PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC).

(1)

vii DAFTAR ISI

halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Hipotesis Penelitian ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12

F. Definisi operasional ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan pemahaman Matematis ... 15

B. Kemampuan komunikasi Matematis ... 18

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate-Share Listen-Create………. .. 22

D. Sikap ... 26

E. Minat Belajar ... 28

F. Teori pembelajaran yang mendukung 1. Teori Belajar konstruktivisme ... 29


(2)

viii

3. Teori Vygotsky ... 34

4. Teori Bruner ... 37

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 42

B. Populasi dan Sampel ... 43

C. Instrumen Penelitian 1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis a. Validitas Tes ... 44

b. Reliabilitas Tes ... 47

c. Daya Pembeda ... 48

d. Tingkat Kesukaran ... 49

2. Angket Skala Sikap dan Minat Siswa ... 50

D. Pengembangan Bahan Ajar ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Teknik Pengolahan Data 1. Data Hasil Tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis a. Menghitung Skor N-Gain ... 52

b. Uji Normalitas ... 53

c. Uji Homogenitas ... 53

d. Uji Perbedaan Dua Rerata ... 54

2. Data Hasil Angket Skala Sikap dan Minat Siswa ... 56

G. Prosedur Penelitian ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa . 59 a. Analisis Data Tes Awal dan Tes Akhir ... 59


(3)

ix

b. Uji Normalitas dan Homogenitas Variansi Skor Tes awal dan Tes Akhir Kemampuan Pemahaman

Matematis Siswa ... 61

c. Uji Perbedaan Rerata Skor Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa . 64 d. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Siswa ... 66

2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa a. Analisis Data Tes Awal dan Tes Akhir ... 72

b. Uji Normalitas dan Homogenitas Data Skor Tes Awal, Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 74

c. Uji Perbedaan Rerata Skor Tes AWal dan Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 77

d. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Siswa ... 79

3. Hasil Angket Skala Sikap Siswa ... 84

4. Hasil Angket Skala Minat Siswa ... 86

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa ... 87

2. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif tipe FSLC ... 91

3. Minat Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif tipe FSLC ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 95

B. Saran ... 96


(4)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 46 Tabel 3.2. Interpretasi Uji Validitas Item Tes Pemahaman dan

Komunikasi Matematis ... 46 Tabel 3.3. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 47 Tabel 3.4. Klasifikasi Daya Pembeda ... 48 Tabel 3.5. Daya Pembeda Item Tes Pemahaman dan Komunikasi

Matematis ... 48 Tabel 3.6. Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 49 Tabel 3.7. Tingkat Kesukaran Item Tes Pemahaman dan Komunikasi

Matematis ... 50 Tabel 3.8. Kriteria Tingkat N-Gain ... 52 Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan

Pemahaman Matematis ... 60 Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir

Kemampuan Pemahaman Matematis ... 62 Tabel 4.3. Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Tes Awal dan Tes

Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 63 Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbedaan Rerata Skor Tes

Awal dan Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis . 66 Tabel 4.5. Rekapitulasi Data Hasil Skor N-Gain Kemampuan

Pemahaman Matematis Siswa ... 67 Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan

Pemahaman Matematis ... 68 Tabel 4.7. Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor N-Gain Kemampuan

Pemahaman Matematis ... 69 Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbedaan Rerata Skor

N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 71 Tabel 4.9. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Tes Awal dan Tes


(5)

xi

Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ... 75 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Tes Awal dan Tes

Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ... 76 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbedaan Rerata Skor Tes

Awal dan Rekapitulasi Data Hasil Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 79 Rekapitulasi Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 80 Hasil Uji Normalitas Variansi Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 82 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbedaan Rerata Skor N-

Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 84 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif FSLC ... 85 Sikap Minat terhadap Pembelajaran Kooperatif FSLC ... 86 Tabel 4.10.

Tabel 4.11. Tabel 4.12.

Tabel 4.13.

Tabel 4.15.

Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.14.


(6)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Desain Penelitian ... 42 Gambar 3.2. Prosedur Penelitian ... 58


(7)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: BAHAN AJAR

A.1 RPP KELAS EKSPERIMEN ... 101

A.2 RPP KELAS KONTROL ... 124

A.3 LKS ... 143

A.4 Soal-Soal Latihan dan Pekerjaan Rumah ... 157

LAMPIRAN B: INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Kisi-kisi Soal Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 165

B.2 Lembar Soal Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 170

B.3 Kriteria Skor Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 174

B.4 Kunci Jawab Soal Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 176

B.5 Kisi-Kisi Instrumen Sikap dan minat Siswa Matematis ... 181

B.6 Lembar Instrumen Sikap dan minat Siswa Matematis ... 184

B.7 Lembar Jawab Instrumen Sikap dan minat Siswa Matematis 181 LAMPIRAN C: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA C.1 Perhitungan Koefisien Reliabilitas Soal Pemahaman Matematis 187 C.2 Perhitungan Koefisien Validitas Soal Pemahaman Matematis 189 C.3 Perhitungan Daya pembeda Soal Pemahaman Matematis ... 191

C.4 Perhitungan tingkat Kesukaran Soal Pemahaman Matematis .. 194

C.5 Perhitungan Koefisien Reliabilitas Soal Komunikasi Matematis 195 C.6 Perhitungan Koefisien Validitas Soal Komunikasi Matematis 197 C.7 Perhitungan Daya pembeda Soal Komunikasi Matematis ... 200 C.8 Perhitungan Ttingkat Kesukaran Soal Komunikasi Matematis 202


(8)

xiv

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN

Daftar Skor Tes Awal Kemampuan Pemahaman Matematis

Kelompok Eksperimen ... 203 Daftar Skor Tes Awal Kemampuan Pemahaman Matematis

Kelompok Kontrol ... 204 D.3. Daftar Skor Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis

Kelompok Eksperimen ... 205 D.4. Daftar Skor Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis

Kelompok Kontrol ... 206 D.5. N-Gain PemahamanMatematis Kelompok Eksperimen ... 207 D.6. N-Gain PemahamanMatematis Kelompok Kontrol ... 208 D.7. Daftar Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi

Matematis Kelompok Eksperimen ... 209 D.8. Daftar Skor Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelompok Kontrol ... 210 D.9. Daftar Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelompok Eksperimen... 211 D.10. Daftar Skor Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelompok Kontrol ... 212 D.11. N-Gain Komunikasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 213 D.12. N-Gain Komunikasi Matematis Kelompok Kontrol ... 214

Uji Normalitas Hasil Tes Kemampuan Pemahaman

Matematis Kelompok Kontrol ... 215 Uji Normalitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 219 Uji Homogenitas Hasil Tes Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 222 D.16.Uji Homogenitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 223 D.17. Uji Perbedaan Rerata Hasil Tes Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 224 D.1.

