Penerapan model pembelajaran kooperatif informal tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
INFORMAL TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE
(FSLC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
KREATIF MATEMATIS SISWA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
BENNI AL AZHRI
NIM : 109017000040
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
BENNI AL AZHRI (109017000040), “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Informal Tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, April 2014.
Penelitian ini dilakukan di SMP Muslim Asia Afrika Pamulang Tangerang Selatan
tahun ajaran 2013/2014, bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan
kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang
diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe Formulate-ShareListen-Create (FSLC) dan siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen semu
dengan desain Matching Pretest-Posttest Control Group Design. Sampel
penelitian diperoleh sebanyak dua kelas dengan teknik cluster random sampling
yang terdiri dari kelas eksperimen (FSLC) sebanyak 19 siswa dan kelas kontrol
(konvensional) sebanyak 18 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran
kooperatif informal tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) secara signifikan
lebih baik daripada siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional. Kualitas
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas FSLC
berada pada kategori “sedang”, hal ini lebih baik daripada kelas konvensional
yang berada pada kategori “rendah”. Dari keempat indikator kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa (kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi),
kualitas peningkatan indikator keluwesan dan orisinalitas pada kelas FSLC lebih
baik yaitu berada pada kategori “sedang”, sedangkan kelas konvensional berada
pada kategori “rendah”. Untuk kedua indikator lainnya, baik kelas FSLC maupun
konvensional berada pada kategori yang sama yaitu “sedang”.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe Formulate-ShareListen-Create (FSLC), Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.
i
ABSTRACT
BENNI AL AZHRI (109017000040), “The Implementation of Informal
Cooperative Learning Model of Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) Type to
Improve Students Mathematical Creative Thinking Skills” . Thesis of Department
of Mathematics Education Faculty of Tarbiyah and Teaching Science UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, April 2014 .
This research was conducted at SMP Muslim Asia Afrika Pamulang South
Tangerang academic year 2013/2014, aimed to analyze and compare the
improvement quality of mathematical creative thinking skills among students who
were applied FSLC and students who were applied the conventional learning. The
method used in this study was a quasi-experimental method with a pretest-posttest
Matching Control Group Design. Samples were obtained as many as two classes
by cluster random sampling technique consisting of experimental class (FSLC) as
many as 19 students and control class (conventional) as many as 18 students. The
results showed that the students' mathematical creative thinking skills who were
applied FSLC were significantly better than students who were applied
conventional learning. Improvement quality of mathematical creative thinking
skills of students in the FSLC class was in the category "medium", it was better
than conventional class which was in the category "low". Of the four indicators of
students' mathematical creative thinking skills (fluency, flexibility, originality, and
elaboration), improvement quality indicators for flexibility and originality in
FSLC class were stated in the "moderate" category, while in the conventional
class they were in the "low" category. For the other two indicators, both FSLC
and conventional classes were in the same category as "moderate".
Keywords: Informal Cooperative Learning Model of Formulate-Share-ListenCreate (FSLC) Type, Mathematical Creative Thinking Skills.
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, perjuangan,
doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat
teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kadir, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu
Khairunnisa, S.Pd, M.Si sebagai Dosen pembimbing II yang telah
memberikan
waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan
yang diberikan, semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.
5. Bapak Otong Suhyanto, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan
waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu
berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
iii
7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan
Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak Sukardi, S. PdI selaku Kepala SMP Muslim Asia Afrika Pamulang
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10. Seluruh dewan guru SMP Muslim Asia Afrika Pamulang, khususnya Ibu Fitri,
S.E selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMP Muslim Asia Afrika
Tangerang Selatan, khususnya kelas VII.A dan VII.B.
11. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Papa dan Mama, yang tak
henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis. Serta kepada adik-adik
kesayangan Angga dan Amel.
12. Syifa Nurjanah yang telah memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan
doanya kepada penulis.
13. Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2009,
Erdy
Poernomo, S.Pd, Hajroni, Arif, Ilham, Rifan, Thoyibah, dan seluruh temanteman PMTK B 2009.
14. Kelas kelas angkatan 2008 dan 2007 yang membantu mempermudah penulis
dalam menyusun skripsi. Serta adik kelas angkatan 2010 dan 2011yang telah
memberikan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, April 2014
Penulis
Benni Al Azhri
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN ...............................................................................................ix
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xi
BAB I:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
BAB II: KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM) ........................ 9
B. Menilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ......................... 13
C. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis .............. 16
D. Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe FSLC ............................. 19
E. Pembelajaran Konvensional .......................................................... 24
F. Penelitian yang Relevan ................................................................ 26
G. Kerangka Berpikir ......................................................................... 27
H. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 29
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 31
B. Metode dan Desain penelitian ....................................................... 31
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 33
v
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 33
E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 34
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 40
G. Hipotesis statistik .......................................................................... 44
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 45
1. Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Matematis ....................... 45
2. Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Matematis ...................... 47
3. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ........... 49
B. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 53
C. Hambatan dalam Penelitian ............................................................ 66
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 67
B. Saran ............................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Overall Global Creativity Index Ranking ........................................... 2
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................... 31
Tabel 3.2
Desain Penelitian .............................................................................. 32
Tabel 3.3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Himpunan ....... 34
Tabel 3.4
Rubric for Creative Thinking Skills Evaluation ................................ 35
Tabel 3.5
Kategorisasi Indeks Gain Ternormalisasi ......................................... 43
Tabel 4.1
Deskripsi Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Matematis Siswa ..... 45
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ......46
Tabel 4.3
Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 46
Tabel 4.4
Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Tes Awal Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 47
Tabel 4.5
Deskripsi Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Matematis Siswa .... 47
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol ...... 48
Tabel 4.7
Hasil Uji Homogenitas Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol .. 48
Tabel 4.8
Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Tes Akhir Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 49
Tabel 4.9
Deskripsi Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa ................................................................................ 50
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 50
Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 51
Tabel 4.12 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen
dan Kontrol ........................................................................................ 51
Tabel 4.13 Deskripsi Gain Ternormalisasi pada Indikator Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis .............................................................................. 53
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator kelancaran
........................................................................................................ 54
Gambar 4.2
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
kelancaran ..................................................................................... 55
Gambar 4.3
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator kerincian . 56
Gambar 4.4
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
kerincian ........................................................................................ 56
Gambar 4.5
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator keluwesan
........................................................................................................ 57
Gambar 4.6
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
keluwesan ...................................................................................... 58
Gambar 4.7
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator orisinalitas
........................................................................................................ 59
Gambar 4.8
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
orisinalitas ...................................................................................... 59
Gambar 4.9
Langkah Penerapan FSLC Tahap Formulate ................................ 61
Gambar 4.10 Langkah Penerapan FSLC Tahap Share & Listen ........................ 62
Gambar 4.11 Langkah Penerapan FSLC Tahap Create ..................................... 62
Gambar 4.12 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompoknya ................ 63
Gambar 4.13 Siswa Memperhatikan Penjelasan Guru ........................................ 64
Gambar 4.14 Siswa Mencatat Materi yang Disampaikan Guru ......................... 64
Gambar 4.15 Siswa Menyelesaikan Soal yang Diberikan Guru ......................... 65
viii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1
Langkah Penerapan FSLC ................................................................ 24
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1
Deskripsi Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kontrol .. 52
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen.................75
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ...................... 86
Lampiran 3
Lembar Kerja Siswa (LKS) ............................................................ 94
Lampiran 4
Kisi-kisi Instrumen ...................................................................... 115
Lampiran 5
Instrumen Tes KBKM ................................................................. 117
Lampiran 6
Kunci Jawaban Instrumen Tes KBKM ....................................... 119
Lampiran 7
Pedoman Penskoran Instrumen Tes KBKM ............................... 124
Lampiran 8
Hasil Wawancara Validitas Muka (Face Validity) ...................... 127
Lampiran 9
Hasil Uji Coba Instrumen Tes KBKM ........................................ 130
Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes KBKM .................................. 131
Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes KBKM .............................. 132
Lampiran 12 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes KBKM ...................... 133
Lampiran 13 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Tes KBKM ............................... 134
Lampiran 14 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Eksperimen ............... 135
Lampiran 15 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Kontrol ..................... 136
Lampiran 16 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Eksperimen Per Indikator
KBKM ......................................................................................... 137
Lampiran 17 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Kontrol Per Indikator
KBKM ......................................................................................... 138
Lembar Uji Referensi
Surat Izin Penelitian
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak zaman dahulu hingga sekarang telah terjadi banyak sekali perubahan
dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari yang paling sederhana hingga yang
paling kompleks. Pada zaman dahulu penduduk yang mengalami empat musim
dalam setahun (semi, panas, gugur, dan dingin) sangat kesulitan untuk hidup jika
musim dingin tiba karena mereka tidak memiliki rumah permanen yang bisa
melindungi mereka dari dinginnya salju. Namun jika dibandingkan dengan zaman
sekarang, salju bukan lagi masalah sebab mereka telah memiliki teknologi
arsitektur yang sangat canggih untuk membuat rumah bertungku perapian yang
menghangatkan mereka, bahkan sekarang tidak sedikit pemukiman yang memiliki
pemanas ruangan portable yang lebih efisien sebab tidak memerlukan tempat
khusus dan tidak perlu membakar kayu sehingga tidak menimbulkan polusi udara.
Sejak dahulu manusia juga sudah terbiasa dengan kegiatan migrasi dari
tempat asal mereka ke tempat lain yang sangat jauh untuk ditempuh demi mencari
wilayah penghidupan yang lebih baik. Namun karena jauhnya jarak yang
ditempuh, banyak kendala yang dihadapi mengenai perbekalan yang menipis,
perampokan di jalanan, atau bisa juga karena medan yang susah dilalui
menyebabkan manusia pada saat itu berpikiran untuk menciptakan suatu alat yang
bisa membawa mereka ke tempat yang jauh dengan cepat dengan sedikit
hambatan. Setelah sekian lama, alat yang diimpikan tersebut sekarang telah
tercipta yaitu pesawat terbang.
