PENDAHULUAN Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada KSR PMI Kota Surakarta Dalam Menangani Bencana.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki kehidupan yang berbeda-beda yang dimana
tingkat kesejahteraannya pun berbeda-beda pula. Salah satu kesejahteraan yang
harus diperhatikan adalah kesejahteraan psikologis. Menurut Raudatussalamah &
Susanti (2014) kesejahteraan psikologis atau psychological well-being adalah
suatu kondisi dimana individu menjadi sejahtera dengan menerima diri, memiliki
tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi
pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh
secara personal. Sejahtera secara psikologis bukan hal yang mudah untuk dicapai,
individu tidak hanya sehat secara fisik akan tetapi harus sehat secara psikologis.
Psychological well-being terdiri dari enam dimensi yang mengungkapkan
fungsi psikologis yang positif setiap individu, yaitu dimensi kemampuan individu
dalam menerima diri apa adanya, membina hubungan yang positif dengan orang
lain, otonomi, penguasaan lingkungan, mampu merumuskan tujuan hidup, dan
mampu menumbuhkan serta mengembangkan potensi pribadi (Ryff, 1989).
Bencana alam di wilayah Kota Surakarta semakin meluas, terutama ketika
hujan deras tiba, bantaran sungai Bengawan Solo meluap dan menenggelamkan
rumah-rumah warga. Bencana yang terjadi terkadang hingga menyeret korban.

Baru-baru ini, ada seorang anak berusia 6 tahun yang hanyut terbawa arus di got
karena hujan deras (Bunnews, 2016). Hal ini membuat relawan kemanusiaan

1

2

harus turun tangan untuk membantu, salah satunya adalah Korps Sukarela Palang
Merah Indonesia (yang selanjutnya disebut KSR PMI) yang berada di Kota
Surakarta. Anggota KSR PMI harus memenuhi syarat yaitu berusia 18 – 35 tahun
(Susilo dkk, 2008).
Relawan adalah seseorang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya
memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, waktu, harta, dan yang lainnya)
kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa
mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan,
ataupun kepentingan maupun karier (Tobing dkk, 2008). Tanggung jawab sosial
yang dilakukan oleh para relawan yaitu mengevakuasi korban bencana dan
memberikan support baik fisik maupun psikologis pada para korban bencana,
sehingga kondisi psikologis relawan ketika turun ke medan bencana sangatlah
penting. Tanggung jawab sosial para relawan tidaklah sebatas mengevakuasi

korban,

tetapi

juga

bagaimana

ketrampilan

relawan

dalam

bertindak

mengevakuasi korban bencana.
Berdasarkan data yang di dapat oleh Subjek SA bahwa KSR PMI Kota
Surakarta telah ikut membantu menangani bencana yang ada di wilayah
karesidenan Surakarta bahkan di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Untuk

wilayah lain di Indonesia salah satunya adalah gempa bumi yang terjadi di Jogja
dan saat gunung Merapi meletus. Beberapa KSR PMI Kota Surakarta beserta tim
medis ikut menjaga posko yang berada di Magelang, Klaten, dan Boyolali dan
tiap satu minggu berganti orang yang menjaga posko. Untuk bencana yang terjadi
di Surakarta, KSR PMI sering menangani bencana banjir, angin puting beliung,

3

dan kebakaran. Daerah langganan banjir di daerah Surakarta adalah Semanggi,
Sangkrah, Sewu, Pucang Sawit, Jagalan, Joyotakan, dan Kentingan Wetan.
Terakhir banjir yang ditangani oleh KSR PMI di wilayah Surakarta yaitu sekitar
pada bulan Januari 2017, sebelumnya pada tahun 2016 yaitu sekitar pada tanggal
26-27 November dan sekitar pada bulan Juli atau Agustus yang merupakan
bencana banjir yang lumayan besar. Pasca terjadi angin puting beliung pada
tanggal 2 Maret 2017, para anggota KSR PMI langsung terjun membantu pohon
yang jatuh di tempat kejadian. Untuk kebakaran, merupakan bencana yang paling
jarang terjadi di wilayah Surakarta. Terakhir terjadi kebakaran pada tanggal 19
Februari 2017.
Bencana banjir yang terjadi di wilayah Surakarta terkadang hanya
memiliki kerugian material dan pada aktivitas sosial seperti berangkat ke sekolah,

ke pasar, ataupun ke kantor serta jarang memakan korban, apabila ada, biasanya
yang menjadi korban adalah anak kecil. Untuk bencana angin puting beliung,
terkadang membuat lalu lintas sedikit terganggu karena adanya evakuasi. Untuk
kebakaran, kerugian berada di kerugian materi ataupun memakan korban jiwa.
Kebakaran yang terjadi pada tangal 19 Februari di Baluwarti hingga memakan 2
korban jiwa.
Tidak semua orang mau menjadi relawan seperti yang anggota KSR
lakukan di atas, yaitu membantu menangani bencana karena menjadi tim evakuasi
dalam menangani bencana tidak hanya menguras tenaga, tetapi juga waktu yang
hal tersebut di dapat dari hasil wawancara.

4

”kebanyakan disini susah ngatur waktu mbak terutama waktu kuliah,
banyak tugas, praktikum, laporan, ya gitu lah mbak. Makanya kadang
bingung mbak.” (Subjek G)
Hal ini lah yang membuat para anggota KSR ketika menangani bencana
tidak menangani dengan sepenuh hati. Padahal sebenarnya, pengalaman dalam
kehidupan yang beragam dan unik akan memberikan pengaruh terhadap kondisi
kesejahteraan psikologis secara terus-menerus (Harimukhti & Dewi, 2014).