D.2.

D.13. D.14. D.15.


(9)

xv

D.18 .Uji perbedaan Rerata Hasil Tes Komunikasi Matematis .... 227 LAMPIRAN E: PERHITUNGAN SKOR SKALA SIKAP DAN MINAT SISWA

E.1 Perhitungan Skor Skala Sikap ... 230 E.2 Perhitungan Skor Skala Minat ... 231 LAMPIRAN F: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN

F.1 Foto-foto Penelitian ... 232 F.2 Riwayat Hidup ... 233 F.3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 234


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia berkualitas. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar tuntutan tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya yaitu aspek-aspek pengetahuan, perilaku, dan keterampilan.

Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi yang cukup, mudah dan cepat dari berbagai sumber dan berbagai tempat di dunia. Dalam dunia pendidikan, siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk dapat bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Menurut Budiarto, dkk (2004: 4) matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan


(11)

untuk mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu. Dengan demikian guru harus dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang dapat menggali berbagai potensi siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Dalam kurikulum matematika, siswa perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, berupa penguasaan kecakapan matematika yang harus dicapai oleh siswa dan dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Pengertian kompetensi dalam konteks pengembangan kurikulum diungkapkan Sanjaya (2009: 68) yaitu perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati kompetensi pada bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.

Baik guru maupun siswa perlu memahami kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran, pemahaman ini diperlukan untuk memudahkan dalam merancang penyajian materi dan cara pencapaian indikator keberhasilannya. Bagaimana seorang guru berusaha menguasai matematika yang akan diajarkannya serta bagaimana mengajarkannya kepada siswa merupakan seni atau kiat tersendiri. Tidak benar kalau ada anggapan bahwa seorang guru yang telah menguasai matematika dengan baik akan dengan sendirinya mampu mengajarkannya dengan baik pula sebab keabstrakan objek-objek matematika perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih kongkret, sehingga akan mempermudah siswa memahaminya.


(12)

Kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika adalah : (1) Menunjukkan pemahaman konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah, (3) Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (4) Menunjukkan kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam pemecahan masalah (Lambas, 2004: 24).

Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman dan komunikasi matematis merupakan komponen yang penting untuk menyelesaikan soal-soal dengan tingkatan yang lebih tinggi, jika siswa tidak memahami suatu konsep, maka siswa tersebut akan kesulitan dalam memahami konsep yang lainnya. Turmudi (2009: 8) mengemukakan bahwa belajar matematika dengan pemahaman dapat menjadikan siswa mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika.

Model penyajian materi dalam pembelajaran matematika merupakan salahsatu faktor yang menarik untuk dikaji dan diteliti, karena kenyataan di lapangan, pembelajaran matematika belum sepenuhnya dapat mengembangkan kemampuan dasar matematis siswa seperti kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran matematika umumnya masih bersifat konvensional dengan karakteristik berpusat pada guru, dan menggunakan


(13)

pendekatan yang bersifat ekspositori. Dengan proses pembelajaran seperti ini siswa menjadi pasif, kadar aktivitas dan komunikasi antara siswa dan guru sangat rendah, komunikasi yang terjadi terbatas pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru (Sanjaya, 2009:1).

Menurut Wahyudin (2008: 383) terdapat kesepakatan nasional bahwa pembelajaran konvensional yang ada sekarang kurang efektif untuk siswa. Pada pembelajaran konvensional sebagian besar siswa mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa jarang mengajukan pertanyaan kepada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya. Dengan praktek pembelajaran konvensional siswa hanya menerima saja informasi yang disampaikan oleh guru, sehingga guru kesulitan mengetahui apakah siswa sudah memahami materi yang disampaikan atau belum. Di saat siswa tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan, barulah guru menyadari bahwa siswa belum memahami materi yang telah disampaikan sehingga hasil tes kemampuan siswa pada materi tertentu dibawah standar yang ditentukan.

Beberapa penelitian mengenai kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada salah satu topik mata pelajaran matematika belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Rohaeti (2003), Wihatma (2004), Dewi (2006) dan Sabilulungan (2008) dan Hendriana (2009) diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional sangat rendah. Hasil uji coba secara terbatas Hendriana (2009) yang dilakukan pada populasi siswa SMP yang ada di kota Cimahi Bandung diperoleh bahwa siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan


(14)

perbandingan, operasi hitung bentuk aljabar dan persamaan/pertidaksamaan linear satu variable, ternyata rerata kemampuan komunikasi matematis siswa adalah 55%, lebih rendah dari rerata kemampuan pemahaman matematis siswa yang mencapai 64%. Menurut KTSP, seorang siswa yang mempelajari unit satuan pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar (KD) yang ditentukan (BSNP, 2006). Hal ini berarti jika siswa menguasai kurang dari 75% dari KD yang harus dicapai, maka siswa harus mengulang kembali proses pembelajaran pada KD yang bersangkutan bila akan melanjutkan ke materi berikutnya.

Upaya untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi matematis siswa diantaranya dengan meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengefektifkan proses pembelajaran, guru hendaknya mengkondisikan siswa agar memiliki banyak pengalaman yaitu dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif diantaranya dengan menyediakan berbagai stimulus yang siap untuk direspon oleh siswa. Semakin banyak stimulus dilingkungan siswa, semakin banyak respon yang dilakukan siswa, maka semakin banyak pengalaman dan pemahaman yang diperoleh siswa. Well (Sanjaya, 2009: 102) mengemukakan beberapa prinsip penting yang harus dikuasai guru dalam proses pembelajaran diantaranya adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa, serta menciptakan aktivitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang harus dikuasainya.

