaimana kelakuan yang

20


(32)

menimbulkan akibat itu, kita harus menggunakan ajaran “hubungan kausal”, untuk

manggambarkan bagaimana bentuk kelakuan yang menurut logika dapat menimbulkan akibat yang dilarang itu. Dengan begitu baru dapat diketahui perbuatan materiil dari tindak pidana yang menyebabkan timbulnya akibat yang dilarang. Tanpa diketahui siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itu, tidak dapat ditentukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan dengan akibat yang dilarang tersebut. c) Delik formiil

Delik formil ialah delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu perbuatan yang dilarang. Dalam delik formil hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda dengan yang diperlukan dalam delik materiil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan perbuatan yang dilarang sedang akibatnya yang dirumuskan secara jelas, berbeda dengan delik formil yang dilarang dengan tegas adalah perbuatannya.

2) Yang disebut unsur subyektif ialah :

a) Dilakukan dengan kesalahan Delik yang mengandung unsur memberatkan pidana, apabila pelaku pencurian itu dengan keadaan yang memberatkan seperti yang tertera pada Pasal 365 ayat, 2, 3 dan 4 KUHP. Maka pelaku pencurian ini dapat dikenakan pencabutan hak seperti yang tertera dalam Pasal 336 KUHP yang berbunyi :

“Dalam pemidanaan karena salah satu perbuatan yanmg diterangkan dalam Pasal 362,

363, dan 365 dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam Pasal 345 no 1-4”. b) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab tentang adanya unsur-unsur pada tindak

pidana apabila: Perbuatan manusia, diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan, dengan kesalahan, oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Pengertian kemampuan bertanggung jawab, banyak yang telah mengemukakan pendapat antara lain: Simons berpendapat bahwa : “Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya


(33)

suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya”. Selain itu, Simons juga mengatakan bahwa seseorang mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat, yaitu apabila : (1) Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum, (2) Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.

KUHP tidak memuat perumusan kapan seseorang mampu bertanggung jawab. Di dalam buku I bab III Pasal 44 berbunyi :

“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan

kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu jiwanya karena

penyakit tidak dapat dipidana”

Dari Pasal 44 KUHP tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa ada 2 hal yang menjadi penentuan keadaan jiwa si pembuat yaitu :

(1) Penentuan bagaimana keadaan jiwa si pembuat. Pemeriksaan keadaan pribadi si pembuat yang berupa keadaan akal atau jiwa yang cacat pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, yang dilakukan oleh seorang dokter penyakit jiwa. (2) Adanya penentuan hubungan kausal antara keadaan jiwa si pembuat dengan

perbuatannya. Adapun yang menetapkan adanya hubungan kausal antara keadaan jiwa yang demikian itu dengan perbuatan tersangka adalah Hakim.

Kedua hal tersebut dapat dikatakan bahwa sistem yang dipakai dalam KUHP dalam menentukan tidak dapat dipertanggung jawabkannya si pembuat adalah deskriptif normatif. Deskriptif karena keadaan jiwa digambarkan apa adanya oleh psikiater, dan normatif karena hakimlah yang menilai, bardasarkan hasil pemeriksaan, sehingga dapat menyimpulkan mampu dan tidak mampunyai tersangka untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

Maka kesimpulannya meskipun orang telah melakukan tindak pidana, tetapi menurut bunyi buku ke II KUHP tersebut masih harus ditentukan


(34)

bahwa perbuatan itu dapat dipidana atau tidak dapat dipidana. Suatu perbuatan yang melanggar aturan hukum dapat dipidana apabila sudah dinyatakan salah. Dapat diartikan salah apabila tindak pidana tersebut dalam hal apa dilakukan ternyata perbuatan itu dipengaruhi oleh ikhwal pada diri pelaku, artinya meskipun ia sudah melanggar larangan suatu aturan hukum pengenaan pidana dapat dihapuskan apabila perbuatan itu diatur dalam pasal; Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48, Pasal 49 ayat 1 dan 2, Pasal 50, Pasal 51 KUHP.

Rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam buku II adalah mengandung maksud agar diketahui dengan jelas bentuk perbuatan tindak pidana apa yang dilarang. Untuk menentukan rumusan tersebut perlu menentukan unsur-unsur atau syarat yang terdapat dalam rumusan tindak pidana itu, misalnya: Tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP. Unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan Pasal 362 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak

enam puluh rupiah”

Untuk diketahui bahwa Pasal 362 KUHP itu terdiri 4 unsur seperti tersebut diatas, tanpa menitik beratkan pada satu unsur. Tiap-tiap unsur mengandung arti yuridis untuk dipakai menentukan atas suatu perbuatan.