Dari dua contoh di atas, terlihat bahwa banyaknya masalah dalam kehidupan
menuntut manusia untuk berpikir dan berusaha menciptakan terobosan-terobosan
atau produk baru sebagai penyelesaian dari masalah tersebut. Hal ini sejalan
dengan ajaran Islam seperti pada firman Allah SWT berikut:
1
2
…. حَّى يغِّر ا ا بأنفس
…إَّ ال ه ا يغِّر ا بق.
“…. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri ….”. (QS. Ar-Ra’d: 11)
Kombinasi dari cara berpikir dan terobosan-terobosan atau produk baru inilah
yang disebut sebagai kreativitas.1 Kreativitas menjadikan manusia lebih mampu
bertahan seiring perkembangan zaman.
Indonesia sebagai bangsa yang besar pun harus menjadi bangsa yang kreatif
agar mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dengan penduduk yang
jumlahnya lebih dari dua ratus juta orang, seharusnya banyak sekali ide dan
produk kreatif tercipta untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dialami
masyarakat Indonesia. Ironisnya berdasarkan penelitian Martin Prosperity
Institute, indeks kreativitas bangsa Indonesia berada pada peringkat ke 81 dari 82
negara.2
Tabel 1.1
Overall Global Creativity Index Ranking
….
1
Yeni Rahmawati & Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia
Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h. 14.
2
Richard Florida. et al., Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index, (Toronto:
Martin Prosperity Institute, 2011), p. 40-41.
3
Faktor paling utama yang menjadi indikator pengukuran kreativitas pada
penelitian itu adalah teknologi dan talenta. Teknologi dinilai dari tiga aspek yaitu
besarnya anggaran keuangan untuk peneltian, sumber daya manusia yang menjadi
peneliti, dan hak paten yang dimiliki perkapita3 sedangkan talenta dinilai dari
pencapaian proses pendidikan dan sebaran pekerjaan yang diraih lulusan sekolah
(misalnya teknologi, sains, bisnis, arsitektur).4
Dilihat dari segi teknologi,
Indonesia berada pada peringkat 74 dari 75 negara sedangkan dari segi talenta
Indonesia berada pada peringkat 80 dari 82 negara.
Tidak hanya itu, studi lain juga mengungkapkan bahwa kreativitas bangsa
Indonesia masih belum baik, hal ini diungkapkan berdasarkan Global innovation
Index yang dirilis oleh Johnson Cornell University, INSEAD Business School,
dan WIPO (World Intelectual Property Organization).5 Khusus pada bidang
Knowledge and technology output dan Creative output berturut-turut Indonesia
berada pada peringkat ke 81 dan 57 dari 142 negara.
Rendahnya tingkat kreativitas bangsa Indonesia tentunya tidak luput dari
hasil pendidikan yang diterapkan. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu
dan memupuk bakat-bakat yang terdapat dalam diri anak Indonesia sehingga
kelak menjadi manusia-manusia yang kreatif dan tanggap dalam menyelesaikan
persoalan sehari-hari.6 Salah satu bentuk pendidikan pokok yang ada di Indonesia
adalah melalui wajib belajar 9 tahun dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
Apapun bentuk kreativitasnya, tentu dimulai dari proses berpikir kreatif. Pada
semua materi pembelajaran yang ada di sekolah, matematika salah satu mata
pelajaran yang sangat menonjolkan proses berpikir. Mulai dari mengidentifikasi
pola bilangan, geometri, memprediksi peluang suatu kejadian hingga penyelesaian
3
Ibid, p. 4.
Ibid, p. 7.
5
Indonesia
Kreatif,
Global
Innovation
Index
2013,
diakses
dari
http://gov.indonesiakreatif.net/global-innovation-index-2013/, pada 12 April 2014.
6
SC. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2009), Cet. 3, h.6.
4
4
masalah yang lebih kompleks dapat dipikirkan solusinya melalui pembelajaran
matematika.
Bahkan
matematika
juga
menjadi
landasan
utama
dalam
perkembangan teknologi. Melihat fakta ini, dapat dikatakan bahwa matematika
memungkinkan proses berpikir kreatif dapat dilatih dengan baik.
Masalahnya adalah “apakah pembelajaran matematika di Indonesia selama
ini kurang memupuk kemampuan berpikir kreatif siswa sehingga lulusannya
kurang
kreatif
dalam
menerapkan
konsep-konsep
matematika
dalam
menyelesaikan masalah?” Pakar statistika UII, Prof. Ahmad Fauzy menyebutkan
bahwa pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah selama ini kurang
membuat siswa berpikir kreatif. Bahkan materi matematika yang diajarkan jauh
dari konteks dunia nyata. Sebagai ilmu pasti, matematika seharusnya memiliki
keterkaitan erat dengan kehidupan manusia, bukan hanya teori.7
Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia, Drs. Firman Syah Noor, M.Pd
juga mengungkapkan hal serupa bahwa pembelajaran matematika di Indonesia
saat ini belum dirancang untuk mendidik siswa agar memiliki high order thinking
skill (HOTS). Konsep high order thinking skill merupakan kemampuan siswa
untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir
kreatif.8 Dari kedua pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika di Indonesia memang belum diarahkan untuk memupuk
kemampuan berpikir kreatif siswa.
Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara yang indeks kreativitasnya tinggi
seperti Jepang dan Belanda sudah cukup lama memulai pembelajaran matematika
yang berorientasi kepada high order thinking skill. Hal ini dapat diidentifikasi
melalui berbagai pendekatan yang diterapkan oleh negara-negara tersebut.
Misalnya di Belanda, guru matematika di negara ini menggunakan konsep
pendidikan matematika realistik (Realistic Mathematics Education). Inti dari
7
Ratih Keswara, Pembelajaran Matematika di Indonesia Masuk Peringkat Rendah, diakses
dari
http://nasional.sindonews.com/read/2013/11/11/15/804091/pembelajaran-matematika-diindonesia-masuk-peringkat-rendah, pada 12 April 2014.
8
Rifa Nadia Nurfuadah, Banyak Juara Sains Bukan Berarti Anak Indonesia
dari
http://kampus.okezone.com/read/2013/12/06/560/908502/banyakPintar,
diakses
juara-sains-bukan-berarti-anak-indonesia-pintar, pada 12 April 2014.
5
pembelajaran matematika seperti ini adalah penggunaan pengalaman siswa seharihari lalu dengan mendiskusikannya, para siswa mengkonversi realitas-realitas itu
menjadi model-model matematis.9 Pendekatan seperti ini diduga mampu
mengantarkan siswa dalam merespon setiap masalah dengan baik, karena dalam
kehidupan sehari-hari, siswa telah mengenal masalah tersebut.
Di Jepang, para guru matematika di negara ini telah menggunakan
pendekatan terbuka (the open-ended approach). Pembelajaran dengan pendekatan
ini adalah dengan memberikan soal-soal yang memiliki beragam jawaban benar,
penekanannya bukan pada perolehan jawaban akhir tetapi lebih kepada upaya
mendapatkan beragam cara memperoleh jawaban dari soal yang diberikan.
Beberapa negara lain seperti Finlandia, Australia dan Inggris juga menggunakan
pendekatan ini.10 Karena sifatnya yang terbuka inilah yang membuat siswa
semakin terpacu untuk menghasilkan beragam ide kreatif.
Melihat pembelajaran matematika di Indonesia yang jelas tertinggal dari
negara-negara tersebut, sudah sewajarnya dilakukan perubahan agar kualitas
lulusannya semakin kreatif. Ada banyak sekali perubahan yang dapat dilakukan,
salah satunya menyediakan proses pembelajaran yang mampu memupuk
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Proses pembelajaran tersebut dapat
mengikuti salah satu yang telah diterapkan oleh negara-negara maju di atas atau
dapat juga mengkombinasikannya dalam suatu model pembelajaran tertentu,
semua tergantung guru yang akan mengajarkannya, dan tentunya disesuaikan
dengan kurikulum yang ada di Indonesia.
Salah satu model pembelajaran yang mampu mengakomodasi berbagai jenis
pendekatan itu adalah model pembelajaran kooperatif informal tipe FormulateShare-Listen-Create (FSLC). Berdasarkan pengkajian teori, pembelajaran
kooperatif informal tipe FSLC ini dapat memupuk kemampuan berpikir kreatif
matematis. Pada awal pembelajarannya guru memulai dengan memberikan suatu
9
MGMP Matematika MTs Jombang, Pembelajaran Matematika di Negara Maju,
diakses
dari
http://math-mts-jombang.blogspot.com/2009/04/pembelajaran-matematikadi-negara-maju.html, pada 12 April 2014.
10
Erkki Pehkonen, The State-of-Art in Mathematical Creativity, diunduh dari
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf, pada 21 Desember 2013, p. 64.
6
persoalan, persoalan atau masalah yang diberikan oleh guru ini sifatnya dinamis,
sehingga dapat menggunakan masalah terbuka ataupun realistis. Lalu siswa
diberikan kesempatan berpikir (formulate) secara individu untuk setidaknya
memahami dan merinci (elaboration) informasi pada persoalan yang diberikan
dan bahkan menemukan solusi awal (fluency & Originality) dan tidak lupa
mencatatnya sebagai modal bertukar pendapat saat diskusi. Setelah itu siswa
beserta teman di dalam kelompoknya saling bertukar pendapat (share & listen).
Pada proses berdiskusi ini diharapkan keluwesan (flexibility) berpikir siswa makin
terpupuk sebab dengan bertukar pikiran mereka akan mendapat cara pandang baru
yang mungkin belum terpikirkan olehnya. Hal terakhir yang diharapkan dari
proses diskusi adalah mereka mampu merumuskan (create) solusi yang cukup
unik (originality) untuk di presentasikan di depan kelas.
Dibutuhkan penelitian dan kajian lebih jauh untuk membuktikan secara
empiris bahwa pembelajaran kooperatif informal tipe Formulate-Share-ListenCreate (FSLC) memberikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
yang lebih baik daripada melalui pembelajaran konvensional di kelas. Atas dasar
inilah peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah yang teridentifikasi adalah
bahwa proses pembelajaran matematika disekolah belum dipersiapkan untuk
memupuk kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
C. Pembatasan Masalah
1)
Penelitian ini hanya dibatasi pada kemampuan berpikir kreatif siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif informal tipe FSLC yang
di setiap petemuannya dilakukan dua kali (double) proses FSLC.