Akhir-akhir ini, muncul teori-teori baru dalam psikologi pendidikan, diantaranya pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Soedjadi (2007: 27)


(15)

mengemukakan bahwa pada pendekatan konstruktivistik belajar merupakan hasil konstruksi pembelajar sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar. Menurut teori konstruktivisme, prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan pada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru dapat memberi kemudahan dalam proses pembelajaran dengan memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan serta menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa untuk menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Tugas guru matematika adalah mendorong pengembangan setiap individu di dalam kelas untuk pengeksplorasian, pengajuan pertanyaan, dan menguatkan konstruksi matematika siswa dalam penemuan konsep-konsep matematika, dan penerapan konsep dalam penyelesaian soal-soal yang diberikan.

Pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme yang sedang berkembang saat ini diantaranya adalah pembelajaran kooperatif, yaitu suatu pembelajaran yang diberikan kepada kelompok-kelompok siswa, sehingga siswa dapat belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lainnya dalam menyelasaikan tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Trianto (2009: 56) berpendapat pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Dengan pembelajaran kooperatif, setiap siswa dapat mendiskusikan pendapat, bertanya, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik dan menyimpulkan penemuan mereka, sehingga mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibanding dengan mempelajarinya secara individu.


(16)

Namun pada kenyataannya sering terjadi, dalam suatu kelas pembelajaran kooperatif tidak berjalan efektif yang diakibatkan hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam kegiatan kelompok. Sanjaya (2006: 56) mengungkapkan dalam pembelajaran kooperatif jika anggota kelompok terlalu banyak, maka terdapat kecenderungan semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan kelompok. Selain itu ukuran kelompok akan menentukan produktivitas kelompoknya, semakin banyak anggota kelompok akan semakin sulit bagi setiap individu untuk saling berkoordinasi dalam berbagi pendapat.

Pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) dikembangkan oleh Johnson, Johnson, & Smith pada tahun 1991, diharapkan dapat menanggulangi beberapa kekurangan dari model pembelajaran kooperatif yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe FSLC merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 2-3 siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau gagasannya secara individu untuk kemudian mencari partner untuk menyampaikan hasil kerjanya. Dengan memperhitungkan hasil kerja individu dan pemilihan partner oleh individu yang bersangkutan, diharapkan setiap siswa mengikuti pembelajaran lebih aktif, lebih percaya diri, merasa nyaman dan dapat saling berkoordinasi secara maksimal dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) merupakan modifikasi dari strategi pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share (TPS) yang dirancang oleh Frank Lyman (1985) dan Koleganya di Universitas Maryland. Arends (Trianto, 2009: 81) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif


(17)

tipe TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan.

Perbedaan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dibanding pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah dalam pembelajaran kooperatif tipe FSLC siswa secara individu tidak sekedar memikirkan langkah penyelesaian suatu permasalahan (think), tetapi harus membuat catatan penyelesaian suatu permasalahan secara individu. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe FSLC adalah memformulasi berbagai kemungkinan jawaban (formulate), berbagi ide dengan pasangannya (share) dan mendengarkan pendapat pasangan yang lain (listen), serta merangkum dan menuliskan temuan-temuan baru dengan cara mengintegrasikan pengetahuan mereka menjadi pengetahuan yang baru (create). Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dikelas diharapkan selain memiliki kelebihan yang dimiliki pembelajaran kooperatif tipe TPS, juga dapat menanggulangi kelemahan-kelemahannya, dan akan lebih cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) hasil eksplorasi siswa perlu dikomunikasikan dengan partnernya (share). Dalam pelaksanaannya, kemungkinan terjadinya kegagalan penyampaian informasi dalam arti siswa hanya memahami sedikit dari informasi yang disampaikan oleh pasangannya atau tidak dipahami seluruhnya akan lebih besar dibandingkan dalam pembelajaran konvensional. Penyebab tidak optimalnya penyampaian materi bisa diakibatkan oleh penempatan posisi anggota kelompok yang kurang tepat, pelaksanaan diskusi kelas yang kurang terarah, jumlah siswa yang aktif dikelas


(18)

mungkin hanya sebagian kecil saja, atau pemahaman siswa yang terbatas terhadap bahan ajar yang diberikan. Masalah dalam pembelajaran kooperatif ini dapat mengakibatkan siswa memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran, kurang berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, kurang serius dalam mengikuti pelajaran, kurangnya minat dan motivasi dalam belajar, serta kurangnya rasa menghargai dan saling bekerjasama sesama siswa.

Lambas (2004: 6) mengidentifikasi beberapa faktor yang terdapat pada diri siswa dan dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran diantaranya adalah minat, motivasi, dan sikap. Pembelajaran matematika yang baik harus melibatkan penciptaan, pengayaan, dan penyesuaian pembelajaran sehingga dapat selain dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran matematika, juga dapat menarik minat, serta menumbuhkan sikap positif siswa dalam membangun pemahaman dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Slavin (2005 : 134-142) mengungkapkan berbagai strategi pembelajaran kooperatif yang telah diteliti dan dikaji oleh para peneliti menunjukkan variasi kajian yang sangat luas dan dapat memberikan pengaruh positif pada serangkaian variable non-kognitif yang meliputi rasa harga diri siswa, dukungan kelompok terhadap pencapaian prestasi, kesukaan pada pembelajaran dan kesukaan pada teman sekelas. Dalam kondisi demikian penting bagi peneliti untuk menyiapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe FSLC yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa, sekaligus dapat memberikan pengaruh positif pada diri siswa agar dapat mengembangkan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan yang diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional.


(19)

Memperhatikan uraian tentang permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, dan tak kalah pentingnya untuk mengetahui dan mengembangkan minat dan sikap siswa sebagai hasil pembelajaran, maka guru harus pandai memilih dan menentukan model, metode, dan pendekatan yang tepat untuk mempermudah siswa dalam mempelajari konsep matematika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Dengan potensi yang dimiliki oleh pembelajaran kooperatif tipe FSLC untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, penulis tertarik untuk meneliti apakah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa di sekolah menengah pertama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dengan lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional?

Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?


(20)

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC?

4. Bagaimana minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC?

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka hipotesis penelitiannya adalah:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dapat meningkatkan kemampuan


(21)

pemahaman konsep matematis siswa lebih baik dibanding dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dibanding dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Menelaah dan mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC. 4. Menelaah dan mendeskripsikan minat belajar siswa terhadap pembelajaran

matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan variasi model pembelajaran matematika yang bermanfaat bagi siswa, guru dan peneliti sebagai berikut :

1. Bagi siswa agar dapat memberikan pengalaman baru dalam berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran matematika di kelas, sehingga selain dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis yang berakibat pada peningkatan prestasi belajar siswa, juga dapat menumbuhkan sikap dan minat positif pada pembelajaran matematika.