(1) Barang siapa; yang dimaksud dengan barang siapa ialah “orang” subjek hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum;

(2) Mengambil barang sesuatu; dengan sengaja mengambil untuk memiliki atau diperjual belikan;

(3) Barang kepunyaan orang lain; mengambil barang yang telah menjadi hak orang lain;


(35)

atau tanpa izin pemilik hak barang tersebut.

Apabila rumusan pasal tindak pidana tidak mungkin ditentukan unsur-unsurnya, maka batas pengertian rumusan tersebut diserahkan kepada ilmu pengetahuan dan praktek peradilan. Untuk itu dalam menentukan tindak pidana yang digunakan, selain unsur-unsur tindak pidana yang dilarang juga ditentuka kualifikasi hakikat dari tindak pidana tersebut. Misalnya seorang pencuri tidak segera menjual hasil curian, tetapi menunggu waktu dengan hasrat mendapat untung. Rumusan tersebut memenuhi unsur penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 KUHP namun karena kualifikasi kejahatan sebagai pencuri maka ia tetap malanggar Pasal 362 KUHP bukan sebagai penadah.

Pompe, dengan tegas berpendapat; “Seorang pencuri yang tidak segera menjual hasil curiannya dengan hasrat mendapat untung, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikatakan penadah, sebab perbuatan itu tidak dapat dimasukkan

kualifikasi penadah”. Sehingga didalam pemberian pidana yang diperbuat pidananya

haruslah dengan melihat beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan penjatuhan pidananya yang mana dimulai dari pembuktian, sistem pembuktian, jenis pidana dan tujuan pemidanaan serta kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat.

Kesemuannya yang diuraikan di atas saling terkait dan merupakan suatu sistem dalam proses untuk tercapainya rasa keadilan dan kepastian hukum, di dalam wilayah Hukum Negara Indonesia. Dapat diterapkannya pemberatan pidana sebagaimana yang telah ditentukan di dalam KUHP, maka diperlukan hal-hal tersebut di atas guna menentukan pasal-pasal mana yang seharusnya diterapkan.


(36)

Jenis – jenis tindak pidana pencurian terbagi menjadi lima yaitu : 1) Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok

Pencurian di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi :

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggitingginya enam

puluh rupiah”.

Melihat dari rumusan pasal tersebut dapat kita ketahui, bahwa kejahatan pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formal dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman, dalam hal ini adalah perbuatan yang diartikan

“mengambil”.

2) Tindak Pidana Pencurian dengan Unsur–Unsur yang Memberatkan

Tindak pidana pencurian dengan unsur–unsur yang memberatkan ataupun yang ada di dalam doktrin juga sering disebut gequalificeerde distal atau pencurian dengan kualifikasi oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 363 KUHPidana yang berbunyi :

a) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun: (1) pencurian ternak

(2) pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, ledakan, bahaya banjir, gempa bumi atau gempa laut, letusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, pemberontakan, huru-hara atau bahaya perang.

(3) pencurian pada malam hari dalam suatu tempat kediaman atau di atas sebuah pekarangan tertutupyang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman, yang dilakukan olehseseorang yang berada di sanatanpa sepengetahuan atau bertentangan dengan keinginan orang berhak.

(4) pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. (5) pencurian dimana orang yang bersalah dalam mengusahakan jalan masuk ke

tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya telah melakukan pembongkaran, perusakan atau pemanjatan atau memakai kunci-palsu, suatu perintah palsu atau seragam palsu.

(6) Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok


(37)

seperti yang dimaksudkan dalam angka 4 dan angka 5, dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Kata pencurian di dalam rumusan tindak pidana pencurian dengan kualifikasi seperti yang diatur dalam Pasal 363 KUHP di atas mempunyai arti sama dengan kata pencurian sebagai pencurian dalam bentuk pokok dan dengan demikian juga mempunyai unsur-unsur yang sama.

3) Tindak Pidana Pencurian Ringan

Yang oleh undang-undang telah diberikan kualifikasi sebagai pencurian ringan atau lichte diefstal, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 364 KUHPidana yang berbunyi:

“Tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 angka 4, demikian halnhya yang dirumuskan dalam Pasal 363 angka 5, jika tidak dilakukan di dalam tempat kediaman atau di atas sebuah pekarangan tertutup yang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman, jika nilai dari benda yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, sebagai pencurian ringan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus

rupiah.”

