perhitungan besarnya kemampuan debitur dalam menghadapi risiko yang tidak terduga.
2.4 Non Performing Loans NPL
Non performing loans NPL merupakan salah satu pengukuran dari rasio resiko
usaha bank yang menunjukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. NPL adalah rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank
yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar Hariyani, 2010;52.
NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus
melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan
terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan
terhadap angunan untuk memperkecil risiko kredit Ali, 2004 dalam Fitriyana 2011.
Semakin tinggi tingkat kredit macet maka semakin buruk pula kualitas aset yang dimiliki bank. Oleh karena itu, bank harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit
ke masyarakat yang membutuhkan dana. Namun demikian, apabila semakin rendah tingkat kredit macet yang dialami suatu bank, maka jumlah kredit yang
disalurkan akan semakin besar. Menurut Fransisca dan Siregar 2009 dalam Galih 2011 yaitu, Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan
keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar. Dengan demikian, semakin besar kredit macet atau
kredit yang bermasalah yang dialami perusahaan perbankan, maka keadaan tersebut menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit kepada
masyarakat sehingga jumlah kredit yang disalurkan pun akan menurun. Kredit bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia merupakan kredit yang
digolongkan ke dalam kolektibilitas kurang lancar KL, diragukan D, dan macet M. Sedangkan penilaian atau penggolongan suatu kredit ke dalam tingkat
kolektibilitas kredit tertentu didasarkan pada kriteria kuantitatif dan kualitatif. Kriteria penilaian kolektibilitas secara kuantitatif didasarkan pada keadaan
pembayaran kredit oleh nasabah yang tercermin dalam catatan pembukuan bank, yaitu mencakup ketepatan pembayaran pokok, bunga, maupun, kewajiban lainnya.
Penilaian terhadap pembayaran tersebut dapat dilihat berdasarkan pada data historis past performance dari masing-masing rekening pinjaman.
2.5 Penyebab Kredit Bermasalah
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak 19971998 dapat pemicu utama
terjadinya lonjakan kredit bermasalah dan kredit macet dalam sekala besar di sektor perbankan nasional. Karena krisis semacam ini skalanya sangat luas dan
dapat membahayakan perekonomian maka penanggulangannya arus melibatkan pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia Hariyani, 2010;38.
Sedangkan jika kasus kredit macet atau kredit bermasalah hanya terjadi dalam sekala kecil dimasing-masing bank, maka penanggulanganya cukup hanya
melibatkan manajemen bank yang bersangkutan. Dilain pihak, jika krisi keuangan terjadi dalam sekala dunia seperti krisis financial global 2008-2009 maka
penyelesainnya harus melibatkan pemerintah dan bank sentral di berbagai negara di dunia.
Menurut Hariyani 2010;38 kredit bermasalah disebabkan oleh :
1. Bencana alam atau keadaan darurat diluar kemampuan manusia.
2. Usaha debitur yang memburuk, sulit berkembang, banyak pesaing,
kesulitan manajerial. 3.
Praktik KKN Korupsi, Kolusi, Nepotisme antara debitur dan pihak perbankan.
4. Debitur tidak punya niat baik untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
2.6 Modal Bank Umum
Modal merupakan faktor yang penting dalam rangka pengembangan usaha dan untuk menampung risiko kerugiannya. Modal berfungsi untuk membiayai operasi,
sebagai instrumen untuk mengantisipasi rasio, dan sebagai alat untuk ekpansi usaha. Sebagaimana perusahaan lainya, bank juga memiliki modal yang dapat
digunakan untuk berbagai hal seperti modal pelengkap, modal yang dimilki oleh bank seedikit berbeda dengan yang dimiliki perusahaan lainnya Kasmir, 2000.
Sedangkan menurut Bank Indonesia, penilaian pemodalan dimaksudkan untuk mengevaluasi kecukupan modal Bank dalam mengcover risiko saat ini dan
mengantisipasi eksposur risiko di masa datang.
Menurut Kasmir 2000;257 Modal bank pada umunya terdiri dari dua macam
yaitu modal inti dan modal pelengkap. Modal inti merupakan modal sendiri tertera dalam ekuitas. Sedangkan modal pelengkap merupakan modal pinjaman dan
cadangan revaluasi aktiva serta cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif.
1. Modal inti, merupakan penjumlahan dari komponen berikut ini. a.
Modal disetor, Merupakan modal yang disetor secara efektif oleh pemilik bank, sesuai
dengan peraturan berlaku. b.
Agio saham, Merupakan selisih lebih modal yang diterima oleh bank sebagai akibat
harga saham yang melebihi nilai nominalnya. c.
Modal sumbangan, Modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, atau laba dari
penjualan saham dari nilai yang tercatat. d.
Cadangan umum, Merupakan cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan
setelah mendapat persetujuan dalam RUPS sesuai dengan anggaran dasar perusahaan.
e. Cadangan tujuan,
Merupakan bagian laba setelah dikurangi pajak yang telah disisihkan untuk tujuan tertentu.
f. Laba yang ditahan,
Merupakan saldo laba bersih setelah diperhitungkan pajak dan telah diputuskan RUPS untuk tidak dibagikan.
g. Laba tahun lalu,
Merupakan seluruh laba bersih tahun lalu setelah diperhitungkan pajak. h.
Rugi tahun lalu, Merupakan kerugian yang telah diderita pada tahun lalu.
i. Laba tahun berjalan,
Merupakan laba yang telah diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak.
j. Rugi tahun berjalan,
Merupakan rugi yang telah diderita dalam tahun buku yang sedang berjalan.
2. Modal pelengkap terdiri dari a.
Cadangan revaluasi aktiva tetap, Merupakan cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali dari
aktiva tetap yang dimiliki bank. b.
Penyisihan penghapusan aktiva produktif, Merupakan cadangan yang dibentuk dengan cara membebankan laba rugi
tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterima seluruh atau sebagian aktiva
produktif.
c. Modal pinjaman,
Merupakan pinjaman yang didukung oleh warkat-warkat yang memiliki sifat seperti modal. maksimum 50 dari jumlah modal inti.
d. Pinjaman subordinasi,
Merupakan pinjaman yang telah memenuhi syarat seperti ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman, memperoleh persetujuan BI
dan tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan perjanjian lainya. Besarnya kecukupan modal bank di seluruh bank yang ada di Indonesia telah
ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 8. Kecukupan modal yang tinggi dan memadai akan meningkatkan volume kredit perbankan Warjiyo dalam Galih,
2011.
2.7 Asset Bank Umum
Aktiva bank atau aset bank terdiri atas aktiva produktif dan aktiva non produktif. Aktiva produktif adalah penyedian dana bank untuk memperoleh penghasilan,
yaitu dalam bentuk, kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali
reverse repurchase agreement, tagihan derivative, penyertaan, transaksi rekening administrative, serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu. Sedangkan yang dimaksud aktiva nonproduktif adalah asset bank selain aktiva produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain
dalam bentuk Anggunan Yang Diambil Alih AYDA, property terbengkalai abandoned property, rekening antar kantor, dan suspense account Hariyani,
2010;69.