2. Bagi guru dan peneliti sebagai acuan dalam mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dalam


(22)

meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu menerapkan konsep dalam perhitungan rutin/sederhana, serta dapat mengkaitkan beberapa konsep yang saling berhubungan.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan mengungkapkan suatu situasi ide matematika kedalam bentuk gambar, dan kemampuan menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dalam bentuk uraian tertulis atau model matematika, atau sebaliknya

3. Model pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-liten-create (FSLC) adalah model pembelajaran yang diberikan kepada kelompok-kelompok berpasangan dengan langkah-langkah: memformulasikan jawaban pertanyaan secara individu, berbagi jawaban dengan teman yang menjadi pasangan, mendengarkan lalu mencatat kesamaan dan perbedaan jawaban pasangan yang lainnya, dan membuat jawaban baru dengan cara menggabungkan ide-ide terbaik mereka.

4. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan menggunakan metoda ekspositori dan demonstrasi yang dilakukan di kelas kontrol,


(23)

dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, kemudian siswa mengerjakan latihan secara individual.

5. Sikap adalah kecenderungan perubahan tingkah laku atau merespon positif atau negatif terhadap pembelajaran kooperatif tipe FSLC yang meliputi kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan, ide dan konsep, afeksi yang mencakup perasaan seseorang, dan konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku .

6. Minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah seseorang meliputi kesukacitaan, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan .


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk mengungkapkan ada tidaknya hubungan sebab-akibat antara model dan pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen yang melakukan pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dan kelompok kontrol yang melakukan pembelajaran konvensional.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain kelompok kontrol

pretest-postest (Ruseffendi, 1998: 45) dengan rancangan seperti pada Gambar 3.1

berikut:

A O X O

A O O

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:

A = Pemilihan kelas secara acak

O = Tes awal (pretest) = tes akhir (postest)

X = Pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC Pada desain ini, setiap kelompok diberikan tes awal, dan setelah perlakuan diberikan tes akhir dimana soal-soalnya sama dengan soal-soal pada tes awal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa sesudah pembelajaran.


(25)

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 5 Purwakarta yang ada di Kabupaten Purwakarta. Dengan menggunakan teknik acak kelas, sampel penelitian dipilih dua kelas dari jumlah kelas paralel yang ada, kemudian diambil secara acak pula untuk menentukan satu kelas untuk kelompok eksperimen dan satu kelas untuk kelompok kontrol.

Alasan pemilihan sampel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Sekolah yang diambil sebagai sampel penelitian merupakan sekolah yang cukup representatif mewakili sekolah dengan kemampuan sedang dari seluruh SMP yang ada di Kabupaten Purwakarta.

2. Siswa kelas VII pada semester ke-2 diperkirakan telah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan telah berkembang kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematisnya.

C. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua macam instrumen, yang terdiri dari: (a) soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, untuk melihat peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, dan (b) angket skala sikap dan minat belajar siswa, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe

formulate-share-listen-create (FSLC) dan terhadap soal-soal tes kemampuan pemahaman dan


(26)

1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Instrumen tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis ini berupa seperangkat alat tes yang terdiri dari 10 soal dalam bentuk uraian yang diberikan sebelum dan sesudah perlakuan untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Bahan tes diambil dari materi pelajaran Matematika SMP kelas VII semester genap dengan mengacu pada KTSP, yaitu pokok bahasan Segiempat. Tes berbentuk uraian maka kriteria pemberian skor untuk soal-soal pemahaman dan komunikasi matematis berpedoman kepada Holistic Scoring Rubrics dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996,141). Penyusunan tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator soal yang mengukur aspek pemahaman dan komunikasi matematis. Setelah membuat kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan menyusun soal, kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Instrumen penelitian selengkapnya ada pada lampiran B, halaman 166.

Sebelum dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut diujicobakan untuk memeriksa validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya. Analisis uji instrumen menggunakan software AnatesV4 dan software Microsoft Office

Excel 2007.

a. Validitas Tes

Sebuah tes dikatakan telah valid apabila tes tersebut secara tepat dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk dapat menentukan apakah suatu tes telah memiliki validitas atau daya ketepatan mengukur, dapat dilakukan dari dua


(27)

segi, yaitu : dari tes itu sendiri sebagai suatu totalitas, dan segi itemnya, sebagai yang tak terpisahkan dari tes tersebut (Sugiyono, 2010 : 163).

Untuk validitas total seperangkat tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, peneliti menggunakan validitas muka (face validity). Dengan berkonsultasi dengan guru-guru matematika di MGMP Matematika Kabupaten Purwakarta, para ahli dan dosen matematika di Jurusan Pendidikan matematika, dan rekan sesama mahasiswa Pendidikan Matematika Pascasarjana UPI maka tes ini dinyatakan valid secara muka.

Validitas butir item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang di miliki oleh sebutir item, sebuah soal tes dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap item tes, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total.

Perhitungan validitas item tes dengan menggunakan rumus korelasi dengan menggunakan product moment Pearson (Ruseffendi, 1993: 207), yaitu :

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= koefisien korelasi = banyak pasangan nilai-nilai.

X= Skor item test Y = Skor total test

Berdasarkan tabel harga kritis r product moment, jika harga rxy lebih kecil dari harga kritis dalam tabel (rtabel), maka korelasi tersebut tidak signifikan. Jika rxy lebih besar dari harga kritis dalam tabel (rtabel), maka korelasi tersebut signifikan. Interpreatasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2002: 75) seperti pada Tabel 3.1 berikut :


(28)

Tabel 3.1.

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas

Nilai Interpretasi

0,80 1,00

0,60 0,80

0,40 0,60

0,20 0,40

0,00 0,20

Sangat tinggi Tinggi cukup Rendah

kurang

Hasil perhitungan rxy di atas akan dibandingkan dengan rxy tabel dengan derajat kebebasan sesuai dengan banyaknya data dan menggunakan taraf signifikansi 5%. Jika harga rxy hitung < rxy tabel, maka butir soal tersebut dinyatakan valid, untuk n = 27 dengan taraf signifikansi 5% rxy tabel adalah 0,38. Untuk hasil perhitungan rxy hitung dibandingkan dengan rxy tabel diperlihatkan pada Tabel 3.2

berikut:

Tabel 3.2.