Tentang nilai benda yang dicuri itu semula ditetapkan tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, tetapi kemudian dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 16 tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana telah diubah menjadi dua ratus lima puluh rupiah.

4) Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 365 KUHPidana yang berbunyi sebagai berikut:

a) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan terhadap orang-orang, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau untuk memudahkan pencurian tersebut, atau untuk memungkinkan dirinya sendiri atau lain-lain peserta dalam kejahatan dapat melarikan diri jika diketahui pada waktu itu juga, ataupun untuk menjamin penguasaan atas benda yang telah dicuri. b) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun:


(38)

kediaman atau di atas sebuah pekarangan tertutup yang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman, atau di atas jalan umum, atau di atas kereta api atau trem yang bergerak.

(2) jika tindak pidana itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

(3) jika untuk mendapat jalan masuk ke tempat kejahatan, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran atau pemanjatan atau telah memakai kunci-kunci palsu, suatu perintah palsu atau suatu seragam palsu.

(4) jika tindak pidana itu telah mengakibatkan luka berat pada tubuh.

c) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika tindak pidana itu telah mengakibatkan matinya orang.

d) Dijatuhkan pidana atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, jika tindak pidana itu mengakibatkan luka berat pada tubuh atau matinya orang, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama dan disertai dengan salah satu keadaan yang disebutkan dalam angka 1 dan angka 3.

Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana juga merupakan gequalificeerde diefstal atau suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan.

Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, ataupun bukan merupakan suatu samenloop dari kejahatan pencurian dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang.

5) Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga

Tindak pidana pencurian dalam keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHPidana yang berbunyi:

(1) Jika pelaku atau orang yang membantu melakukan salah satu kejahatan-kejahatan yang diatur dalam Bab ini ialah seseorang suami atau istri yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta kekayaan dengan orang, terhadap siapa kejahatan itu telah dilakukan, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap pelaku atau orang yang melakukan kejahatan tersebut,

(2) Jika mereka itu merupakan suami atau istri yang bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta kekayaan, atau merupakan saudara sedarah atau karena perkawinan baik dalam garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat kedua dari orang, terhadap siapa kejahatan itu telah dilakukan, maka


(39)

penuntutan terhadap mereka hanya dapat dilakukan, jika ada pengaduan terhadap mereka dari orang, terhadap siapa telah dilakukan kejahatan.

(3) Jika berdasarkan lembaga-lembaga keibuan, kekuasaan bapak itu dilakukan oleh orang lain daripada seorang ayah, maka ketentuan dalam ayat yang terdahulu itu juga berlaku bagi orang lain tersebut.

Lembaga-lembaga scheiding van tafel en bed atau bercerai meja makan da tempat tidur dan scheiding van geoderen atau bercerai harta kekayaan merupakan lembaga-lembaga yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek, dan dengan sendirinya juga hanya berlaku bagi mereka yang menundukkan diri pada Burgerlijk Wetboek tersebut. Bagi mayoritas warga negara Indonesia yang menganut Agama Islam dan menikah menurut Hukum Islam hanya dikenal lembaga talak, sehingga untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 367 KUHPidana bagi mereka, kata-kata bercerai meja makan dan tempat tidur dan bercerai harta kekayaan itu harus dibaca sebagai bercerai dalam pengertian talak tanpa perlu memperhatikan apakah talak tersebut merupakan talak pertama, talak kedua, atau talak ketiga.

Bagi sebagian lagi penduduk Indonesia yang biasa melangsungkan perkawinan mereka menurut adat mereka, yang disebut perkawinan itu menurut hukum yang berlaku hanya merupakan lembaga hidup bersama tanpa nikah, sehingga ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 367 KUHPidana tidak berlaku bagi mereka, yakni karena lembaga hidup bersama tanpa nikah itu tidak dikenal lembaga cerai melainkan hanya berpisah.

c. Pemidanaan Pada Tindak Pidana Pencurian

Secara garis besar pemberian wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada hakim terhadap dakwaan yang diberikan meliputi :

1) Putusan hakim (pemidanaan, pembebasan dan pelepasan); 2) Penindakan;


(40)

Selain dakwaan yang diberikan juga meliputi unsur-unsur yang ada pada pasal-pasal KUHP, hakim juga harus memiliki pemenuhan pada Pasal 183, 184 KUHAP dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,. Menurut keputusan seminar hukum nasional ke-1 tahun 1983, yang dimaksud dengan hukum acara pidana adalah norma hukum yang berwujud wewenang yang diberikan kepada negera untuk bertindak apabila ada persangkaan bahwa hukum pidana dilanggar.21 Atas dasar hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa fungsi hukum acara pidana mempunyai tiga tugas pokok, yaitu :

1) Mencari dan mendapat kebenaran material; 2) Memberikan suatu putusan hakim;

3) Melaksanakan putusan hakim.