7
2)
Materi matematika yang diajarkan selama proses penelitian berlangsung
adalah materi Himpunan kelas VII semester genap di SMP Muslim Asia
Afrika Pamulang, Tangerang Selatan tahun ajaran 2013/2014. Adapun
kemampuan berfikir kreatif dibatasi pada aspek kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), orisinalitas (originality) dan kerincian (elaboration).
a. kelancaran yaitu siswa mampu memberikan banyak jawaban atau menilai
suatu pernyataan berdasarkan konsep yang diketahui terhadap masalah
yang diberikan;
b. keluwesan yaitu siswa mampu memberikan pandangan berbeda terhadap
cara atau jawaban dari masalah yang telah diselesaikannya;
c. orisinalitas yaitu siswa mampu menguraikan sendiri solusi berdasarkan
keterbatasan informasi yang diperoleh dari masalah; dan
d. elaborasi yaitu siswa mampu merinci informasi yang tersirat didalam
masalah.
3)
Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
penelitian ini dinilai berdasarkan interpretasi nilai indeks gain ternormalisasi.
4)
Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa
diterapkan
disekolah
tempat
penelitian
berlangsung,
yaitu
model
pembelajaran klasikal.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara
siswa yang telah diterapkan model pembelajaran kooperatif informal tipe
FSLC dengan siswa yang ditrapkan pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis antara siswa yang diterapkan model pembelajaran kooperatif
informal tipe FSLC dengan siswa yang diterapkan pembelajaran
konvensional?
8
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa
yang telah diterapkan model pembelajaran kooperatif informal tipe FSLC
dengan siswa yang pembelajarannya konvensional.
2. Menganalisis perbedaan kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif
informal tipe FSLC maupun dengan pembelajaran konvensional.
F.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai bagaimana model
pembelajaran kooperatif informal tipe FSLC dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
2. Sebagai pembanding bagi peneliti lain yang ingin meneliti terkait
hasil penelitian yang diperoleh.
3. Memberikan rekomendasi kepada guru dan praktisi pendidikan
lainnya untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif informal
tipe FSLC sebagai salah satu alternatif dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)
Pada awalnya kreativitas dipandang sebagai suatu kecakapan mental yang
langka, seperti yang diungkapkan Weisberg bahwa dahulu kreativitas dipandang
hanya dimiliki oleh orang jenius yang tanpa memerlukan usaha keras dan cepat
dalam proses berpikir yang luar biasa1. Dari pandangan ini tersirat bahwa menurut
teori terdahulu, kreativitas memang alamiah terdapat pada jiwa-jiwa jenius
sehingga tidak diperlukan adanya suatu perlakuan tertentu untuk dikembangkan
pada orang yang dianggap tidak jenius.
Namun seiring berjalannya waktu, pandangan yang lebih modern pun muncul
dengan gagasan yang bertolak belakang dengan gagasan sebelumnya. Mengutip
dari Holyoak, Thagard dan Sternberg, bahwa kreativitas merupakan wilayah
pemahaman yang mendalam dan fleksibel; cenderung dipengaruhi oleh proses
pembelajaran dan pengalaman serta sering diasosiasikan dengan usaha dan
refleksi dalam jangka waktu yang lama. Pandangan ini juga meyebutkan bahwa
aktifitas kreatif berawal dari kecenderungan untuk berpikir dan berperilaku
kreatif.2 Pandangan modern ini menyiratkan bahwa kreativitas sebenarnya
dimiliki oleh setiap orang, bukan hanya orang yang terlahir jenius, sehingga dapat
dikembangkan melalui suatu proses pembelajaran agar menjadi lebih kreatif.
Mengenai definisinya, Haylock menyebutkan bahwa tidak ada definisi
tunggal mengenai kreativitas yang secara umum diterima sekaligus digunakan
dalam suatu penelitian. Secara umum kreativitas dapat dilihat dari dua sisi, yang
pertama dilihat dari suatu cara berpikir spesial yang biasa disebut divergent
thinking dan yang kedua dapat dilihat dari produk yang dianggap kreatif seperti
1
Edward A. Silver, Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem
Solving and Problem Posing, diunduh dari http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf,
pada 14 November 2013, p. 75.
2
Ibid.
9
10
hasil seni, musik, arsitektur, dll.3 Namun banyak ahli cenderung melihat
kreativitas dari segi prosesnya yaitu proses berpikir, seperti yang diungkapkan
Gallagher bahwa kreativitas merupakan proses mental yang dilakukan seseorang
dalam menciptakan ide atau produk atau mengkombinasikan ide-ide dan produk
itu dengan cara yang menurutnya baru.4 Malaguzzi dengan sangat gamblang
mengatakan bahwa kreativitas
akan
lebih
terlihat
ketika orang lebih
memperhatikan proses kognitif dari pada hasil yang dicapai.5 Maka berdasarkan
beberapa pendapat ini dapat dinyatakan bahwa kreativitas dapat ditinjau dari
proses mental kognitifnya yaitu berpikir kreatif.
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian berpikir kreatif, menurut
Munandar, berpikir kreatif atau berpikir divergen adalah kemampuan menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan data atau
informasi yang tersedia6. Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Brookhart
menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan brainstorming atau pencurahan
gagasan sebanyak-banyaknya atau menyusun ide-ide baru.7 Menurut Pehkonen,
berpikir kreatif dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari berpikir logis dan
berpikir divergen yang berdasarkan intuisi namun masih dalam keadaan sadar.
Berpikir divergen menghasilkan banyak ide dalam menyelesaikan masalah
sedangkan berpikir logis berperan dalam pengambilan keputusan atas ide yang
banyak tadi.8 Dari segi redaksi mungkin terlihat berbeda, namun berdasarkan
pendapat para ahli ini terlihat bahwa berpikir kreatif dapat diidentifikasi dari
banyaknya ide yang dilahirkan siswa dalam menanggapi masalah yang diberikan
kepadanya dan keragaman dari ide itu sendiri.
3
Derek Haylock, Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren, diunduh dari
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a2.pdf, pada 12 September 2013, p. 68.
4
Yeni Rahmawati & Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia
Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h. 13.
5
Johanna E. Dickhut, A Brief Review of Creativity, diakses dari
http://www.personalityresearch.org/papers/dickhut.html, pada 24 Oktober 2013.
6
SC. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk
Bagi Para Guru dan Orang Tua, (Jakarta: PT. Grasindo, 1999), h. 48.
7
Susan. M. Brookhart, How to Asses Higher-Order Thinking Skills in Your Classroom.
(Alexandra Virginia USA: ASCD, 2010), p. 125.
8
Erkki Pehkonen, The State-of-Art in Mathematical Creativity, diunduh dari
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf, pada 21 Desember 2013, p. 65.
11
Selanjutnya mengenai berpikir kreatif, beberapa ahli juga mengungkapkan
aspek-aspek untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif. Torrance dan
Balka
yang
sama-sama
menggunakan
aspek
fluency,
flexibility,
dan
novelty/originality.9 Guilford menyebutkan bahwa terdapat empat komponen
utama dalam berpikir kreatif atau berpikir divergen yaitu fluency, flexibility,
originality, dan elaboration.10 Senada dengan pendapat ini,
Grieshober
menyebutkan bahwa berpikir kreatif adalah proses menghasilkan ide-ide yang
seringkali menekankan pada kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),
orisinalitas (originality) dan elaborasi (elaboration) dalam berpikir.11 Tidak jauh
berbeda, Munandar juga mengungkapkan hal yang sama dengan menambahkan
aspek evaluasi.12 Hal serupa juga diungkapkan oleh Holland dengan
menambahkan aspek sensitivitas (sensitivity)13. Terlihat bahwa semua ahli di atas
menggunakan indikator yang berbeda-beda dalam mengidentifikasi kemampuan
berpikir kreatif, namun kebanyakan peneliti sepakat memasukkan indikator
kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi sebagai aspek utama dalam
pengukuran kemampuan berpikir kreatif.
Terkait
dengan
pembelajaran
matematika,
telah
diketahui
bahwa
pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang menekankan pada proses
kognitif atau berpikir. Bishop mengungkapkan bahwa seseorang memerlukan dua
pola berpikir berbeda dalam bermatematika, yaitu berpikir kreatif dan berpikir
9
Edward A. Silver, op. cit, p. 76.
Hija Park, The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry and Think
Aloud
of
Students
with
Math
Difficulty,
diunduh
dari
http://repository.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-tamu2004.%20%5B15;jsessionid=5074B91F822F2637EB209F76CA80171F?sequence=1, pada 24
Oktober 2013, p. 15.
11
William E. Grieshober , Continuing a Dictionary of Creativity Terms and Definitions,
diunduh dari http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/readingroom/theses/Grieswep.pdf, pada 24
Oktober 2013, p. 25.
12
SC. Utami Munandar, op. cit , h. 88.
13
Eric L. Mann, Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of
Mathematical
Creativity
in
Middle
School
Students,
diunduh
dari
http://www.gifted.uconn.edu/siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf, pada 12 September 2013, p.
7.
10
12
analitis.14 Pernyataan ini mengindikasikan eksistensi berpikir kreatif di dalam
matematika. Hal ini juga memberikan penegasan bahwa berpikir kreatif di dalam
matematika merupakan hal yang penting untuk dikembangkan bukan hanya
kemampuan prosedural atau analitis semata. Karena proses berpikir kreatif yang
sedang dikaji ini berada di dalam pembelajaran matematika, maka proses ini dapat
diistilahkan sebagai berpikir kreatif matematis.
Untuk memperjelas setiap indikator yang terdapat pada kemampuan berpikir
kreatif di dalam proses pembelajaran, Munandar telah mendefinisikannya sebagai
berikut:15 (1) kelancaran adalah kemampuan siswa dalam mencetuskan banyak
gagasan untuk memecahkan masalah yang diberikan; (2) keluwesan adalah
kemampuan siswa dalam memberikan berbagai solusi dari suatu masalah melalui
sudut pandang yang berbeda atau variatif; (3) orisinalitas adalah kemampuan
siswa dalam membuat kombinasi dari informasi yang diberikan dalam suatu
masalah sehingga menghasilkan solusi yang unik; (4) elaborasi adalah
kemampuan siswa dalam memberikan rincian terhadap ide yang didapat dari
informasi pada suatu masalah.