Interpetasi Uji Validitas Item Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Nomor Soal rxy hitung rxy tabel Validitas

1 0,72 0,38 Tinggi

2 0,80 0,38 Tinggi

3 0,82 0,38 Sangat Tinggi

4 0,71 0,38 Tinggi

5 0,82 0,38 Sangat Tinggi

6 0,63 0,38 Tinggi

7 0,76 0,38 Tinggi

8 0,86 0,38 Sangat Tinggi

9 0,86 0,38 Sangat Tinggi


(29)

b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes dihitung untuk mengetahui tingkat konsistensi tes tersebut. Sebuah tes disebut reliabel jika tes itu menghasilkan skor yang konsisten, jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda.

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha yaitu :

!

! 1" #1 ∑ $$&%'

Keterangan:

= reliabilitas tes secara keseluruhan

n

= Banyaknya butir soal

$% = Varians skor setiap item $& = Varians skor total

Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes umumnya digunakan patokan yang dibuat oleh J.P Guilford (Suherman, 2003: 139) seperti padaTabel 3.3. berikut:

Tabel 3.3.

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Nilai Interpretasi

0,20

0,20 0,40

0,40 0,70

0,70 0,90

0,90 1,00

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Dengan menggunakan rumus Alpha, diperoleh hasil perhitungan seperti pada lampiran C. Dari data yang diperoleh maka didapat bahwa reliabilitas tes pemahaman adalah r11=0,83 dan reliabilitas tes Komunikasi adalah r11=0,82 termasuk ke dalam kelompok reliabilitas tinggi. Jika kita bandingkan r11=0,83


(30)

dengan rtabel = 0,381 untuk n=27 dan taraf signifikansi 5%, maka instrument tes pemahaman dan komunikasi tersebut reliabel karena rhitung >rtabel.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan soal dengan baik dan siswa yang berkemampuan kurang tidak dapat mengerjakannya dengan baik.

Rumus untuk Daya pembeda (DP):

+,

-.-/&/ 012- 1.324521 &%677%8-.-/&/ 012- 1.324521 -.69/:012- 4/10%4;4

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda diperlihatkan pada Tabel 3.4

berikut:

Tabel 3.4.

Klasifikasi Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda Interpretasi

+, < 0,40 0,30 +, 0,40 0,20 +, 0,30

+, 0,20

Sangat baik Baik Kurang baik

Tidak baik (Safari, 2008: 27)

Hasil perhitungan daya pembeda soal diperlihatkan pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5.

Daya pembeda Item Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,35 Baik


(31)

3 0,75 Sangat baik

4 0,40 Sangat baik

5 0,50 Sangat baik

6 0,53 Sangat baik

7 0,40 Sangat baik

8 0,73 Sangat baik

9 0,48 Sangat baik

10 0,63 Sangat baik

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin mudah soal tersebut.

Rumus untuk Tingkat kesukaran (TK):

>? $CD EBC$FEGE@AB!

Klasifikasi interpretasi tingkat kesukaran soal yang digunakan diperlihatkan pada tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6.

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Kriteria tingkat kesukaran Interpretasi

0,71 1,00 0,31 0,70 0,00 0,30

Mudah Sedang Sukar (Safari, 2008: 24)

Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal diperlihatkan pada tabel 3.7 berikut:


(32)

Tabel 3.7.

Tingkat Kesukaran Item Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Nomor Soal Tingkat kesukaran Interpretasi

1 0,43 Sedang

2 0,58 Sedang

3 0,55 Sedang

4 0,48 Sedang

5 0,68 Sedang

6 0,64 Sedang

7 0,33 Sedang

8 0,49 Sedang

9 0,26 Sukar

10 0,34 Sedang

2. Angket skala Sikap dan Minat Siswa

Angket skala sikap dan minat siswa adalah lembaran yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan sikap (merespon positif atau negatif) dan minat (kesukacitaan, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan) siswa terhadap model pembelajaran yang dilakukan.

Angket skala sikap dan minat yang dipakai dalam penelitian ini adalah model skala Likert dengan modifikasi seperlunya. Setiap pernyataan dilengkapi lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak tahu/netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Sedangkan pemberian skor skala sikap dan minat untuk setiap pilihan jawaban positif berturut-turut 5, 4, 3, 2, 1, dan sebaliknya 1, 2, 3, 4, 5 untuk pernyataan negatif (Ruseffendi, 1998: 120).


(33)

D. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan pada penelitian ini disusun dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Selain itu, pembelajaran dilengkapi dengan buku paket yang disusun Depdiknas dan buku dari penerbit tertentu. Dengan LKS ini, siswa berusaha memahami dan mengkomunikasikan konsep matematika yang sedang dipelajari secara berpasangan, saling membantu antara pasangan lainnya dan melakukan diskusi kelas dalam pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC).

Materi pokok dalam LKS ini adalah Segiempat yang merujuk pada Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Kurikulum 2004 untuk SMP dan dikembangkan dalam 8 LKS. Sebelum LKS digunakan pada kelas eksperimen, terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa yang bukan merupakan subjek penelitian agar dapat diketahui apakah petunjuk-petunjuk atau kalimat-kalimat yang ada pada LKS dipahami oleh siswa atau tidak serta kesesuaian waktu yang dialokasikan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dikumpulkan dengan melalui tes awal (pretest) dan tes akhir (postest).


(34)

2. Data yang berkaitan dengan sikap dan minat siswa dalam pembelajaran sebagai akibat pembelajaran kooperatif tipe FSLC, dikumpulkan melalui angket skala sikap dan minat siswa.