“setelah bisa nolong orang ya pasti seneng lah mbak, membantu sesama
apalagi yang membutuhkan.” (subjek R)
Akan tetapi setelah selesai melaksanakan tugas, para anggota KSR merasa
bahagia bisa membantu menangani bencana dan mengevakuasi korban bencana.
Seperti menurut Haworth dan Lewis (2005) bahwa partisipan yang ikut dalam
aktivitas fisik telah terbukti untuk menghasilkan suasana hati yang positif,
meningkatkan kesejahteraan psikologis dan kepuasan hidup.
Fenomena-fenomena yang juga muncul pada para KSR PMI Kota
Surakarta, tidak lepas dari kesejahteraan psikologis yang muncul saat para KSR
PMI ikut membantu korban bencana. Berdasarkan data awal penelitian yang
dilakukan peneliti dengan metode wawancara pada tanggal 18 November dengan
informan G yaitu :
“beberapa anggota KSR disini katanya ada yang ngerasa bosan sama
kegiatan kepalangmerahan mbak. Terus sebelume juga kurang makan
minum atau sebelumnya ada kegiatan ya sudah mbak jadi kadang sudah
capek dulu jadi takut kurang konsentrasi.” (Subjek G)
Hal ini lah yang membuat para anggota KSR tidak melakukan kegiatan
dengan sepenuhnya. Kondisi psikologis saat di medan bencana bisa dipengaruhi
oleh pernyataan subjek tersebut yaitu saat akan mengevakuasi korban bencana,
para anggota KSR sudah merasa letih terlebih dahulu dan takut ketika

mengevakuasi kurang konsentrasi. Padahal para anggota KSR PMI dituntut harus

5

bisa menguasai medan bencana agar bisa menemukan korban bencana yang sudah
meninggal, menolong korban yang terjebak agar bisa diselamatkan, mengevakuasi
barang-barang milik korban dan juga menjaga keselamatan dirinya sendiri.
Berdasarkan Penelitian Burke & Richardson (2000) telah menunjukkan
bahwa dampak kelelahan bisa meliputi kesehatan fisik dan kesejahteraan
psikologis. Begitu juga berita dari National Geographic (2012) bahwa banyak
petugas medis, relawan, bahkan angkatan bersenjata yang terlibat sebagai relawan
bencana mengalami trauma. Sehingga untuk menangani bencana, sebelumnya
para relawan harus mempersiapkan fisik maupun psikologis agar kuat berada di
medan bencana.
Menurut studi psychological well-being yang dilakukan oleh Najia (2005)
terhadap para sukarelawan bencana gempa di Pakistan, ditemukan bahwa dengan
menjadi relawan, maka individu merasakan ada perubahan positif dari dirinya,
dimana individu dapat lebih menghargai diri sendiri, orang lain, kehidupan,
merasa dekat dengan Tuhan serta merasakan kepuasan dalam hidup. Temuan ini
konsisten dengan penelitian Thoits & Hewitt (2001) yang menunjukkan bahwa

pekerjaan sukarela memang meningkatkan semua enam aspek kesejahteraan dan
bekerja sebagai relawan memiliki manfaat untuk memfasilitasi well-being
seseorang untuk mencapai tingkat terbaiknya. Dari temuan ini, peneliti tertarik
meneliti KSR PMI terutama pada kesejahteraan psikologisnya saat menangani
bencana.
Berdasarkan fenomena di atas, maka pertanyaan yang muncul yaitu
kesejahteraan psikologis pada KSR PMI yang meliputi :

6

a) Bagaimana kemampuan penerimaan dirinya?
b) Bagaimana kemampuan memiliki hubungan positif dengan orang lain?
c) Bagaimana kemampuan dalam menentukan tindakan sendiri?
d) Bagaimana kemampuan dalam penguasaan lingkungan?
e) Bagaimana kemampuan dalam memiliki tujuan hidup?
f) Bagaimana kemampuan dalam pertumbuhan pribadi?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka penelitian ini akan mengulas
lebih lanjut bagaimana kondisi kesejahteraan psikologis pada KSR PMI Kota
Surakarta dalam menangani bencana.


B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
kesejahteraan psikologis (psychological well-being) pada KSR PMI Kota
Surakarta dalam menangani bencana.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Manfaat Teoritis
a. Untuk memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang Psikologi
khususnya Psikologi Sosial yang mengarah ke sub Psikologi Positif pada
relawan bencana.
b. Untuk memberikan wawasan baru bagi masyarakat bahwa kegiatan
kemanusiaan

yang

dilakukan


oleh

KSR

dapat

meningkatkan

7

kesejahteraan psikologis pada individu KSR yang membantu dalam
menangani bencana.
2.

Manfaat Praktis
a. Bagi jajaran pengurus PMI Kota Surakarta
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan ilmu tentang
pentingnya kesejahteraan psikologis KSR dalam menangani bencana
sehingga dapat memaksimalkan kegiatan yang dapat membangun,

melatih fisik dan psikologis, dan menjadi bekal para KSR dalam
menghadapi bencana, dengan di dukung banyaknya KSR yang terlibat
dalam membantu menghadapi bencana.
b. Bagi KSR PMI Kota Surakarta
Penelitian ini diharapkan bisa menambah motivasi para KSR dalam
mengevakuasi bencana untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis,
bisa menambah motivasi team-work dalam membantu korban bencana,
dan bahwa kesejahteraan psikologis dalam menangani bencana juga
penting agar bisa menambah kekuatan mental.
c. Bagi peneliti lain
Penelitian ini bisa dijadikan referensi dan acuan yang berguna bagi
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lain yang sejenis.