Agar semakin terperinci, berikut diuraikan beberapa perilaku siswa pada
setiap aspek kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif matematis yang dikutip dari Munandar.16
1. Kelancaran :
a. Merespon pertanyaan dengan sejumlah jawaban
b. Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu
masalah
2. Keluwesan :
a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar,
cerita atau masalah
b. Menerapkan suatu konsep atau azas dengan cara yang berbeda-beda
14
Erkki Pehkonen, op. cit , p. 63.
SC. Utami Munandar, loc. cit.
16
Ibid.
15
13
c. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara
yang berbeda untuk menyelesaikannya.
3. Orisinalitas :
a. Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak terpikirkan oleh
orang lain
b. Memilih cara berpikir yang lain daripada yang lain
c. Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian
informasi
4. Elaborasi :
a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan
masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci
b. Mengembangkan gagasan atau informasi yang didapat
Berdasarkan proses pengkajian teori di atas, dapat didefinisikan secara
operasional bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) adalah
kemampuan memberikan gagasan atau ide untuk menyelesaikan suatu masalah
matematika berdasarkan indikator:
1. kelancaran yaitu siswa mampu memberikan banyak jawaban atau menilai
suatu pernyataan berdasarkan konsep yang diketahui terhadap masalah
yang diberikan;
2. keluwesan yaitu siswa mampu memberikan pandangan berbeda terhadap
cara atau jawaban dari masalah yang telah diselesaikannya;
3. orisinalitas yaitu siswa mampu menguraikan sendiri solusi berdasarkan
keterbatasan informasi yang diperoleh dari masalah; dan
4. elaborasi yaitu siswa mampu merinci informasi yang tersirat didalam
masalah.
B. Menilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Selain memberikan definisi dan indikator mengenai KBKM, para ahli juga
memberikan pendapatnya masing-masing mengenai sumber informasi untuk
menilai kemampuan berpikir kreatif matematis. Torrance menilai kemampuan
14
berpikir kreatif matematis dari tes yang dibuatnya sendiri yaitu TTCT (The
Torrance Test of Creative Thinking) aspek yang diteliti pada tes ini adalah
kelancaran, keluwesan dan kebaruan. Tes ini pada dasarnya sama dengan aktivitas
problem posing dan problem solving.17
Lebih spesifik, Pehkonen menitikberatkan sumber penilaian kemampuan
berpikir kreatif matematis melalui penugasan berbentuk penyelesaian masalah.
Ditambahkan lagi bahwa masalah yang harus diselesaikan siswa agar kemampuan
berpikir kreatif matematis dapat dinilai adalah melalui masalah terbuka atau
Open-Ended Problem.18 Sama dengan Pehkonen, Mahmudi juga menggunakan
masalah terbuka sebagai sumber penilaian KBKM, dikatakan bahwa indikator
KBKM yang dapat dinilai melalui masalah terbuka adalah kelancaran, keluwesan,
orisinalitas, dan elaborasi. Beberapa ahli lain seperti Getzels dan Jackson juga
menggunakan cara yang sama untuk menilai KBKM siswa.19 Berdasarkan uraian
ini terlihat bahwa tidak sedikit ahli yang memandang bagaimana siswa
menyelesaikan masalah terbuka sebagai sumber penilaian KBKM.
Masalah dalam matematika dapat dikategorikan menjadi dua macam, yang
pertama masalah tertutup (closed problems) dan yang kedua adalah masalah
terbuka (open-ended problems). Menurut Shimada dan Becker masalah tertutup
adalah masalah yang tujuannya sudah jelas tercantum pada soal dan hanya
memiliki satu jawaban yang tepat20, lebih rinci lagi, Yee mengungkapkan bahwa
masalah tertutup adalah masalah yang hanya memiliki satu jawaban benar dengan
cara yang sudah tetap berdasarkan data atau informasi yang jelas.21 Masalah
17
Edward A Silver, loc. cit.
Erkki Pehkonen, op. cit., 64.
19
Ali Mahmudi, Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.Pd,%20M.Pd,%20Dr./M
akalah%2014%20ALI%20UNY%20Yogya%20for%20KNM%20UNIMA%20_Mengukur%20Ke
mampuan%20Berpikir%20Kreatif%20_.pdf, pada 24 Oktober 2013, h. 4.
20
Joseph B. W. Yeo, Mathematical Tasks : Clarification, Classification, and Choice of
Suitable Task for Different Types of Learning and Assessment, diunduh dari
http://math.nie.edu.sg/bwjyeo/publication/MMETechnicalReport2007_MathematicalTasks_ME20
0701.pdf, pada 24 Oktober 2013, p. 12.
21
Foong Pui Yee, Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote
Thinking and Understanding, diunduh dari http://math.unipa.it/~grim/SiFoong.PDF,
pada 24 Oktober 2013, p. 136.
18
15
seperti ini yang biasanya digunakan pada pembelajaran matematika disekolah
sebab guru dapat dengan mudah menilai pekerjaan siswa.
Masalah terbuka adalah masalah yang memiliki banyak kemungkinan
jawaban benar akibat dari cara yang tidak pasti yang disebabkan oleh kurangnya
informasi pada soal.22 Lebih spesifik lagi Shimada dan Becker mengungkapkan
bahwa karakteristik masalah terbuka adalah memiliki banyak jawaban benar23
atau metode dan pendekatan yang beragam dalam menyelesaikan masalah
tersebut24. Untuk lebih memperjelas perbedaan antara masalah tertutup dan
masalah terbuka, dapat dilihat dari contoh soal berikut:
Soal tertutup
Seekor beruang kutub memiliki berat tubuh sebesar 20 kali berat tubuh
Ali. Jika diketahui berat tubuh Ali adalah 25 kg. Berapakah berat tubuh
beruang kutub itu?
Soal terbuka
Seekor beruang kutub memiliki berat tubuh sebesar 500 kg. berapa
banyak anak yang dibutuhkan untuk menyamai berat tubuh beruang
kutub tersebut?
Jika diperhatikan, soal tertutup di atas telah memberikan informasi dengan
jelas yaitu dengan kata kunci “20 kali”, maka siswa pun langsung merespon
dengan mengingat konsep perkalian, lalu mulai mengerjakan soal itu dengan
mengalikan berat tubuh Ali dengan 20, sehingga jawaban yang didapat pasti 500
kg. Jika siswa lain menjawab bukan 500 kg, maka siswa tersebut salah. Pada soal
ini siswa tidak dituntut untuk berpikir lebih kreatif sebab semua data telah
tersedia.
Untuk soal terbuka, dapat dilihat bahwa informasi yang diberikan sangat
terbatas, atau dengan kata lain terdapat informasi yang hilang. Hal ini
menyebabkan siswa sedikit “kebingungan” untuk memilih konsep apa yang akan
digunakan, bisa saja perkalian, pembagian, pengurangan, atau penjumlahan.
22
Foong Pui Yee, op. cit., p. 137.
Joseph B. W. Yeo, loc. cit.
24
Josep B W Yeo, op. cit., p. 14.
23
16
Siswa pun “terpaksa” membuat asumsi berapa berat anak-anak yang akan menjadi
pembanding berat beruang kutub tersebut. Hal ini akan menghasilkan beragam
jawaban dari setiap siswa dan memungkinkan terciptanya ide atau gagasan yang
sangat unik sebab setiap siswa memiliki pendekatan yang berbeda dalam
menghasilkan asumsi-asumsi tersebut.
Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa masalah terbuka memungkinkan
siswa untuk berpikir lebih fleksibel dalam menanggapi persoalan yang diberikan
sehingga diharapkan muncul banyak ide atau gagasan yang unik. Atas dasar
pertimbangan inilah yang menjadi alasan mengapa banyak ahli menggunakan
masalah terbuka sebagai instrumen untuk menilai kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa (KBKM) siswa.
Dalam berbagai penelitian eksperimen maupun kuasi eksperimen, biasanya
pengukuran suatu hasil perlakuan (termasuk kemampuan berpikir kreatif
matematis) menggunakan disain tes awal dan tes akhir. Salah satu hal yang diukur
adalah peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Hal ini
dikenal dengan nama Normalized Gain (Gain Ternormalisasi).25
Skor gain ternormalisasi diinterpretasikan kedalam bentuk kualitatif untuk
menggambarkan kualitas peningkatan hasil perlakuan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, sumber utama penilaian kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa adalah melalui hasil peningkatan skor tes siswa yang setiap butir soalnya
bersifat terbuka (open-ended) dengan menggunakan analisis gain ternormalisasi.
C. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Telah diketahui sebelumnya bahwa para ahli psikologi modern telah sepakat
mengatakan kreativitas dapat dikembangkan. Tentu saja kemampuann berpikir
kreatif matematis siswa pun juga dapat ditingkatkan. Ada banyak faktor yang
memungkinkan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa,
misalnya penugasan yang sesuai dan situasi kelas yang mendukung.
25
Richard
R.
Hake,
Analyzing
Change/Gain
Scores,
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf,
pada
14
p. 1.
diunduh
dari
Maret
2014,
17
Brookhart menyatakan bahwa penugasan yang baik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah penugasan yang sifatnya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikannya dalam berbagai
cara sehingga diharapkan jawaban atau tanggapan yang kreatif akan muncul
terhadap penugasan itu.26 Makin sering tipe penugasan seperti ini diberikan, maka
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan semakin meningkat.
Tidak hanya mengenai penugasan, suasana kelas pun harus mendukung untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Terkait suasana di dalam
kelas, Munandar menyatakan bahwa kegiatan belajar yang kreatif sering menuntut
lebih banyak diskusi antar siswa.27 Diskusi merupakan interaksi antar siswa yang
didalamnya siswa dapat bertukar pendapat mengenai gagasan dan pandangannya
terhadap suatu informasi atau permasalahan. Hal ini sangat baik dalam
meningkatkan keluwesan berpikir sebab saat berdiskusi, muncul banyak pendapat
dari masing-masing sisw
INFORMAL TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE
(FSLC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
KREATIF MATEMATIS SISWA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
BENNI AL AZHRI
NIM : 109017000040
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
BENNI AL AZHRI (109017000040), “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Informal Tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, April 2014.