F. Teknik Pengolahan Data

1. Data hasil tes kemampuan pemahaman kosep dan komunikasi matematis

Skor yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan pembelajaran kooperatif dengan teknik FSLC dianalisis dengan cara dibandingkan dengan skor siswa yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah diberi pembelajaran konvensional. Besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi (N-Gain). Pengolahan dan analisis data skor N-Gain hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Menghitung Skor N-Gain

Peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dihitung dengan rumus N-Gain,yaitu:

H = 012- 520&.0&8012- 5-.&.0&

012- 4/108012- 5-.&.0& (Hake,1999)

Kriteria tingkat skor N-Gain diperlihatkan pada Tabel 3.8 berikut: Tabel 3.8

Kriteria tingkat N-Gain Kriteria Interpretasi

H I 0,70 0,30 H 0,70

H 0,30

Tinggi Sedang Rendah


(35)

b. Uji Normalitas

Dari data hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (postest) diperoleh skor

N-Gain untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya diperoleh

skor N-Gain ini diuji normalitasnya. Hipotesis statistik yang diujikan adalah : H0 : data skor N-gain berdistribusi normal

HA: data skor N-gain tidak berdistribusi normal

Uji statistiknya menggunakan uji Kay-Kuadrat dengan rumus :

J K L2 LL.

. 6

%

Keterangan:

n = banyaknya subyek.

L2= frekuensi dari yang diamati.

L.= frekuensi yang diharapkan.

Setelah dilakukan perhitungan, J:%&;67 dibandingkan dengan J&/M.3. Jika

J:%&;67<J&/M.3 pada taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = J – 3,

dengan J menyatakan banyaknya kelas interval maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal (H0 diterima). Bila tidak berdistribusi normal, dapat

dilakukan dengan pengujian nonparametrik (Ruseffendi, 1993: 372). c. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak. Hipotesis statistik yang diujikan adalah :

H0 : varians data skor N-gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol


(36)

HA: varians data skor N-gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak

homogen

Uji statistiknya menggunakan uji-F, dengan rumus:

N:%&;67 OO

M.0/-1.P%3

Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika N:%&;67<N&/M.3, dengan

dk pembilang = (nbesar – 1) dan dk penyebut = (nkecil–1), taraf signifikansi 0,05

(Ruseffendi,1993:374)

d. Uji Perbedaan Dua Rerata

Uji perbedaan dua rerata ini dilakukan terhadap data N-gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan dua rata-rata ini digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian.

Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0: e= k ; peningkatan kemampuan pemahaman/ komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe FSLC sama dengan peningkatan kemampuan pemahaman/komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

HA: e> k; peningkatan kemampuan pemahaman/ komunikasi matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih tinggi dari peningkatan kemampuan pemahaman/ komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

a). Jika kedua skor N-gain berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan rumus :


(37)

Q RS8RT

0 VSUWVTU F atau

Q RS8RT

XVSYSZWVTYTZ

FF

Dengan $ 6S8 0T

ZW 6T8 0

TZ 6SW6T8 Keterangan:

$= deviasi standar gabungan dari kedua kelompok. $.= deviasi standar kelompok eksperimen. $1= deviasi standar kelompok kontrol.

[.= rerata skor N-gain dari kelompok eksperimen.

[1= rerata skor N-gain dari kelompok kontrol.

!. = banyaknya siswa kelompok eksperimen.

!1= banyaknya siswa kelompok kontrol.

Dengan beberapa pertimbangan penggunaan rumus, yaitu:

1) Bila !. !1, dan varians homogen ($.2=$12), maka dapat digunakan rumus (i) atau (ii) dengan derajat kebebasan (dk) yang digunakan dk=!.\ !1 2.

2) Bila !. ] !1, dan varians homogen ($.2=$12), maka dapat digunakan rumus (ii) dengan derajat kebebasan (dk) yang digunakan dk=!.\ !1 2.

3) Bila !. !1, dan varians tidak homogen ($.2] $12), maka dapat digunakan rumus (i) atau (ii) dengan derajat kebebasan (dk) yang digunakan dk=!. 1 atau dk=!1 1.

4) Bila !. ] ! , dan varians homogen ($.2] $12), maka dapat digunakan rumus (i). Harga t sebagai pengganti harga ttabel dihitung dari selisih harga ttabel


(38)

dengan derajat kebebasan dk=!. 1 dan dk=!1 1 dibagi dua dan kemudian diambah dengan harga t yang terkecil.

Kriteria pengujian adalah tolak ^_ jika Q:%&;67 I Q&/M.3, dalam hal lainnya diterima (Sugiyono,2010: 139).

b) Bila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian non parametrik, yaitu Uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney (Uji-U) adalah uji non parametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, dalam hal asumsi distribusi-t tidak terpenuhi, seperti distribusinya tidak normal dan uji selisih rerata yang viariansinya tidak homogen, yaitu :

`

a 8

U

Z6b6c

d6b6c 6bW6cW /

Kriteria uji: tolak ^_ jika f:%&;67 I f&/M.3, pada α = 0,05 dalam hal lainnya diterima (Ruseffendi, 1993: 503).

Untuk melengkapi pengolahan dan analisis data dilakukan juga uji normalitas, uji homogenitas, dan uji perbedaan rerata terhadap data skor tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis.

2. Data Hasil Angket Skala Sikap dan Minat Siswa

Data hasil angket skala sikap dan minat siswa dianalisis untuk mengetahui sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe

formulate-share-listen-create (FSLC). Data yang diperoleh melalui angket dianalisa dengan cara

pemberian skor butir skala sikap dan minat belajar siswa dengan model skala Likert. Untuk menganalisis respon siswa terhadap pernyataan tiap butir skala sikap/minat, pertama-tama dilakukan adalah pemberian skor setiap item. Setelah


(39)

didapat skor setiap item dilanjutkan mencari rataan skor dari keseluruhan siswa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui letak sikap/minat siswa secara umum terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Langkah berikutnya mencari skor rata-rata setiap item soal dari seluruh siswa. Dengan cara ini akan terungkap kecenderungan pilihan siswa terhadap item pernyataan yang diberikan, apakah merespon secara positif atau negatif. Selanjutnya, mencari tingkat persetujuan siswa untuk masing-masing item. Data ini akan mengungkap kecenderungan persetujuan siswa secara umum.

Rata-rata respon siswa setiap item soal dikatakan positif bila rata-rata respon siswa tersebut lebih besar dari skor netralnya. Begitu pula sebaliknya, rata-rata respon siswa setiap item soal dikatakan negatif bila rata-rata-rata-rata respon siswa tersebut lebih kecil dari skor netralnya. Skor netral dihitung berdasarkan rata-rata skor setiap item soal. Perhitungan skor sikap dan minat siswa menggunakan skala baku, perhitungan selengkapnya ada pada lampiran E halaman 230.