Tekanan dalam tiga tugas pokok tersebut harus diletakkan pada fungsi mencari kebenaran material sebab kebenaran yang harus menjadi dasar dari pada keputusan hakim pidana.

Menurut KUHP, peristiwa pidana dibedakan menjadi dua jenis yaitu “misdrijf“ (kejahatan) dan “overtrading” (pelanggaran). KUHP tidak memberikan syarat-syarat untuk membedakan kejahatan dan pelanggaran. KUHP hanya menentukan semua ketentuan yang dimuat dalam buku II adalah kejahatan sedang semua yang terdapat dalam buku III adalah pelanggaran. Kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran, selain itu terdapat beberapa ketentuan yang termuat dalam buku I yang membedakan antara kejahatan dan pelanggaran.

Pencurian pada umumnya merupakan tindakan yang pada KUHP terdapat pada buku II (kejahatan), namun pencurian juga dapat dikatergorikan pada delik materil apabila pencurian tersebut disertai pembunuhan, penganiayaan atau hal-hal yang menitik beratkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Hukum pidana

21


(41)

adalah peraturan hukum mengenai pidana, dan kata pidana itu sendiri berarti hal

“dipidanakan” yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang terdakwa sebagai hal yang tidak enak dirasakannya. 22

4. Pengertian Kenderaan Bermotor

Pengertian kendaraan bermotor Indonesia, menurut Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) adalah :

“Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan

mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.”

Dari pengertian kendaraan bermotor di atas, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang mempergunakan tenaga mesin sebagai intinya untuk bergerak atau berjalan, kendaraan ini biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang dan barang atau sebagai alat transportasi akan tetapi kendaraan tersebut bukan yang berjalan di atas rel seperti kereta api.

Mengingat pentingnya kendaraan bermotor dalam kehidupan sehari-hari, maka pabrik kendaraan bermotor semakin berkembang pesat khususnya setelah perang dunia kedua.Hal ini ditandai dengan tahap motorisasi di segala bidang.Kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi atau sebagai alat pengangkutan memegang peranan penting dalam menentukan kemajuan perekonomian suatu bangsa.Kendaraan bermotor di Indonesia merupakan lambang status sosial di masyarakat.

Sebagai wujud nyata dari keberhasilan pembangunan, masyarakat di Indonesia semakin hari semakin banyak yang memiliki kendaraan bermotor, akan tetapi di lain pihak pula ada sebagian besar golongan masyarakat yang tidak mampu untuk menikmati hasil kemajuan teknologi ini. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan sosial di dalam masyarakat, perbedaan semacam ini dapat mengakibatkan terjadinya berbagai macam

22


(42)

kejahatan diantaranya kejahatan pencurian kendaraan bermotor.Kejahatan ini adalah termasuk kejahatan terhadap harta benda (crime against property) yang menimbulkan kerugian.

5. Teori-Teori Sebab Terjadinya Kejahatan

Teori-teori tentang sebab-sebab kejahatan telah dikemukakan oleh para kriminolog. Dalam perkembangannya tentang kejahatan atau kriminologi terus menimbulkan berbagai pendapat dari berbagai pakar kriminolog dan pakar ilmu hukum. Berikut ini teori penyebab kejahatan23 :

a. Perspektif Sosiologis

Pada teori kejahatan dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu : strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social control. Perspektif strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatianya pada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya pada teori kontrol sosial mempuyai pendekatan berbeda.

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa motivasi untuk melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Selain itu teori ini mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga sosial membuat aturan yang efektif. Teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu

23


(43)

nilai-nilai budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma konvensional. Sudah umum diterima bahwa objek kriminologi adalah norma-norma kelakuan (tingkah laku) yang tidak disukai oleh kelompok-kelompok masyarakat, tetapi kejahatan (crime) sebagai salah satu dari padanya masih merupakan bagian yang terpenting.

Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa kejahatan adalah salah satu persoalan yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial,karena penjahat-penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Beberapa kejahatan menunjukkan sifat-sifat egoistis, ketamakan dari pelaku kejahatan, sama sekali tidak mempedulikan keselamatan, kesejahteraan ataupun barang milik orang lain.

Pelaku kejahatan yang lebih besar lagi dan lebih berkuasa umumnya bersatu dan bergabung dengan pegawai-pegawai pemerintah yang korup dan dengan demikian mencoba untuk mencapai tujuan-tujuan mereka dengan melalui saluran pemerintahan.

Sosiologi modern sangat menekankan pada mempelajari struktur dan jalanya masyarakat sekarang ini. Bila dilihat dari sosiologi maka kejahatan adalah salah satu masalah yang paling gawat dari disorganisasi sosial. Karena pelaku kejahatan bergerak dalam aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan, hukum, Undang-Undang, Ketertiban dan Kesejahteraan sosial. dan oleh karena itulah kejahatan merupakan salah satu bagian dari disorganisasi sosial yang perlu diperhatikan. Dalam culture conflict


(44)

theory Thomas Sellin menyatakan bahwa setiap kelompok memiliki conduct morm-nya sediri dan dari conduct norms dari satu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms kelompok lain. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya mugkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma-norma kelokpoknya itu bertentangan dengan norma-norma dari masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama antara seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig-masing menganut conduct norms yang berbeda. Sebaliknya dalam teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.

b. Perspektif Biologis

Cesare Lombrosso seorang berkebangsaan Italia yang sering dianggap sebagai “the father of modern criminology” ia menjelaskan kejahatan dari mashab klasik menuju mashab

positif. Perbedaan signifikan antara mashab klasik dan mashab positif adalah bahwa yang terakhir tadi mencari fakta empiris untuk mengkonfirmasi gagasan bahwa kejahatan itu ditentukan oleh berbagai faktor, dimana para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai dimasa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu dll. Sementara dari tokoh biologis mengukuti tradisi Charles Goring dalam upaya menelusuri tentang tingkah laku kriminal.

Berdasarkan penelitiannya ini, Lombrosso mengklasifikasikan penjahat kedalam 4 golongan, yaitu :

1) Born criminal, yaitu orang berdasarkan pada doktrin atavisme tersebut di atas. 2) Insane criminal, yaitu orang menjadi penjahat sebagai hasil dari beberapa


(45)

membedakan antara benar dan salah. Contohnya adalah kelompok idiot, embisil, atau paranoid.

3) Occasional criminal atau Criminaloid, yaitu pelaku kejahatan berdasarkan pengalaman yang terus menerus sehingga mempengaruhi pribadinya. Contohnya penjahat kambuhan (habitual criminals).

4) Criminal of passion, yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya karena marah, cinta, atau karena kehormatan.

c. Perspektif Psikologis

Teori psikoanalisis tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku

criminal dengan suatu “conscience” (hati nurani) yang baik, dia begitu kuat sehingga

menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontroldorongan-dorongan dirinya bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.

Sigmund Freud (1856-1939), penemu dari psychoanalysis, berpendapat bahwa

kriminalitas mungkin hasil dari “an overactive conscience” yang menghasilkan perasaan

bersalah yang tidak tertahankan untuk melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu dihukum maka perasaan bersalah mereka berada.

Pendekatan psychoanalytic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik fungsi normal maupun asosial. Meski dikritik, tiga prinsip dasarnya menarik kalangan psikologis yang mempelajari kejahatan yaitu :

1) Tindakan dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan masa kanak-kanak mereka.

2) Tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalin-menjalin, dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita ingin mengerti kejahatan.

3) Kejahatan pada dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis. d. Perspektif Lain


(1)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DENGAN KEKERASAN

(BEGAL) YANG DILAKUKAN OLEH PELAJAR (STUDI KASUS POLSEK DELITUA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelajar Sarjana Hukum

OLEH :

HENDRIAWAN NIM : 110200046

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum. NIP. 195703261986011001

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Nurmalawaty, S.H., M.Hum. 196209071988112001

Alwan, S.H., M.H. 196005201998021001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