Penelitian ini dilakukan di SMP Muslim Asia Afrika Pamulang Tangerang Selatan
tahun ajaran 2013/2014, bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan
kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang
diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe Formulate-ShareListen-Create (FSLC) dan siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen semu
dengan desain Matching Pretest-Posttest Control Group Design. Sampel
penelitian diperoleh sebanyak dua kelas dengan teknik cluster random sampling
yang terdiri dari kelas eksperimen (FSLC) sebanyak 19 siswa dan kelas kontrol
(konvensional) sebanyak 18 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran
kooperatif informal tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) secara signifikan
lebih baik daripada siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional. Kualitas
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas FSLC
berada pada kategori “sedang”, hal ini lebih baik daripada kelas konvensional
yang berada pada kategori “rendah”. Dari keempat indikator kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa (kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi),
kualitas peningkatan indikator keluwesan dan orisinalitas pada kelas FSLC lebih
baik yaitu berada pada kategori “sedang”, sedangkan kelas konvensional berada
pada kategori “rendah”. Untuk kedua indikator lainnya, baik kelas FSLC maupun
konvensional berada pada kategori yang sama yaitu “sedang”.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe Formulate-ShareListen-Create (FSLC), Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.
i
ABSTRACT
BENNI AL AZHRI (109017000040), “The Implementation of Informal
Cooperative Learning Model of Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) Type to
Improve Students Mathematical Creative Thinking Skills” . Thesis of Department
of Mathematics Education Faculty of Tarbiyah and Teaching Science UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, April 2014 .
This research was conducted at SMP Muslim Asia Afrika Pamulang South
Tangerang academic year 2013/2014, aimed to analyze and compare the
improvement quality of mathematical creative thinking skills among students who
were applied FSLC and students who were applied the conventional learning. The
method used in this study was a quasi-experimental method with a pretest-posttest
Matching Control Group Design. Samples were obtained as many as two classes
by cluster random sampling technique consisting of experimental class (FSLC) as
many as 19 students and control class (conventional) as many as 18 students. The
results showed that the students' mathematical creative thinking skills who were
applied FSLC were significantly better than students who were applied
conventional learning. Improvement quality of mathematical creative thinking
skills of students in the FSLC class was in the category "medium", it was better
than conventional class which was in the category "low". Of the four indicators of
students' mathematical creative thinking skills (fluency, flexibility, originality, and
elaboration), improvement quality indicators for flexibility and originality in
FSLC class were stated in the "moderate" category, while in the conventional
class they were in the "low" category. For the other two indicators, both FSLC
and conventional classes were in the same category as "moderate".
Keywords: Informal Cooperative Learning Model of Formulate-Share-ListenCreate (FSLC) Type, Mathematical Creative Thinking Skills.
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, perjuangan,
doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat
teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kadir, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu
Khairunnisa, S.Pd, M.Si sebagai Dosen pembimbing II yang telah
memberikan
waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan
yang diberikan, semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.
5. Bapak Otong Suhyanto, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan
waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu
berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
iii
7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan
Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak Sukardi, S. PdI selaku Kepala SMP Muslim Asia Afrika Pamulang
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10. Seluruh dewan guru SMP Muslim Asia Afrika Pamulang, khususnya Ibu Fitri,
S.E selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMP Muslim Asia Afrika
Tangerang Selatan, khususnya kelas VII.A dan VII.B.
11. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Papa dan Mama, yang tak
henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis. Serta kepada adik-adik
kesayangan Angga dan Amel.
12. Syifa Nurjanah yang telah memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan
doanya kepada penulis.
13. Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2009,
Erdy
Poernomo, S.Pd, Hajroni, Arif, Ilham, Rifan, Thoyibah, dan seluruh temanteman PMTK B 2009.
14. Kelas kelas angkatan 2008 dan 2007 yang membantu mempermudah penulis
dalam menyusun skripsi. Serta adik kelas angkatan 2010 dan 2011yang telah
memberikan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, April 2014
Penulis
Benni Al Azhri
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN ...............................................................................................ix
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xi
BAB I:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
BAB II: KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM) ........................ 9
B. Menilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ......................... 13
C. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis .............. 16
D. Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe FSLC ............................. 19
E. Pembelajaran Konvensional .......................................................... 24
F. Penelitian yang Relevan ................................................................ 26
G. Kerangka Berpikir ......................................................................... 27
H. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 29
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 31
B. Metode dan Desain penelitian ....................................................... 31
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 33
v
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 33
E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 34
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 40
G. Hipotesis statistik .......................................................................... 44
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 45
1. Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Matematis ....................... 45
2. Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Matematis ...................... 47
3. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ........... 49
B. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 53
C. Hambatan dalam Penelitian ............................................................ 66
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 67
B. Saran ............................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Overall Global Creativity Index Ranking ........................................... 2
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................... 31
Tabel 3.2
Desain Penelitian .............................................................................. 32
Tabel 3.3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Himpunan ....... 34
Tabel 3.4
Rubric for Creative Thinking Skills Evaluation ................................ 35
Tabel 3.5
Kategorisasi Indeks Gain Ternormalisasi ......................................... 43
Tabel 4.1
Deskripsi Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Matematis Siswa ..... 45
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ......46
Tabel 4.3
Hasil Uji Homogenitas Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 46
Tabel 4.4
Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Tes Awal Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 47
Tabel 4.5
Deskripsi Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Matematis Siswa .... 47
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol ...... 48
Tabel 4.7
Hasil Uji Homogenitas Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol .. 48
Tabel 4.8
Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Tes Akhir Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 49
Tabel 4.9
Deskripsi Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa ................................................................................ 50
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 50
Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan
Kontrol ............................................................................................... 51
Tabel 4.12 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen
dan Kontrol ........................................................................................ 51
Tabel 4.13 Deskripsi Gain Ternormalisasi pada Indikator Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis .............................................................................. 53
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator kelancaran
........................................................................................................ 54
Gambar 4.2
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
kelancaran ..................................................................................... 55
Gambar 4.3
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator kerincian . 56
Gambar 4.4
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
kerincian ........................................................................................ 56
Gambar 4.5
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator keluwesan
........................................................................................................ 57
Gambar 4.6
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
keluwesan ...................................................................................... 58
Gambar 4.7
Contoh jawaban posttest siswa kontrol pada indikator orisinalitas
........................................................................................................ 59
Gambar 4.8
Contoh jawaban posttest siswa eksperimen pada indikator
orisinalitas ...................................................................................... 59
Gambar 4.9
Langkah Penerapan FSLC Tahap Formulate ................................ 61
Gambar 4.10 Langkah Penerapan FSLC Tahap Share & Listen ........................ 62
Gambar 4.11 Langkah Penerapan FSLC Tahap Create ..................................... 62
Gambar 4.12 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompoknya ................ 63
Gambar 4.13 Siswa Memperhatikan Penjelasan Guru ........................................ 64
Gambar 4.14 Siswa Mencatat Materi yang Disampaikan Guru ......................... 64
Gambar 4.15 Siswa Menyelesaikan Soal yang Diberikan Guru ......................... 65
viii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1
Langkah Penerapan FSLC ................................................................ 24
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1
Deskripsi Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kontrol .. 52
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen.................75
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ...................... 86
Lampiran 3
Lembar Kerja Siswa (LKS) ............................................................ 94
Lampiran 4
Kisi-kisi Instrumen ...................................................................... 115
Lampiran 5
Instrumen Tes KBKM ................................................................. 117
Lampiran 6
Kunci Jawaban Instrumen Tes KBKM ....................................... 119
Lampiran 7
Pedoman Penskoran Instrumen Tes KBKM ............................... 124
Lampiran 8
Hasil Wawancara Validitas Muka (Face Validity) ...................... 127
Lampiran 9
Hasil Uji Coba Instrumen Tes KBKM ........................................ 130
Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes KBKM .................................. 131
Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes KBKM .............................. 132
Lampiran 12 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes KBKM ...................... 133
Lampiran 13 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Tes KBKM ............................... 134
Lampiran 14 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Eksperimen ............... 135
Lampiran 15 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Kontrol ..................... 136
Lampiran 16 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Eksperimen Per Indikator
KBKM ......................................................................................... 137
Lampiran 17 Hasil Pretest, Posttest, dan N-Gain Kelas Kontrol Per Indikator
KBKM ......................................................................................... 138
Lembar Uji Referensi
Surat Izin Penelitian
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak zaman dahulu hingga sekarang telah terjadi banyak sekali perubahan
dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari yang paling sederhana hingga yang
paling kompleks. Pada zaman dahulu penduduk yang mengalami empat musim
dalam setahun (semi, panas, gugur, dan dingin) sangat kesulitan untuk hidup jika
musim dingin tiba karena mereka tidak memiliki rumah permanen yang bisa
melindungi mereka dari dinginnya salju. Namun jika dibandingkan dengan zaman
sekarang, salju bukan lagi masalah sebab mereka telah memiliki teknologi
arsitektur yang sangat canggih untuk membuat rumah bertungku perapian yang
menghangatkan mereka, bahkan sekarang tidak sedikit pemukiman yang memiliki
pemanas ruangan portable yang lebih efisien sebab tidak memerlukan tempat
khusus dan tidak perlu membakar kayu sehingga tidak menimbulkan polusi udara.
Sejak dahulu manusia juga sudah terbiasa dengan kegiatan migrasi dari
tempat asal mereka ke tempat lain yang sangat jauh untuk ditempuh demi mencari
wilayah penghidupan yang lebih baik. Namun karena jauhnya jarak yang
ditempuh, banyak kendala yang dihadapi mengenai perbekalan yang menipis,
perampokan di jalanan, atau bisa juga karena medan yang susah dilalui
menyebabkan manusia pada saat itu berpikiran untuk menciptakan suatu alat yang
bisa membawa mereka ke tempat yang jauh dengan cepat dengan sedikit
hambatan. Setelah sekian lama, alat yang diimpikan tersebut sekarang telah
tercipta yaitu pesawat terbang.