(40)

Pelaksanaan Pembelajaran Biasa (konvensional)

Tes Akhir

Kesimpulan Studi Kepustakaan

Penyusunan Rancangan Pembelajaran

Pengolahan Data Observasi dan

angket sikap dan minat siswa G. Prosedur penelitian

Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian dibuat suatu prosedur penelitian dengan tahapan sebagai berikut :

Penyusunan, ujicoba, revisi, dan pengesahan instrumen Penentuan subjek penelitian

Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe FSLC

Gambar 3.2. Prosedur Penelitian Tes Awal


(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif Formulate-Share-Listen-Create(FSLC) dibandingkan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, serta sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran kooperatif FSLC, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mennggunakan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif FSLC lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif FSLC memiliki sikap positif

terhadap pembelajaran kooperatif FSLC.

4. Siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif FSLC memiliki minat yang positif terhadap pembelajaran kooperatif FSLC.


(42)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Untuk guru-guru bidang studi matematika, pembelajaran kooperatif FSLC dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa tingkat SMP/MTs, dengan perbaikan-perbaikan pada hal-hal yang dianggap kurang. 2. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian tentang

pembelajaran kooperatif tipe FSLC pada pokok bahasan yang berbeda pada aspek-aspek kemampuan matematis yang lain diantaranya kemampuan pemecahan masalah, koneksi, dan representasi matematis disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran yang akan diberikan.

3. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian pada level sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini, yaitu sekolah-sekolah yang sedang membutuhkan inovasi pembelajaran seperti sekolah-sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI)


(43)

Abdi, A. (2004). Senyum guru Matematika dan Upaya Bangkitkan Gairah Siswa. [Online].

Tersedia:http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?artic le_id=6722[22 mei 2011]

Ansari, B. I. (2003), Menumbuhnkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.

Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: Tidak dipublikasikan

Arikunto. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

Bagus, A. (2006). Pembelajaran dalam Kelompok Kecil dengan teknik Probing

dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Tesis Magister pada PPS Upi Bandung: Tidak

diterbitkan

Baroody, A. J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communication, K-8

Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing

Company.

Budiarto, M. T, dkk (2004) Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika (Buku 1). Jakarta: Depdiknas).

Cai, J.L dan Jacabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic

Skoring Rubrics: Assesing Student’ Mathematical Reasoning and Comunication. Communication in Mathematics K-12 and Beyond.

Virgina: NCTM.

Dahar, R.W (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2004a). Draft Kurikulum 2004: Kerangka Dasar dan Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP/MTS. Jakarta: Balitbang

Depdiknas.

Depdiknas. (2004b). Peraturan tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP Jakarta. Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Depdiknas. (2004c). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Puskur Depdiknas. Depdiknas. (2006). Pengembangan Bahan Ujian dan Analisis Hasil Ujian: Materi

Presentasi Sosialisasi KTSP Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dewi, S. (2006). Pemahaman konsep Volume Bola dengan Model Pembelajaran


(44)

http//jurnaljpi.files.wordpress.com/2007/09/04-setya-dewi.pdf[22 mei 2011] Ester, R. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik

Think-Pair-Square terhadap Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hake, R. R. "Interactive-engagement versus traditional methods: A

six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses,"

American Journal of Physics 66 (1), 64 (1998).

Halmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan emecahan Masalah dan Komunikasi

Matematika Siswa SLTP melalui Belajar dengan Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Bandung. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak

diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaphorical Thinking

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam Proses Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Ibrahim, M, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berfikir kritis dan

Pengkomunikasian. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ledlow, S. (2001). Using Think-Pair-Share in the College Classroom. Arizona : State University.http://clte.asu.edu/active/usingtps.pdf[ 18 Januari 2011]. Lie, A. (2010). Cooperative Learning. Mempraktekan Cooperative Learning

ruang-ruang kelas. Jakarta: PT Gramedia.

Lambas, dkk (2004). Materi Pelatihan terintegrasi Matematika (Buku 3). Jakarta: Depdiknas).

Munadi, Y. (2008). Media pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, VA: Author.

NCTM. (1991). Profesional Standards for Teaching Mathematics, Reston, VA: Author.


(45)

Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

Rustanti, R. (2009). Rancang Bangun Modul Pembelajaran Matematika

Berorientasi pada kemampuan pemahaman konsep, penalaran dan

komunikasi dan pemecahan masalah. [Online].Tersedia:

http://rustantorahardi.files.wordpress.com/2009/03/atklhbhkpms2-duelike05.pdf

Ruseffendi, E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press

Sabilulungan, A. (2008). Pembelajaran kooperatif dengan Teknik

Think-Pair-Square (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak

diterbitkan.

Safari, (2008). Penulisan butir soal berdasarkan KTSP, Jakarta: APSI Depdiknas. Saptuju. (2005). Meningkatkan Kemampuan siswa SMP Menyelesaikan Soal Cerita

Matematika melalui Belajar Kelompok Kecil dengan Pendekatan Problem solving. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenanda Media Group.

Shadiq, F (2003). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam

pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Soedjadi, R. (2007). Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika

Sekolah. UNESA: Pusat sains dan Matematika Sekolah.

Steffe, L. P, & Keirren, T. (1994). Radical Constructivism and Mathematics

Education. Journal For Research in Mathematics Education, 25(6),

711-733.

Subagiyana. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatf Tipe Team Assisted Individualization(TAI) dengan Pendekatan Kontekstual.

Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung. Tarsito.

Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.


(46)

http://www.pdf-finder.com/BERFIKIR-MATEMATIK-TINGKAT-TINGGI:.html [18 Januari 2011].

Supriatna, D. (2009). Pengenalan Media Pembelajaran ( Bahan Ajar untuk Diklat E-Training PPPPTK TK dan PLB). Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan TK dan PLB. Syah, M (1999). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Referensi untuk SMK, Mahasiswa, dan Umum). Jakarta: Leuseur cipta pustaka.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan model-model Pembelajaran (Pelengkap

untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan calon Guru Profesional). Jakarta: CV. Ipa Abong.

Widyantini. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Kooperatif. Yogyakarta : Depdiknas PPPG Matematika.

Wihatma, U. (2004). Meningkatkan kemampuan komunikasi Matematik Siswa

SLTP melalui Cooperative Learning Tipe STAD. Tesis pada Sekolah Pasca


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif Formulate-Share-Listen-Create(FSLC) dibandingkan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, serta sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran kooperatif FSLC, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mennggunakan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif FSLC lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif FSLC memiliki sikap positif

terhadap pembelajaran kooperatif FSLC.

4. Siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif FSLC memiliki minat yang positif terhadap pembelajaran kooperatif FSLC.


(2)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Untuk guru-guru bidang studi matematika, pembelajaran kooperatif FSLC dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa tingkat SMP/MTs, dengan perbaikan-perbaikan pada hal-hal yang dianggap kurang. 2. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian tentang

pembelajaran kooperatif tipe FSLC pada pokok bahasan yang berbeda pada aspek-aspek kemampuan matematis yang lain diantaranya kemampuan pemecahan masalah, koneksi, dan representasi matematis disesuaikan dengan karakteristik materi pembelajaran yang akan diberikan.

3. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian pada level sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini, yaitu sekolah-sekolah yang sedang membutuhkan inovasi pembelajaran seperti sekolah-sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI)


(3)

Daftar Pustaka

Abdi, A. (2004). Senyum guru Matematika dan Upaya Bangkitkan Gairah Siswa. [Online].

Tersedia:http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?artic le_id=6722[22 mei 2011]

Ansari, B. I. (2003), Menumbuhnkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: Tidak dipublikasikan

Arikunto. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

Bagus, A. (2006). Pembelajaran dalam Kelompok Kecil dengan teknik Probing dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Tesis Magister pada PPS Upi Bandung: Tidak diterbitkan

Baroody, A. J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communication, K-8 Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.

Budiarto, M. T, dkk (2004) Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika (Buku 1). Jakarta: Depdiknas).

Cai, J.L dan Jacabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic Skoring Rubrics: Assesing Student’ Mathematical Reasoning and Comunication. Communication in Mathematics K-12 and Beyond.

Virgina: NCTM.

Dahar, R.W (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2004a). Draft Kurikulum 2004: Kerangka Dasar dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP/MTS. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Depdiknas. (2004b). Peraturan tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP Jakarta. Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Depdiknas. (2004c). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Puskur Depdiknas. Depdiknas. (2006). Pengembangan Bahan Ujian dan Analisis Hasil Ujian: Materi

Presentasi Sosialisasi KTSP Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dewi, S. (2006). Pemahaman konsep Volume Bola dengan Model Pembelajaran


(4)

Pendidikan Inovatif. [Online], Vol 1 (2). 4 halaman. Tersedia: http//jurnaljpi.files.wordpress.com/2007/09/04-setya-dewi.pdf[22 mei 2011] Ester, R. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik

Think-Pair-Square terhadap Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hake, R. R. "Interactive-engagement versus traditional methods: A

six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses,"

American Journal of Physics 66 (1), 64 (1998).

Halmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan emecahan Masalah dan Komunikasi

Matematika Siswa SLTP melalui Belajar dengan Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Bandung. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak

diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam Proses Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Ibrahim, M, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berfikir kritis dan Pengkomunikasian. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ledlow, S. (2001). Using Think-Pair-Share in the College Classroom. Arizona : State University.http://clte.asu.edu/active/usingtps.pdf[ 18 Januari 2011]. Lie, A. (2010). Cooperative Learning. Mempraktekan Cooperative Learning

ruang-ruang kelas. Jakarta: PT Gramedia.

Lambas, dkk (2004). Materi Pelatihan terintegrasi Matematika (Buku 3). Jakarta: Depdiknas).

Munadi, Y. (2008). Media pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, VA: Author.

NCTM. (1991). Profesional Standards for Teaching Mathematics, Reston, VA: Author.


(5)

Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

Rustanti, R. (2009). Rancang Bangun Modul Pembelajaran Matematika Berorientasi pada kemampuan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi dan pemecahan masalah. [Online].Tersedia:

http://rustantorahardi.files.wordpress.com/2009/03/atklhbhkpms2-duelike05.pdf

Ruseffendi, E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press

Sabilulungan, A. (2008). Pembelajaran kooperatif dengan Teknik Think-Pair-Square (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Safari, (2008). Penulisan butir soal berdasarkan KTSP, Jakarta: APSI Depdiknas. Saptuju. (2005). Meningkatkan Kemampuan siswa SMP Menyelesaikan Soal Cerita

Matematika melalui Belajar Kelompok Kecil dengan Pendekatan Problem solving. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenanda Media Group.

Shadiq, F (2003). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Soedjadi, R. (2007). Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. UNESA: Pusat sains dan Matematika Sekolah.

Steffe, L. P, & Keirren, T. (1994). Radical Constructivism and Mathematics Education. Journal For Research in Mathematics Education, 25(6), 711-733.

Subagiyana. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatf Tipe Team Assisted Individualization(TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung. Tarsito.

Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.


(6)

Sumarmo, U. (2010) Berpikir dan Disposisi Matematik:Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik.[Online].Tersedia:

http://www.pdf-finder.com/BERFIKIR-MATEMATIK-TINGKAT-TINGGI:.html [18 Januari 2011].

Supriatna, D. (2009). Pengenalan Media Pembelajaran ( Bahan Ajar untuk Diklat E-Training PPPPTK TK dan PLB). Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan TK dan PLB. Syah, M (1999). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Referensi untuk SMK, Mahasiswa, dan Umum). Jakarta: Leuseur cipta pustaka.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan model-model Pembelajaran (Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan calon Guru Profesional). Jakarta: CV. Ipa Abong.

Widyantini. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta : Depdiknas PPPG Matematika.

Wihatma, U. (2004). Meningkatkan kemampuan komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Cooperative Learning Tipe STAD. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI. Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) terhadap kemampuan representasi visual matematis siswa

4 21 185

Penerapan model pembelajaran kooperatif informal tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

11 55 158

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

16 28 186

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC).

4 13 49

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP.

7 43 33

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN STRATEGI FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE FSLC.

0 1 51

PROFIL KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MODEL KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DITINJAU DARI PENALARAN MATEMATIS SISWA DI SMPIT AT-TAQWA SURABAYA.

0 2 168

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) - repository UPI T MAT 1201409 Title

0 1 3

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF INFORMAL TIPE FORMULATE SHARE LISTEN CREATE (FSLC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS PESERTA DIDIK SMPN 19 BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 122

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE SHARE LISTEN CREATE (FSLC) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 PURWOJATI

0 0 16