ABSTRAK

Hendriawan*

Nurmalawaty S.H., M.Hum** Alwan S.H., M.H***

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya delik pencurian kendaraan bermotor roda dua dengan kekerasan (begal) yang dilakukan oleh pelajar dan berbagai macam upaya baik yang bersifat preventif maupun represif dalam rangka untuk mencegah, mengurangi dan memberantas delik-delik pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pelajar. Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Polsek Delitua, adapun yang menjadi objek penelitian adalah para pelaku begal motor dalam hal pelajar. Peneltian ini dilakukan dengan wawancara langsung dengan narasumber-narasumber secara mendalam dan tajam. Pendekatan yang kedua adalah dengan memaparkan secara deskriptif berbagai hasil wawancara lalu melakukan analisis psikologis, sosiologis dan yuridis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sudut pandang psikis tampak bahwa sebab-sebab terjadinya kejahatan adalah ketidakmampuan dalam berpikir sehat dalam mengahadapi berbagai macam masalah hidup, kebimbangan dalam memilih jalan hidup yang berakhir keputusan yang menyimpang, perasaan bersalah, efek dari narkoba dan rendahnya pemahaman dan ketaatan terhadap nilai-nilai agama. Hasil temuan kedua dari sudut pandang sosiologis, menunjukkan bahwa faktor keluarga, pendidikan, dan sosial/pertemanan memainkan peranan penting dalam mempengaruhi kepribadian para pelaku untuk membentuk watak kriminal yang setali tiga uang dengan faktor-faktor psikis di atas. Kemudian hasil penelitian terhadap upaya-upaya para aparat penegak hukum memperlihatkan bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Sektor Delitua yang mengarah kepada upaya-upaya preventif dan represif seperti melakukan razia rutin, sosialisasi langsung maupun tidak langsung, patroli keliling dan berbagai macam stategi penyidikan dalam mengungkap jaringan para pelaku begal.

* Mahasiswa

** DosenPembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kesehatan, keselamatan serta anugerah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah "TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DENGAN KEKERASAN (BEGAL) YANG DILAKUKAN OLEH PELAJAR (STUDI KASUS POLSEK DELITUA)".

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, diharapkan saran dan kritik yang konstruktif dalam menunjang kesempurnaan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan skripsi ini maupun selama menempuh perkuliahan khususnya kepada :

1. Prof. Dr.Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. M. Hamdan, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Numalawaty, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.


(4)

5. Seluruh Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan bimbingan dalam mengikuti perkuliahan melalui ilmu pengetahuan yang diajarkan.

6. Sahabat-sahabatku yang selalu support, Dedy Syahputra, S.H., Rahmad Kharisman, S.H., Pranto Situmorang, S.H., Andana Zwari Limbeng, Jhony T. Hutabarat dan lain lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih buat dukungan dan bantuannnya dari awal perkuliahan sampai sekarang ini.

7. Teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Akhir kata, diucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Medan, Desember 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Pengertian Kriminologi ... 8

2. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana... 8

3. Pengertian Pencurian ... 8

4. Pengertian Kendaraan Bermotor Roda Dua ... 8

5. Teori-Teori Sebab Terjadinya Kejahatan... 8

6. Teori-Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan ... 8

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II GAMBAR UMUM KEPOLISIAN RESORT DELITUA ... 8

A. Profil Wilayah Hukum Polsek DeliTua ... 9

B. Data Statistik Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua ... 9


(6)

KEKERASAN ... 40

A. Alur Kriminologis Pelajar Melakukan Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan KekerasanProfil Wilayah Hukum Polsek DeliTua ... 40

B. Faktor-Faktor Penyebab Pelajar Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan ... 40

C. Upaya Aparat Penegak Hukum Polsek Deli Tua Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Pelajar ... 40

BAB IV PENUTUP ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus di POLRESTA Bandar Lampung)

0 13 54

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA

2 15 58

ANALISIS KRIMINOLOGIS PENYEBAB TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH

1 35 48

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Polsek Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)

2 58 75

Upaya Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Anak

3 51 57

Tinjauan Kriminologis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua dengan Kekerasan (Begal) yang Dilakukan oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)

0 0 7

Tinjauan Kriminologis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua dengan Kekerasan (Begal) yang Dilakukan oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)

0 1 1

Tinjauan Kriminologis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua dengan Kekerasan (Begal) yang Dilakukan oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)

0 0 32

Tinjauan Kriminologis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua dengan Kekerasan (Begal) yang Dilakukan oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)

0 0 4

Tinjauan Kriminologis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Roda Dua dengan Kekerasan (Begal) yang Dilakukan oleh Pelajar (Studi Kasus Polsek Delitua)

0 0 2