Dari dua contoh di atas, terlihat bahwa banyaknya masalah dalam kehidupan
menuntut manusia untuk berpikir dan berusaha menciptakan terobosan-terobosan
atau produk baru sebagai penyelesaian dari masalah tersebut. Hal ini sejalan
dengan ajaran Islam seperti pada firman Allah SWT berikut:
1
2
…. حَّى يغِّر ا ا بأنفس
…إَّ ال ه ا يغِّر ا بق.
“…. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri ….”. (QS. Ar-Ra’d: 11)
Kombinasi dari cara berpikir dan terobosan-terobosan atau produk baru inilah
yang disebut sebagai kreativitas.1 Kreativitas menjadikan manusia lebih mampu
bertahan seiring perkembangan zaman.
Indonesia sebagai bangsa yang besar pun harus menjadi bangsa yang kreatif
agar mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dengan penduduk yang
jumlahnya lebih dari dua ratus juta orang, seharusnya banyak sekali ide dan
produk kreatif tercipta untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dialami
masyarakat Indonesia. Ironisnya berdasarkan penelitian Martin Prosperity
Institute, indeks kreativitas bangsa Indonesia berada pada peringkat ke 81 dari 82
negara.2
Tabel 1.1
Overall Global Creativity Index Ranking
….
1
Yeni Rahmawati & Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia
Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h. 14.
2
Richard Florida. et al., Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index, (Toronto:
Martin Prosperity Institute, 2011), p. 40-41.
3
Faktor paling utama yang menjadi indikator pengukuran kreativitas pada
penelitian itu adalah teknologi dan talenta. Teknologi dinilai dari tiga aspek yaitu
besarnya anggaran keuangan untuk peneltian, sumber daya manusia yang menjadi
peneliti, dan hak paten yang dimiliki perkapita3 sedangkan talenta dinilai dari
pencapaian proses pendidikan dan sebaran pekerjaan yang diraih lulusan sekolah
(misalnya teknologi, sains, bisnis, arsitektur).4
Dilihat dari segi teknologi,
Indonesia berada pada peringkat 74 dari 75 negara sedangkan dari segi talenta
Indonesia berada pada peringkat 80 dari 82 negara.
Tidak hanya itu, studi lain juga mengungkapkan bahwa kreativitas bangsa
Indonesia masih belum baik, hal ini diungkapkan berdasarkan Global innovation
Index yang dirilis oleh Johnson Cornell University, INSEAD Business School,
dan WIPO (World Intelectual Property Organization).5 Khusus pada bidang
Knowledge and technology output dan Creative output berturut-turut Indonesia
berada pada peringkat ke 81 dan 57 dari 142 negara.
Rendahnya tingkat kreativitas bangsa Indonesia tentunya tidak luput dari
hasil pendidikan yang diterapkan. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu
dan memupuk bakat-bakat yang terdapat dalam diri anak Indonesia sehingga
kelak menjadi manusia-manusia yang kreatif dan tanggap dalam menyelesaikan
persoalan sehari-hari.6 Salah satu bentuk pendidikan pokok yang ada di Indonesia
adalah melalui wajib belajar 9 tahun dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
Apapun bentuk kreativitasnya, tentu dimulai dari proses berpikir kreatif. Pada
semua materi pembelajaran yang ada di sekolah, matematika salah satu mata
pelajaran yang sangat menonjolkan proses berpikir. Mulai dari mengidentifikasi
pola bilangan, geometri, memprediksi peluang suatu kejadian hingga penyelesaian
3
Ibid, p. 4.
Ibid, p. 7.
5
Indonesia
Kreatif,
Global
Innovation
Index
2013,
diakses
dari
http://gov.indonesiakreatif.net/global-innovation-index-2013/, pada 12 April 2014.
6
SC. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2009), Cet. 3, h.6.
4
4
masalah yang lebih kompleks dapat dipikirkan solusinya melalui pembelajaran
matematika.
Bahkan
matematika
juga
menjadi
landasan
utama
dalam
perkembangan teknologi. Melihat fakta ini, dapat dikatakan bahwa matematika
memungkinkan proses berpikir kreatif dapat dilatih dengan baik.
Masalahnya adalah “apakah pembelajaran matematika di Indonesia selama
ini kurang memupuk kemampuan berpikir kreatif siswa sehingga lulusannya
kurang
kreatif
dalam
menerapkan
konsep-konsep
matematika
dalam
menyelesaikan masalah?” Pakar statistika UII, Prof. Ahmad Fauzy menyebutkan
bahwa pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah selama ini kurang
membuat siswa berpikir kreatif. Bahkan materi matematika yang diajarkan jauh
dari konteks dunia nyata. Sebagai ilmu pasti, matematika seharusnya memiliki
keterkaitan erat dengan kehidupan manusia, bukan hanya teori.7
Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia, Drs. Firman Syah Noor, M.Pd
juga mengungkapkan hal serupa bahwa pembelajaran matematika di Indonesia
saat ini belum dirancang untuk mendidik siswa agar memiliki high order thinking
skill (HOTS). Konsep high order thinking skill merupakan kemampuan siswa
untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir
kreatif.8 Dari kedua pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika di Indonesia memang belum diarahkan untuk memupuk
kemampuan berpikir kreatif siswa.
Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara yang indeks kreativitasnya tinggi
seperti Jepang dan Belanda sudah cukup lama memulai pembelajaran matematika
yang berorientasi kepada high order thinking skill. Hal ini dapat diidentifikasi
melalui berbagai pendekatan yang diterapkan oleh negara-negara tersebut.
Misalnya di Belanda, guru matematika di negara ini menggunakan konsep
pendidikan matematika realistik (Realistic Mathematics Education). Inti dari
7
Ratih Keswara, Pembelajaran Matematika di Indonesia Masuk Peringkat Rendah, diakses
dari
http://nasional.sindonews.com/read/2013/11/11/15/804091/pembelajaran-matematika-diindonesia-masuk-peringkat-rendah, pada 12 April 2014.
8
Rifa Nadia Nurfuadah, Banyak Juara Sains Bukan Berarti Anak Indonesia
dari
http://kampus.okezone.com/read/2013/12/06/560/908502/banyakPintar,
diakses
juara-sains-bukan-berarti-anak-indonesia-pintar, pada 12 April 2014.
5
pembelajaran matematika seperti ini adalah penggunaan pengalaman siswa seharihari lalu dengan mendiskusikannya, para siswa mengkonversi realitas-realitas itu
menjadi model-model matematis.9 Pendekatan seperti ini diduga mampu
mengantarkan siswa dalam merespon setiap masalah dengan baik, karena dalam
kehidupan sehari-hari, siswa telah mengenal masalah tersebut.
Di Jepang, para guru matematika di negara ini telah menggunakan
pendekatan terbuka (the open-ended approach). Pembelajaran dengan pendekatan
ini adalah dengan memberikan soal-soal yang memiliki beragam jawaban benar,
penekanannya bukan pada perolehan jawaban akhir tetapi lebih kepada upaya
mendapatkan beragam cara memperoleh jawaban dari soal yang diberikan.
Beberapa negara lain seperti Finlandia, Australia dan Inggris juga menggunakan
pendekatan ini.10 Karena sifatnya yang terbuka inilah yang membuat siswa
semakin terpacu untuk menghasilkan beragam ide kreatif.
Melihat pembelajaran matematika di Indonesia yang jelas tertinggal dari
negara-negara tersebut, sudah sewajarnya dilakukan perubahan agar kualitas
lulusannya semakin kreatif. Ada banyak sekali perubahan yang dapat dilakukan,
salah satunya menyediakan proses pembelajaran yang mampu memupuk
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Proses pembelajaran tersebut dapat
mengikuti salah satu yang telah diterapkan oleh negara-negara maju di atas atau
dapat juga mengkombinasikannya dalam suatu model pembelajaran tertentu,
semua tergantung guru yang akan mengajarkannya, dan tentunya disesuaikan
dengan kurikulum yang ada di Indonesia.
Salah satu model pembelajaran yang mampu mengakomodasi berbagai jenis
pendekatan itu adalah model pembelajaran kooperatif informal tipe FormulateShare-Listen-Create (FSLC). Berdasarkan pengkajian teori, pembelajaran
kooperatif informal tipe FSLC ini dapat memupuk kemampuan berpikir kreatif
matematis. Pada awal pembelajarannya guru memulai dengan memberikan suatu
9
MGMP Matematika MTs Jombang, Pembelajaran Matematika di Negara Maju,
diakses
dari
http://math-mts-jombang.blogspot.com/2009/04/pembelajaran-matematikadi-negara-maju.html, pada 12 April 2014.
10
Erkki Pehkonen, The State-of-Art in Mathematical Creativity, diunduh dari
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf, pada 21 Desember 2013, p. 64.
6
persoalan, persoalan atau masalah yang diberikan oleh guru ini sifatnya dinamis,
sehingga dapat menggunakan masalah terbuka ataupun realistis. Lalu siswa
diberikan kesempatan berpikir (formulate) secara individu untuk setidaknya
memahami dan merinci (elaboration) informasi pada persoalan yang diberikan
dan bahkan menemukan solusi awal (fluency & Originality) dan tidak lupa
mencatatnya sebagai modal bertukar pendapat saat diskusi. Setelah itu siswa
beserta teman di dalam kelompoknya saling bertukar pendapat (share & listen).
Pada proses berdiskusi ini diharapkan keluwesan (flexibility) berpikir siswa makin
terpupuk sebab dengan bertukar pikiran mereka akan mendapat cara pandang baru
yang mungkin belum terpikirkan olehnya. Hal terakhir yang diharapkan dari
proses diskusi adalah mereka mampu merumuskan (create) solusi yang cukup
unik (originality) untuk di presentasikan di depan kelas.
Dibutuhkan penelitian dan kajian lebih jauh untuk membuktikan secara
empiris bahwa pembelajaran kooperatif informal tipe Formulate-Share-ListenCreate (FSLC) memberikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
yang lebih baik daripada melalui pembelajaran konvensional di kelas. Atas dasar
inilah peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Informal Tipe Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah yang teridentifikasi adalah
bahwa proses pembelajaran matematika disekolah belum dipersiapkan untuk
memupuk kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
C. Pembatasan Masalah
1)
Penelitian ini hanya dibatasi pada kemampuan berpikir kreatif siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif informal tipe FSLC yang
di setiap petemuannya dilakukan dua kali (double) proses FSLC.
7
2)
Materi matematika yang diajarkan selama proses penelitian berlangsung
adalah materi Himpunan kelas VII semester genap di SMP Muslim Asia
Afrika Pamulang, Tangerang Selatan tahun ajaran 2013/2014. Adapun
kemampuan berfikir kreatif dibatasi pada aspek kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), orisinalitas (originality) dan kerincian (elaboration).
a. kelancaran yaitu siswa mampu memberikan banyak jawaban atau menilai
suatu pernyataan berdasarkan konsep yang diketahui terhadap masalah
yang diberikan;
b. keluwesan yaitu siswa mampu memberikan pandangan berbeda terhadap
cara atau jawaban dari masalah yang telah diselesaikannya;
c. orisinalitas yaitu siswa mampu menguraikan sendiri solusi berdasarkan
keterbatasan informasi yang diperoleh dari masalah; dan
d. elaborasi yaitu siswa mampu merinci informasi yang tersirat didalam
masalah.
3)
Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
penelitian ini dinilai berdasarkan interpretasi nilai indeks gain ternormalisasi.
4)
Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa
diterapkan
disekolah
tempat
penelitian
berlangsung,
yaitu
model
pembelajaran klasikal.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara
siswa yang telah diterapkan model pembelajaran kooperatif informal tipe
FSLC dengan siswa yang ditrapkan pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis antara siswa yang diterapkan model pembelajaran kooperatif
informal tipe FSLC dengan siswa yang diterapkan pembelajaran
konvensional?
8
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa
yang telah diterapkan model pembelajaran kooperatif informal tipe FSLC
dengan siswa yang pembelajarannya konvensional.
2. Menganalisis perbedaan kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif
informal tipe FSLC maupun dengan pembelajaran konvensional.
F.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai bagaimana model
pembelajaran kooperatif informal tipe FSLC dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
2. Sebagai pembanding bagi peneliti lain yang ingin meneliti terkait
hasil penelitian yang diperoleh.
3. Memberikan rekomendasi kepada guru dan praktisi pendidikan
lainnya untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif informal
tipe FSLC sebagai salah satu alternatif dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)
Pada awalnya kreativitas dipandang sebagai suatu kecakapan mental yang
langka, seperti yang diungkapkan Weisberg bahwa dahulu kreativitas dipandang
hanya dimiliki oleh orang jenius yang tanpa memerlukan usaha keras dan cepat
dalam proses berpikir yang luar biasa1. Dari pandangan ini tersirat bahwa menurut
teori terdahulu, kreativitas memang alamiah terdapat pada jiwa-jiwa jenius
sehingga tidak diperlukan adanya suatu perlakuan tertentu untuk dikembangkan
pada orang yang dianggap tidak jenius.
Namun seiring berjalannya waktu, pandangan yang lebih modern pun muncul
dengan gagasan yang bertolak belakang dengan gagasan sebelumnya. Mengutip
dari Holyoak, Thagard dan Sternberg, bahwa kreativitas merupakan wilayah
pemahaman yang mendalam dan fleksibel; cenderung dipengaruhi oleh proses
pembelajaran dan pengalaman serta sering diasosiasikan dengan usaha dan
refleksi dalam jangka waktu yang lama. Pandangan ini juga meyebutkan bahwa
aktifitas kreatif berawal dari kecenderungan untuk berpikir dan berperilaku
kreatif.2 Pandangan modern ini menyiratkan bahwa kreativitas sebenarnya
dimiliki oleh setiap orang, bukan hanya orang yang terlahir jenius, sehingga dapat
dikembangkan melalui suatu proses pembelajaran agar menjadi lebih kreatif.
Mengenai definisinya, Haylock menyebutkan bahwa tidak ada definisi
tunggal mengenai kreativitas yang secara umum diterima sekaligus digunakan
dalam suatu penelitian. Secara umum kreativitas dapat dilihat dari dua sisi, yang
pertama dilihat dari suatu cara berpikir spesial yang biasa disebut divergent
thinking dan yang kedua dapat dilihat dari produk yang dianggap kreatif seperti
1
Edward A. Silver, Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem
Solving and Problem Posing, diunduh dari http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf,
pada 14 November 2013, p. 75.
2
Ibid.
9
10
hasil seni, musik, arsitektur, dll.3 Namun banyak ahli cenderung melihat
kreativitas dari segi prosesnya yaitu proses berpikir, seperti yang diungkapkan
Gallagher bahwa kreativitas merupakan proses mental yang dilakukan seseorang
dalam menciptakan ide atau produk atau mengkombinasikan ide-ide dan produk
itu dengan cara yang menurutnya baru.4 Malaguzzi dengan sangat gamblang
mengatakan bahwa kreativitas
akan
lebih
terlihat
ketika orang lebih
memperhatikan proses kognitif dari pada hasil yang dicapai.5 Maka berdasarkan
beberapa pendapat ini dapat dinyatakan bahwa kreativitas dapat ditinjau dari
proses mental kognitifnya yaitu berpikir kreatif.
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian berpikir kreatif, menurut
Munandar, berpikir kreatif atau berpikir divergen adalah kemampuan menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan data atau
informasi yang tersedia6. Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Brookhart
menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan brainstorming atau pencurahan
gagasan sebanyak-banyaknya atau menyusun ide-ide baru.7 Menurut Pehkonen,
berpikir kreatif dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari berpikir logis dan
berpikir divergen yang berdasarkan intuisi namun masih dalam keadaan sadar.
Berpikir divergen menghasilkan banyak ide dalam menyelesaikan masalah
sedangkan berpikir logis berperan dalam pengambilan keputusan atas ide yang
banyak tadi.8 Dari segi redaksi mungkin terlihat berbeda, namun berdasarkan
pendapat para ahli ini terlihat bahwa berpikir kreatif dapat diidentifikasi dari
banyaknya ide yang dilahirkan siswa dalam menanggapi masalah yang diberikan
kepadanya dan keragaman dari ide itu sendiri.
3
Derek Haylock, Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren, diunduh dari
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a2.pdf, pada 12 September 2013, p. 68.
4
Yeni Rahmawati & Euis Kurniati, Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia
Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h. 13.
5
Johanna E. Dickhut, A Brief Review of Creativity, diakses dari
http://www.personalityresearch.org/papers/dickhut.html, pada 24 Oktober 2013.
6
SC. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk
Bagi Para Guru dan Orang Tua, (Jakarta: PT. Grasindo, 1999), h. 48.
7
Susan. M. Brookhart, How to Asses Higher-Order Thinking Skills in Your Classroom.
(Alexandra Virginia USA: ASCD, 2010), p. 125.
8
Erkki Pehkonen, The State-of-Art in Mathematical Creativity, diunduh dari
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf, pada 21 Desember 2013, p. 65.
11
Selanjutnya mengenai berpikir kreatif, beberapa ahli juga mengungkapkan
aspek-aspek untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif. Torrance dan
Balka
yang
sama-sama
menggunakan
aspek
fluency,
flexibility,
dan
novelty/originality.9 Guilford menyebutkan bahwa terdapat empat komponen
utama dalam berpikir kreatif atau berpikir divergen yaitu fluency, flexibility,
originality, dan elaboration.10 Senada dengan pendapat ini,
Grieshober
menyebutkan bahwa berpikir kreatif adalah proses menghasilkan ide-ide yang
seringkali menekankan pada kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),
orisinalitas (originality) dan elaborasi (elaboration) dalam berpikir.11 Tidak jauh
berbeda, Munandar juga mengungkapkan hal yang sama dengan menambahkan
aspek evaluasi.12 Hal serupa juga diungkapkan oleh Holland dengan
menambahkan aspek sensitivitas (sensitivity)13. Terlihat bahwa semua ahli di atas
menggunakan indikator yang berbeda-beda dalam mengidentifikasi kemampuan
berpikir kreatif, namun kebanyakan peneliti sepakat memasukkan indikator
kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi sebagai aspek utama dalam
pengukuran kemampuan berpikir kreatif.
Terkait
dengan
pembelajaran
matematika,
telah
diketahui
bahwa
pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang menekankan pada proses
kognitif atau berpikir. Bishop mengungkapkan bahwa seseorang memerlukan dua
pola berpikir berbeda dalam bermatematika, yaitu berpikir kreatif dan berpikir
9
Edward A. Silver, op. cit, p. 76.
Hija Park, The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry and Think
Aloud
of
Students
with
Math
Difficulty,
diunduh
dari
http://repository.tamu.edu/bitstream/handle/1969.1/2228/etd-tamu2004.%20%5B15;jsessionid=5074B91F822F2637EB209F76CA80171F?sequence=1, pada 24
Oktober 2013, p. 15.
11
William E. Grieshober , Continuing a Dictionary of Creativity Terms and Definitions,
diunduh dari http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/readingroom/theses/Grieswep.pdf, pada 24
Oktober 2013, p. 25.
12
SC. Utami Munandar, op. cit , h. 88.
13
Eric L. Mann, Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of
Mathematical
Creativity
in
Middle
School
Students,
diunduh
dari
http://www.gifted.uconn.edu/siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf, pada 12 September 2013, p.
7.
10
12
analitis.14 Pernyataan ini mengindikasikan eksistensi berpikir kreatif di dalam
matematika. Hal ini juga memberikan penegasan bahwa berpikir kreatif di dalam
matematika merupakan hal yang penting untuk dikembangkan bukan hanya
kemampuan prosedural atau analitis semata. Karena proses berpikir kreatif yang
sedang dikaji ini berada di dalam pembelajaran matematika, maka proses ini dapat
diistilahkan sebagai berpikir kreatif matematis.
Untuk memperjelas setiap indikator yang terdapat pada kemampuan berpikir
kreatif di dalam proses pembelajaran, Munandar telah mendefinisikannya sebagai
berikut:15 (1) kelancaran adalah kemampuan siswa dalam mencetuskan banyak
gagasan untuk memecahkan masalah yang diberikan; (2) keluwesan adalah
kemampuan siswa dalam memberikan berbagai solusi dari suatu masalah melalui
sudut pandang yang berbeda atau variatif; (3) orisinalitas adalah kemampuan
siswa dalam membuat kombinasi dari informasi yang diberikan dalam suatu
masalah sehingga menghasilkan solusi yang unik; (4) elaborasi adalah
kemampuan siswa dalam memberikan rincian terhadap ide yang didapat dari
informasi pada suatu masalah.
Agar semakin terperinci, berikut diuraikan beberapa perilaku siswa pada
setiap aspek kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif matematis yang dikutip dari Munandar.16
1. Kelancaran :
a. Merespon pertanyaan dengan sejumlah jawaban
b. Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu
masalah
2. Keluwesan :
a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar,
cerita atau masalah
b. Menerapkan suatu konsep atau azas dengan cara yang berbeda-beda
14
Erkki Pehkonen, op. cit , p. 63.
SC. Utami Munandar, loc. cit.
16
Ibid.
15
13
c. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara
yang berbeda untuk menyelesaikannya.
3. Orisinalitas :
a. Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak terpikirkan oleh
orang lain
b. Memilih cara berpikir yang lain daripada yang lain
c. Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian
informasi
4. Elaborasi :
a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan
masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci
b. Mengembangkan gagasan atau informasi yang didapat
Berdasarkan proses pengkajian teori di atas, dapat didefinisikan secara
operasional bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) adalah
kemampuan memberikan gagasan atau ide untuk menyelesaikan suatu masalah
matematika berdasarkan indikator:
1. kelancaran yaitu siswa mampu memberikan banyak jawaban atau menilai
suatu pernyataan berdasarkan konsep yang diketahui terhadap masalah
yang diberikan;
2. keluwesan yaitu siswa mampu memberikan pandangan berbeda terhadap
cara atau jawaban dari masalah yang telah diselesaikannya;
3. orisinalitas yaitu siswa mampu menguraikan sendiri solusi berdasarkan
keterbatasan informasi yang diperoleh dari masalah; dan
4. elaborasi yaitu siswa mampu merinci informasi yang tersirat didalam
masalah.
B. Menilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Selain memberikan definisi dan indikator mengenai KBKM, para ahli juga
memberikan pendapatnya masing-masing mengenai sumber informasi untuk
menilai kemampuan berpikir kreatif matematis. Torrance menilai kemampuan
14
berpikir kreatif matematis dari tes yang dibuatnya sendiri yaitu TTCT (The
Torrance Test of Creative Thinking) aspek yang diteliti pada tes ini adalah
kelancaran, keluwesan dan kebaruan. Tes ini pada dasarnya sama dengan aktivitas
problem posing dan problem solving.17
Lebih spesifik, Pehkonen menitikberatkan sumber penilaian kemampuan
berpikir kreatif matematis melalui penugasan berbentuk penyelesaian masalah.
Ditambahkan lagi bahwa masalah yang harus diselesaikan siswa agar kemampuan
berpikir kreatif matematis dapat dinilai adalah melalui masalah terbuka atau
Open-Ended Problem.18 Sama dengan Pehkonen, Mahmudi juga menggunakan
masalah terbuka sebagai sumber penilaian KBKM, dikatakan bahwa indikator
KBKM yang dapat dinilai melalui masalah terbuka adalah kelancaran, keluwesan,
orisinalitas, dan elaborasi. Beberapa ahli lain seperti Getzels dan Jackson juga
menggunakan cara yang sama untuk menilai KBKM siswa.19 Berdasarkan uraian
ini terlihat bahwa tidak sedikit ahli yang memandang bagaimana siswa
menyelesaikan masalah terbuka sebagai sumber penilaian KBKM.
Masalah dalam matematika dapat dikategorikan menjadi dua macam, yang
pertama masalah tertutup (closed problems) dan yang kedua adalah masalah
terbuka (open-ended problems). Menurut Shimada dan Becker masalah tertutup
adalah masalah yang tujuannya sudah jelas tercantum pada soal dan hanya
memiliki satu jawaban yang tepat20, lebih rinci lagi, Yee mengungkapkan bahwa
masalah tertutup adalah masalah yang hanya memiliki satu jawaban benar dengan
cara yang sudah tetap berdasarkan data atau informasi yang jelas.21 Masalah
17
Edward A Silver, loc. cit.
Erkki Pehkonen, op. cit., 64.
19
Ali Mahmudi, Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.Pd,%20M.Pd,%20Dr./M
akalah%2014%20ALI%20UNY%20Yogya%20for%20KNM%20UNIMA%20_Mengukur%20Ke
mampuan%20Berpikir%20Kreatif%20_.pdf, pada 24 Oktober 2013, h. 4.
20
Joseph B. W. Yeo, Mathematical Tasks : Clarification, Classification, and Choice of
Suitable Task for Different Types of Learning and Assessment, diunduh dari
http://math.nie.edu.sg/bwjyeo/publication/MMETechnicalReport2007_MathematicalTasks_ME20
0701.pdf, pada 24 Oktober 2013, p. 12.
21
Foong Pui Yee, Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote
Thinking and Understanding, diunduh dari http://math.unipa.it/~grim/SiFoong.PDF,
pada 24 Oktober 2013, p. 136.
18
15
seperti ini yang biasanya digunakan pada pembelajaran matematika disekolah
sebab guru dapat dengan mudah menilai pekerjaan siswa.
Masalah terbuka adalah masalah yang memiliki banyak kemungkinan
jawaban benar akibat dari cara yang tidak pasti yang disebabkan oleh kurangnya
informasi pada soal.22 Lebih spesifik lagi Shimada dan Becker mengungkapkan
bahwa karakteristik masalah terbuka adalah memiliki banyak jawaban benar23
atau metode dan pendekatan yang beragam dalam menyelesaikan masalah
tersebut24. Untuk lebih memperjelas perbedaan antara masalah tertutup dan
masalah terbuka, dapat dilihat dari contoh soal berikut:
Soal tertutup
Seekor beruang kutub memiliki berat tubuh sebesar 20 kali berat tubuh
Ali. Jika diketahui berat tubuh Ali adalah 25 kg. Berapakah berat tubuh
beruang kutub itu?
Soal terbuka
Seekor beruang kutub memiliki berat tubuh sebesar 500 kg. berapa
banyak anak yang dibutuhkan untuk menyamai berat tubuh beruang
kutub tersebut?
Jika diperhatikan, soal tertutup di atas telah memberikan informasi dengan
jelas yaitu dengan kata kunci “20 kali”, maka siswa pun langsung merespon
dengan mengingat konsep perkalian, lalu mulai mengerjakan soal itu dengan
mengalikan berat tubuh Ali dengan 20, sehingga jawaban yang didapat pasti 500
kg. Jika siswa lain menjawab bukan 500 kg, maka siswa tersebut salah. Pada soal
ini siswa tidak dituntut untuk berpikir lebih kreatif sebab semua data telah
tersedia.
Untuk soal terbuka, dapat dilihat bahwa informasi yang diberikan sangat
terbatas, atau dengan kata lain terdapat informasi yang hilang. Hal ini
menyebabkan siswa sedikit “kebingungan” untuk memilih konsep apa yang akan
digunakan, bisa saja perkalian, pembagian, pengurangan, atau penjumlahan.
22
Foong Pui Yee, op. cit., p. 137.
Joseph B. W. Yeo, loc. cit.
24
Josep B W Yeo, op. cit., p. 14.
23
16
Siswa pun “terpaksa” membuat asumsi berapa berat anak-anak yang akan menjadi
pembanding berat beruang kutub tersebut. Hal ini akan menghasilkan beragam
jawaban dari setiap siswa dan memungkinkan terciptanya ide atau gagasan yang
sangat unik sebab setiap siswa memiliki pendekatan yang berbeda dalam
menghasilkan asumsi-asumsi tersebut.
Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa masalah terbuka memungkinkan
siswa untuk berpikir lebih fleksibel dalam menanggapi persoalan yang diberikan
sehingga diharapkan muncul banyak ide atau gagasan yang unik. Atas dasar
pertimbangan inilah yang menjadi alasan mengapa banyak ahli menggunakan
masalah terbuka sebagai instrumen untuk menilai kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa (KBKM) siswa.
Dalam berbagai penelitian eksperimen maupun kuasi eksperimen, biasanya
pengukuran suatu hasil perlakuan (termasuk kemampuan berpikir kreatif
matematis) menggunakan disain tes awal dan tes akhir. Salah satu hal yang diukur
adalah peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Hal ini
dikenal dengan nama Normalized Gain (Gain Ternormalisasi).25
Skor gain ternormalisasi diinterpretasikan kedalam bentuk kualitatif untuk
menggambarkan kualitas peningkatan hasil perlakuan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, sumber utama penilaian kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa adalah melalui hasil peningkatan skor tes siswa yang setiap butir soalnya
bersifat terbuka (open-ended) dengan menggunakan analisis gain ternormalisasi.
C. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Telah diketahui sebelumnya bahwa para ahli psikologi modern telah sepakat
mengatakan kreativitas dapat dikembangkan. Tentu saja kemampuann berpikir
kreatif matematis siswa pun juga dapat ditingkatkan. Ada banyak faktor yang
memungkinkan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa,
misalnya penugasan yang sesuai dan situasi kelas yang mendukung.
25
Richard
R.
Hake,
Analyzing
Change/Gain
Scores,
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf,
pada
14
p. 1.
diunduh
dari
Maret
2014,
17
Brookhart menyatakan bahwa penugasan yang baik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah penugasan yang sifatnya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikannya dalam berbagai
cara sehingga diharapkan jawaban atau tanggapan yang kreatif akan muncul
terhadap penugasan itu.26 Makin sering tipe penugasan seperti ini diberikan, maka
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan semakin meningkat.
Tidak hanya mengenai penugasan, suasana kelas pun harus mendukung untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Terkait suasana di dalam
kelas, Munandar menyatakan bahwa kegiatan belajar yang kreatif sering menuntut
lebih banyak diskusi antar siswa.27 Diskusi merupakan interaksi antar siswa yang
didalamnya siswa dapat bertukar pendapat mengenai gagasan dan pandangannya
terhadap suatu informasi atau permasalahan. Hal ini sangat baik dalam
meningkatkan keluwesan berpikir sebab saat berdiskusi, muncul banyak pendapat
dari masing-masing sisw